“Kau sangat membenciku, Juan. Kau tidak pernah menginginkanku, lepaskan aku,” lirih Jessi menatap sendu pria yang menatapnya tanpa berkedip dengan pancaran penuh kekuasaan, yang memaksa agar Jessi menundukkan kepalanya seperti yang biasa Jessi lakukan.
Tunduk terhadap pria yang teramat dicintainya hingga dirinya kehilangan akal sehatnya. Membuang semua privilege yang ada pada dirinya, demi memenangkan hati yang tak kunjung ia raih.
Semuanya sia-sia … maka keinginan untuk dimilikinya malam ini pun akan menjadi sebuah cerita yang sia-sia belaka dalam perjalanan hidupnya Jessi.
“Apa kau tadi bertemu dengan Amber?” Suara Jessi bergetar, sebuah kecemburuan menyeruak hingga membuat kerongkongannya tercekat dan kering.
Dengusan nafas Juan menyapu wajah Jessi yang tampak sembab, aroma alcohol membuat tubuh Jessi bergejolak.
Ia tidak pernah sedekat ini dengan suaminya. Wajah pria itu tidak pernah serapat ini dengan wajahnya. “Berhentilah bertanya dan membahas nama orang lain!” Tangan Juan lantas menggapai pinggang ramping Jessi.
Ia buka penyangka dada di tubuh Jessi, untuk pertama kalinya jemari itu menyentuh lembut kulit putih Jessica dengan intens.
Desiran hebat menguasai darah keduanya. Sesaat, Jessi tidak mempu berpikir saat bayangan erotis memenuhi benaknya.
Bayangan yang selama ini selalu ingin ia lakukan atas nama cinta. Keheningan menggantung di ruangan kamarnya yang tertutup rapat.
Jessi menyadari setiap tarikan nafas saat yang semakin membuat seluruh tulang belulangnya runtuh, saat bibir lebar yang berisi menyentuh tulang belikatnya.
“Kau akan menyesal melakukan ini denganku. Kau tidak pernah mencintaiku, Juan,” lirih Jessi yang merasa kemalangannya sebagai pengemis cinta, membuatnya tampak menjadi wanita murahan.
“Aku akan menyesal kalau membiarkanmu keluar dari rumah ini tanpa pernah merasakan tubuhmu!” Ketegasan atas kuasa kepemilikan tampak sangat nyata di sorot mata Juan yang menggelap.
Juan menatap satu persatu panca indra wanita yang ketika melangkah keluar dari kamar ini akan berganti status sebagai, mantan istri.
Ia kecup dengan lembut bibir Jessica yang manis, dieratkan kembali pelukannya dan ia merasakan tubuh Jessica sangat pas dipeluk dengan posesif seperti saat ini. Sejenak ia tatap kedua bola mata sendu berwarna biru safir itu.
Bagaimana mata itu tadinya sangat bersinar-sinar saat ia meraih dan menghabiskan segelas jus jeruk untuk pertama kalinya. Membiarkannya pergi begitu saja? Tentu saja, Juan tidak rela.
Kalau boleh jujur selama tiga tahun ini, ia sudah membayangkan akan melucuti pakaian wanita yang selalu tidur di sisinya dengan pembatas guling setiap harinya.
Kini keegoisan Juan sebagai seorang pria dewasa yang akan dicampakkan oleh Jessica membawa emosinya terlampiaskan. Dengan merebahkan tubuh wanita polos ini di atas ranjang panasnya.
Tidak ada satu jengkal pun tubuh yang terlewati dari setiap sentuhan dan sesapannya. “Aku bisa gila!” pekik Jessica saat ia sadar kalau sebentar lagi, dirinya akan kehilangan akal sehatnya.
“Kau memang akan aku buat semakin gila dan menyesali setiap keputusanmu saat menjeratku dalam penjara pernikahan sialan ini! Dan setelah tiga tahun ini, baru kau mau menanda tangani surat cerai itu? Hem?!”
“Lantas, apa rencanamu yang sebenarnya?! Lihatlah wajah polosmu ini, entah ini sandiwaramu atau caramu untuk memikatku dengan daya tarikmu ini, agar aku bertindak bodoh? Aku tidak tau!” desis Juan yang merasa yakin kalau istrinya ini bukanlah wanita baik-baik.
Bukanlah wanita yang polos seperti yang selama ini ditampilkan secara konsisten oleh sang istri. Ia lebih percaya dengan perkataannya Cherris dan Amber, wanita ini memang wanita murahan.
Yang dengan mudah akan menjerat pria dalam pesona polosnya dan mengambil keuntungan. Itulah yang dicurigai oleh Juan selama ini.
“Aku tidak mengerti, kenapa sikapmu selalu berubah-ubah tidak konsisten padaku, Juan? Aku tidak sedang bersandiwa-hmph!” Juan langsung membungkam bibir Jessica dengan ciumannya yang sangat panas.
Ia perdalam ciuman itu hingga membuat Jessi merasa kesulitan bernafas. Tangannya menangkup kasar dada Jessi hingga terdengar suara rintihan dan seketika itu juga dengan kasarnya Juan segera memasuki Jessi.
Terdengarlah suara pekikkan pilu dan tanpa Jessica sadari ia sudah menamcapkan seluruh kukunya di punggung Juan saat melampiaskan rasa sakit dibagian inti tubuhnya.
“Tidak mungkin!” Kedua mata Juan membulat sempurna saat mendapati istrinya masih suci.
Apakah selama ini, dia sudah salah menilai wanita ini? Jessica tidak pernah bersandiwara di hadapannya, selain menjadi seorang pegawai magang rendahan.
Selebihnya seluruh sikap lembut, polos dan penuh kasih sayang adalah sikap Jessica sejak ia dilahir.
Kedua air mata dari sudut matanya yang menggelap, meluncur begitu saja. Ia gigit bibir bawahnya menahan isakan tangis yang membuat hati Juan turut remuk dalam setiap tarikan nafasnya.
“I’m so sorry,” lirih Juan hendak menarik tubuhnya tapi semua sudah terlanjur.
Jessica menahan tubuh Juan dengan memeluknya. Mungkin ini akan menjadi titik balik dalam hubungannya. Mungkin malam ini, ia dapat menyelamatkan pernikahannya sekali lagi.
Walau konyol dan tampak sangat naif, Jessica tidak bisa memungkiri jika dia masih terlalu cinta pada pria yang memiliki wajah bak pahatan dewa Yunani.
Rahang yang kokoh, dengan dagu terbelah serta tulang pipi yang tampak indah, kesempurnaannya semakin membuat Jessica mabuk kepayang.
Untuk sesaat, ia kembali menjadi wanita bodoh yang kehilangan ketegasannya di bawah kungkungan dada bidang dan lebar pria tampan ini.
“Please … jangan hentikan,” pintanya tidak tau malu.
Kali ini Juan kembali mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya seraya melumat lembut bibir manis Jessica.
Sangat lembut dan sangking lembutnya, ciuman itu menjadi sebuah rintihan saat Juan bergerak secara lembut dan intens di bawah sana.
Erangan nikmat pun lolos begitu saja, sungguh memalukan dan tidak tau dirinya Jessica justru menikmati pergumulan panas dengan Juan.
Padahal, pria ini sudah menjadi mantan suaminya, saat ia menyematkan tanda tangan di atas kertas keramat tersebut.
Keduanya pun larut dalam percintaan panas malam itu. Tubuh Juan yang sudah berkali-kali menggauli Jessica pun rebah di sisi ranjang. Tangan kokohnya lantas memeluk erat Jessica.
Sebuah senyuman terbesit di bibir Jessica, untuk pertama kalinya ia merasakan gairah yang luar biasa.
Ingin rasanya saat itu juga ia merobek surat cerai tersebut. Sesaat ia tidur dan kembali terbangun tepat pukul empat pagi.
Layar ponsel Juan tampak berkedap kedip menunjukkan ada panggilan masuk. Matanya menangkap ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari nama yang selalu menjadi mimpi buruk baginya.
“Amber?” bacanya dengan penuh tanda tanya.
“Berarti semalam dia bertemu dengan Amber.” Hati Jessica sakit, untuk pertama kalinya ia menjadi lancang dan ia terima panggilan tersebut.
“Kak Juan, bukankah Kakak sudah berjanji akan tidur di apartemenku? Aku sudah menunggumu dan tidak tidur semalaman.”
“Aku bahkan sudah memakai lingerie yang kau berikan padaku tiga tahun yang lalu, untuk mempersembahkan tubuhku sebagai kado ulang tahunmu, Kak.”
“Halo … Kak Juan?!” Spontan Jessica langsung mematikan ponselnya Juan.
Airmatanya luruh begitu saja. Ia menatap jengah pada wajah Juan yang memejam dan bernafas dengan teratur. Kontras dengan nafasnya yang saat ini sedang memburu, menahan kilatan benci dalam tatapnya.
“Pernikahan ini memang tidak terselamatkan. Selamat tinggal, Juan,”
Kancing terakhir long coat Jessica pakai, menjadi sebuah perjuangan hebat saat dengan hati yang kacau menyadarkannya.Pada akhirnya, menyerahkan keperawanan pun tidak lantas dapat membuat semuanya baik-baik saja.Pernikahannya sudah terlanjur rusak, semua yang dibangun dengan pondasi kesalahan maka selamanya tidak akan bisa diperbaiki. Dengan langkah lebar, Jessica menarik dua koper besarnya.Ia turuni anak tangga rumah mantan suaminya dan dengan perjuangan ia mengangkat koper besar itu untuk masuk ke dalam mobil rongsok yang selama ini menjadi kemuflase untuknya melindungi diri.Jessica segera menyalakan mesin mobil tersebutdan segera keluar dari pekarangan rumah tersebut.“Nyonya, ini masih subuh, anda mau ke mana?” tanya tukang kebun yang tampak sudah semakin menua.“Selamat tinggal, Bono. Hanya kau satu-satunya orang yang paling baik selama aku tinggal di sini.”“Jika suatu saat kau ingin resign dan mencari pekerjaan baru yang lebih ringan dengan bayaran yang lebih tinggi, jangan
“Tuan Myer, duduklah di kursi anda. Rapat akan segera dimulai.” Jessica langsung menarik tangannya dan bersikap sangat formal dan segera mengambil kursi tepat di sisinya Xai yang menatap tajam Juan.Bukan Juan namanya yang terima ditatap sedemikian rupa oleh orang lain. Dia tidak pernah takut atau merasa terancam dengan orang yang lebih berkuasa darinya sekali pun.“Tentu saja,” jawab Juan yang segera menarik ujung jas dan dirinya kembali tampak sangat sempurna.Rahangnya mengetat saat mendengarkan Jessica menerangkan pemaparan hasil rencana anggaran biaya untuk project yang saat ini mereka perebutkan.Konsentrasinya buyar saat melihat sikap tenangnya Jessica, yang tidak biasa. “Demkian penawaran dan verifikasi serta penjelasan teknis yang kami rancangkan, Sir,” tutup Jessica saat mengakhiri persentasenya.Staff khusus Menteri Pembangunan tersebut tampak puas mendengar pemaparannya Jessica. “Tuan Juan, sebelumnya saya juga sudah mendengar pemaparan dari Sir Tommy.”“Rancangan kalian m
Tangan Cerris melayang dan saat ia hampir saja mengenai pipi Jessica, tangan Jessica langsung menahan dan memegang pergelangan tangannya Cerris.“Tidak akan aku biarkan kau menyentuhku lagi, aku sudah cukup lama menoleransi sikap kampunganmu ini.” Jessica tampak dingin dan tenang.Ketegasan di sorot matanya menggetarkan perasaannya Cerris. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Tampak beberapa orang menatapnya sambil bergunjing.Cerris pun segera menarik tangannya dengan kasar. “Kau! Aku akan membalas rasa maluku ini! Kau lihat saja, dasar wanita miskin! Murahan, cuih!” Ludah Cerris hampir saja mengenai kaki putihnya Jessica kalau Jessi tidak dengan cepat menghindar.Saat ia hendak beranjak dari tempatnya Jessica, seorang pria tampan yang juga sering muncul di televisi menarik perhatiannya dan segera mencegah langkahnya.Ia semakin menatap sinis wajah Jessica sambil mengejek. “Oh, ternyata bisa datang ke restoran mewah ini karena dibayari bos tampan ini,”“Wah, ternyata kau selalu mengincar
Beberapa saat yang lalu, Jessica berjalan sambil menggandeng Xai menuju ke parkiran. “Kau tidak apa?” tanya Xai menepuk punggung tangan adiknya.“Aku baik-baik saja, aku sudah lama menantikannya. Sungguh, hatiku sangat puas,” desah Jessica lalu membuka pintu mobil porche milik Xairuz.“Puas? Kau sudah menahannya sekian lama?” tanya Xairuz menatap tajam Jessica yang selama ini berbohong padanya.“Bukankah kau bilang kalau ipar dan mertuamu selalu memperlakukanmu dengan baik, hem? Jadi, kau berbohong padaku?!” cecar Xairus belum menyalakan mobilnya.“Aku harus, Kak. Tapi, saat ini sudah tidak ada lagi alasan aku untuk menyembunyikannya,” desah Jessica lalu memasang sabuk pengaman dan menoleh pada Xai.“Sudahlah, nyalakan mesinnya. Malam ini aku akan menginap di apartemen lamaku. Lalu mengenai Perusahaan, bisakah Kakak membantuku sebentar lagi.” Xairuz mendengus dan segera menyala
"Kau akan apa, hem? Kau memang suka sekali mengusikku," racau Jessica lalu kembali memejamkan matanya. Juan menjadi sangat frustasi melihat wajah polos dan tidak berdosanya Jessica. "Mimpi yang aneh, memuakkan!" racau Jessica yang mengira dirinya masih bermimpi saat itu. Cukup sudah bagi Juan, ia berdiri dan mengangkat tubuh Jessica dengan tangan kiri dibalik lutut Jessica dan tangan kanan di tengkuknya. Ia rebahkan Jessica dengan hati-hati dan segera mencium singkat bibir Jessica. Dikiranya, Jessica hanya hanya akan diam tanpa membalasnya. Salah, bibir Jessica menyambut ciuman itu dengan lembut. Ia juga melumat bibir Juan dan terdengar suara desahan dalam setiap nafas Jessica yang tampak tersengal berat. "Jess ... apa yang sudah kau lakukan dengan Xairus, hem?" bisik Juang, suaranya paraunya tertahankan saat dadanya terasa ngilu. Namun, Jessica tidak menjawabnya dan justru melingkarkan kedua tangannya di tengkuk Juan. Entah siapa yang membuka pakaian siapa, malam itu. Baik J
“Seharusnya akulah yang bertanya, siapa kau sebenarnya?” balas Juan menatap tidak percaya dan sedikit merasakan sensasi pusing di kepalanya.Jessica kembali tertegun, ia tidak yakin untuk menjawab pertanyaannya Juan. Dirinya lalu berdiri dan segera berbalik, langkahnya tampak angkuh saat ia menuju ke kamar mandi.“Dengarkan aku, Juan. Aku hanyalah mantan istimu. Wanita menyedihkan yang tidak pernah kau anggap ada selama ini, pertahankan saja kenyataan tersebut.”“Kau, tidak perlu kembali bertanya, siapa aku dan ini atau itu. Karena sejatinya, semua ini sudah tidak penting lagi untuk kita berdua,”“Bukankah, seharusnya percakapan ini terjadi beberapa tahun yang lalu? Pulanglah, anggap saja tidak terjadi apapun di antara kita,”“Semuanya hanyalah kesalahan, kalau pun kau sampai bisa masuk ke dalam apartemenku ini. Maka aku pun akan menganggapnya kalau yang bersalah adalah aku. Aku tidak mengganti kode pintu masuk unitku,”“Jadi, semuanya sudah clear yah, Juan,” tutup Jessica lalu segera
"Hei, kenapa dengan wajahmu, Hem? Kau ini, sudah seperti melihat mayat bangkit dari kubur saja," kekeh pria tersebut sambil menyugar rambutnya ke belakang. Jessica, langsung berjalan mendekatinya dan memeluknya erat. "Maxton, ini adalah sebuah kejutan yang menyebalkan," dengus Jessica lalu tersenyum menatap pria bernama Maxton tersebut. "Apa kau, baik-baik saja? Kau belum menjawab pertanyaan aku. Ada apa dengan wajahmu," tuturnya sambil menyeledik raut wajah Jessica yang tampak palsu. Ia memberikan sebuah senyuman kecut. "I'm okay, Maxton. Sudahlah, ayo kita ke mansionnya Xairuz," ajak Jessica lalu melingkarkan tangannya di lengan sahabat kakaknya itu. "Jessica!" Suara bariton yang terdengar dalam itu membuat Jess dan Max, spontan menoleh. "Oh, ada Juan Myers? Hai, kau kenal dengan Jessica?" Maxton, menangkap ada aura gelap di antara Juan dan Jessica saat itu. "Dia adalah istriku, Tuan Maxton-" "Mantan istri, aku harap kau tidak lupa itu,'' tekan Jessica membuat wajah Jus
Mata Nyonya Dania Myer terbelalak lebar, bibirnya sampai menganga mendengar perkataan kasar yang terlomtar dari bibirnya Maxton. “Siapa yang kau usir, anak muda?! Hei! Tidak taukah kau siapa aku, hem?!” teriak Dania tidak terima dengan tangan yang memegang pinggangnya dengan wajah sinis dan penuh kebencian. Max tidak menanggapi omelan Dania dan hanya merangkul bahu Jessi, saat beberapa secury datang menghampiri Dania dan memintanya untuk keluar dari butik mewah tersebut. Tidak terima ibunya diperlakukan tidak adil, Cherris datang dan segera mendorong tubuh Jessica dengan kasar. Untung saja, Max sejak tadi merangkulnya dan bisa dengan sigap menangkap tubuh Jessi yang terjungkal ke depan. “Are you out of your mind?!” bentak Max dan Jessica langsung menyibakkan rambutnya yang tampak sedikit berantakkan. “Tuan, jangan ikut campur urusan keluarga kami! Wanita ini adalah wanita mandul pembawa sial! Dia sudah kurang ajar terhadap aku dan ibuku! Dia hanya pegawai magang rendahan yang
Tangan Xairuz terhenti di udara, ia tatap tidak percaya pada adiknya. Dilepaskannya tangan kerah baju Juan dan didorongnya tubuh Juan dengan kuat."Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Kau mau kembali jatuh di lubang yang sama, Jess?" desis Xairuz menatap Jessica khawatir sambil memegang kedua bahunya."Aku, akan baik-baik saja, Kak," bisik Jessica, menatap yakin wajah kakaknya.Ia lalu memeluk Xairuz dan mengusap punggung Xairuz, menenangkan kakaknya. "Aku akan baik-baik saja," bisik Jessica dan Juan tampak panas melihat kelakuan Jessica. Wanita yang sebenarnya sudah resmi menjadi mantan istrinya. Putusannya bahkan sudah turun tiga hari yang lalu, hanya saja, akta perceraian memang baru bisa diambil dua hari lagi.Xairuz menatap sendu pada Jessica dan Jessica menggeleng. "Tolong jangan, Kak. Ini hanya dua hari, setelahnya aku akan kembali ke mansion ini." Kembali Jessica meyakinkan kakaknya."Kalau sampai dua hari kau tidak k
Juan menggeleng dengan tegas. "Apa maksudmu hanya terbawa suasana?!" tuntut Juan tidak terima atas penilaiannya Jessica terhadap dirinya."Aku, harus istirahat, Juan. Kumohon, pulanglah," pinta Jessica, lalu menarik turun tubuhnya dan berbaring sambil memejamkan kedua matanya.Juan kalut, ia tidak mau kalau Jessica mengabaikannya seperti ini. Hingga dirinya tersadar, jika selama ini, dialah yang selalu mengabaikan Jessica.Bersikap dingin dan bahkan tidak perduli jika Jessica menangis di tengah malam. Menganggap remeh perbuatan keluarganya pada Jessica. "Ternyata, diabaikan sangatlah tidak nyaman," gumam Juan yang terdengar di telinganya Jessica.Sambil melonggarkan kemejanya, Juan menghembuskan nafasnya kasar. "Jess, pulanglah denganku. Bukan ke rumahku. Tapi, ke apartemenku. Cukup dua hari saja, sampai kita mengambil akta perceraian kita, jika jalan untuk rujuk kembali kau tolak mentah-mentah.""Maaf, tapi aku tidak bisa," tolak Jessica masih den
Tangan Juan langsung melayang dan bertemu dengan pintu. Ia masih sopan, mengetuknya walau dadanya sedang mengamuk bagai tsunami yang siap menyapu bersih apa saja yang ada di hadapannya."Permisi, Tuan dan Nona, saya sudah mengantarkan tamu anda," ucap pelayan tersebut sambil menatap kesal pada Juan yang dianggapnya lancang mengetuk pintu, seharusnya dirinyalah yang mengetuk pintu tersebut.Jessica menoleh dan mengangguk anggun. Xairuz tampak berdiri di sisi ranjang Jessica bagaikan seekor anjing penjaga.Sungguh! Pemandangan yang jauh lebih memuakkan lagi bagi Juan. "Bisakah, kita bicara berdua?" Juan menatap Jessica dengan sejuta kerinduan dan kekhawatiran.Tatapan manis yang selama ini tidak pernah dilihat oleh Jessica. Tatapan seperti ini, biasanya hanya untuk Amber seorang, lalu kini ia pun mendapatkan tatapan yang justru membuatnya kesulitan bernafas.Seluruh tulang belulangnya terasa lunak dan otot tubuhnya lemas tak bertenaga dengan desiran
Xairuz pun turun dari anak tangga dan segera memerintahkan penjaganya untuk membuka pintu gerbang agar Juan bisa masuk ke pekarangan mansionnya."JESSICA! JESSICA!" teriak Juan yang masih ditahan oleh dua orang penjaga bertubuh besar."Tuan, hentikan dan kembalilah!" ucap salah satu penjaga, yang wajahnya sudah basah dengan keringat karena kesulitan mengatasi tenaga Juan yang sangat kuat.Hingga dirinya menjadi tenang saat ia melihat ada satu orang dari dalam berlari mendekatinya. Jantungnya berdebar dengan gugup, merapalkan doa dalam hatinya agar ia bisa diijinkan oleh Xairuz untuk masuk ke dalam mansion."Lepaskan dia!" titah pria paruh baya tersebut."Biarkan dia masuk dan Tuan! Tolong, bersikaplah lebih sopan, atau kami tidak akan segan untuk menghubungi polisi untuk melemparmu keluar dari pekarangan rumah keluarga Romanov!" tegas pria bertubuh jangkung tersebut."Kau bisa memegang kata-kata saya," jawab Juan dan pria yang baru saja data
Tapi, surat yang Juan cari sama sekali tidak ditemukannya. Ia kalut dan merasa yakin kalau sebelumnya, Juan pernah mengirimkan sebuah surat. Di mana dia mengatakan kalau akan mengajak Athena diving dan snorklering di pulau Malta.Namun, Athena-nya menjawab kalau dirinya akan menunggu Juan di atas kapal dan membuatkan sandwich tuna dengan tomat segar saja. Karena dirinya sama sekali tidak bisa berenang.Surat itulah yang ingin dia cari, surat itulah yang saat ini tidak dia temukan. Juan merasa buntu dengan petunjuk yang ia ingat.Hati Juan teremas kuat saat mengingat bagaimana Jessica tadi berada di ambang kematian. Ia kalut dan berpikir bagaimana nasib Jessica.Siapa yang akan merawatnya dan dengan siapa dia akan tinggal. Diambilnya kunci mobilnya kembali, dirinya segera membuka pintu dan tampak Amber menunggu di depan pintu dengan wajahnya yang tampak memucat."Kak, Kakak mau ke mana? Kenapa Kakak meninggalkan aku," tangis Amber sambil memegang lengan Juan. Ia menahan agar Juan tida
"Bukankah, sudah aku katakan kalau aku akan mengatasi Cherris saat di rumahku nanti?" Juan sudah sangat kesal disudutkan sedemikian rupa oleh Maxton.Tidak mau menghiraukan kekesalannya Juan, Maxton justru kembali mengeluarkan sebuah flasdick lainnya. "Aku tau, kalau flashdisc yang dititipkan oleh Jessica padaku tadi sudah basah. Karena kau menolongnya,""Ini, untuk berjaga-jaga," ucap Max lalu segera memasukkan kembali flasdisc yang baru ke dalam saku kemeja Juan.Ia pun pergi meninggalkan Juan dengan sejuta perasaan yang bercampur aduk di dalam ruangan tersebut. Juan memilih untuk keluar melalui pintu belakang.Dirinya masih memiliki harga diri dan juga rasa malu karena keributan yang disebabkan oleh Cherris. Sampai di mobil, bukan rumah tujuan pertamanya Juan. Melainkan sebuah unit apartemen yang ada di tengah kota menjadi tujuannya.Sebuah apartemen, di mana dirinya dulu sering melarikan diri dari rumah,hiruk pikuk pekerjaan yang melelahkan dan menghindari Jessica yang selalu setia
Hati Jessica terluka saat Juan semudah itu berpaling darinya untuk menghampiri Amber.Dengan manja Amber menyandarkan kepalanya di pergelangan tangan Juan seraya tersenyum menatap sinis wajah Jessica.Walau rasanya batinnya teraniaya, tapi Jessica tetap berusaha mengangkat dagunya. Ia tidak mau kalah, ia tidak mau terus ditindas dengan segala sikap dan tingkah laku, manusia-manusia yang selalu saja sirik dengannya.Langkah Jessica pun tampak anggun saat berjalan tepat di samping Juan. Meninggalkan Juan, tanpa ingin menoleh walau hanya sekedarnya saja.Sayang, hatinya yang gundah, justru membuatnya tidak awas dengan sekitar.Kaki Cherris menjegalnya dan dengan sengaja ia mendorong Jessica ke dalam kolam renang. Suara benturan di air dan percikan air membuat beberapa tamu di sana langsung menoleh."Ah! Tolong!" teriakan terakhir Jessica sebelum kepalanya tenggelam di dalam air. Spontan saja, Juan langsung ikut melompat dan segera mengangkat Jessica."Jess! Kau tidak apa?!" Juan sangat
Jantung Juan berdegup sangat kencang. Hatinya ngilu dengan darah yang memanas, melihat dada Jessica yang menyembul seksi dengan gaun blue navy dan sepatu mewah senada. Ingin rasanya Juan, segera mengurung Jessica serta 'menghabisinya' di atas ranjang."Shit! Kenapa tubuhnya menjadi candu bagiku!" batin Juan memaki dirinya sendiri.Langkah Jessica tampak sangat anggun, ia juga tampak ramah menyapa kedua orang tua Maxton. Tampak ayah Maxton, tuan besar Mhyron Hills menunjuk ke arah Maxton berdiri. Xairuz dan Jessica pun menoleh ke arah telunjuk tuan Mhyron menunjuk. Tidak lama kemudian Xairuz berbisik pada Jessica dan segera meninggalkan Jessica yang tampak menggeleng pelan, menatap Juan sepintas dan segera membuang muka.Panas! Hati Juan panas saat melihatnya. "Selamat malam, Max, Juan," sapa Xairuz lalu bersalaman dengan keduanya."Kenapa kau datang terlambat, Hem?" gerutu Maxton, Xairuz tersenyum geli."Apa kau tidak bisa memaklumi pasanganku yang membutuhkan waktu lebih untuk berda
Jessica masih memilih untuk tidak menggubris Juan. Amber menangis tapi ia tersenyum mengejek saat Jessica menatapnya dan kembali menyandarkan kepalanya di dada Juan."Kakiku sakit sekali, Kak," rintih Amber membuat Jessica tertawa sinis. "Mengapa kau sejahat ini, Jess!" desis Juan yang tidak suka menatap wajah sinis mantan istrinya. "Kau yakin, kalau aku yang mendorongnya? Di sini memang sepi, tapi lihat itu," ucap Jessica sambil menunjuk CCTV di sudut atap."Sebelum kau menghakimi aku, cari Taulah lebih dulu. Menyentuhnya saja, aku enggan. Apalagi mendorongnya," jawab Jessica lalu kembali menatap Amber yang terbelalak dan memucat. Ia tidak memikirkan sejauh itu, agar dirinya terselamatkan Amber mengambil jalan aman. Tiba-tiba saja tubuhnya langsung rebah dan tergeletak di lantai."Tuan, Nona itu pingsan!" pekik salah satu pegawai butik dan Juan langsung berbalik untuk menggendong Amber."Yah, Tuhan. Hebat sekali," kekeh Jessica membuat Juan menatapnya nyalang.Langkah tergesa Maxt