Sesampainya di Shanghai, China-Christop langsung menghubungi Abraham ia memberi tau jika sedang berada di China.
"Topher!" teriakan itu membuat Christop menoleh. Hanya Abraham dan kedua orang tuanyalah yang memanggilnya dengan sebutan Topher.
Tersenyum hangat, senyum yang jarang ia perlihatkan ke semua orang. "Bagaimana kabarmu?" tanya Abraham membuka percakapan.
Keduanya berjalan beriringan menuju parkiran, lalu masuk ke dalam mobil melajukan mobilnya keluar dari bandara. "Baik. Kenapa bukan Jay yang menjemput? Apa kau tidak ada pekerjaan?"
Abraham menggeleng, "Tidak ada. Apa menjemput seorang kakak yang sudah lama tidak bertemu itu salah?"
"Tidak," jawab singkat Christop. "Bagaimana kabar perusahaan?"
"Baik, awal kau pergi memutuskan untuk mengalihkannya padaku semuanya sedikit kacau dan bermasalah. Tapi aku dengan segera bertindak tegas menanganinya." Jawab Abraham. "Dan sekarang setiap bulannya selalu mengalami kenaikan keuntungan yang sangat besar," lanjutnya.
Christop mengangguk paham, "Syukurlah. Berarti aku bisa mengandalkanmu."
"Tentu," jawab Abraham percaya diri.
Sesampainya di mansion yang luas dan besar, pagar berwarna putih tulang yang menjulang tinggi terbuka secara otomatis. Abraham melajukan mobilnya masuk melewati pekarangan mansion. Di sana terdapat air mancur, lalu sedikit bendungan kecil yang menyerupai sungai.
Christop menatap mansion yang ditinggali kedua orang tuanya, dia dan Abraham dulu. Di sini, begitu banyak kenangan yang Christop sendiri tidak bisa melupakannya. "Apa kau rindu suasana dulu?" tanya Abraham begitu memasuki mansion.
Beberapa pelayan yang sedang berada di sana menatap terkejut, berharap mereka tidak salah melihat jika majikannya mengunjungi mansion. Karena sudah beberapa tahun terakhir semenjak kematian orang tuanya Christop jarang mengunjungi mansion ini.
Christop menempatkan dirinya duduk bersandar di sofa bludru berwarna putih tulang, menghembuskan napasnya matanya menatap sekeliling. Menjelajahi isi yang ada di mansion ini, semuanya masih sama belum berubah. Christop mengangguk, "Tentu. Sudah lama aku tidak kemari."
Bahkan foto keluarga yang terpajang di dinding, lalu beberapa foto yang diletakkan di atas meja masih tertata rapi. "Semuanya masih sama," celetuk Christop.
Abraham yang duduk di sebelah Christop mengangguk, "Tentu. Karena aku tidak berani mengubah ini semua. Terlalu banyak kenangan di setiap letaknya."
Christop yang berada di mansion dan di Thailand akan berbeda. Jika di rumah ia akan menjadi orang yang hangat, hanya dengan Abraham. Tetapi jika di Thailand, Christop akan berubah menjadi monster. Menjadi pria yang kejam tanpa belas kasih.
"Sampai kapan kau akan berada di sini?" tanya Abraham.
"Besok pagi aku akan kembali lagi ke Thailand," jawab Christop membuat Abraham membeo. "Secepat itukah, Kak?"
Christop mengangguk, "Aku akan ke kamar untuk membersihkan diri. Karena nanti malam aku harus bertemu Chen," ujarnya.
"Itu menyangkut pekerjaan?" tanya Abraham. "Tidak usah kujawab pasti kau sudah tau Ab," balas Christop.
Abraham mendengus, sampai kapan kakaknya akan selesai berurusan dengan mafia itu. Ia hanya tidak ingin kakaknya terkena masalah, karena hanya tinggal Christoplah keluarga yang dipunya.
"Dan aku akan berhati-hati, kau tidak usah khawati," lanjut Christop menjawab pertanyaan dipikiran Abraham.
"Ku harap begitu," jawab Abraham.
Di depannya pintu berwarna putih tulang menyambut kedatangannya, masih sama ada sebua gantungan dengan nama Thoper di sana. Christop tersenyum, memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Lalu tangan kanannya bergerak membuka pintu.
Aroma pinus menyambut penciumannya, kamar yang sangat luas ini masih tertata rapi. Kamar dengan dominan warna hitam dan abu-abu ini memperlihatkan kesan maskulin.
Bahkan beberapa lembar foto hasil bidikannya masih pada tempatnya. Dan kamar ini terlihat bersih, mungkin dibersihkan setiap harinya tanpa merubah tatanan di setiap sudutnya.
°°°°°
"Apa kau sudah siap, sayang?" tanya Benjamin pada Cala.
Gadis itu mengangguk, "Sudah. Ah iya Pa, jalan-jalan selanjutnya aku ingin ke China!"
Benjamin tersenyum hangat, "Apa pun untukmu sayang."
"Terima kasih, Papa," ujar Cala memeluk Benjamin yang dibalas pria itu.
"Sebaiknya kita segera berangkat," ajak Benjamin. Cala mengangguk lalu keduanya berjalan beriringan menuju mobil yang sudah terparkir di halaman depan rumah.
Selama perjalanan menuju bandara, Cala tak henti-hentinya bercerita tentang pengalamannya selama ini ketika travelling. Pernah waktu itu, ketika Cala mendatangi Korea Selatan. Ia tak sengaja bertemu dengan para member Exo. Awalnya Cala tidak tau, tapi beberapa orang berbicara menggunakan bahasa inggris yang dimengerti, Cala jadi paham jika mereka adalah boyband terkenal asal Korea Selatan yang banyak digilai kaum hawa dari belahan penjuru dunia.
"Dan Papa tau? Mereka sangat tampan, aku jadi ingin menikahi salah satunya, Ah iya dengan Jongdae," gurau Cala berangan-angan.
Benjamin tergelak, "Berdoalah agar kau dijodohkan dengan salah satunya," jawabnya menanggapi.
"Ah, satu negara yang tak akan pernah aku lupakan," ujar Cala.
"Negara mana?" tanya Benjamin.
"Indonesia, ketika aku datang semua penduduknya ramah-ramah. Dan negaranya sangat unik, dan aku menyukainya. Mungkin Indonesia akan menjadi salah satu daftar negara untukku nanti ketika honeymoon," Cala terkekeh di akhir kalimat menyadari kekonyolannya.
"Apa kau sudah memiliki calon?"
Cala menggeleng, "Kekasih saja tidak punya," jawaban Cala membuat Benjamin tergelak kencang membuat Cala memajukan bibirnya kesal.
"Sudah sampai," ujar Benjamin memberhentikan mobilnya setelah terparkir.
Keduanya turun dari mobil, Benjamin membantu Cala membawa koper gadis itu. Sedangkan Cala hanya membawa tas jinjing berwarna coklat susu senada dengan dress yang dipakainya.
Lalu pemberitahuan jika penerbangan yang akan membawa ke Thailand akan segera berangkat. Cala segera mencium kedua pipi Benjamin, mengambil alih kopernya.
Benjamin mengusap kepala Cala, "Jaga diri dan jaga kesehatan. Jika sudah sampai hubungi papa." Cala tersenyum mengangguk. "Pasti!"
"Sampai ketemu minggu depan, Pa!" lanjut Cala.
"Hati-hati sayang," ujar Benjamin.
Selama perjalanan udara Cala hanya menghabiskan waktunya untuk tidur dan mengisi perutnya jika lapar.
Sesampainya di Bangkok, Thailand. Cala langsung menuju mobil yang akan membawanya menuju penginapannya. Kemarin, Benjamin sudah menyiapkan seseorang untuk mengantarkannya berkeliling selama di Thailand. Dan tentu saja akan mempermudah Cala.
Cala turun dari mobil, lalu langsung memasuki salah satu penginapan terkenal di Thailand yang sudah di siapkan Benjamin. Cala merasa senang, akhirnya papanya itu memperhatikannya. Dan melupakan pekerjaannya sejenak demi dirinya.
Merebahkan dirinya di atas kasur, Cala menatap langit-langit kamar. Koper yang dibawanya masih ia letakkan di depan lemari, mungkin nanti setelah mandi ia akan membereskannya.
°°°°°
"Kau ingin aku membantumu apa?'' tanya Christop pada pria bermata sipit yang duduk di depannya.
Dia Chen, "Aku ingin kau membunuh Frans. Aku akan membayarmu."
Christop mendengus, "Tapi aku bukan pembunuh bayaran."
"Aku hanya membunuh orang-orang yang menghalangi jalanku dan mengganggu milikku.''
"Tapi aku sangat membutuhkan bantuanmu," balas Chen.
"Kau seorang mafia, kenapa bukan kau sendiri saja yang turun tangan?" tanya Christop.
Sekarang mereka sedang berada di salah satu Kasino terkenal di kota Shanghai. Banyak orang berjudi, tentu dengan jumlah nominal uang yang sangat besar namun Christop tidak tertarik. Tadi Chen sudah mengajaknya tapi Christop menolak. "Kau tau sendiri Frans itu siapa," jawab Chen.
"Lebih baik kau akhiri saja hubunganmu dengan Yura."
Chen melototkan matanya, "Tapi aku masih mencintainya.''
"Kau mafia yang payah," ejek Christop membuat Chen mendengus tak suka, "Haruskan aku merengek padamu?" tanya Chen malas.
"Ku pastikan nanti malam semuanya sudah beres, dan besok aku akan kembali ke Thailand.''
"Secepat itukah?" tanya Chen.
Christop mengangguk, "Ada urusan yang harus cepat ku selesaikan."
"Aku pergi," ujar Christop beranjak dari duduknya.
"Kau tidak ingin sedikit bermain?" tanya Chen menawarkan.
Christop menggeleng, "Kau saja. Aku tidak berselera."
Perlahan Cala membuka matanya, ia lalu meraih ponsel yang berada di atas nakas samping kanan kasur."Sudah pagi ternyata," gumamnya. Merenggangkan ototnya, Cala bangun dari tidurnya, lalu bersandar pada kepala kasur.Agendanya hari ini adalah mendatangi Ayutthaya. Dari Bangkok ke Ayutthaya Cala memutuskan untuk menggunakan kereta api, dan perjalanan menuju ke sana sekitar 2 jam.Selesai membersihkan diri, Cala memutuskan untuk sarapan terlebih dulu.Cala juga memiliki list hopes nama tempat mana saja yang akan di kunjunginya selama dirinya berada di Thailand.Ayutthaya, Phuket, Pattaya dan masih banyak lagi. Cala menghela napasnya lalu berjalan melangkahkan kaki mulai menginjakkan tempat bersejarah itu.Pakaian yang cukup santai, jumpsuit di atas lutut yang mengekspos kaki jenjang putihnya yang mulus tanpa lengan. Ditambah kaca mata sudah bertengger di hidung
Christop mendengus, "Ada urusan apa kau kemari?""Berlibur?" Abraham balik bertanya."Bagaimana bisa kau berlibur dan meninggalkan pekerjaanmu!" geram Christop menatap adiknya kesal."Ish!" decak Abraham, "Bukankah tadi sore aku menelponmu dan memberi taukanmu, jika aku akan ke Thailand urusan pekerjaan," lanjut Abraham."Kau mengatakannya akan ke Thailand-""Ya! Dalam waktu minggu ini, Kakakku," lanjut Abraham menatap Christop kesal."Baiklah-baiklah terserah kau saja. Dan berapa lama kau akan berada di sini?" tanya Christop."Seminggu, mungkin?" jawab Abraham."Kau menginap di sini?"Abraham mendengus. "Lalu aku akan menginap di mana jika kakakku saja memiliki rumah di Thailand," ujarnya datar."Carilah kamar yang kau inginkan, karena aku ada urusan," ujar Christop lalu melanjutkan makannya tanpa pedul
“Ab apa kau nanti malam ada acara?" tanya Christop yang melihat Abrham sedang berenang.Abraham muncul ke permukaan begitu mendengar suara kakaknya, menggeleng. "Tidak. Memangnya ada apa?""Ikut denganku ke Pattaya, sedikit bersenang-senang?" Christop balik bertanya."Apakah di sana banyak wanita-wanita sexy?" tanya Abraham.Christop menangguk."Oke, kalo begitu aku ikut!" ujar Abraham semangat membuat Christop mendengus.°°°°°Cala merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya, rambutnya bergerak. Ia memandang hamparan pantai lewat balkonnya.Sejarah kota Pattaya tidak asing lagi di telinganya. Bahkan kota ini dijuluki sebagai surganya para lelaki. Jika malam hari, hingar bingar kota ini terpampang nyata. Bahkan sepanjang jalan kita dapat menemukan wanita-wanita prostitusi dengan pakaiannya yang begitu mencolok dan sexy.
Sesampainya di samping mobil, Christop membuka pintu dan mendorong tubuh Cala dengan kasar membuat gadis itu mengaduh sakit. Christop menutup pintu membantingnya hingga memunculkan suara debuman yang keras.Christop berjalan memutar menuju kursi kemudi, dan masuk lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat Cala memojokkan dirinya takut. "Bisakah kau pelankan laju mobilnya?" suara Cala mulai bergetar.Christop hanya melirik sekilas, lalu tersenyum miring. Dan ekspresi Cala yang ketakutan membuat Christop bahagia, hingga membuatnya menambah laju kecepatannya tanpa memperdulikan air mata Cala yang terus mengalir.Sesampainya di mansion milik Christop, pria itu segera turun dari mobilnya. Berjalan memutar, lalu membuka pintu penumpang. "Turun." Perintahnya datar.Cala menatap Christop takut. "Apa yang ingin kau lakukan padaku?" tanyanya pelan."Jangan banyak bert
Cala terbangun dengan napas tersenggal, hanya mimpi. Batinnya. Melirik jam di dinding ternyata hari masih gelap.Tapi semua itu terasa nyata, lumatan kecil di bibirnya lalu remasan di dadanya. Cala menggeleng. "Ini sungguh menjijikkan," gumamnya. Jika pun hanya mimpi, tapi bagaimana bisa dirinya memimpikan hal semacam itu.Merasa kerongkongannya kering, Cala berdecak ketika mengetahui di atas nakas tidak ada air. Itu berarti ia harus keluar kamar menuju dapur sedangkan ia sendiri tidak tau dimana letaknya.Ketika Cala akan berdiri, gadis itu tidak jadi dan mendudukkan tubuhnya pada pinggiran kasur. "Tunggu dulu," gumamnya sendiri. "Siapa yang mematikan lampu kamar? dan menggantinya menjadi lampu tidur?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.Lalu pandangan Cala beralih menatap baju tidur yang diberikan Christop. Ia dapat melihat kancing bawahnya terbuka dua. Cala menatap horor, dan memutuskan itu semu
Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini."Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya."Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gus
Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya."Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya.""Siapa dia?" t
Setelah membersihkan diri dan sarapan, Cala memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berkeliling mansion. Terus-menerus berada di dalam kamar membuatnya bosan. Cala merasa seperti seorang tahanan sekarang. Bahkan ia tidak bisa bergerak bebas karena sejak ia keluar dari mansion beberapa maid terus mengekor di belakangnya.Cala berbalik, menatap beberapa maid kesal. "Bisakah kalian tidak terus-menerus mengekoriku!"semua maid menunduk. "Tuan sudah menyuruh kami untuk mengikuti kemana pun, Nona pergi," jawab salah satunya.Cala mendengus, mengibas-ngibaskan tangannya. "Kalian tidak usah mengikutiku, beri tau saja di mana letak taman?""Cepat, tidak usah pakai lama," gerutu Cala karena melihat keterdiaman maid di depannya."Nona turun saja, lalu belok kiri dan jalan lurus. Nanti di sana akan ada pintu kaca, Nona buka saja."Tanpa menjawab, Cala langsung saja melangkahkan