Share

Chapter 7.

"Halo, siapa ini?"

"Sayang, ini aku Adnan." Suara Adnan dari sambungan telepon.

"Adnan, kamu pakai nomer baru?"

"Iya, Sayang. Hari ini aku mulai kerja, tolong doakan aku supaya pekerjaanku lancar."

Sedikit lega perasaan Naura setelah mendengar suara orang terkasih walau setelah ini dia kembali harus dihadapkan dengan pil pahit mengenai keluarganya.

"Pasti, aku pasti mendoakan yang terbaik untuk kamu. Kamu hati-hati dalam bekerja yah."

"Terima kasih, sekarang aku sudah sampai di tempat kerja. Nanti aku hubungi lagi saat jam istirahat."

Pria tampan ini berdiri dan menatap bangunan tinggi sebuah hotel tempat dia bekerja. Dengan penuh keyakinan Adnan melangkahkan kakinya masuk dan mulai kerja dengan beberapa temannya.

Mengenakan seragam cleaning service sambil membawa sapu dan beberapa alat pembersih hotel.

"Permisi, Mas Adnan. Tolong buatkan teh hangat untuk Mommy Jihan, bawa teh itu ke ruang kerjanya." ucap salah satu pelayan wanita.

"Baik, Mba."

Dalam sekejap secangkir teh hangat siap disajikan Adnan mengantar ke ruangan Jihan.

Tok! Tok!

"Permisi."

"Masuk," jawab seorang wanita bersuara serak basah di dalam.

"Permisi, Nyonya. Saya mengantarkan teh hangat untuk Nyonya."

"Terima kasih," ucapnya sambil menerima secangkir teh tersebut dan menyeruputnya. Tatapan mata yang membelalak tersamarkan dengan hembusan asap hangat dari teh membuat wajah putih itu kian terlihat memerah.

"Kamu pegawai baru di sini?"

"Iya, Nyonya. Saya Adnan, cleaning service baru di sini."

"Oh, Adnan. Nama yang bagus."

Wanita berambut pirang mengombak yang memakai atasan blouse berwarna putih, berbelahan dada rendah itu bangun dari duduknya dan menghampiri Adnan dengan langkah manjanya.

"Kalau begitu panggil saya, Mommy. Saya pemilik hotel ini dan semua karyawan memanggilku dengan sebutan, Mommy."

Suara lembut yang mengalun indah tepat di telinga sampai nafas hangatnya kian terasa yang membuat Adnan kesulitan menelan salivanya sendiri.

"Oh, ba_baik, Mo_Mommy."

"Saya bisa kasih kamu bonus besar kalau kinerja kamu bagus di sini, apa kau senang bekerja di sini?" Adnan mengangguk.

"Bagus, jadi selamat bekerja. Kamu boleh melanjutkan tugasmu. Adnan."

"Terima kasih, Mo_Mommy. Sa_saya permisi."

Langkah seribu Adnan ambil dengan dada yang berdebar hebat. Pasalnya baru kali ini dia didekati wanita dengan penampilan terbuka.

"Astagfirullah hal adzim! Ingat Naura, Adnan. Kamu di sini untuk bekerja, jadi kamu harus fokus bekerja," gumamnya dalam hati.

Semua temannya memandang berbeda saat Adnan kembali membaur dengan raut wajahnya yang gugup. Bahkan salah satu dari mereka menggeleng seolah tau apa yang baru saja terjadi.

"Kamu kenapa, Nan?" tanya Nino penasaran.

"Hem? Aku? Aku nggak apa-apa."

"Yakin? Jangan bohong." Nino lalu mendekatinya.

"Beruntung kalau bisa mendapatkan wanita seksi seperti Mommy Jihan. Dia janda kesepian." Adnan terperanjat kaget.

Sepertinya teman yang satu ini sudah tau banyak tentang atasannya itu. Nino memang sudah lama bekerja di hotel ini bahkan semua pelayan sudah mengenal siapa dirinya.

"Ja_janda?"

"Iya janda. Andai dia mau sama aku, aku tentu mau. Tapi ya ..."

"Ah sudahlah, kita lupakan saja masalah ini."

Sampai tiba waktunya pulang kerja Adnan kembali menelepon Naura. Namun wanita muslimah itu tak mendengar ponselnya berbunyi.

Melihat ponsel anaknya berdering, bu Ningrum mengambil lalu mengangkatnya.

"Halo, siapa ini?"

"Tante ini aku, Adnan."

"Nak Adnan."

"Iya aku Adnan, Tante. Maaf Nauranya ada?" Belum sempat bu Ningrum menjawab, Adnan memicingkan matanya saat mendengar suara monitor yang membuat dia bertanya-tanya.

"Naura, ada. Dia sedang mengaji, Adnan."

"Mengaji? Tante apa semuanya baik-baik saja?" Perasannya mendadak tak enak.

"Kami baik-baik saja, Nak. Tapi Om Danu harus dirawat di rumah sakit."

Degh!

"Apa? Om Danu sakit? Astagfirullah hal adzim, jadi sekarang Tante ada di rumah sakit?"

"Iya, Tante dan Naura sedang menemani Om Danu di rumah sakit."

"Kalau begitu aku ke sana sekarang, Tante." Padahal Naura berniat untuk tidak memberitahu pada tunangannya ini tapi ternyata Adnan tau dari bu Ningrum.

Membawa parcel buah-buahan segar Adnan membesuk calon mertuanya yang kini masih terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Suara lantunan ayat suci Al-Quran yang Naura bacakan seakan membuatnya tenang sampai pak Danu enggan untuk membuka matanya.

Tok! Tok!

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam," jawab bu Ningrum dan Naura serentak.

"Adnan, kamu tau dari mana kalau kita di sini?" Naura segera bangun dari duduknya sebelum pembicaraan mereka didengar oleh ayahnya.

Wanita muslimah itu membawa Adnan sedikit menjauh dan bicara di depan kamar rawat.

"Kamu tau dari mana kalau aku ada di sini?"

"Ibu kamu yang cerita. Kenapa kamu tidak bilang padaku tentang semua ini? Kamu sendiri yang bilang kalau kita harus terbuka." Naura hanya merasa akan manjadi beban jika Adnan tau yang sesungguhnya.

Tapi dia tak punya cara lain selain membawa tunangannya itu masuk ke dalam masalahnya, Naura lalu bercerita.

"Astagfirullah hal adzim," ucap Adnan sambil mengusap wajahnya kasar.

"Kalau begitu kita harus segera melakukan operasi, Sayang. Aku takut terjadi sesuatu pada Ayah kamu."

"Tapi uang dari mana untuk biaya operasi itu, Adnan?" Adnan berfikir sejenak, mendadak pikirannya mengarah pada seseorang yang bisa membantunya.

"Kamu jangan khawatir, soal biaya aku pasti bisa mendapatkannya."

BERSAMBUNG.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status