Beranda / Fantasi / Fantazia / Chapter 8

Share

Chapter 8

Tok...

Tokk...

Tok...

Dalam tidurku, aku seperti mendengar ketukan pada pintu kamarku. Setelah aku dengarkan ternyata benar ada yang mengetuk pintu kamarku.

“Hansel...”

Aku segera bangun ketika mendengar suara Ibu dari luar kamarku.

“Iyaa, ada apa?” jawabku sambil mengumpulkan nyawa.

Ibu lalu masuk ke dalam kamar, “Ibu pergi sebentar, hari ini sepertinya kita tidak usah membuka toko, pergilah cari pekerjaan lain atau pergi bersama temanmu jika kau bosan di rumah,” ucap Ibu kemudian.

“Iyaa,” jawabku singkat sambil mengucek mataku.

Aku lihat jam ternyata sudah jam 10 pagi, tak biasanya aku bangun setelat ini. Sepertinya karena tidur terlalu larut tadi malam.

Setelah membersihkan diri aku mengingat bahwa ada tugas yang harus aku kerjakan. Ketua kelompok pencurian itu memberiku tugas untuk memcari cara untuk masuk ke dalam pusat Eneegizer Food.

Sepertinya aku harus bertemu Philip dan membicarakan ini dengannya.  Sebaiknya aku juga bertanya padanya apa saja yang mereka bisa lakukan.

Benar juga aku belum bertemu dengan mereka semua, malam itu aku hanya bertemu dengan Ketuanya – Giovanni – dan dua orang lainnya. Sisanya aku belum bertemu mereka.

Aku menelfon Philip sambil menyantap sarapan yang sudah Ibu siapkan. Tumben sekali Philip tidak langsung mengangkat telfon dariku.

Setelah mencoba memanggilnya dua kali, akhirnya dia mengangkat alat komunikasinya. “Kenapa?” gumamnya dari seberang, terdengar suara serak Philip sepertinya dia baru saja bangun tidur.

“Baru bangun huh.” Terdengar gerutuan kesal dari Philip.

“Hansel sialan. Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya ketika nyawanya terkumpul.

“Aku ingin memberitahu rencana dan juga bertanya padamu. Dimana bisa bertemu?” terangku padanya dengan nada serius.

“Jika seperti itu, temui aku di taman dekat tokomu dua puluh menit lagi.” Setelah itu alat komunikasi dimatikan secara sepihak oleh Philip.

Aku akan bersiap-siap untuk membicarakan rencana yang telah aku pikirkan. Masih ada dua puluh menit lagi dari waktu yang dijanjikan, sebaiknya aku bergegas kesana.

Sesampainya aku ditaman, aku belum melihat Philip di sana. Ketika aku melihat jam ternyata aku datang lima menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan.

Tak lama kemudian aku melihat Philip datang ke arahku. “Ikut aku, kita bicarakan sambil jalan,” katanya mengisyaratkan untuk mengikutinya.

“Apa tidak apa-apa berbicara tentang rencana di jalanan terbuka seperti ini?” tanyaku padanya penasaran kenapa membicarakan rencana penting di tempat terbuka seperti ini.

“Kau pikir orang-orang akan perduli dengan apa yang kita bicarakan?” tanyanya balik dengan mengeringai.

Benar juga, tidak ada yang akan memperdulikan kami. Orang-orang pinggiran seperti kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing tidak ada waktu untuk memperdulikan orang lain.

Aku hanya menggangguk saja sebagai balasana ucapan Philip. “Lalu, apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanyanya lagi.

“Tentang cara masuk ke dalam pusat, aku pernah melihat untuk masuk ke dalam sana kita membutuhkan kartu akses.”

“Hmmm... Begitu ternyata tidak heran mereka akan menggunakan cara seperti itu,” jawab Philip.

“Tapi aku tidak tau bagaimana kita mendapatkan kartu akses itu,” terangku dengan suram.

“Tenang saja, hal seperti itu mudah bagi Ketua.” Philip berkata dengan sedikit nada bangga pada ketuanya.

“Benarkah seperti itu?” tanyaku sedikit tidak percaya orang itu bisa mengatasi masalah ini.

Aku mendengar Philip tertawa di sebelahku, “Tentu, dia hanya membutuhkan informasi apa yang dia butuhkan untuk masuk ke dalam sana,” jelas Philip padaku.

“Oke kalau begitu, kau bisa sampaikan informasi ini padanya, dan kabari aku ketika rencana akan dilaksanakan.”

“Siap, kalau seperti ini mungkin bedok atau lusa kita akan bergerak,” kata Philip.

“Cepat juga, baguslah kalau seperti itu. Masalah teman-teman yang lain sepertinya aku akan bertemu mereka ketika kita melaksanakan misi,” ujarku sebenarnya penasaran dengan sisa anggota yang ikut dalam kelompok komplotan ini.

“Yaa, kau bisa menemui mereka nanti pada saatnya,” balas Philip.

“Urusanku denganmu sudah selesai, aku akan pulang kalau begitu.” Aku menghentikan langkahku dan berbalik arah untuk pulang ke rumah.

.

.

Sejak hari di mana aku memberitau rencanaku kepada Philip. Aku belum bertemu lagi dengannya.

Sambil menunggu kabar dari Philip, aku bekerja sambilan mengantar koran dari rumah ke rumah.

 Sudah dua hari aku melakukan pekerjaan ini, aku mulai dari pagi buta untuk selesai di tengah hari.

Ketika aku sedang beristirahat sepulang bekerja, alat komunikasiku berdering.  Aku lihat ternyata Philip yang menelfonku.

Segera ku angkat telfon darinya, “Apakah hari ini?” tanyaku langsung.

“Tidak sabaran sekali kau Hansel, sudah tidak sabar beraksi huh?” candanya.

“Kau tau aku sudah bosan menunggumu mengabariku.” Aku mendengus mendengar reaksinya.

Terdengar Philip tertawa di seberang sana, “Kau tak perlu bosan lagi sekaranv. Malam ini di gang biasa seperti malam itu.”

“Dan juga bersiap-siaplah, jika memungkinkan malam ini kita beraksi,” lanjutnya serius.

“Oke.” Aku memutuskan sambungan komunikasi kami.

Hari ini aku harus bersiap-siap. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi ketika aku melakukan pencurian ini.

Sepanjang sisa hari ini, aku memulai persiapan diri untuk menjadi pencuri. Sua hal aku persiapkan yang paling penting aku harus menguatkan diri supaya tidak terluka.

.

Malam telah tiba, entah kenapa rasanya malam ini seperti hari itu ketika Philip mengajakku untuk ikut dengannya.

Dingin dan suram, begitulah suasana malam ini. Cepat-cepat aku melangkahkan kakiku untuk sampai ke tempat tujuanku.

Dari depan gang itu aku melihat siluet seseorang, karena aku sudah mengalami ini aku tau orang itu siapa.

Perlahan aku menghampiri orang itu, “Sudah siap?” tanya orang itu ketika aku sudah aka di hadapannya.

“Tentu,” jawabku singkat.

Seperti sulap jalanan di bawahku terbuka menempilkan lubang yang akan kami masuki.

Berapa kalipun aku melihat ini, rasanya tetap akan terperangah melihatnya. Aku dan Philip segera memasuki lubang itu.

Tak lama kami menyusuri lubang itu, kami sampai ke markas. Sesampainya aku dan Philip di sana, semua orang sudah berkumpul.

Banyak wajah asing yang ku lihat saat ini, sepertinya mereka anggota lain yang bum ku temui ketika aku pertama kali ke sini.

“Inikah orang baru itu,” tanya orang yang belum aku ketahui.

“Ya,” saut Giovanni singkat.

Reaksi mereka hanya menganggukkan kepala kepadaku. Selepas itu kami membahas rencana yang akan kami jalankan.

“Berkat Hansel kita mengetahui cara untuk masuk ke dalam sana dan juga aku sudah mendapatkan kartu akses yang akan kita gunakan untuk masuk,” jelas Gio kepada semua orang.

Aku tidak mengira Gio akan mendapatkan kartu akses itu secepat ini, tenyata apa yang dikatakan oleh Philip adalah benar.

“Bagus sekali ketua, dengan adanya kartu akses itu jalan kita akan semakin mudah,” saut Philip bersemangat.

“Dari informasi yang aku dapat belakangaan ini, kita juga memerlukan sidik jari untuk memasuki akses yang lebih dalam.” Aku memberikan informasi tambahan kepada mereka.

“Kalau begitu masalah ini akan kita selesaikan di tempat saja,” jawab Gio percaya diri.

“Oke saja kalau begitu.”

Aku mendengarkan rencana mereka dengan seksama, supaya tidak ada kendala saat menjalankannya.

“Kita akan berangkat malam ini. Bersiap-siaplah, bawa senjata yang kau perlukan. Semuanya sudah aku persiapkan di gudang belakang.” Sekali lagi Gio selaku ketua menjelaskan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status