"Turun!"
Natasya yang kini duduk di ruang tamu sembari membaca buku melihat samar-samar temannya datang dari balik tirai transparan. Untuk memastikan apakah itu benar-benar Naura atau bukan, Natasya keluar menemuinya."Naura.""Sya ..." Seketika Naura menangis dalam pelukan temannya."Astaga, ada apa, Nau? Masuk masuk!" Wanita berambut pirang itu membawa Naura ke dalam kamarnya."Hei, ada apa? Kenapa kau menangis? Coba cerita padaku?" Tapi Naura hanya diam. Natasya mengira kalau sepupunya itu yang telah membuat temannya menangis, gadis itu keluar kamar dan menemui Sean yang kini duduk sambil menyilangkan satu kakinya."Kak, apa yang terjadi pada Naura? Kenapa dia seperti itu? Sean hanya menghela nafas kasar tanpa menjawab."Kak, kau tidak bisa seperti ini. Kau apakan Naura?""Apa kau sudah gila? Kau bisa tanyakan langsung padanya!"Degh!Dengan langkah cepat Natasya kembali masuk untuk menenang"Apa sih!""Nau, aku minta maaf. Sungguh aku nggak kenal siapa dia, dia cuma tamu hotel." Tapi tidak semudah itu membujuk Naura untuk percaya."Kamu pikir aku percaya? Semua laki-laki itu sama, dia hanya bisa mempermainkan perasaan perempuan, termasuk kamu!""Astaghfirullah hal adzim! Aku tidak seperti itu! Kamu percaya sama aku."Kepala Natasya terasa pusing menyaksikan kedua temannya berdebat di hadapannya, namun ikut campur pun serasa bukan wewenang dia karena urusan pribadi pasangan yang sudah bertunangan.Melihat keributan yang terjadi di luar bu Mima penasaran, dia keluar untuk melihat apa yang terjadi dengan anak dan calon menantunya."Ada apa ini? Kenapa kalian berantem seperti ini?" Naura sudah tak bisa lagi bersandiwara di depan calon mertuanya.Wajahnya memerah menahan air mata yang hampir terjatuh tapi tetap dia tahan agar terlihat kuat di depan calon mertuanya.Tapi Adnan justru yang bicara. "Ibu, e
"Siapa kamu? Aku tidak punya urusan dengan kamu!""Euh!" Tanpa menjawab siapa dirinya Sean menghempas tangan juragan Sastra dengan kasar."Kurang ajar! Hiiatt!" Namun mudah bagi Sean untuk menaklukkan juragan culas ini. Hanya menggunakan satu tangan saja, tubuhnya yang gagah mampu meraih kepalan tangan itu lalu memutarnya hingga kini posisi juragan Sastra berada dalam dekapannya.Naura bergidik ngeri melihat gerakan Sean yang spontan tapi tepat sasaran."Pergi, atau ku habisi kau sekarang juga?" Bisiknya di telinga juragan Sastra yang membuat dia kaget.Melihat bosnya ditikam oleh Sean, anak buah juragan Sastra berlari menyerang."Hiiaaattt!"Bugh!Satu tendangan dari kaki yang panjang membuat anak buah itu terpental sembari memegangi dadanya yang terasa sakit."Pergi kau dari sini!" ucap Sean sembari mendorong juragan Sastra lepas dari dekapannya. Juragan Sastra terhuyung sambil mengusap kepalan tangan
"Selamat pagi, Nona Naura.""Pagi, kamu ..., kamu teman kakaknya Natasya kan?" Jhoni tersenyum."Lebih tepatnya saya anak buah Tuan Sean, Nona.""Tuan Sean? Jadi kamu memanggil dia Tuan Sean?""Iya, Nona. Saya ditugaskan Tuan untuk menjemput Nona di sini dan memastikan Nona selamat sampai kampus.""Tapi aku bisa berangkat sendiri.""Please, Nona. Jangan membuat Tuan Sean marah padaku."Naura berfikir sesaat. Tak ingin anak buahnya itu mendapat hukuman, Naura akhirnya mau berangkat dengan Jhoni. Jhoni membukakan pintu mobil selayaknya majikan sendiri.Di dalam mobil mereka hanya diam sembari Naura mencari pokok pembahasan di antara mereka berdua."Oh iya, saya mau tanya sama kamu. Kenapa Tuan kamu itu begitu dingin?" Jhoni tersenyum sebelum menjawab."Sudah karakter Tuan Sean, Nona. Tapi Tuan Sean orang yang baik.""Orang baik?" Naura berfikir baik dari mana dia lupa kalau kemaren baru
Rupanya wanita itu yang sudah Sean sediakan untuk menemaninya berlayar seperti setiap yang sudah-sudah dia lakukan. Sean menyuruh anak buahnya untuk menyediakan wanita seksi."Sial! Hari ini aku tidak berselera," ucapnya sambil mendorong wanita yang sudah melorot tali bra-nya. Wanita itu terjengkang sambil membenarkan atasan busananya yang sempat terbuka.Merasa tidak dibutuhkan, wanita itu pergi dari hadapan Sean.Dia lebih memilih untuk sendiri dan menemui Bertha guna membahas soal pekerjaan.Sampai tiba di suatu pulau Sean disambut oleh beberapa mobil yang terparkir di tepi pantai. Tampak seorang pria memakai setelan jas berwarna putih lengkap dengan topi pork pie dikawal oleh beberapa anak buahnya."Selamat datang, Tuan Sean Alexander. Senang bertemu dengan Anda di sini.""Selamat siang, Tuan Gultaf. Apa kabar?""Ya, seperti yang anda lihat kali ini." Walau sudah berusia setengah abad tapi pengusaha itu terlihat mas
"Terima kasih untuk makan malamnya, Tuan Gultaf.""Tidak perlu berterima kasih, Tuan. Kami senang, Tuan Sean bisa mampir ke sini."Dan ketika Sean hendak masuk ke dalam mobil, tak sengaja matanya memandang ke atas pada tingkat lantai utama rumah tuan Gultaf, Helena berdiri sambil memandang dengan senyum kecilnya. Tapi Sean tidak tertarik sama sekali dengan senyum itu, dia justru bergegas masuk dan menyusun Jhoni untuk segera pergi.Sempat terpikir di dalam perjalanan namun fokusnya dia kembalikan pada si gadis bercadar.* * * "Hufh! Aku bosan sekali. Kemana, Kak Sean. Kenapa dia pergi tanpa memberitahu aku."Klenting!Natasya yang sendirian di meja makan merasa kesepian tanpa ada yang menemani sarapan seperti hari-hari biasanya. Pisau kecil bekas iris roti dia banting kena piring hingga menimbulkan suara.Saat itu juga Hilda si pelayan melintas sembari membawa tumpukan baju kotor yang hendak di cuci."
"Aku baru saja bertemu dengannya di sana, dan lihat dia memberiku kartu nama." Natasya begitu bahagia."Kamu yakin dia orang baik?""Tentu saja aku yakin lah, secara aku lihat sendiri bagaimana dia, uuuhh, tampan sekali." Semakin tinggi khayalan Natasya terhadap pemuda yang baru saja dia kenal."Eh, sudah! Kita pulang sekarang!" "Tapi, Nau ...""Udah, ayok kita pulang." Bahkan Naura berjalan lebih dulu meninggalkan Natasya, gadis itu berlari mengejar Naura sambil meletakkan tali tas di pundaknya.Usai mengantar temannya sampai ke rumah Natasya pulang dan mengetahui mobil Sean yang sudah terparkir di depan rumah.Secepatnya dia turun untuk menemui kakak sepupunya. "Kakak," teriaknya.Sean hanya diam mendengar teriakan itu, walau diam tapi Tasya tau kalau sepupunya itu ada di kamarnya."Dari mana saja kau?" Sean masih saja diam."Hei, Kak. Aku bertanya kau dari mana saja?"Pria gagah ya
"Pagi, Kak.""Hem," jawab Sean singkat sambil mengoles selai kacang di rotinya. Dengan lincah Natasya menghampiri untuk sarapan bersama seperti biasanya.Sesekali Sean melirik penuh tanda tanya kenapa sepupunya ini terlihat berbeda. "Ada apa denganmu?""Hem?" Natasya menjawab sambil mengangkat alisnya."Aku lihat-lihat sepertinya kau sedang bahagia?""Ah, biasa aja." Tapi tak semudah itu Sean untuk percaya. Dia bukan tipe orang yang bisa dibohongi begitu saja."Aku berangkat dulu, kak. Bye." Natasya beranjak dari tempat duduknya bahkan setumpuk roti pun tidak dia habiskan. Tasya pergi dari hadapan Sean.Wanita itu bersenandung saat menyetir mobil menuju kampus. Sesampainya di sana satu orang yang menjadi tujuan utama dia cari, siapa lagi kalau bukan si gadis bercadar yang kini tengah duduk sambil membaca buku."Hai, Nau.""Kamu baru sampai?" Karena biasanya Natasya yang lebih dulu sampai di ka
"Aku tau apa yang menjadi kelemahan, Tuan Alexander. Dengan cara itu aku yakin dia akan setuju untuk kerja sama dengan kita." Tuan Erdo menyeringai setelah melihat Sean dan Naura bersama. Dia yang tak sengaja lewat dan mendapati mobil Sean yang berhenti di depan kampus merasa panasaran dan mengintai dari kejauhan. Melihat adegan saat Sean merengkuh pinggang Naura, tuan Erdo yakin kalau gadis itu yang menjadi kelemahannya."Kita atur siasat nanti dan aku yakin kita akan berhasil," tawanya dengan beberapa anak buah.* * *"Dari mana aja kau?" Wajah Sean terlihat tak bersahabat saat Natasya pulang ke rumah."Aku ..., aku dari kampus, kak."Brak!Tubuh mungil itu melonjak saat Sean tiba-tiba menggebrak meja dengan sangat keras. "Jangan bohong kau! Kau pikir aku percaya dengan alasanmu?"Degh!"Nggak, kak. Aku nggak bohong!"Tap!Natasya mendongakkan wajahnya saat tangan kokoh itu menceng