Tok...
Tokk...
Tok...
Dalam tidurku, aku seperti mendengar ketukan pada pintu kamarku. Setelah aku dengarkan ternyata benar ada yang mengetuk pintu kamarku.
“Hansel...”
Aku segera bangun ketika mendengar suara Ibu dari luar kamarku.
“Iyaa, ada apa?” jawabku sambil mengumpulkan nyawa.
Ibu lalu masuk ke dalam kamar, “Ibu pergi sebentar, hari ini sepertinya kita tidak usah membuka toko, pergilah cari pekerjaan lain atau pergi bersama temanmu jika kau bosan di rumah,” ucap Ibu kemudian.
“Iyaa,” jawabku singkat sambil mengucek mataku.
Aku lihat jam ternyata sudah jam 10 pagi, tak biasanya aku bangun setelat ini. Sepertinya karena tidur terlalu larut tadi malam.
Setelah membersihkan diri aku mengingat bahwa ada tugas yang harus aku kerjakan. Ketua kelompok pencurian itu memberiku tugas untuk memcari cara untuk masuk ke dalam pusat Eneegizer Food.
Sepertinya aku harus bertemu Philip dan membicarakan ini dengannya. Sebaiknya aku juga bertanya padanya apa saja yang mereka bisa lakukan.
Benar juga aku belum bertemu dengan mereka semua, malam itu aku hanya bertemu dengan Ketuanya – Giovanni – dan dua orang lainnya. Sisanya aku belum bertemu mereka.
Aku menelfon Philip sambil menyantap sarapan yang sudah Ibu siapkan. Tumben sekali Philip tidak langsung mengangkat telfon dariku.
Setelah mencoba memanggilnya dua kali, akhirnya dia mengangkat alat komunikasinya. “Kenapa?” gumamnya dari seberang, terdengar suara serak Philip sepertinya dia baru saja bangun tidur.
“Baru bangun huh.” Terdengar gerutuan kesal dari Philip.
“Hansel sialan. Kenapa kau menghubungiku?” tanyanya ketika nyawanya terkumpul.
“Aku ingin memberitahu rencana dan juga bertanya padamu. Dimana bisa bertemu?” terangku padanya dengan nada serius.
“Jika seperti itu, temui aku di taman dekat tokomu dua puluh menit lagi.” Setelah itu alat komunikasi dimatikan secara sepihak oleh Philip.
Aku akan bersiap-siap untuk membicarakan rencana yang telah aku pikirkan. Masih ada dua puluh menit lagi dari waktu yang dijanjikan, sebaiknya aku bergegas kesana.
Sesampainya aku ditaman, aku belum melihat Philip di sana. Ketika aku melihat jam ternyata aku datang lima menit lebih awal dari waktu yang dijanjikan.
Tak lama kemudian aku melihat Philip datang ke arahku. “Ikut aku, kita bicarakan sambil jalan,” katanya mengisyaratkan untuk mengikutinya.
“Apa tidak apa-apa berbicara tentang rencana di jalanan terbuka seperti ini?” tanyaku padanya penasaran kenapa membicarakan rencana penting di tempat terbuka seperti ini.
“Kau pikir orang-orang akan perduli dengan apa yang kita bicarakan?” tanyanya balik dengan mengeringai.
Benar juga, tidak ada yang akan memperdulikan kami. Orang-orang pinggiran seperti kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing tidak ada waktu untuk memperdulikan orang lain.
Aku hanya menggangguk saja sebagai balasana ucapan Philip. “Lalu, apa yang ingin kau bicarakan padaku?” tanyanya lagi.
“Tentang cara masuk ke dalam pusat, aku pernah melihat untuk masuk ke dalam sana kita membutuhkan kartu akses.”
“Hmmm... Begitu ternyata tidak heran mereka akan menggunakan cara seperti itu,” jawab Philip.
“Tapi aku tidak tau bagaimana kita mendapatkan kartu akses itu,” terangku dengan suram.
“Tenang saja, hal seperti itu mudah bagi Ketua.” Philip berkata dengan sedikit nada bangga pada ketuanya.
“Benarkah seperti itu?” tanyaku sedikit tidak percaya orang itu bisa mengatasi masalah ini.
Aku mendengar Philip tertawa di sebelahku, “Tentu, dia hanya membutuhkan informasi apa yang dia butuhkan untuk masuk ke dalam sana,” jelas Philip padaku.
“Oke kalau begitu, kau bisa sampaikan informasi ini padanya, dan kabari aku ketika rencana akan dilaksanakan.”
“Siap, kalau seperti ini mungkin bedok atau lusa kita akan bergerak,” kata Philip.
“Cepat juga, baguslah kalau seperti itu. Masalah teman-teman yang lain sepertinya aku akan bertemu mereka ketika kita melaksanakan misi,” ujarku sebenarnya penasaran dengan sisa anggota yang ikut dalam kelompok komplotan ini.
“Yaa, kau bisa menemui mereka nanti pada saatnya,” balas Philip.
“Urusanku denganmu sudah selesai, aku akan pulang kalau begitu.” Aku menghentikan langkahku dan berbalik arah untuk pulang ke rumah.
.
.
Sejak hari di mana aku memberitau rencanaku kepada Philip. Aku belum bertemu lagi dengannya.
Sambil menunggu kabar dari Philip, aku bekerja sambilan mengantar koran dari rumah ke rumah.
Sudah dua hari aku melakukan pekerjaan ini, aku mulai dari pagi buta untuk selesai di tengah hari.
Ketika aku sedang beristirahat sepulang bekerja, alat komunikasiku berdering. Aku lihat ternyata Philip yang menelfonku.
Segera ku angkat telfon darinya, “Apakah hari ini?” tanyaku langsung.
“Tidak sabaran sekali kau Hansel, sudah tidak sabar beraksi huh?” candanya.
“Kau tau aku sudah bosan menunggumu mengabariku.” Aku mendengus mendengar reaksinya.
Terdengar Philip tertawa di seberang sana, “Kau tak perlu bosan lagi sekaranv. Malam ini di gang biasa seperti malam itu.”
“Dan juga bersiap-siaplah, jika memungkinkan malam ini kita beraksi,” lanjutnya serius.
“Oke.” Aku memutuskan sambungan komunikasi kami.
Hari ini aku harus bersiap-siap. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi ketika aku melakukan pencurian ini.
Sepanjang sisa hari ini, aku memulai persiapan diri untuk menjadi pencuri. Sua hal aku persiapkan yang paling penting aku harus menguatkan diri supaya tidak terluka.
.
Malam telah tiba, entah kenapa rasanya malam ini seperti hari itu ketika Philip mengajakku untuk ikut dengannya.
Dingin dan suram, begitulah suasana malam ini. Cepat-cepat aku melangkahkan kakiku untuk sampai ke tempat tujuanku.
Dari depan gang itu aku melihat siluet seseorang, karena aku sudah mengalami ini aku tau orang itu siapa.
Perlahan aku menghampiri orang itu, “Sudah siap?” tanya orang itu ketika aku sudah aka di hadapannya.
“Tentu,” jawabku singkat.
Seperti sulap jalanan di bawahku terbuka menempilkan lubang yang akan kami masuki.
Berapa kalipun aku melihat ini, rasanya tetap akan terperangah melihatnya. Aku dan Philip segera memasuki lubang itu.
Tak lama kami menyusuri lubang itu, kami sampai ke markas. Sesampainya aku dan Philip di sana, semua orang sudah berkumpul.
Banyak wajah asing yang ku lihat saat ini, sepertinya mereka anggota lain yang bum ku temui ketika aku pertama kali ke sini.
“Inikah orang baru itu,” tanya orang yang belum aku ketahui.
“Ya,” saut Giovanni singkat.
Reaksi mereka hanya menganggukkan kepala kepadaku. Selepas itu kami membahas rencana yang akan kami jalankan.
“Berkat Hansel kita mengetahui cara untuk masuk ke dalam sana dan juga aku sudah mendapatkan kartu akses yang akan kita gunakan untuk masuk,” jelas Gio kepada semua orang.
Aku tidak mengira Gio akan mendapatkan kartu akses itu secepat ini, tenyata apa yang dikatakan oleh Philip adalah benar.
“Bagus sekali ketua, dengan adanya kartu akses itu jalan kita akan semakin mudah,” saut Philip bersemangat.
“Dari informasi yang aku dapat belakangaan ini, kita juga memerlukan sidik jari untuk memasuki akses yang lebih dalam.” Aku memberikan informasi tambahan kepada mereka.
“Kalau begitu masalah ini akan kita selesaikan di tempat saja,” jawab Gio percaya diri.
“Oke saja kalau begitu.”
Aku mendengarkan rencana mereka dengan seksama, supaya tidak ada kendala saat menjalankannya.
“Kita akan berangkat malam ini. Bersiap-siaplah, bawa senjata yang kau perlukan. Semuanya sudah aku persiapkan di gudang belakang.” Sekali lagi Gio selaku ketua menjelaskan.
Srak.. Srak... Gemeresik daun terdengar ketika melewati hutan. Saat ini operasi pencurian akan dilakukan. Aku memberi tahu tempat yang biasa aku jadikan persembunyian ketika masih menjadi Jurnalis dahulu. Hutan ini terletak tak jauh dari target, jaraknya sekitar 200 meter. Aku dan Philip diberi tugas untuk mencari petugas patroli untuk dijadikan sandera dan alat kami untuk mendapat akses lebih dalam. “Mereka belum juga patroli.” Tiba-tiba aku mendengar Philip berkata. “Dari informasi yang aku tau, mereka akan patroli sekitar 10 menit lagi,” ucapku sembari melihat waktu di jam tanganku. “Kenapa kita tidak langsung masuk saja, tidak ada juga yang patroli di sini.” Philip kesal sudah menunggu lama untuk mencari sandera mereka. “Tanyakan saja pada ketuamu kenapa malah ngomel ke aku,” kataku mengacuhkannya dan tetap fokus mengintai. Aku mendengar Philip mendengus dari sebelahku. Giovanni dan yang lain sedan
Perasaanku tidak enak, firasatku berkata ada yang tidak beres dengan perubahan rencana ini. Bukankah mereka memerlukan sidik jari dari kami untuk melakukan operasi ini.Dengan pikiran yang berkecambuk aku mengumpulkan Energizer Food ke dalam wadah yang sudah kami siapkan.“Hansel cepatlah, kita harus segera keluar dari sini.” Panik menghinggapi aku dan Philip.“Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa,” kataku untuk menenangkan Philip.“Jujur saja, aku cemas sekali,” ungkapnya padaku.“Bukan hanya kau, aku pun juga. Tetaplah tenang.” Aku berkata sambil segera menyelesaikan menjarah target kami.Semua Energizer Food yang ada di sini sudah kami amankan di dalam wadah elastis yang sudah kami siapkan.Nginggggg...Ngingg...Nginggg...Saat kami akan keluar dari tempat ini. Tiba-tiba terdengar suara sirine yang sangat bising.
Bulan telah terbit tinggi di atas langit sana, angin berhembus membawa suasana yang kelam. Malam ini aku dan Philip akan mencoba kembali ke markas untuk melarikan diri dari kejaran para polisi.Sebelum pergi kami menyiapkan banyak hal. Benar-benar mempersiapkan diri untuk menghadapi rintangan yang akan kami hadapi nanti.Aku dan Philip menggunakan jaket ya tersisa pada tubuh untuk menyamarkan penampilan kami. Penyelinapan malam ini sungguh membuat was-was.Salah sedikit saja kami pasti akan tertangkap tangan. Semoga saja apa yang dikatakan oleh Gio untuk kembali ke markas adalah pilihan yang tepat.“Kau siap Philip?” tanyaku.“Tentu saja, percayalah kita akan baik-baik saja.” Philip meyakinkan aku untuk percaya pada aksi ini.“Semoga saja teman,” kataku pelan.“Lima menit lagi kita akan berangkat. Periksalah senjatamu, jangan sampai ada yang terlewat,” ucapnya memperingatkanku.&l
Aku otomatis memejamkan mataku ketika cahaya itu datang menghantamku. Ketika aku bangun dari pingsan, aku mendapati diri berada di ruang hampa yang sangat gelap dan menyesakkan.'Dimana ini?’ batinku cemas ketika melihat ke sekelilingku yang kosong.Apakah aku sudah meninggal?“Bisa dibilang begitu,” jawab seseorang tiba-tiba.“Siapa itu?!” aku berteriak dengan cemas ketika rasa sesak itu memenuhi hatiku.“Aku?” nada bicara orang itu seperti sedang meledekku.“Bisa dikatakan aku adalah Dewa,” lanjutnya dengan kekehan kecil.Lalu tiba-tiba muncul seorang anak laki-laki kecil tak jauh dariku.“Aku mempunyai tawaran untukmu anak muda,” jelas anak kecil itu sembari berjalan mendekat kepadaku.Aku berpikir sejenak sebelum menjawab perkataan anak kecil itu, “Apa tawaranmu?” jawabku takut-takut.“Aku akan memberikanmu sebuah misi.&r
“Tidak mungkin! Bagaimana aku bisa mengumpulkan semua pecahan Artefak itu!” Aku berteriak keras di dalam hutan lebat itu saat mendengarkan cerita dari Gust yang berbicara mengenai legenda yang ada di duni barunya ini. 'Kau lupa?! Aku akan membantumu menemukan semua Artefak itu!’ ucap Gust di dalam kepalaku sambil mendengus sebal kepadaku. “Tapi ... Bagaimana mungkin aku mengalahkan ras-ras lain seperti mereka!” Aku masih tidak percaya dengan apa yang aku dengar, ia akan mengambil sebuah pecahan Artefak dari ras lain. Tidak pernah terbayangkan di dalam hidupku akan menjadi seperti ini, lebih baik dirinya bertarung melawan pemerintah korup itu daripada harus bertempur melawan ras lain seperti ini.Hansel memegang kepalanya yang mulai berdenyut sakit saat memikirkan apa yang akan dilaluinya di depan nanti, bagaimana mungkin ia bisa bertempur melawan seorang Vampire hingga kawanan Naga. Terlebih lagi ia hanyalah seorang manusia biasanya yang tidak mempunyai kemampuan apapun.“GUST! Kekua
“Berhenti di sana!” terdengar teriakan mengancam dari belakangku.Sialan aku sudah terpojok seperti ini, kemana lagi aku akan pergi jika seperti ini, gara-gara para komplotan sialan itu aku jadi seperti ini.Huft...Huft...Aku sudah kehabisan nafas karena terlalu banyak berlari menghindari kejaran para polisi itu.Semua kesialan ini berawal dari masalah yang terjadi di tempat kerja sialan itu.Satu bulan yang lalu...“Senior, ketua direksi mengatakan sepertinya artikel yang senior kerjakan akan susah untuk diterbitkan,” bawahanku berkata dengan takut-takut.“Hah... Kau pikir ketua bisa menghentikan aku untuk menerbitkan ini,” jawabku dengan ketus.Siapa yang bisa menghalangi seorang Hansel Rhett dari menerbitkan sebuah artikel, hanya karena artikel yang ku terbitkan berisi tentang para petinggi yang korup itu.Walaupun dunia ini sudah sangat maju dalam
Pagi ini aku terbangun dengan sebuah berita yang bisa dibilang sesuai dugaan, karena artikel yang aku terbitkan kemarin menjadi perbincangan seantero ibukota Metro.Kepala direksi langsung menyuruhku untuk datang ke tempat kerja secepat mungkin. Setelah selesai bersiap-siap aku langsung bergegas pergi ke kantor.Perusahaan kami terbilang salah satu yang sangat terkenal, memiliki gedung bertingkat tinggi dan bergensi di kawasan inti Metro.Metro adalah ibukota dengan tingkat teknologi yang sangat maju, sudah banyak pekerjaan manusia yang digantikan oleh para robot yang diciptakan oleh ilmuan hebat yang dimiliki Metro.Dengan keadaan demikian angka kejahatan sangat tinggi di sini, karena banyak orang tidak memiliki pekerjaan digantikan oleh robot.Atas hal ini juga lah kenapa aku ingin mengusut kasus ini, para petinggi itu tidak memikirkan keadaan menderita para mayoritas penduduk saat ini.Apalagi ketika para ilmuan yang disetujui oleh
Cepat-cepat aku pergi ke lantai bawah, terlihat orangtuaku sudah pulang tapi mereka terlihat sangat sedih bahkan Ibu pun menangis.“Ada apa ini?” tanyaku penasaran.Ibu tetap menangis lalu Ayah menoleh kepadaku, “Proyek baru yang perusahaan jalankan sedang buruk, lalu toko ibumu dihancurkan oleh seseorang yang tidak dikenal.”Ayah terdengar sangat lemas ketika menceritakan ini, aku mempunyai firasat buruk tentang masalah ini, banyak orang yang sudah aku bongkar kejahatannya selama aku menjadi Jurnalis.Aku berpikir bahwa ketika mereka mendengar kabar tentang diblokirnya aku dari dunia perjurnalisan mereka mulai menyerangku seperti ini, hingga orangtuaku pun menjadi sasaran mereka.Keluarga kami memiliki lumayan banyak usaha, ibuku memiliki toko kue di ibukota, lalu Ayah mewarisi perusahaan Kakek.Aku tidak menyangka mereka akan melakukan ini terhadapku, beraninya mereka menyerangku disaat aku terpuruk seperti ini, aku