“Kau sangat membenciku, Juan. Kau tidak pernah menginginkanku, lepaskan aku,” lirih Jessi menatap sendu pria yang menatapnya tanpa berkedip dengan pancaran penuh kekuasaan, yang memaksa agar Jessi menundukkan kepalanya seperti yang biasa Jessi lakukan.
Tunduk terhadap pria yang teramat dicintainya hingga dirinya kehilangan akal sehatnya. Membuang semua privilege yang ada pada dirinya, demi memenangkan hati yang tak kunjung ia raih.
Semuanya sia-sia … maka keinginan untuk dimilikinya malam ini pun akan menjadi sebuah cerita yang sia-sia belaka dalam perjalanan hidupnya Jessi.
“Apa kau tadi bertemu dengan Amber?” Suara Jessi bergetar, sebuah kecemburuan menyeruak hingga membuat kerongkongannya tercekat dan kering.
Dengusan nafas Juan menyapu wajah Jessi yang tampak sembab, aroma alcohol membuat tubuh Jessi bergejolak.
Ia tidak pernah sedekat ini dengan suaminya. Wajah pria itu tidak pernah serapat ini dengan wajahnya. “Berhentilah bertanya dan membahas nama orang lain!” Tangan Juan lantas menggapai pinggang ramping Jessi.
Ia buka penyangka dada di tubuh Jessi, untuk pertama kalinya jemari itu menyentuh lembut kulit putih Jessica dengan intens.
Desiran hebat menguasai darah keduanya. Sesaat, Jessi tidak mempu berpikir saat bayangan erotis memenuhi benaknya.
Bayangan yang selama ini selalu ingin ia lakukan atas nama cinta. Keheningan menggantung di ruangan kamarnya yang tertutup rapat.
Jessi menyadari setiap tarikan nafas saat yang semakin membuat seluruh tulang belulangnya runtuh, saat bibir lebar yang berisi menyentuh tulang belikatnya.
“Kau akan menyesal melakukan ini denganku. Kau tidak pernah mencintaiku, Juan,” lirih Jessi yang merasa kemalangannya sebagai pengemis cinta, membuatnya tampak menjadi wanita murahan.
“Aku akan menyesal kalau membiarkanmu keluar dari rumah ini tanpa pernah merasakan tubuhmu!” Ketegasan atas kuasa kepemilikan tampak sangat nyata di sorot mata Juan yang menggelap.
Juan menatap satu persatu panca indra wanita yang ketika melangkah keluar dari kamar ini akan berganti status sebagai, mantan istri.
Ia kecup dengan lembut bibir Jessica yang manis, dieratkan kembali pelukannya dan ia merasakan tubuh Jessica sangat pas dipeluk dengan posesif seperti saat ini. Sejenak ia tatap kedua bola mata sendu berwarna biru safir itu.
Bagaimana mata itu tadinya sangat bersinar-sinar saat ia meraih dan menghabiskan segelas jus jeruk untuk pertama kalinya. Membiarkannya pergi begitu saja? Tentu saja, Juan tidak rela.
Kalau boleh jujur selama tiga tahun ini, ia sudah membayangkan akan melucuti pakaian wanita yang selalu tidur di sisinya dengan pembatas guling setiap harinya.
Kini keegoisan Juan sebagai seorang pria dewasa yang akan dicampakkan oleh Jessica membawa emosinya terlampiaskan. Dengan merebahkan tubuh wanita polos ini di atas ranjang panasnya.
Tidak ada satu jengkal pun tubuh yang terlewati dari setiap sentuhan dan sesapannya. “Aku bisa gila!” pekik Jessica saat ia sadar kalau sebentar lagi, dirinya akan kehilangan akal sehatnya.
“Kau memang akan aku buat semakin gila dan menyesali setiap keputusanmu saat menjeratku dalam penjara pernikahan sialan ini! Dan setelah tiga tahun ini, baru kau mau menanda tangani surat cerai itu? Hem?!”
“Lantas, apa rencanamu yang sebenarnya?! Lihatlah wajah polosmu ini, entah ini sandiwaramu atau caramu untuk memikatku dengan daya tarikmu ini, agar aku bertindak bodoh? Aku tidak tau!” desis Juan yang merasa yakin kalau istrinya ini bukanlah wanita baik-baik.
Bukanlah wanita yang polos seperti yang selama ini ditampilkan secara konsisten oleh sang istri. Ia lebih percaya dengan perkataannya Cherris dan Amber, wanita ini memang wanita murahan.
Yang dengan mudah akan menjerat pria dalam pesona polosnya dan mengambil keuntungan. Itulah yang dicurigai oleh Juan selama ini.
“Aku tidak mengerti, kenapa sikapmu selalu berubah-ubah tidak konsisten padaku, Juan? Aku tidak sedang bersandiwa-hmph!” Juan langsung membungkam bibir Jessica dengan ciumannya yang sangat panas.
Ia perdalam ciuman itu hingga membuat Jessi merasa kesulitan bernafas. Tangannya menangkup kasar dada Jessi hingga terdengar suara rintihan dan seketika itu juga dengan kasarnya Juan segera memasuki Jessi.
Terdengarlah suara pekikkan pilu dan tanpa Jessica sadari ia sudah menamcapkan seluruh kukunya di punggung Juan saat melampiaskan rasa sakit dibagian inti tubuhnya.
“Tidak mungkin!” Kedua mata Juan membulat sempurna saat mendapati istrinya masih suci.
Apakah selama ini, dia sudah salah menilai wanita ini? Jessica tidak pernah bersandiwara di hadapannya, selain menjadi seorang pegawai magang rendahan.
Selebihnya seluruh sikap lembut, polos dan penuh kasih sayang adalah sikap Jessica sejak ia dilahir.
Kedua air mata dari sudut matanya yang menggelap, meluncur begitu saja. Ia gigit bibir bawahnya menahan isakan tangis yang membuat hati Juan turut remuk dalam setiap tarikan nafasnya.
“I’m so sorry,” lirih Juan hendak menarik tubuhnya tapi semua sudah terlanjur.
Jessica menahan tubuh Juan dengan memeluknya. Mungkin ini akan menjadi titik balik dalam hubungannya. Mungkin malam ini, ia dapat menyelamatkan pernikahannya sekali lagi.
Walau konyol dan tampak sangat naif, Jessica tidak bisa memungkiri jika dia masih terlalu cinta pada pria yang memiliki wajah bak pahatan dewa Yunani.
Rahang yang kokoh, dengan dagu terbelah serta tulang pipi yang tampak indah, kesempurnaannya semakin membuat Jessica mabuk kepayang.
Untuk sesaat, ia kembali menjadi wanita bodoh yang kehilangan ketegasannya di bawah kungkungan dada bidang dan lebar pria tampan ini.
“Please … jangan hentikan,” pintanya tidak tau malu.
Kali ini Juan kembali mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya seraya melumat lembut bibir manis Jessica.
Sangat lembut dan sangking lembutnya, ciuman itu menjadi sebuah rintihan saat Juan bergerak secara lembut dan intens di bawah sana.
Erangan nikmat pun lolos begitu saja, sungguh memalukan dan tidak tau dirinya Jessica justru menikmati pergumulan panas dengan Juan.
Padahal, pria ini sudah menjadi mantan suaminya, saat ia menyematkan tanda tangan di atas kertas keramat tersebut.
Keduanya pun larut dalam percintaan panas malam itu. Tubuh Juan yang sudah berkali-kali menggauli Jessica pun rebah di sisi ranjang. Tangan kokohnya lantas memeluk erat Jessica.
Sebuah senyuman terbesit di bibir Jessica, untuk pertama kalinya ia merasakan gairah yang luar biasa.
Ingin rasanya saat itu juga ia merobek surat cerai tersebut. Sesaat ia tidur dan kembali terbangun tepat pukul empat pagi.
Layar ponsel Juan tampak berkedap kedip menunjukkan ada panggilan masuk. Matanya menangkap ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari nama yang selalu menjadi mimpi buruk baginya.
“Amber?” bacanya dengan penuh tanda tanya.
“Berarti semalam dia bertemu dengan Amber.” Hati Jessica sakit, untuk pertama kalinya ia menjadi lancang dan ia terima panggilan tersebut.
“Kak Juan, bukankah Kakak sudah berjanji akan tidur di apartemenku? Aku sudah menunggumu dan tidak tidur semalaman.”
“Aku bahkan sudah memakai lingerie yang kau berikan padaku tiga tahun yang lalu, untuk mempersembahkan tubuhku sebagai kado ulang tahunmu, Kak.”
“Halo … Kak Juan?!” Spontan Jessica langsung mematikan ponselnya Juan.
Airmatanya luruh begitu saja. Ia menatap jengah pada wajah Juan yang memejam dan bernafas dengan teratur. Kontras dengan nafasnya yang saat ini sedang memburu, menahan kilatan benci dalam tatapnya.
“Pernikahan ini memang tidak terselamatkan. Selamat tinggal, Juan,”
Kancing terakhir long coat Jessica pakai, menjadi sebuah perjuangan hebat saat dengan hati yang kacau menyadarkannya.Pada akhirnya, menyerahkan keperawanan pun tidak lantas dapat membuat semuanya baik-baik saja.Pernikahannya sudah terlanjur rusak, semua yang dibangun dengan pondasi kesalahan maka selamanya tidak akan bisa diperbaiki. Dengan langkah lebar, Jessica menarik dua koper besarnya.Ia turuni anak tangga rumah mantan suaminya dan dengan perjuangan ia mengangkat koper besar itu untuk masuk ke dalam mobil rongsok yang selama ini menjadi kemuflase untuknya melindungi diri.Jessica segera menyalakan mesin mobil tersebutdan segera keluar dari pekarangan rumah tersebut.“Nyonya, ini masih subuh, anda mau ke mana?” tanya tukang kebun yang tampak sudah semakin menua.“Selamat tinggal, Bono. Hanya kau satu-satunya orang yang paling baik selama aku tinggal di sini.”“Jika suatu saat kau ingin resign dan mencari pekerjaan baru yang lebih ringan dengan bayaran yang lebih tinggi, jangan
“Tuan Myer, duduklah di kursi anda. Rapat akan segera dimulai.” Jessica langsung menarik tangannya dan bersikap sangat formal dan segera mengambil kursi tepat di sisinya Xai yang menatap tajam Juan.Bukan Juan namanya yang terima ditatap sedemikian rupa oleh orang lain. Dia tidak pernah takut atau merasa terancam dengan orang yang lebih berkuasa darinya sekali pun.“Tentu saja,” jawab Juan yang segera menarik ujung jas dan dirinya kembali tampak sangat sempurna.Rahangnya mengetat saat mendengarkan Jessica menerangkan pemaparan hasil rencana anggaran biaya untuk project yang saat ini mereka perebutkan.Konsentrasinya buyar saat melihat sikap tenangnya Jessica, yang tidak biasa. “Demkian penawaran dan verifikasi serta penjelasan teknis yang kami rancangkan, Sir,” tutup Jessica saat mengakhiri persentasenya.Staff khusus Menteri Pembangunan tersebut tampak puas mendengar pemaparannya Jessica. “Tuan Juan, sebelumnya saya juga sudah mendengar pemaparan dari Sir Tommy.”“Rancangan kalian m
Tangan Cerris melayang dan saat ia hampir saja mengenai pipi Jessica, tangan Jessica langsung menahan dan memegang pergelangan tangannya Cerris.“Tidak akan aku biarkan kau menyentuhku lagi, aku sudah cukup lama menoleransi sikap kampunganmu ini.” Jessica tampak dingin dan tenang.Ketegasan di sorot matanya menggetarkan perasaannya Cerris. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Tampak beberapa orang menatapnya sambil bergunjing.Cerris pun segera menarik tangannya dengan kasar. “Kau! Aku akan membalas rasa maluku ini! Kau lihat saja, dasar wanita miskin! Murahan, cuih!” Ludah Cerris hampir saja mengenai kaki putihnya Jessica kalau Jessi tidak dengan cepat menghindar.Saat ia hendak beranjak dari tempatnya Jessica, seorang pria tampan yang juga sering muncul di televisi menarik perhatiannya dan segera mencegah langkahnya.Ia semakin menatap sinis wajah Jessica sambil mengejek. “Oh, ternyata bisa datang ke restoran mewah ini karena dibayari bos tampan ini,”“Wah, ternyata kau selalu mengincar
Beberapa saat yang lalu, Jessica berjalan sambil menggandeng Xai menuju ke parkiran. “Kau tidak apa?” tanya Xai menepuk punggung tangan adiknya.“Aku baik-baik saja, aku sudah lama menantikannya. Sungguh, hatiku sangat puas,” desah Jessica lalu membuka pintu mobil porche milik Xairuz.“Puas? Kau sudah menahannya sekian lama?” tanya Xairuz menatap tajam Jessica yang selama ini berbohong padanya.“Bukankah kau bilang kalau ipar dan mertuamu selalu memperlakukanmu dengan baik, hem? Jadi, kau berbohong padaku?!” cecar Xairus belum menyalakan mobilnya.“Aku harus, Kak. Tapi, saat ini sudah tidak ada lagi alasan aku untuk menyembunyikannya,” desah Jessica lalu memasang sabuk pengaman dan menoleh pada Xai.“Sudahlah, nyalakan mesinnya. Malam ini aku akan menginap di apartemen lamaku. Lalu mengenai Perusahaan, bisakah Kakak membantuku sebentar lagi.” Xairuz mendengus dan segera menyala
"Kau akan apa, hem? Kau memang suka sekali mengusikku," racau Jessica lalu kembali memejamkan matanya. Juan menjadi sangat frustasi melihat wajah polos dan tidak berdosanya Jessica. "Mimpi yang aneh, memuakkan!" racau Jessica yang mengira dirinya masih bermimpi saat itu. Cukup sudah bagi Juan, ia berdiri dan mengangkat tubuh Jessica dengan tangan kiri dibalik lutut Jessica dan tangan kanan di tengkuknya. Ia rebahkan Jessica dengan hati-hati dan segera mencium singkat bibir Jessica. Dikiranya, Jessica hanya hanya akan diam tanpa membalasnya. Salah, bibir Jessica menyambut ciuman itu dengan lembut. Ia juga melumat bibir Juan dan terdengar suara desahan dalam setiap nafas Jessica yang tampak tersengal berat. "Jess ... apa yang sudah kau lakukan dengan Xairus, hem?" bisik Juang, suaranya paraunya tertahankan saat dadanya terasa ngilu. Namun, Jessica tidak menjawabnya dan justru melingkarkan kedua tangannya di tengkuk Juan. Entah siapa yang membuka pakaian siapa, malam itu. Baik J
“Seharusnya akulah yang bertanya, siapa kau sebenarnya?” balas Juan menatap tidak percaya dan sedikit merasakan sensasi pusing di kepalanya.Jessica kembali tertegun, ia tidak yakin untuk menjawab pertanyaannya Juan. Dirinya lalu berdiri dan segera berbalik, langkahnya tampak angkuh saat ia menuju ke kamar mandi.“Dengarkan aku, Juan. Aku hanyalah mantan istimu. Wanita menyedihkan yang tidak pernah kau anggap ada selama ini, pertahankan saja kenyataan tersebut.”“Kau, tidak perlu kembali bertanya, siapa aku dan ini atau itu. Karena sejatinya, semua ini sudah tidak penting lagi untuk kita berdua,”“Bukankah, seharusnya percakapan ini terjadi beberapa tahun yang lalu? Pulanglah, anggap saja tidak terjadi apapun di antara kita,”“Semuanya hanyalah kesalahan, kalau pun kau sampai bisa masuk ke dalam apartemenku ini. Maka aku pun akan menganggapnya kalau yang bersalah adalah aku. Aku tidak mengganti kode pintu masuk unitku,”“Jadi, semuanya sudah clear yah, Juan,” tutup Jessica lalu segera
"Hei, kenapa dengan wajahmu, Hem? Kau ini, sudah seperti melihat mayat bangkit dari kubur saja," kekeh pria tersebut sambil menyugar rambutnya ke belakang. Jessica, langsung berjalan mendekatinya dan memeluknya erat. "Maxton, ini adalah sebuah kejutan yang menyebalkan," dengus Jessica lalu tersenyum menatap pria bernama Maxton tersebut. "Apa kau, baik-baik saja? Kau belum menjawab pertanyaan aku. Ada apa dengan wajahmu," tuturnya sambil menyeledik raut wajah Jessica yang tampak palsu. Ia memberikan sebuah senyuman kecut. "I'm okay, Maxton. Sudahlah, ayo kita ke mansionnya Xairuz," ajak Jessica lalu melingkarkan tangannya di lengan sahabat kakaknya itu. "Jessica!" Suara bariton yang terdengar dalam itu membuat Jess dan Max, spontan menoleh. "Oh, ada Juan Myers? Hai, kau kenal dengan Jessica?" Maxton, menangkap ada aura gelap di antara Juan dan Jessica saat itu. "Dia adalah istriku, Tuan Maxton-" "Mantan istri, aku harap kau tidak lupa itu,'' tekan Jessica membuat wajah Jus
Mata Nyonya Dania Myer terbelalak lebar, bibirnya sampai menganga mendengar perkataan kasar yang terlomtar dari bibirnya Maxton. “Siapa yang kau usir, anak muda?! Hei! Tidak taukah kau siapa aku, hem?!” teriak Dania tidak terima dengan tangan yang memegang pinggangnya dengan wajah sinis dan penuh kebencian. Max tidak menanggapi omelan Dania dan hanya merangkul bahu Jessi, saat beberapa secury datang menghampiri Dania dan memintanya untuk keluar dari butik mewah tersebut. Tidak terima ibunya diperlakukan tidak adil, Cherris datang dan segera mendorong tubuh Jessica dengan kasar. Untung saja, Max sejak tadi merangkulnya dan bisa dengan sigap menangkap tubuh Jessi yang terjungkal ke depan. “Are you out of your mind?!” bentak Max dan Jessica langsung menyibakkan rambutnya yang tampak sedikit berantakkan. “Tuan, jangan ikut campur urusan keluarga kami! Wanita ini adalah wanita mandul pembawa sial! Dia sudah kurang ajar terhadap aku dan ibuku! Dia hanya pegawai magang rendahan yang