“Pergilah dari tempat ini, Jessica. Aku, sudah muak, dengan segala ulah dan tingkah lakumu yang selalu tidak jelas!”
“Selama ini, aku sudah cukup bersabar membiarkanmu menumpang di bawah atap rumahku! Tapi, hari ini cukup sudah!” desis Juan Myer menatap jengah pada istrinya.
Tubuh Jesicca menggigil, seluruh gaun pesta yang melekat pada tubuhnya tidak lagi berwarna putih. Semua sudah ternoda dengan campuran es buah yang sengaja disiram oleh kakak iparnya sendiri.
Jesicca malu, ia sangat malu saat melayangkan pandang ke seluruh tamu pesta yang sedang berbisik dan mencibir dirinya. “Ma-maafkan aku, Juan,” lirih Jessica, ia masih ingin menjelaskan pada Juan.
Kalau bukan dirinya yang bersalah, bukan dirinya yang membuat tumpukan sampange itu jatuh dan menimpa, wakil komisaris perusahaan.
“Tapi, bukan aku yang sudah-“
“DIAM! DIAM, Jessica! Sebelum kesabaranku habis, angkat kaki dari sini dan pulang! Aku tidak akan membiarkanmu mengacaukan pesta pengangkatanku sebagai CEO baru di Perusahaan ini. Pulang aku bilang!” usir Juan pada istrinya sendiri.
“Da-dalam keadaan seperti ini, kau menyuruhku pulang sendiri? Aku bahkan tidak memakai jaket, pakaianku terlalu terbuka, Juan,” bisik Jessica dengan suara yang sesenggukan menahan rasa sakit hati.
“Siapa yang menyuruhmu memakai pakaian minim bahan itu, hem?! Itu resikomu, pergilah sebelum aku suruh para penjaga untuk menyeretmu dari tempat ini!” Juan mencengkeran lengan Jessica sangat keras.
Telapak tangan pria tampan ini membuat Jessica kesakitan tapi ia hanya bisa menatap Juan dengan tatapan kecewa dan rasa sakit yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Pakaian yang dipakainya adalah pakaian milik kakak ipar.
Dirinya sudah menolak, tapi sayang. Bujuk rayu sang kakak ipar membuatnya percaya kalau Juan akan jatuh hati padanya, jika ia berpenampilan seksi dan glamour. “Bukan aku, kakakmu yang memintaku memakai pakaian ini,” lirih Jessica membuat Juan terpingkal.
“Kau gila?! Kakakku dididik dengan ajaran sopan santun yang sangat kolot! Lihatlah, dia saja berpenampilan tertutup. Bagaimana mungkin dia akan membiarkan adik iparnya berpenampilan seperti seorang jalang! Pulanglah, Jessica.”
“Jangan membuat aku muak dan justru akan mengusirmu dari rumahku.” Juan tampak lelah menghadapi banyak tatapan iba padanya.
Bisik-bisik beberapa pegawai dan teman-teman Jessica, justru membuat hati wanita cantik bertubuh kecil dengan tinggi semampai ini semakin teriris. Mereka memandang iba Juan Myer, suaminya dan menatap jijik pada wanita yang dianggap telah mencoreng nama baik sang CEO baru.
Dengan pakaian yang sangat terbuka, Jessicca melangkah tertatih dari ruangan pesta tersebut. Bukan dirinya yang membuat gelas-gelas itu yang berserakkan. Ia hanya berjalan dan kakinya dijegal oleh kakak iparnya.
Bukan hanya itu, saat dirinya jatuh, mertuanya justru sengaja menjatuhkan mangkuk besar yang berisikan es buah menimpa tubuhnya. Bukan sakit akibat tertimpa mangkuk kaca itu yang membuatnya terisak.
Tapi, rasa malu dan sebutan sebagai seorang jalang, membuat Jessica tidak habis pikir. Kenapa dunia bisa begitu kejam padanya. Dia tidak dibesarkan dengan kekerasan seperti yang selama ini dia alami, entah kenapa keluarga suaminya sangat membencinya.
Walau sudah berusaha menjadi istri yang baik dan menantu serta ipar yang baik, tak lantas semua itu menyentuh nurani Juan dan keluarganya. Tidak berbuat kesalahan pun, bagi mereka semuanya salah. Jessica takut harus pulang seorang diri menggunakan taksi.
Akhirnya ia berjalan menuju ke halte bis dan menghubungi seseorang untuk menjemputnya. “Tolong, jemput aku dan antarkan aku ke rumah suamiku,” titahnya pada seseorang.
Untuk pertama kali setelah sebulan menikah dengan Juan Myer, Jessica meminta tolong. Tampak sebuah mobil BMW berwarna silver menjemputnya. Seorang pria bahkan membukakannya pintu dan mempersilahkannya masuk.
Tanpa Jessica ketahui, apa yang barus terjadi semua disaksikan oleh Juan yang hendak menyusul Jessica. Kedua tangannya mengepal kuat dan mulutnya kembali berdesis serta mengeluarkan sebuah umpatan tak layak.
“Dasar, Jalang!” desis Juan yang langsung berbalik menuju kembali ke hall pesta pada gedung Perusahaan The Mhyron Capital.
Sebuah Perusahaan raksasa, yang memiliki cabang utama hampir di seluruh dunia. Karir Juan melesat pesat dan starta sosialnya saat ini bukan lagi dipandang sebagai orang kaya biasa. Tapi, ia lebih dikenal sebagai seorang CEO yang tidak main-main kalau sudah bekerja.
Juan pun kembali ke pesta tersebut dan mendatangi ibu juga kakaknya. Walau ia sangat membenci Jessica tapi ada sedikit rasa khawatir di hati kecilnya.
“Kunci rumah, di mana kakak meletakkannya?” tanya Juan.
“Di tempat biasa. Sudah nikmati saja pestamu ini. Jangan membuat mama kecewa dengan raut wajahmu itu. Kau tidak usah mengkhawatirkan pembawa sial itu, lihat banyak sekali orang penting di sini. Fokus saja di acaramu ini.” Juan pun menghela nafas dan menuruti saran kakaknya.
Tepat pukul dua belas malam, Juan dan keluarganya pun bergegas pulang. Saat mobilnya masuk ke pekarangan rumahnya, dilihatnya Jessica sedang duduk di depan teras depan rumahnya dengan kedua lutut yang dipeluknya.
Kakaknya sudah melihat tatapan khawatir di mata Juan. “Kau bantu mama untuk turun, istri sialanmu itu hanya mencari perhatian saja. Biarkan aku yang mengatasinya!” desis kakaknya Juan.
“Tapi, Kak-“ ucapan Juan terpotong saat kakaknya lebih dulu keluar dan menghampiri Jessica.
Ia masih sempat melempar kunci rumah di atas pot bunga tempat mereka biasanya menyembunyikan kunci rumah untuk siapapun yang akan pulang lebih dulu ke rumahnya.
“Buat apa kau di sini? Kenapa tidak masuk? Mau cari perhatian sama adikku?!” bentak kakak iparnya Jessica.
Wajah Jessica yang pucat dan kedinginan pun perlahan terangkat. “Ku-kuncinya tidak ada di pot, Kak,” jawab Jessica dengan suara parau. Bahkan sangat parau di telinganya sendiri.
Juan yang mendengar perkataan Jessica segera memeriksa pot bunga yang dimaksud. Ia merogoh di bagian tengah bunga tersebut dan mendapatkan kunci yang baru saja dilempar oleh kakaknya.
“Ini kuncinya ada, Jessica,” ucap Juan sambil mengangkat kunci tersebut dan memperlihatkannya pada sang istri yang langsung menangis.
“Ta-tadi tidak ada di sana. Aku sudah mencari ke seluruh pot bunga, tapi kuncinya tidak ada, Juan,” tangisnya.
“Kau mau menuduh kalau aku berbohong?! Aku yang terakhir mengunci rumah dan meletakkannya sendiri di sana. Kalau Juan saja bisa menemukannya, lantas kenapa kau tidak bisa menemukannya!” bentak kakak iparnya.
Juan semakin menatap muak wajah wanita yang tampak sembab dan sesekali menangis menarik ingusnya. “Masuklah!” titah Juan.
Wajah ipar dan mertuanya menyeringai puas, saat melihat Juan menarik kasar lengan Jessica dengan kasar. Ia banting pintu kamarnya dan menguncinya serta menghempaskan tubuh Jessica ke atas ranjang.
“Aku, tidak lagi bisa bertahan dengan pernikahan ini, Jessica! Segera tanda tangani surat cerai ini, kita sudahi saja semuanya!”
“Aku sudah muak, Jessica. Satu bulan ini adalah satu bulan terpanjang dalam hidupku! Kalau saja kau tidak menabrak calon istriku, aku tidak akan terjebak dalam pernikahan bodoh ini,” desis Juan dan segera meletakkan surat gugatan cerai tersebut di atas meja riasnya Jessica.Dengan tegas Jessica menggeleng. “Berikan aku kesempatan untuk membuatmu jatuh cinta padaku, Juan. Selama ini, kau selalu baik padaku. Kau tidak pernah memperlakukan aku seburuk ini. Tapi, kenapa semuanya berubah,” tangis Jessica.“Aku baik denganmu karena kau adalah bawahanku. Aku baik dengan semua pegawaiku, kau salah pengertian!”“Aku tidak sangka, kau memanfaatkan nyawa kekasihku untuk memenjarakan aku dalam pernikahan ini!” teriak Juan lalu memukul cermin lemari dan membuat tangannya berdarah.Melihat kemarahan tersebut, Jessica menghela nafas dan gelisah. Ia berjalan sambil menggigit bibir bawahnya. Sekuat tenaga berusaha menahan butiran bening yang sudah mulai tergenang di pelupuk matanya.“Ja-jangan sakiti
“Kau memecatku karena mama minta aku untuk menjadi istri rumahan?” tanya Jessica tidak percaya.Padahal setau Jessica, Juan sangat menyukai wanita cerdas dan pekerja keras. Juan pernah bercerita kalau dirinya bukanlah dari kalangan keluarga kaya. Untuk sampai ke titik ini, Juan bekerja keras dan giat.“Iya, mamaku ingin kau menjadi istri rumahan. Itu semua menjadi pilihanmu, Jessica. Kalau kau memilih untuk tetap bekerja di sini, maka tanda tangani surat cerai yang sudah aku berikan semalam.”“Tapi, kalau kau masih mau mempertahankan kesepakatan kita, belajarlah untuk menjadi istri yang taat pada suamimu.” Juan kembali ke meja kerjanya, ia bekerja seolah tidak ada Jessica di ruangannya.Jessica hanya bisa tertunduk dan segera berbalik meninggalkan ruangan suaminya serta kembali ke bilik kerjanya.Di sana ia membereskan seluruh barang-barangnya, dimasukkannya semua ke dalam sebuah kotak kerdus.Dengan susah payah ia berjalan sambil memegang kerdus yang membuatnya kesulitan melihat jala
“Kau sangat membenciku, Juan. Kau tidak pernah menginginkanku, lepaskan aku,” lirih Jessi menatap sendu pria yang menatapnya tanpa berkedip dengan pancaran penuh kekuasaan, yang memaksa agar Jessi menundukkan kepalanya seperti yang biasa Jessi lakukan.Tunduk terhadap pria yang teramat dicintainya hingga dirinya kehilangan akal sehatnya. Membuang semua privilege yang ada pada dirinya, demi memenangkan hati yang tak kunjung ia raih.Semuanya sia-sia … maka keinginan untuk dimilikinya malam ini pun akan menjadi sebuah cerita yang sia-sia belaka dalam perjalanan hidupnya Jessi.“Apa kau tadi bertemu dengan Amber?” Suara Jessi bergetar, sebuah kecemburuan menyeruak hingga membuat kerongkongannya tercekat dan kering.Dengusan nafas Juan menyapu wajah Jessi yang tampak sembab, aroma alcohol membuat tubuh Jessi bergejolak.Ia tidak pernah sedekat ini dengan suaminya. Wajah pria itu tidak pernah serapat ini dengan wajahnya. “Berhentilah bertanya dan membahas nama orang lain!” Tangan Juan lant
Kancing terakhir long coat Jessica pakai, menjadi sebuah perjuangan hebat saat dengan hati yang kacau menyadarkannya.Pada akhirnya, menyerahkan keperawanan pun tidak lantas dapat membuat semuanya baik-baik saja.Pernikahannya sudah terlanjur rusak, semua yang dibangun dengan pondasi kesalahan maka selamanya tidak akan bisa diperbaiki. Dengan langkah lebar, Jessica menarik dua koper besarnya.Ia turuni anak tangga rumah mantan suaminya dan dengan perjuangan ia mengangkat koper besar itu untuk masuk ke dalam mobil rongsok yang selama ini menjadi kemuflase untuknya melindungi diri.Jessica segera menyalakan mesin mobil tersebutdan segera keluar dari pekarangan rumah tersebut.“Nyonya, ini masih subuh, anda mau ke mana?” tanya tukang kebun yang tampak sudah semakin menua.“Selamat tinggal, Bono. Hanya kau satu-satunya orang yang paling baik selama aku tinggal di sini.”“Jika suatu saat kau ingin resign dan mencari pekerjaan baru yang lebih ringan dengan bayaran yang lebih tinggi, jangan
“Tuan Myer, duduklah di kursi anda. Rapat akan segera dimulai.” Jessica langsung menarik tangannya dan bersikap sangat formal dan segera mengambil kursi tepat di sisinya Xai yang menatap tajam Juan.Bukan Juan namanya yang terima ditatap sedemikian rupa oleh orang lain. Dia tidak pernah takut atau merasa terancam dengan orang yang lebih berkuasa darinya sekali pun.“Tentu saja,” jawab Juan yang segera menarik ujung jas dan dirinya kembali tampak sangat sempurna.Rahangnya mengetat saat mendengarkan Jessica menerangkan pemaparan hasil rencana anggaran biaya untuk project yang saat ini mereka perebutkan.Konsentrasinya buyar saat melihat sikap tenangnya Jessica, yang tidak biasa. “Demkian penawaran dan verifikasi serta penjelasan teknis yang kami rancangkan, Sir,” tutup Jessica saat mengakhiri persentasenya.Staff khusus Menteri Pembangunan tersebut tampak puas mendengar pemaparannya Jessica. “Tuan Juan, sebelumnya saya juga sudah mendengar pemaparan dari Sir Tommy.”“Rancangan kalian m
Tangan Cerris melayang dan saat ia hampir saja mengenai pipi Jessica, tangan Jessica langsung menahan dan memegang pergelangan tangannya Cerris.“Tidak akan aku biarkan kau menyentuhku lagi, aku sudah cukup lama menoleransi sikap kampunganmu ini.” Jessica tampak dingin dan tenang.Ketegasan di sorot matanya menggetarkan perasaannya Cerris. Ia melihat ke kiri dan ke kanan. Tampak beberapa orang menatapnya sambil bergunjing.Cerris pun segera menarik tangannya dengan kasar. “Kau! Aku akan membalas rasa maluku ini! Kau lihat saja, dasar wanita miskin! Murahan, cuih!” Ludah Cerris hampir saja mengenai kaki putihnya Jessica kalau Jessi tidak dengan cepat menghindar.Saat ia hendak beranjak dari tempatnya Jessica, seorang pria tampan yang juga sering muncul di televisi menarik perhatiannya dan segera mencegah langkahnya.Ia semakin menatap sinis wajah Jessica sambil mengejek. “Oh, ternyata bisa datang ke restoran mewah ini karena dibayari bos tampan ini,”“Wah, ternyata kau selalu mengincar
Beberapa saat yang lalu, Jessica berjalan sambil menggandeng Xai menuju ke parkiran. “Kau tidak apa?” tanya Xai menepuk punggung tangan adiknya.“Aku baik-baik saja, aku sudah lama menantikannya. Sungguh, hatiku sangat puas,” desah Jessica lalu membuka pintu mobil porche milik Xairuz.“Puas? Kau sudah menahannya sekian lama?” tanya Xairuz menatap tajam Jessica yang selama ini berbohong padanya.“Bukankah kau bilang kalau ipar dan mertuamu selalu memperlakukanmu dengan baik, hem? Jadi, kau berbohong padaku?!” cecar Xairus belum menyalakan mobilnya.“Aku harus, Kak. Tapi, saat ini sudah tidak ada lagi alasan aku untuk menyembunyikannya,” desah Jessica lalu memasang sabuk pengaman dan menoleh pada Xai.“Sudahlah, nyalakan mesinnya. Malam ini aku akan menginap di apartemen lamaku. Lalu mengenai Perusahaan, bisakah Kakak membantuku sebentar lagi.” Xairuz mendengus dan segera menyala
"Kau akan apa, hem? Kau memang suka sekali mengusikku," racau Jessica lalu kembali memejamkan matanya. Juan menjadi sangat frustasi melihat wajah polos dan tidak berdosanya Jessica. "Mimpi yang aneh, memuakkan!" racau Jessica yang mengira dirinya masih bermimpi saat itu. Cukup sudah bagi Juan, ia berdiri dan mengangkat tubuh Jessica dengan tangan kiri dibalik lutut Jessica dan tangan kanan di tengkuknya. Ia rebahkan Jessica dengan hati-hati dan segera mencium singkat bibir Jessica. Dikiranya, Jessica hanya hanya akan diam tanpa membalasnya. Salah, bibir Jessica menyambut ciuman itu dengan lembut. Ia juga melumat bibir Juan dan terdengar suara desahan dalam setiap nafas Jessica yang tampak tersengal berat. "Jess ... apa yang sudah kau lakukan dengan Xairus, hem?" bisik Juang, suaranya paraunya tertahankan saat dadanya terasa ngilu. Namun, Jessica tidak menjawabnya dan justru melingkarkan kedua tangannya di tengkuk Juan. Entah siapa yang membuka pakaian siapa, malam itu. Baik J
Tangan Xairuz terhenti di udara, ia tatap tidak percaya pada adiknya. Dilepaskannya tangan kerah baju Juan dan didorongnya tubuh Juan dengan kuat."Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Kau mau kembali jatuh di lubang yang sama, Jess?" desis Xairuz menatap Jessica khawatir sambil memegang kedua bahunya."Aku, akan baik-baik saja, Kak," bisik Jessica, menatap yakin wajah kakaknya.Ia lalu memeluk Xairuz dan mengusap punggung Xairuz, menenangkan kakaknya. "Aku akan baik-baik saja," bisik Jessica dan Juan tampak panas melihat kelakuan Jessica. Wanita yang sebenarnya sudah resmi menjadi mantan istrinya. Putusannya bahkan sudah turun tiga hari yang lalu, hanya saja, akta perceraian memang baru bisa diambil dua hari lagi.Xairuz menatap sendu pada Jessica dan Jessica menggeleng. "Tolong jangan, Kak. Ini hanya dua hari, setelahnya aku akan kembali ke mansion ini." Kembali Jessica meyakinkan kakaknya."Kalau sampai dua hari kau tidak k
Juan menggeleng dengan tegas. "Apa maksudmu hanya terbawa suasana?!" tuntut Juan tidak terima atas penilaiannya Jessica terhadap dirinya."Aku, harus istirahat, Juan. Kumohon, pulanglah," pinta Jessica, lalu menarik turun tubuhnya dan berbaring sambil memejamkan kedua matanya.Juan kalut, ia tidak mau kalau Jessica mengabaikannya seperti ini. Hingga dirinya tersadar, jika selama ini, dialah yang selalu mengabaikan Jessica.Bersikap dingin dan bahkan tidak perduli jika Jessica menangis di tengah malam. Menganggap remeh perbuatan keluarganya pada Jessica. "Ternyata, diabaikan sangatlah tidak nyaman," gumam Juan yang terdengar di telinganya Jessica.Sambil melonggarkan kemejanya, Juan menghembuskan nafasnya kasar. "Jess, pulanglah denganku. Bukan ke rumahku. Tapi, ke apartemenku. Cukup dua hari saja, sampai kita mengambil akta perceraian kita, jika jalan untuk rujuk kembali kau tolak mentah-mentah.""Maaf, tapi aku tidak bisa," tolak Jessica masih den
Tangan Juan langsung melayang dan bertemu dengan pintu. Ia masih sopan, mengetuknya walau dadanya sedang mengamuk bagai tsunami yang siap menyapu bersih apa saja yang ada di hadapannya."Permisi, Tuan dan Nona, saya sudah mengantarkan tamu anda," ucap pelayan tersebut sambil menatap kesal pada Juan yang dianggapnya lancang mengetuk pintu, seharusnya dirinyalah yang mengetuk pintu tersebut.Jessica menoleh dan mengangguk anggun. Xairuz tampak berdiri di sisi ranjang Jessica bagaikan seekor anjing penjaga.Sungguh! Pemandangan yang jauh lebih memuakkan lagi bagi Juan. "Bisakah, kita bicara berdua?" Juan menatap Jessica dengan sejuta kerinduan dan kekhawatiran.Tatapan manis yang selama ini tidak pernah dilihat oleh Jessica. Tatapan seperti ini, biasanya hanya untuk Amber seorang, lalu kini ia pun mendapatkan tatapan yang justru membuatnya kesulitan bernafas.Seluruh tulang belulangnya terasa lunak dan otot tubuhnya lemas tak bertenaga dengan desiran
Xairuz pun turun dari anak tangga dan segera memerintahkan penjaganya untuk membuka pintu gerbang agar Juan bisa masuk ke pekarangan mansionnya."JESSICA! JESSICA!" teriak Juan yang masih ditahan oleh dua orang penjaga bertubuh besar."Tuan, hentikan dan kembalilah!" ucap salah satu penjaga, yang wajahnya sudah basah dengan keringat karena kesulitan mengatasi tenaga Juan yang sangat kuat.Hingga dirinya menjadi tenang saat ia melihat ada satu orang dari dalam berlari mendekatinya. Jantungnya berdebar dengan gugup, merapalkan doa dalam hatinya agar ia bisa diijinkan oleh Xairuz untuk masuk ke dalam mansion."Lepaskan dia!" titah pria paruh baya tersebut."Biarkan dia masuk dan Tuan! Tolong, bersikaplah lebih sopan, atau kami tidak akan segan untuk menghubungi polisi untuk melemparmu keluar dari pekarangan rumah keluarga Romanov!" tegas pria bertubuh jangkung tersebut."Kau bisa memegang kata-kata saya," jawab Juan dan pria yang baru saja data
Tapi, surat yang Juan cari sama sekali tidak ditemukannya. Ia kalut dan merasa yakin kalau sebelumnya, Juan pernah mengirimkan sebuah surat. Di mana dia mengatakan kalau akan mengajak Athena diving dan snorklering di pulau Malta.Namun, Athena-nya menjawab kalau dirinya akan menunggu Juan di atas kapal dan membuatkan sandwich tuna dengan tomat segar saja. Karena dirinya sama sekali tidak bisa berenang.Surat itulah yang ingin dia cari, surat itulah yang saat ini tidak dia temukan. Juan merasa buntu dengan petunjuk yang ia ingat.Hati Juan teremas kuat saat mengingat bagaimana Jessica tadi berada di ambang kematian. Ia kalut dan berpikir bagaimana nasib Jessica.Siapa yang akan merawatnya dan dengan siapa dia akan tinggal. Diambilnya kunci mobilnya kembali, dirinya segera membuka pintu dan tampak Amber menunggu di depan pintu dengan wajahnya yang tampak memucat."Kak, Kakak mau ke mana? Kenapa Kakak meninggalkan aku," tangis Amber sambil memegang lengan Juan. Ia menahan agar Juan tida
"Bukankah, sudah aku katakan kalau aku akan mengatasi Cherris saat di rumahku nanti?" Juan sudah sangat kesal disudutkan sedemikian rupa oleh Maxton.Tidak mau menghiraukan kekesalannya Juan, Maxton justru kembali mengeluarkan sebuah flasdick lainnya. "Aku tau, kalau flashdisc yang dititipkan oleh Jessica padaku tadi sudah basah. Karena kau menolongnya,""Ini, untuk berjaga-jaga," ucap Max lalu segera memasukkan kembali flasdisc yang baru ke dalam saku kemeja Juan.Ia pun pergi meninggalkan Juan dengan sejuta perasaan yang bercampur aduk di dalam ruangan tersebut. Juan memilih untuk keluar melalui pintu belakang.Dirinya masih memiliki harga diri dan juga rasa malu karena keributan yang disebabkan oleh Cherris. Sampai di mobil, bukan rumah tujuan pertamanya Juan. Melainkan sebuah unit apartemen yang ada di tengah kota menjadi tujuannya.Sebuah apartemen, di mana dirinya dulu sering melarikan diri dari rumah,hiruk pikuk pekerjaan yang melelahkan dan menghindari Jessica yang selalu setia
Hati Jessica terluka saat Juan semudah itu berpaling darinya untuk menghampiri Amber.Dengan manja Amber menyandarkan kepalanya di pergelangan tangan Juan seraya tersenyum menatap sinis wajah Jessica.Walau rasanya batinnya teraniaya, tapi Jessica tetap berusaha mengangkat dagunya. Ia tidak mau kalah, ia tidak mau terus ditindas dengan segala sikap dan tingkah laku, manusia-manusia yang selalu saja sirik dengannya.Langkah Jessica pun tampak anggun saat berjalan tepat di samping Juan. Meninggalkan Juan, tanpa ingin menoleh walau hanya sekedarnya saja.Sayang, hatinya yang gundah, justru membuatnya tidak awas dengan sekitar.Kaki Cherris menjegalnya dan dengan sengaja ia mendorong Jessica ke dalam kolam renang. Suara benturan di air dan percikan air membuat beberapa tamu di sana langsung menoleh."Ah! Tolong!" teriakan terakhir Jessica sebelum kepalanya tenggelam di dalam air. Spontan saja, Juan langsung ikut melompat dan segera mengangkat Jessica."Jess! Kau tidak apa?!" Juan sangat
Jantung Juan berdegup sangat kencang. Hatinya ngilu dengan darah yang memanas, melihat dada Jessica yang menyembul seksi dengan gaun blue navy dan sepatu mewah senada. Ingin rasanya Juan, segera mengurung Jessica serta 'menghabisinya' di atas ranjang."Shit! Kenapa tubuhnya menjadi candu bagiku!" batin Juan memaki dirinya sendiri.Langkah Jessica tampak sangat anggun, ia juga tampak ramah menyapa kedua orang tua Maxton. Tampak ayah Maxton, tuan besar Mhyron Hills menunjuk ke arah Maxton berdiri. Xairuz dan Jessica pun menoleh ke arah telunjuk tuan Mhyron menunjuk. Tidak lama kemudian Xairuz berbisik pada Jessica dan segera meninggalkan Jessica yang tampak menggeleng pelan, menatap Juan sepintas dan segera membuang muka.Panas! Hati Juan panas saat melihatnya. "Selamat malam, Max, Juan," sapa Xairuz lalu bersalaman dengan keduanya."Kenapa kau datang terlambat, Hem?" gerutu Maxton, Xairuz tersenyum geli."Apa kau tidak bisa memaklumi pasanganku yang membutuhkan waktu lebih untuk berda
Jessica masih memilih untuk tidak menggubris Juan. Amber menangis tapi ia tersenyum mengejek saat Jessica menatapnya dan kembali menyandarkan kepalanya di dada Juan."Kakiku sakit sekali, Kak," rintih Amber membuat Jessica tertawa sinis. "Mengapa kau sejahat ini, Jess!" desis Juan yang tidak suka menatap wajah sinis mantan istrinya. "Kau yakin, kalau aku yang mendorongnya? Di sini memang sepi, tapi lihat itu," ucap Jessica sambil menunjuk CCTV di sudut atap."Sebelum kau menghakimi aku, cari Taulah lebih dulu. Menyentuhnya saja, aku enggan. Apalagi mendorongnya," jawab Jessica lalu kembali menatap Amber yang terbelalak dan memucat. Ia tidak memikirkan sejauh itu, agar dirinya terselamatkan Amber mengambil jalan aman. Tiba-tiba saja tubuhnya langsung rebah dan tergeletak di lantai."Tuan, Nona itu pingsan!" pekik salah satu pegawai butik dan Juan langsung berbalik untuk menggendong Amber."Yah, Tuhan. Hebat sekali," kekeh Jessica membuat Juan menatapnya nyalang.Langkah tergesa Maxt