Share

BAB 2. Karir atau Pernikahan

“Aku sudah muak, Jessica. Satu bulan ini adalah satu bulan terpanjang dalam hidupku! Kalau saja kau tidak menabrak calon istriku, aku tidak akan terjebak dalam pernikahan bodoh ini,” desis Juan dan segera meletakkan surat gugatan cerai tersebut di atas meja riasnya Jessica.

Dengan tegas Jessica menggeleng. “Berikan aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta padaku, Juan. Selama ini, kau selalu baik padaku. Kau tidak pernah memperlakukan aku seburuk ini. Tapi, kenapa semuanya berubah,” tangis Jessica.

“Aku baik denganmu karena kau adalah bawahanku. Aku baik dengan semua pegawaiku, kau salah pengertian!”

“Aku tidak sangka, kau memanfaatkan nyawa kekasihku untuk memenjarakan aku dalam pernikahan ini!” teriak Juan lalu memukul cermin lemari dan membuat tangannya berdarah.

Melihat kemarahan tersebut, Jessica menghela nafas dan gelisah. Ia berjalan sambil menggigit bibir bawahnya. Sekuat tenaga berusaha menahan butiran bening yang sudah mulai tergenang di pelupuk matanya.

“Ja-jangan sakiti dirimu, Juan. Kita sudah mengikat janji, jika aku memberikan darah pada kekasihmu maka kau akan bertahan dalam pernikahan ini setidaknya empat tahun kedepan. Ijinkan aku untuk bersamamu selama itu,”

“Jika memang hubungan ini ternyata tidak berhasil, maka aku ikhlas untuk melepaskanmu. Asalkan, kita mencobanya, Juan. Aku mohon,” lirih Jessica yang merasa sangat hina sebagai pengemis cinta pria di hadapannya ini.

Juan hendak meninggalkan Jessica seperti biasanya. Tapi, Jessica berusaha menahannya dengan memegang pergelangan tangan Juan.

“Biar aku obati, lukamu itu,” pinta Jessica yang bergegas mengambil kotak obat.

“Tidak perlu,” tolak Juan sambil menghempaskan tangan Jessica.

“Aku mohon, biarkan aku mengobatimu. Jangan keluar dalam keadaan seperti itu, atau mama akan marah lagi padaku,” cegah Jessica.

Perkataannya membuat Juan langsung salah paham. Ia memicingkan kedua matanya. “Sekarang kau mau mengadu domba aku dengan mamaku?”

“Mamaku adalah makhluk Tuhan yang tidak pernah marah sekali pun. Tidak mungkin dia memarahimu, apakah berbohong dan memfitnah memang merupakan karakter aslimu?” Juan muak menatap Jessica.

“Satu lagi, siapa pria yang menjemputmu dengan mobil BMW tadi?” cecar Juan dan seketika pertanyaan itu membuat Jessica mengunci bibirnya.

“Katakan!” teriak Juan membuat kepala yang sejak tadi tertunduk itu langsung spontan terangkat.

“Kau meminta untuk bertahan di pernikahan ini, tapi kau pulang dengan pakaian tembus pandang,”

“Lihatlah, betapa menjijikkannya dirimu, memakai pakaian sangat terbuka, diantar oleh pria lain yang tidak aku kenal. Itu namanya apa Jesica, kalau bukan perempuan murahan?” tuduhan Juan secara sadis membuat dada Jessica semakin sesak.

“JAWAB!” bentak Juan dan spontan Jessica langsung terjingkat di tempatnya.

“Kenapa kau harus berteriak untuk menuntut jawab dariku?”

“Aku bisa menjawabnya tanpa harus kau bentak seperti itu, dia hanyalah sahabat kecilku. Tidak lebih dari itu,” terang Jessica yang tidak mungkin mengatakan siapa pria itu sebenarnya.

Kalau tidak, Juan bisa curiga mengenai latar belakangnya. “Oh jadi sahabat boleh yah melihat seluruh lekuk tubuhmu! Apa kau tidak lihat, bagaimana banyak pria menelan salivanya dengan susah payah saat kau datang menggunakan gaunmu itu?!”

Sekarang Juan kembali mempermasalahkan gaun yang dipakai oleh Jessica. Walau Jessica sudah mengatakan kalau gaun ini adalah gaun yang diberikan oleh kakak iparnya, tapi Juan tetap saja tidak percaya.

Apalagi saat kakaknya terus menyangkal. “Sudahlah Juan, berhentilah marah seperti itu padaku.” Jessica mulai lelah menanggapi emosi Juan yang sudah lari ke mana-mana.

“Mungkin aku memang salah, karena memakai gaun ini di hadapan banyak orang. Aku hanya ingin, kau mau memandangku sebagai istrimu.”

“Sudah satu bulan kita menikah, tapi kau sama sekali tidak pernah menjamahku. Aku ini adalah istrimu, Juan,” tuntut Jessica.

Juan lantas mendekati Jessica, ia menarik Jessica dengan kasar hingga tubuh Jessica menempel di dadanya.

Tatapannya intens, baru kali ini Juan menatap kedua kornea berwarna biru dengan lekat di hadapannya tanpa berkedip sekali pun.

Jantung Jessica berdebar kencang, andrelaninnya terpacu saat ia merasakan tangan Juan menyentuh punggungnya yang terbuka dan tidak tertutup kain sama sekali.

Sentuhan itu perlahan naik hingga ke tengkuk Jessica dan Juan memegang leher jenjang Jessica dengan kelima jemari kokohnya.

Nafas keduanya tersengal, apalagi saat jempol Juan menyeka bibir Jessica yang tampak merah merona akibat lipstick yang dipakainya.

Sedikit kasar ia menyapu lipstick itu. “Aku ingin menyentuh dan menyetubuhimu.”

“Tapi, penampilanmu tak ubahnya seperti wanita jalang yang tidak ada harganya bagiku.”

“Kau sangat menjijikkan, jangan pernah bermimpi untuk aku sentuh, Jessica. Itu, tidak akan pernah terjadi!”  suara dingin dan tenang itu membuat Jessica pun tercekat, tenggorokkannya serasa tercekik, saat mendengar penghinaan ini.

Ia hanya bisa jatuh dan luruh di atas lantai saat Juan pergi dan meninggalkannya begitu saja. Tubuhnya terasa lengket, dengan kaki yang berusaha melangkah dengan berat ke kamar mandi.

Jessi membersihkan dirinya dan segera naik ke atas ranjangnya. Air matanya luruh saat ia memejamkan kedua matanya.

Getaran ponsel yang diletakkan di atas nakas membuat Jessica mengambil ponsel tersebut dengan malas.

Ia melihat ada sebuah nama yang sangat familiar di layar ponselnya. “Halo,” jawab Jessica dengan suara yang parau.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya suara bariton di seberang sana.

“Aku, baik-baik saja, Kak,” jawab Jessica memaksakan seulas senyum di wajahnya, walau tidak ada yang melihatnya.

“Pulanglah, Jessica. Kau baru menikah selama satu bulan, tapi aku tidak melihatmu bahagia seperti pengantin baru pada umumnya.” Jessica menghela nafas.

“Aku, baik-baik saja, Kak. Aku akan berusaha untuk bertahan, Kak. Ijinkan aku untuk mengejar cintaku dan ijinkan aku untuk menyelesaikan masalahku sendiri untuk kali ini saja,” pinta Jessica.

“Kau mau aku beritahu ke papa? Aku, tidak akan tinggal diam melihatmu diperlakukan tidak baik oleh keluarga suamimu itu!” desis pria yang adalah kakak kandungnya Jessica.

“Jangan Kak, mereka tidak tau siapa aku. Seluruh pegawai perusahaan juga tidak tau siapa aku.”

“Biarkan saja seperti ini dulu. Aku mohon, Kak,” mohon Jesicca dan akhirnya pria di seberang sana pun menyerah dengan sikap keras kepala adiknya ini.

“Kau memang keras kepala!” sambungan telepon pun langsung terputus.

Jessica kembali menghela nafas dan berusaha untuk tidur. Keesokan harinya, ia bergegas menyiapkan diri menuju ke kantor setelah menyelesaikan pekerjaan rumah.

Ia mengendarai mobil rongsok yang sengaja dibelinya sejak pertama kali masuk ke cabang Mhyron Capital yang berada di Chicago.

Saat dirinya sampai di lantai lima, seluruh mata memandangnya dengan tatapan penuh kebencian.

Banyak sekali yang mencibirnya dan melengos saat bertemu tatap dengannya. “Jessica Kimberly Romanov, ini adalah surat yang baru ditanda tangani sama CEO baru kita. Beresi semua barang-barangmu, kau tidak perlu bekerja lagi di sini.”

Jessica bingung, bagaimana mungkin dia bisa dipecat begitu saja. Ia lantas berjalan menuju ke ruangannya Juan dan mengetuk pintu dengan tergesa.

“Juan, ini apa? Kenapa kau memecatku?” Jessica tidak habis pikir melihat wajah dingin Juan.

“Pulanglah jika kau ingin mempertahankan pernikahan ini. Mamaku memintamu untuk menjadi istri rumahan,”

“Lagi pula kau hanya akuntan magang di perusahaan ini. Kau tidak akan bisa mengejar karir dengan status pegawai magang yang tidak seberapa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status