Share

BAB 4. Malam Panas, malam terakhir.

“Kau sangat membenciku, Juan. Kau tidak pernah menginginkanku, lepaskan aku,” lirih Jessi menatap sendu pria yang menatapnya tanpa berkedip dengan pancaran penuh kekuasaan, yang memaksa agar Jessi menundukkan kepalanya seperti yang biasa Jessi lakukan.

Tunduk terhadap pria yang teramat dicintainya hingga dirinya kehilangan akal sehatnya. Membuang semua privilege yang ada pada dirinya, demi memenangkan hati yang tak kunjung ia raih.

Semuanya sia-sia … maka keinginan untuk dimilikinya malam ini pun akan menjadi sebuah cerita yang sia-sia belaka dalam perjalanan hidupnya Jessi.

“Apa kau tadi bertemu dengan Amber?” Suara Jessi bergetar, sebuah kecemburuan menyeruak hingga membuat kerongkongannya tercekat dan kering.

Dengusan nafas Juan menyapu wajah Jessi yang tampak sembab, aroma alcohol membuat tubuh Jessi bergejolak.

Ia tidak pernah sedekat ini dengan suaminya. Wajah pria itu tidak pernah serapat ini dengan wajahnya. “Berhentilah bertanya dan membahas nama orang lain!” Tangan Juan lantas menggapai pinggang ramping Jessi.

Ia buka penyangka dada di tubuh Jessi, untuk pertama kalinya jemari itu menyentuh lembut kulit putih Jessica dengan intens.

Desiran hebat menguasai darah keduanya. Sesaat, Jessi tidak mempu berpikir saat bayangan erotis memenuhi benaknya.

Bayangan yang selama ini selalu ingin ia lakukan atas nama cinta. Keheningan menggantung di ruangan kamarnya yang tertutup rapat.

Jessi menyadari setiap tarikan nafas saat yang semakin membuat seluruh tulang belulangnya runtuh, saat bibir lebar yang berisi menyentuh tulang belikatnya.

“Kau akan menyesal melakukan ini denganku. Kau tidak pernah mencintaiku, Juan,” lirih Jessi yang merasa kemalangannya sebagai pengemis cinta, membuatnya tampak menjadi wanita murahan.

“Aku akan menyesal kalau membiarkanmu keluar dari rumah ini tanpa pernah merasakan tubuhmu!” Ketegasan atas kuasa kepemilikan tampak sangat nyata di sorot mata Juan yang menggelap.

Juan menatap satu persatu panca indra wanita yang ketika melangkah keluar dari kamar ini akan berganti status sebagai, mantan istri.

Ia kecup dengan lembut bibir Jessica yang manis, dieratkan kembali pelukannya dan ia merasakan tubuh Jessica sangat pas dipeluk dengan posesif seperti saat ini. Sejenak ia tatap kedua bola mata sendu berwarna biru safir itu.

Bagaimana mata itu tadinya sangat bersinar-sinar saat ia meraih dan menghabiskan segelas jus jeruk untuk pertama kalinya. Membiarkannya pergi begitu saja? Tentu saja, Juan tidak rela.

Kalau boleh jujur selama tiga tahun ini, ia sudah membayangkan akan melucuti pakaian wanita yang selalu tidur di sisinya dengan pembatas guling setiap harinya.

Kini keegoisan Juan sebagai seorang pria dewasa yang akan dicampakkan oleh Jessica membawa emosinya terlampiaskan. Dengan merebahkan tubuh wanita polos ini di atas ranjang panasnya.

Tidak ada satu jengkal pun tubuh yang terlewati dari setiap sentuhan dan sesapannya. “Aku bisa gila!” pekik Jessica saat ia sadar kalau sebentar lagi, dirinya akan kehilangan akal sehatnya.

“Kau memang akan aku buat semakin gila dan menyesali setiap keputusanmu saat menjeratku dalam penjara pernikahan sialan ini! Dan setelah tiga tahun ini, baru kau mau menanda tangani surat cerai itu? Hem?!”

“Lantas, apa rencanamu yang sebenarnya?! Lihatlah wajah polosmu ini, entah ini sandiwaramu atau caramu untuk memikatku dengan daya tarikmu ini, agar aku bertindak bodoh? Aku tidak tau!” desis Juan yang merasa yakin kalau istrinya ini bukanlah wanita baik-baik.

Bukanlah wanita yang polos seperti yang selama ini ditampilkan secara konsisten oleh sang istri. Ia lebih percaya dengan perkataannya Cherris dan Amber, wanita ini memang wanita murahan.

Yang dengan mudah akan menjerat pria dalam pesona polosnya dan mengambil keuntungan. Itulah yang dicurigai oleh Juan selama ini.

“Aku tidak mengerti, kenapa sikapmu selalu berubah-ubah tidak konsisten padaku, Juan? Aku tidak sedang bersandiwa-hmph!” Juan langsung membungkam bibir Jessica dengan ciumannya yang sangat panas.

Ia perdalam ciuman itu hingga membuat Jessi merasa kesulitan bernafas. Tangannya menangkup kasar dada Jessi hingga terdengar suara rintihan dan seketika itu juga dengan kasarnya Juan segera memasuki Jessi.

Terdengarlah suara pekikkan pilu dan tanpa Jessica sadari ia sudah menamcapkan seluruh kukunya di punggung Juan saat melampiaskan rasa sakit dibagian inti tubuhnya.

“Tidak mungkin!” Kedua mata Juan membulat sempurna saat mendapati istrinya masih suci.

Apakah selama ini, dia sudah salah menilai wanita ini? Jessica tidak pernah bersandiwara di hadapannya, selain menjadi seorang pegawai magang rendahan.

Selebihnya seluruh sikap lembut, polos dan penuh kasih sayang adalah sikap Jessica sejak ia dilahir.

Kedua air mata dari sudut matanya yang menggelap, meluncur begitu saja. Ia gigit bibir bawahnya menahan isakan tangis yang membuat hati Juan turut remuk dalam setiap tarikan nafasnya.

“I’m so sorry,” lirih Juan hendak menarik tubuhnya tapi semua sudah terlanjur.

Jessica menahan tubuh Juan dengan memeluknya. Mungkin ini akan menjadi titik balik dalam hubungannya. Mungkin malam ini, ia dapat menyelamatkan pernikahannya sekali lagi.

Walau konyol dan tampak sangat naif, Jessica tidak bisa memungkiri jika dia masih terlalu cinta pada pria yang memiliki wajah bak pahatan dewa Yunani.

Rahang yang kokoh, dengan dagu terbelah serta tulang pipi yang tampak indah, kesempurnaannya semakin membuat Jessica mabuk kepayang.

Untuk sesaat, ia kembali menjadi wanita bodoh yang kehilangan ketegasannya di bawah kungkungan dada bidang dan lebar pria tampan ini.

“Please … jangan hentikan,” pintanya tidak tau malu.

Kali ini Juan kembali mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya seraya melumat lembut bibir manis Jessica.

Sangat lembut dan sangking lembutnya, ciuman itu menjadi sebuah rintihan saat Juan bergerak secara lembut dan intens di bawah sana.

Erangan nikmat pun lolos begitu saja, sungguh memalukan dan tidak tau dirinya Jessica justru menikmati pergumulan panas dengan Juan.

Padahal, pria ini sudah menjadi mantan suaminya, saat ia menyematkan tanda tangan di atas kertas keramat tersebut.

Keduanya pun larut dalam percintaan panas malam itu. Tubuh Juan yang sudah berkali-kali menggauli Jessica pun rebah di sisi ranjang. Tangan kokohnya lantas memeluk erat Jessica.

Sebuah senyuman terbesit di bibir Jessica, untuk pertama kalinya ia merasakan gairah yang luar biasa.

Ingin rasanya saat itu juga ia merobek surat cerai tersebut. Sesaat ia tidur dan kembali terbangun tepat pukul empat pagi.

Layar ponsel Juan tampak berkedap kedip menunjukkan ada panggilan masuk. Matanya menangkap ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari nama yang selalu menjadi mimpi buruk baginya.

“Amber?” bacanya dengan penuh tanda tanya.

“Berarti semalam dia bertemu dengan Amber.” Hati Jessica sakit, untuk pertama kalinya ia menjadi lancang dan ia terima panggilan tersebut.

“Kak Juan, bukankah Kakak sudah berjanji akan tidur di apartemenku? Aku sudah menunggumu dan tidak tidur semalaman.”

“Aku bahkan sudah memakai lingerie yang kau berikan padaku tiga tahun yang lalu, untuk mempersembahkan tubuhku sebagai kado ulang tahunmu, Kak.”

“Halo … Kak Juan?!” Spontan Jessica langsung mematikan ponselnya Juan.

Airmatanya luruh begitu saja. Ia menatap jengah pada wajah Juan yang memejam dan bernafas dengan teratur. Kontras dengan nafasnya yang saat ini sedang memburu, menahan kilatan benci dalam tatapnya.

“Pernikahan ini memang tidak terselamatkan. Selamat tinggal, Juan,”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status