“Kau memecatku karena mama minta aku untuk menjadi istri rumahan?” tanya Jessica tidak percaya.
Padahal setau Jessica, Juan sangat menyukai wanita cerdas dan pekerja keras. Juan pernah bercerita kalau dirinya bukanlah dari kalangan keluarga kaya. Untuk sampai ke titik ini, Juan bekerja keras dan giat.
“Iya, mamaku ingin kau menjadi istri rumahan. Itu semua menjadi pilihanmu, Jessica. Kalau kau memilih untuk tetap bekerja di sini, maka tanda tangani surat cerai yang sudah aku berikan semalam.”
“Tapi, kalau kau masih mau mempertahankan kesepakatan kita, belajarlah untuk menjadi istri yang taat pada suamimu.” Juan kembali ke meja kerjanya, ia bekerja seolah tidak ada Jessica di ruangannya.
Jessica hanya bisa tertunduk dan segera berbalik meninggalkan ruangan suaminya serta kembali ke bilik kerjanya.
Di sana ia membereskan seluruh barang-barangnya, dimasukkannya semua ke dalam sebuah kotak kerdus.
Dengan susah payah ia berjalan sambil memegang kerdus yang membuatnya kesulitan melihat jalan.
Bukannya membantu, seorang pegawai usil melonjorkan kakinya di koridor dan membuat Jessica tersungkur. Ia menjatuhkan seluruh barang bawaannya.
Banyak yang menertawakan kemalangannya Jessica saat itu. Hanya ada dua orang pegawai magang yang datang bergegas monolongnya. “Kau, tidak apa?” tanya mereka.
“Aku, baik-baik saja,” jawab Jessica sambil tersenyum kecut.
Maka pulanglah Jessica ke rumah suaminya dengan terpaksa. Baru saja ia memarkir kembali mobilnya di dalam garasi dan masuk lewat pintu samping, ibu mertuanya langsung menyambutnya dengan melempar panci dan wajan kotor hingga mengenai kakinya.
“Akh!” pekik Jessica saat menatap bingung dengan sikap mertuanya itu.
“Ma? Ada apa? Kenapa, Mama melemparku dengan barang-barang ini?” tanya Jessica keheranan.
“Ada apa kau bilang?! Itu artinya bersihkan! Cuci semua panci kotor itu! Kau itu di sini hanya menjadi beban keluargaku.”
“Harusnya anakku akan menikah dengan wanita yang berada dan tidak menikahimu yang sangat licik dan miskin!” teriak ibunya Juan.
Jessica terdiam dan berusaha untuk sabar. Ia lalu melepaskan sepatu heals yang dipakainya untuk ke kantor.
Lalu diambilnya baju apron, dan ia segera memunguti seluruh panci dan wajan yang tergeletak di lantai tersebut.
Kejadian ini, awal dari dari segala penyiksaan secara mental yang Jessica rasakan. Tiga tahun sudah ia menikah dengan Juan. Kini, dirinya memiliki julukan baru di rumah itu yaitu perempuan mandul.
Bahkan kali ini, mertua dan kakak iparnya secara terang-terangan menunjukkan kebenciannya di hadapan Juan.
“Hai, mandul! Mau sampai kapan kau tidak memberikan aku seorang cucu, hem?! Kau memang wanita tidak berguna, sudah miskin, pengangguran.”
“Kerja di rumah juga tidak becus! Lantas, apa bisamu selain ngangkang saja di tempat tidur menggoda anakku, hem?!” desis mertuanya.
Jessica yakin Juan mendengar hinaan yang dilontarkan oleh lidah tajam ibunya itu. Tapi, Juan tetap bersikap dingin saat menuruni anak tangga rumahnya. Rasa lelah dan jengah mulai melanda seluruh jiwa raganya Jessi.
“Ini, minumlah jus jeruknya, Juan. Aku mohon, kali ini saja,” pinta Jessica yang menyodorkan gelas tersebut dengan menahan getaran di tangannya.
Ada sedikit rasa iba pada sorot matanya saat memandang Jessica yang kini sudah berwajah polos tanpa make up minimalis seperti dulu.
Mengingat julukan baru ibunya, ia sedikitnya merasa iba karena tidak mungkin Jessica bisa hamil kalau dirinya tidak pernah menyentuh wanita ini.
Demi mempertahankan sisi menusiawinya, Juan segera mengambil gelas dari tangan Jessica dan meneguk jus jeruk tersebut sampai tandas dari gelasnya.
Dikembalikannya gelas kosong tersebut, hingga merekahlah senyuman di wajah Jessica yang tampak pucat. “Terima kasih, Juan,” ucap Jessi tanpa dijawab oleh suaminya.
Betapa bahagianya hari ini, untuk pertama kalinya Juan mau meminum jus buatannya. “Juan, jam berapa hari ini kau akan pulang?”
“Aku akan membuatkan kue black forrest kesukaanmu. Bukankah, ini adalah hari ulang tahunmu?” Juan hanya menoleh sejenak.
“Kau, akan membuatkanku kue black forrest?” tanya Juan. Mendengar suara itu, jantung Jessica langsung berdebar kencang.
“I-iya, akankah kau pulang cepat malam ini?” Jessica kembali bertanya.
Juan hanya diam dan menatapnya datar. “Entahlah, aku tidak bisa menjanjikan apapun.”
“Tidak apa.” Jessica kembali tersenyum lebar sampai kakak iparnya datang membawakan telepon genggamnya dan memberikannya pada Juan.
Wajahnya tampak sumringah dan tiba-tiba saja, perasaan Jessica tidak enak saat itu. “Juan, Amber menghubungiku dan mengatakan akan tiba di Chicago nanti malam.”
“Dia akan datang ke perusahaanmu dan menjemputmu saat jam pulang kerjamu nanti,” ucap kakaknya Juan dengan wajah sangat cerah.
“Dia sudah sembuh total?” tanya Juan dengan kedua tatapan mata yang cerah dan memancarkan kebahagiaan sekaligus kerinduan tak tergambarkan.
“Iya, dia telah datang setelah sembuh total dan selamat dari wanita jalang yang sudah mencuri kehidupannya.” Cherris, kakaknya Juan sengaja menyindir tajam Jessica yang hanya terdiam dan mematung di tempat.
“Katakan padanya, aku bersedia menemuinya.” Juan tidak memiliki rasa sungkan sedikit pun di hadapan istrinya.
“Okay!” Cherris tampak sangat bahagia.
Juan segera pergi meninggalkan Jessica dan segera berjalan menuju ke garasi. Dari belakang Jessica berlari, mengejar Juan dan memeluk Juan dengan erat.
Ia lingkarkan kedua tangannya di pinggang Juan dan disandarkannya kepala di punggung Juan sambil terisak.
“Aku mohon, please … pulanglah, jangan pergi dengan siapapun. Selesai kerja pulanglah,” lirih Jessica.
Tangan Juan langsung melepaskan tautan tangan Jessica yang melingkar di perutnya. “Lepaskan, Jessica. Kau tidak berhak melarangku,” tegas Juan sambil mengeraskan rahangnya.
“Tapi, aku ini istrimu, Juan,” balas Jessica tidak mau menyerah.
“Kalau kau tidak suka, tanda tangani saja surat cerai itu dan pergilah dari rumahku. Kau, sama sekali tidak berhak melarangku atau mengaturku.”
“Ingatlah pernikahan ini adalah neraka juga bagiku. Bukan hanya bagimu, maka akhiri saja neraka ini dengan menandatangi surat cerai itu!”
Juan membentak Jessica yang sudah berderai air mata sambil mengepalkan kedua tangannya. Ia mendengar deru kendaraan Juan meninggalkannya bagai seonggok makhluk tidak berguna.
“Mampus! Kau pikir dengan segelas jus jeruk, bisa membuat adikku luluh padamu, hem?! Mimpi!” ejek Cherris lalu meninggalkan Jessica begitu saja.
Ia seorang diri di rumah itu, sedangkan ipar dan mertuanya tampak berdandan sangat cantik untuk menyambut kedatangan wanita dari masa lalunya Juan.
Jessica pun berlari menuju ke kamarnya, kesabarannya sudah di ambang batas normal. Ia masih menunggu Juan pulang seperti biasanya.
Namun, Juan tidak juga kunjung pulang. Hatinya seketika merasa cukup dan dengan teguh ia mengambil sebuah pena dari tasnya.
Ia lihat surat cerai yang sudah terbengkalai selama hampir tiga tahun di atas meja riasnya, seolah memohon untuk segera di tanda tangani.
Secepat keteguhan hatinya, secepat itu pula tangannya menuntun pena hitam menari di atas kertas dan menulis lengkap namanya.
Jessica lantas mengambil foto surat cerai yang sudah mendapatkan persetujuannya itu. Dan ia kirimkan pada Juan. “Kita, sudah resmi bercerai. Aku akan pergi dari rumahmu.”
Pesan itu langsung dibalas dengan cepat. ”Tunggu sampai aku pulang!” titah Juan dan Jessica masih memiliki hati untuk menunggu Juan yang pulang tepat pukul dua belas malam.
Ia masuk ke dalam kamar dengan langkah terhuyung menatap Jessica dengan tatapan bengis dan benci.
“Kau menyetujui perceraian ini setelah sekian lama? Apa rencanamu yang sebenarnya, hah?!”
“Kau tidak akan semudah itu melepaskanku! Kau pasti mengincar harta gono gini kan?!” tuduh Juan membuat kepala Jessica mundur ke belakang.
“Kau bau alcohol, Juan. Aku tidak akan bicara denganmu dalam keadaan mabuk seperti ini,” jawab Jessica dan segera berdiri hendak menarik koper yang sudah disiapkannya.
Amarah Juan memuncak. Ia buka dengan kasar kemeja yang dipakai oleh Jessica hingga membuat seluruh kancing bajunya bergelimpangan dengan malang di atas lantai.
“Juan, apa yang kau lakukan?!” tanya Jessica menatap ngeri pria di hadapannya ini.
Juan langsung mendorong Jessica ke atas ranjang dan untuk pertama kalinya, ia menatap tubuh indah Jessica.
Tangan kokohnya menarik tengkuk Jessica, dilumatnya bibir Jessica dengan rakus dan dilucutinya seluruh kain yang menutupi tubuh indah Jessi yang tidak pernah dijamahnya selama ini.
“Hentikan, ini adalah kesalahan. Hentikan, Juan,” cegah Jessi.
“Aku tidak akan melepaskanmu sebelum menjadikanmu selayaknya seorang istri. Aku menginginkanmu!”
“Kau sangat membenciku, Juan. Kau tidak pernah menginginkanku, lepaskan aku,” lirih Jessi menatap sendu pria yang menatapnya tanpa berkedip dengan pancaran penuh kekuasaan, yang memaksa agar Jessi menundukkan kepalanya seperti yang biasa Jessi lakukan.Tunduk terhadap pria yang teramat dicintainya hingga dirinya kehilangan akal sehatnya. Membuang semua privilege yang ada pada dirinya, demi memenangkan hati yang tak kunjung ia raih.Semuanya sia-sia … maka keinginan untuk dimilikinya malam ini pun akan menjadi sebuah cerita yang sia-sia belaka dalam perjalanan hidupnya Jessi.“Apa kau tadi bertemu dengan Amber?” Suara Jessi bergetar, sebuah kecemburuan menyeruak hingga membuat kerongkongannya tercekat dan kering.Dengusan nafas Juan menyapu wajah Jessi yang tampak sembab, aroma alcohol membuat tubuh Jessi bergejolak.Ia tidak pernah sedekat ini dengan suaminya. Wajah pria itu tidak pernah serapat ini dengan wajahnya. “Berhentilah bertanya dan membahas nama orang lain!” Tangan Juan lant
Kancing terakhir long coat Jessica pakai, menjadi sebuah perjuangan hebat saat dengan hati yang kacau menyadarkannya.Pada akhirnya, menyerahkan keperawanan pun tidak lantas dapat membuat semuanya baik-baik saja.Pernikahannya sudah terlanjur rusak, semua yang dibangun dengan pondasi kesalahan maka selamanya tidak akan bisa diperbaiki. Dengan langkah lebar, Jessica menarik dua koper besarnya.Ia turuni anak tangga rumah mantan suaminya dan dengan perjuangan ia mengangkat koper besar itu untuk masuk ke dalam mobil rongsok yang selama ini menjadi kemuflase untuknya melindungi diri.Jessica segera menyalakan mesin mobil tersebutdan segera keluar dari pekarangan rumah tersebut.“Nyonya, ini masih subuh, anda mau ke mana?” tanya tukang kebun yang tampak sudah semakin menua.“Selamat tinggal, Bono. Hanya kau satu-satunya orang yang paling baik selama aku tinggal di sini.”“Jika suatu saat kau ingin resign dan mencari pekerjaan baru yang lebih ringan dengan bayaran yang lebih tinggi, jangan
“Tuan Myer, duduklah di kursi anda. Rapat akan segera dimulai.” Jessica langsung menarik tangannya dan bersikap sangat formal dan segera mengambil kursi tepat di sisinya Xai yang menatap tajam Juan.Bukan Juan namanya yang terima ditatap sedemikian rupa oleh orang lain. Dia tidak pernah takut atau merasa terancam dengan orang yang lebih berkuasa darinya sekali pun.“Tentu saja,” jawab Juan yang segera menarik ujung jas dan dirinya kembali tampak sangat sempurna.Rahangnya mengetat saat mendengarkan Jessica menerangkan pemaparan hasil rencana anggaran biaya untuk project yang saat ini mereka perebutkan.Konsentrasinya buyar saat melihat sikap tenangnya Jessica, yang tidak biasa. “Demkian penawaran dan verifikasi serta penjelasan teknis yang kami rancangkan, Sir,” tutup Jessica saat mengakhiri persentasenya.Staff khusus Menteri Pembangunan tersebut tampak puas mendengar pemaparannya Jessica. “Tuan Juan, sebelumnya saya juga sudah mendengar pemaparan dari Sir Tommy.”“Rancangan kalian m
Tangan Cerris melayang dan saat ia hampir saja mengenai pipi Jessica, tangan Jessica langsung menahan dan memegang pergelangan tangannya Cerris.“Tidak akan aku biarkan kau menyentuhku lagi, aku sudah cukup lama menoleransi sikap kampunganmu ini.” Jessica tampak dingin dan tenang.Ketegasan di sorot matanya menggetarkan perasaannya Cerris. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Tampak beberapa orang menatapnya sambil bergunjing.Cerris pun segera menarik tangannya dengan kasar. “Kau! Aku akan membalas rasa maluku ini! Kau lihat saja, dasar wanita miskin! Murahan, cuih!” Ludah Cerris hampir saja mengenai kaki putihnya Jessica kalau Jessi tidak dengan cepat menghindar.Saat ia hendak beranjak dari tempatnya Jessica, seorang pria tampan yang juga sering muncul di televisi menarik perhatiannya dan segera mencegah langkahnya.Ia semakin menatap sinis wajah Jessica sambil mengejek. “Oh, ternyata bisa datang ke restoran mewah ini karena dibayari bos tampan ini,”“Wah, ternyata kau selalu mengincar
Beberapa saat yang lalu, Jessica berjalan sambil menggandeng Xai menuju ke parkiran. “Kau tidak apa?” tanya Xai menepuk punggung tangan adiknya.“Aku baik-baik saja, aku sudah lama menantikannya. Sungguh, hatiku sangat puas,” desah Jessica lalu membuka pintu mobil porche milik Xairuz.“Puas? Kau sudah menahannya sekian lama?” tanya Xairuz menatap tajam Jessica yang selama ini berbohong padanya.“Bukankah kau bilang kalau ipar dan mertuamu selalu memperlakukanmu dengan baik, hem? Jadi, kau berbohong padaku?!” cecar Xairus belum menyalakan mobilnya.“Aku harus, Kak. Tapi, saat ini sudah tidak ada lagi alasan aku untuk menyembunyikannya,” desah Jessica lalu memasang sabuk pengaman dan menoleh pada Xai.“Sudahlah, nyalakan mesinnya. Malam ini aku akan menginap di apartemen lamaku. Lalu mengenai Perusahaan, bisakah Kakak membantuku sebentar lagi.” Xairuz mendengus dan segera menyala
"Kau akan apa, hem? Kau memang suka sekali mengusikku," racau Jessica lalu kembali memejamkan matanya. Juan menjadi sangat frustasi melihat wajah polos dan tidak berdosanya Jessica. "Mimpi yang aneh, memuakkan!" racau Jessica yang mengira dirinya masih bermimpi saat itu. Cukup sudah bagi Juan, ia berdiri dan mengangkat tubuh Jessica dengan tangan kiri dibalik lutut Jessica dan tangan kanan di tengkuknya. Ia rebahkan Jessica dengan hati-hati dan segera mencium singkat bibir Jessica. Dikiranya, Jessica hanya hanya akan diam tanpa membalasnya. Salah, bibir Jessica menyambut ciuman itu dengan lembut. Ia juga melumat bibir Juan dan terdengar suara desahan dalam setiap nafas Jessica yang tampak tersengal berat. "Jess ... apa yang sudah kau lakukan dengan Xairus, hem?" bisik Juang, suaranya paraunya tertahankan saat dadanya terasa ngilu. Namun, Jessica tidak menjawabnya dan justru melingkarkan kedua tangannya di tengkuk Juan. Entah siapa yang membuka pakaian siapa, malam itu. Baik J
“Seharusnya akulah yang bertanya, siapa kau sebenarnya?” balas Juan menatap tidak percaya dan sedikit merasakan sensasi pusing di kepalanya.Jessica kembali tertegun, ia tidak yakin untuk menjawab pertanyaannya Juan. Dirinya lalu berdiri dan segera berbalik, langkahnya tampak angkuh saat ia menuju ke kamar mandi.“Dengarkan aku, Juan. Aku hanyalah mantan istimu. Wanita menyedihkan yang tidak pernah kau anggap ada selama ini, pertahankan saja kenyataan tersebut.”“Kau, tidak perlu kembali bertanya, siapa aku dan ini atau itu. Karena sejatinya, semua ini sudah tidak penting lagi untuk kita berdua,”“Bukankah, seharusnya percakapan ini terjadi beberapa tahun yang lalu? Pulanglah, anggap saja tidak terjadi apapun di antara kita,”“Semuanya hanyalah kesalahan, kalau pun kau sampai bisa masuk ke dalam apartemenku ini. Maka aku pun akan menganggapnya kalau yang bersalah adalah aku. Aku tidak mengganti kode pintu masuk unitku,”“Jadi, semuanya sudah clear yah, Juan,” tutup Jessica lalu segera
"Hei, kenapa dengan wajahmu, Hem? Kau ini, sudah seperti melihat mayat bangkit dari kubur saja," kekeh pria tersebut sambil menyugar rambutnya ke belakang. Jessica, langsung berjalan mendekatinya dan memeluknya erat. "Maxton, ini adalah sebuah kejutan yang menyebalkan," dengus Jessica lalu tersenyum menatap pria bernama Maxton tersebut. "Apa kau, baik-baik saja? Kau belum menjawab pertanyaan aku. Ada apa dengan wajahmu," tuturnya sambil menyeledik raut wajah Jessica yang tampak palsu. Ia memberikan sebuah senyuman kecut. "I'm okay, Maxton. Sudahlah, ayo kita ke mansionnya Xairuz," ajak Jessica lalu melingkarkan tangannya di lengan sahabat kakaknya itu. "Jessica!" Suara bariton yang terdengar dalam itu membuat Jess dan Max, spontan menoleh. "Oh, ada Juan Myers? Hai, kau kenal dengan Jessica?" Maxton, menangkap ada aura gelap di antara Juan dan Jessica saat itu. "Dia adalah istriku, Tuan Maxton-" "Mantan istri, aku harap kau tidak lupa itu,'' tekan Jessica membuat wajah Jus