Beranda / Fantasi / Fantazia / Chapter 5

Share

Chapter 5

Sudah seminggu ini Ayah masih terbaring lemah keadaannya semakin memburuk, sakit kepalanya tak kunjung membaik bahkan sekarang disertai dengan sesak.

Ibu memutuskan untuk menjaga Ayah di rumah, jadi hanya aku yang akan pergi ke toko untuk mengantarkan sisa pesanan pelanggan.

Sebelum pergi tak lupa ku lihat Ayah dahulu di kamarnya, “Ayah bagaimana perasaanmu sekarang?”

“Tidak... Apa-apa Hansel, Ayah baik-baik saja hanya sedikit sesak,” jawab Ayah terdengar nafasnya sangat berat.

“Nanti akan ku bawakan obat sepulang dari toko,” kataku sambil berjalan pergi meninggalkan kamar Ayah.

Ku lihat Ibu sedang menyiapkan bubur dan teh hangat untuk Ayah, “Ibu aku pergi.”

“Hati-hati Hansel,” jawab Ibu dari dapur.

Langit hari ini mendung, seperti akan turun hujan lebat. Suram begitulah suasana hari ini sungguh tidak mengenakkan.

Untungnya hari ini aku lumayan sibuk, jadi perasaan suramku sedikit terlupakan. Aku hanya memfokuskan diri pada mengantarkan pesanan ini saja.

Setelah melalui hari yang panjang, terlihat awan senja sudah memunculkan wujudnya pertanda hari akan berakhir, seperti janjiku hari ini kepada Ayah, sebelum pulang ke rumah tak lupa aku pergi lagi ke apotek untuk membelikan obat untuk Ayah.

Saat aku sedang berbicara dengan apoteker yang ada di sini, perangkat komunikasiku berbunyi setelah ku lihat ternyata Ibu memanggilku.

'Ada apa Bu? Aku sedang di apotek untuk membelikan obat ayah,' bukan jawaban yang aku dengar dari Ibu tapi malah suara tangisan dari Ibu.

'Ibu kenapa, katakan padaku apa yang sedang terjadi?’ desak ku pada Ibu, tapi Ibu tak kunjung menjawab.

Tanpa pikir panjang aku langsung pergi dari sana untuk pulang secepat yang aku bisa, aku berlari seperti orang gila yang ku pikirkan hanyalah mencapai rumah secepat mungkin.

“Ibu!!” teriak ku setelah sampai rumah, ku lihat pintu kamar orangtua ku terbuka, segera aku berlari ke sana.

Ada seorang dokter di sini, lalu ku lihat Ibu menangis di samping Ayah, perlahan aku menghampiri Ayah yang sedang terbaring dengan mata tertutup.

Jangan bilang padaku sesuatu yang buruk terjadi pada ayahku.

“Ibu apa yang terjadi pada Ayah,” tanyaku sambil memeriksa tubuh Ayah.

“Maaf untuk mengatakan ini tuan Hansel, Ayah anda sudah tiada,” dokter itu berkata sambil menggelengkan kepala.

“Tidak, ini tidak benar bukan, Ibu dokter itu bercanda kan?” tanyaku dengan histeris kepada Ibu.

“Maafkan Ibu nak,” jawab Ibu dengan tersedu.

Aku rasakan tubuh ayahku sudah mulai dingin, tak ada tanda kehidupan darinya aku tidak menyangka Ayah akan meninggalkan aku dan Ibu seperti ini.

Aku menangis sambil memeluk tubuh Ayah yang mulai dingin. Ibu pun memeluk ku, aku dan Ibu menangis tersedu meratapi kepergian Ayah.

Setelah tenang aku menanyakan sesuatu kepada dokter, “Apa yang terjadi kepada ayahku dok?”

“Ayahmu terlalu stress hingga mengakibatkan sakit kepala yang berkelanjutan, berujung dengan sesak nafas yang mengakibatkan terjadinya serangan jantung,” jelas dokter tersebut kepadaku.

“Saat ibumu memanggilku, ayahmu sudah tidak ada, maafkan aku tidak bisa membawanya kembali tuan Hansel,” lanjutnya dan bersimpati kepadaku.

“Tidak apa-apa dokter, terimakasih telah membantu kami,” ucapku dengan tulus kepada dokter itu.

Aku mengantar dokter itu pulang, dan juga mengurus proses pemakaman untuk ayahku.

Setelah menyelesaikan proses pemakaman, aku dan Ibu kembali ke rumah, suasana rumah sangat suram tidak ada sedikit pun aura bahagia di sini.

“Istirahatlah Hansel,” Ibu berkata dengan lesu, sehabis mengatakan itu Ibu langsung masuk ke kamar meninggalkan aku sendirian di ruang tamu.

Jam sudah menunjukan pukul dua belas malam, ternyata sudah tengah malam ku putuskan untuk duduk sebentar di sini.

Tanpa terasa air mataku mengalir lagi, aku menangis tanpa suara, bagaimana nasib keluarga kami sekarang, apa yang harus aku lakukan.

Aku tidak tau apakah sanggup di tinggalkan oleh Ayah seperti ini, bagaimana aku harus melunasi hutang keluarga belum lagi harus menghidupi Ibu.

Aku pun sekarang tidak mempunyai pekerjaan, bagaimana masa depan kami jika seperti ini, aku merasakan stress yang amat sangat berat.

Tangisku tak kunjung berhenti, air mata ini terus turun mengaliri wajahku, ingin rasanya aku teriakan semua rasa frustasi ini.

Tanpa ku sadari aku tertidur di ruang tamu, sepertinya aku kelelahan menangis hingga tertidur disini. Ternyata sudah pagi, semalaman aku tidur disini ternyata.

Cepat-cepat aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bergegas pergi menjaga toko kue.

“Hansel Ibu pikir hari ini kita tidak perlu membuka toko,” ucap Ibu ketika melihatku akan pergi.

“Ahh... Begitu, aku hanya akan melihat dan membersihkan toko kalau seperti itu Ibu,” jawabku dan tetap pergi ke toko.

Lebih baik aku menyibukkan diri dengan kesibukan, dari pada harus larut dalam kesedihan.

Maka dari itu aku memutuskan untuk membersihkan toko dari pada berdiam diri di rumah.

Ketika aku sedang menyapu toko, televisi yang ada di toko sedang menyiarkan sebuah berita.

'Hari ini inovasi terbaru dari para ilmuan yang beberapa hari yang lalu dirilis akan segara di distribusikan untuk konsumsi publik...’

Kurang lebih seperti itu berita yang di siarkan, aku sedikit terganggu ketika mendengarkan berita ini.

Yaa... Terserah lah itu sudah bukan urusanku lagi, persetan dengan mereka dan makanan sialan itu.

Aku melanjutkan untuk menyapu dan membersihkan depan toko, belum ada sehari ditinggal tapi sudah banyak sampah berserakan di jalanan.

“Heii, Hansel!” aku mendengar seseorang memanggil namku.

Ku tolehkan kepala ku untuk mencari siapa yang memanggilku.

“Heyyoo, apa kabarmu temanku?” aku merasakan punggungku ditepuk dari belakang.

“Ahh kau ternyata Philip, apa mau mu?” ku tanya balik dia.

“Seperti biasa dibalas dengan ketus,” jawabnya.

“Terserah apa katamu,” kataku membiarkannya.

“Oiyaa, aku turut berduka untuk ayahmu Hansel,” katanya kemudian.

“Yaa, terimakasih.”

“Kau tau aku sedang mencari orang untuk bekerja denganku, apakah kau ingin ikut denganku?” tidak aku sangka ia akan mengajak ku untuk bekerja bersamanya.

“Eitsss jangan buru buru menjawab tidak, jika kau ingin ikut temui aku besok malam di gang sebelum jalan ke pusat kota,” dengan cepat ia berlari pergi sambil melambaikan tangan dari jauh kepadaku

Kebiasaan, begitulah Philip temanku dari bangku sekolah dulu, dia selalu ceria dan bersemangat, sepertinya aku tidak akan ikut bersamanya.

Aku tidak ingin merepotkannya, tapi sebenarnya aku membutuhkan pekerjaan lain, apa aku ikut saja dulu yaa.

Dasar Philip membuatku bingung saja, melupakan soal Philip aku melanjutkan bersih-bersih toko.

Sebelum pulang aku mampir sebentar untuk membelikan Ibu makan malam, semoga Ibu suka dengan makanan yang aku belikan untuknya.

Aku pulang ke rumah dengan sekantong makanan, “Ibu aku pulang, “ ujarku ketika sampai rumah.

“Aku membawakan makan malam untukmu Bu.”

Aku melangkah kan kaki ke dapur untuk menata makanan yang sudah ku beli, aku harap bisa makan bersama dengan Ibu.

Ku lihat Ibu menghampiriku, aku menyiapkan tempat duduk untuknya, “Ibu makanlah, aku sudah menyiapkannya.”

Malam itu kami pertama kali makan malam bersama tanpa adanya kehadiran Ayah.

“Hansel, bibi May teman Ibu memberi tahu untuk berhati hati, kabar tentang Energizer Food yang baru itu akan mengancam penjualan toko kue kita,” ujar Ibu mengagetkanku.

“Bibi May bilang hari ini tidak ada satu pun pelanggan yang datang untuk membeli kue di tokonya,” lanjut Ibu dengan lesu.

“Tidak mungkin akan separah itu dampak dari makanan liquid itu,” jawabku sedikit bingung.

“Yaa... Semoga saja tidak akan separah itu,” jawab Ibu sambil membersihkan piring kotor.

Semoga saja tidak akan terjadi sesuatu yang buruk esok hari.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sansan Fajrian
good story afterall good job
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status