Christopher Diwei Alexander. Pria berdarah dingin blesteran China - Inggris yang menetap di Thailand itu tak akan segan membunuh siapa saja yang akan menghalangi jalannya dan mengganggunya. Tampan dan digilai banyak wanita. Tapi tidak ada yang tau bahwa di balik wajah tampannya pria itu sangatlah kejam tidak berperasaan.
Lalu pertemuannya tidak sengaja dengan gadis berkebangsaan Rusia yang saat itu sedang berkunjung ke Thailand. Sarah Alana Benjamin, orang-orang terdekatnya memanggilnya Cala. Gadis ceria yang menyukai Travelling.
Seketika keceriaan itu sirna ketika dirinya bertemu dengan Christopher. Pria kejam berhati iblis. Dan Cala sangat membencinya.
°°°°°
"Papa, besok aku akan berangkat ke Thailand," suara lembut seorang gadis menyapa pendengaran Benjamin. Dia Giovanno Benjamin.
Pria tua itu menatap anak satu-satunya. Calanya sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang ceria sekarang, hingga Benjamin tidak ingat kapan terakhir kali ia menggendong putrinya. Mengantarkannya sekolah, dan bertanya meskipun sekedar 'apa di sekolah semua baik-baik saja?'
Ia terlalu sibuk mengurusi pekerjaannya. Menjadikannya pria yang gila kerja, tapi semua itu Benjamin memiliki alasan. Dan di balik itu semua hanyalah pengalihannya untuk tidak selalu mengingat istrinya, ibu Cala. Bella. Istrinya meninggal ketika dalam keadaan sakit.
Benjamin tersenyum menatap anak gadisnya. "Berapa lama kau akan di Thailand, sayang?"
Cala diam sejenak, "Mungkin sepekan.'' Benjamin mengangguk mengerti.
Dulu setelah kepergian ibunya Cala selalu murung dan berdiam di kamar. Lalu Benjamin menyibukkan diri dengan bekerja. Kematian Bella membuat keduanya tidak lagi berkumpul seperti dulu. Semuanya berubah.
Seakan rumah yang dulu ditinggali oleh keluarga yang harmonis menjadi sepi seperti tak berpenghuni. Lalu Cala yang lelah selalu murung, meratapi kepergian Bella mengalihkan semuanya dengan travelling.
Memutuskan untuk mengunjungi wisata-wisata di berbagai belahan dunia. Selama dua tahun, Cala sudah mendatangi hampir lima puluh negara. Dan Benjamin menyetujuinya, mungkin dengan begitu Cala tidak akan sedih lagi. Begitu pikirnya. Benjamin juga merasa mampu maka dari itu permintaan Cala diturutinya semua. "Baiklah, besok akan papa antar kamu."
Cala menatap Benjamin. "Apa Robert tidak bisa mengantarkanku?"
Benjamin menggeleng, "Papa hanya ingin mengantarkanmu saja. Apa itu tidak boleh?"
Cala terkekeh, "Tentu saja boleh, Pa!" Tiba-tiba saja hatinya menghangat. Karena sejak dulu selalu Robert yang mengantarkannya, dan untuk pertama kalinya dalam dua tahun Benjaminlah yang akan mengantarkannya.
Cala paham mengapa papanya seperti itu, maka dari itu ia tidak pernah mempermasalahkan. Dan meskipun papanya seperti itu Cala tetap menyayanginya. Ia memilih diam. Karena hanya Benjaminlah sekarang orang tua yang ia miliki.
"Apa kau sudah menyiapkan semua keperluanmu sayang?" tanya Benjamin.
Dengan berani Cala menyandarkan kepalanya pada bahu Benjamin membuat pria paruh baya itu terkejut. Lalu sedetik kemudian terbitlah senyuman dari bibirnya.
"Aku sudah menyiapkannya. Semuanya sudah beres Pa."
Benjamin mengangguk, "jika begitu tidurlah. Sudah larut malam," ujarnya.
"Aye-aye captain!" jawab Cala tersenyum lebar.
Mungkin ini akan menjadi awal yang indah untuknya.
°°°°°
Pria bertubuh tegap keluar dari sebuah ruangan. Mata sipitnya yang tajam menatap depan, rahangnya begitu tegas. Senyum puas terbit dari bibirnya, seperti sebuah seringaian.
"Buang mayatnya, dan jangan meninggalkan jejak!" Perintahnya dengan suara yang maskulin namun tegas.
Seorang pria yang disuruhnya mengangguk, tanpa menjawab langsung bergerak menuju ruangan yang tadi sempat didatangi Christop. Ya, Christopher Diwei Alexander. Seorang psychopath berdarah dingin blesteran China-Inggris.
Tidak hanya psychopath Christop juga seorang mafia. Semua orang yang berurusan di dunia underground sudah dipastikan mengenal siapa itu Christopher Diwei Alexander. Pria kejam berhati iblis tanpa belas kasihan.
Christop melangkahkan kakinya keluar menuju bugatti berwarna hitam kesayangannya yang sudah terpakir di depan pintu.
Melajukan mobilnya diatas kecepatan rata-rata, Christop tersenyum lebar. Entah ini target yang sudah keberapa kalinya ia tidak tau. Yang terpenting ia sudah merasa puas sekarang bisa membunuh seorang politikus terkenal di negaranya dengan tangannya sendiri.
Christop melajukan mobilnya menuju bandara, siang ini ia harus pergi ke China karena ada seseorang yang meminta bantuannya. Ia bisa saja menggunakan pesawat pribadi miliknya, tapi entahlah ia hanya tidak ingin sekarang.
Ada beberapa alasan yang membuat Christop menjadi dingin dan psycho. Hanya saja alasan itu tidak bisa dijelaskan. Semua akan membuatnya mengingat masa lalu. Dulu, Christop tidak seperti itu. Ia pria yang baik, ramah. Memiliki perusahaan besar yang dikelolanya semua karyawan menghormati dan segan padanya.
Tapi tiba-tiba semua berubah begitu cepat. Membuat semua orang bertanya-tanya. Dan sekarang perusahaan yang ditinggali orang tuanya itu ia alihkan pada adiknya, Abraham Diwei Alexander.
Ponselnya berdering, tangan kirinya mengambil ponsel yang berada di saku celananya dan tangan kanannya memegang stir mobil. Lalu menggeser tombol hijau, menempelkannya pada telinga.
"Aku sedang dalam perjalanan menuju bandara," jawab Christop datar. "Kau tunggu saja." Lanjutnya lalu mematikan sambungan telepon.
Tidak bisakah sahabatnya itu menunggunya sebentar. Pria itu bernama Chen Hui Ying. Seorang mafia kelas kakap di China. Christop bisa saja menetap di China, tempat kelahirannya. Tapi ia memilih untuk tinggal di Thailand, mengubah kartu kependuduknya menjadi warga negara gajah putih itu.
Sesampainya di Shanghai, China-Christop langsung menghubungi Abraham ia memberi tau jika sedang berada di China."Topher!" teriakan itu membuat Christop menoleh. Hanya Abraham dan kedua orang tuanyalah yang memanggilnya dengan sebutan Topher.Tersenyum hangat, senyum yang jarang ia perlihatkan ke semua orang. "Bagaimana kabarmu?" tanya Abraham membuka percakapan.Keduanya berjalan beriringan menuju parkiran, lalu masuk ke dalam mobil melajukan mobilnya keluar dari bandara. "Baik. Kenapa bukan Jay yang menjemput? Apa kau tidak ada pekerjaan?"Abraham menggeleng, "Tidak ada. Apa menjemput seorang kakak yang sudah lama tidak bertemu itu salah?""Tidak," jawab singkat Christop. "Bagaimana kabar perusahaan?""Baik, awal kau pergi memutuskan untuk mengalihkannya padaku semuanya sedikit kacau dan bermasalah. Tapi aku dengan segera bertindak tegas menanganinya." Jawab Abraham. "Dan se
Perlahan Cala membuka matanya, ia lalu meraih ponsel yang berada di atas nakas samping kanan kasur."Sudah pagi ternyata," gumamnya. Merenggangkan ototnya, Cala bangun dari tidurnya, lalu bersandar pada kepala kasur.Agendanya hari ini adalah mendatangi Ayutthaya. Dari Bangkok ke Ayutthaya Cala memutuskan untuk menggunakan kereta api, dan perjalanan menuju ke sana sekitar 2 jam.Selesai membersihkan diri, Cala memutuskan untuk sarapan terlebih dulu.Cala juga memiliki list hopes nama tempat mana saja yang akan di kunjunginya selama dirinya berada di Thailand.Ayutthaya, Phuket, Pattaya dan masih banyak lagi. Cala menghela napasnya lalu berjalan melangkahkan kaki mulai menginjakkan tempat bersejarah itu.Pakaian yang cukup santai, jumpsuit di atas lutut yang mengekspos kaki jenjang putihnya yang mulus tanpa lengan. Ditambah kaca mata sudah bertengger di hidung
Christop mendengus, "Ada urusan apa kau kemari?""Berlibur?" Abraham balik bertanya."Bagaimana bisa kau berlibur dan meninggalkan pekerjaanmu!" geram Christop menatap adiknya kesal."Ish!" decak Abraham, "Bukankah tadi sore aku menelponmu dan memberi taukanmu, jika aku akan ke Thailand urusan pekerjaan," lanjut Abraham."Kau mengatakannya akan ke Thailand-""Ya! Dalam waktu minggu ini, Kakakku," lanjut Abraham menatap Christop kesal."Baiklah-baiklah terserah kau saja. Dan berapa lama kau akan berada di sini?" tanya Christop."Seminggu, mungkin?" jawab Abraham."Kau menginap di sini?"Abraham mendengus. "Lalu aku akan menginap di mana jika kakakku saja memiliki rumah di Thailand," ujarnya datar."Carilah kamar yang kau inginkan, karena aku ada urusan," ujar Christop lalu melanjutkan makannya tanpa pedul
“Ab apa kau nanti malam ada acara?" tanya Christop yang melihat Abrham sedang berenang.Abraham muncul ke permukaan begitu mendengar suara kakaknya, menggeleng. "Tidak. Memangnya ada apa?""Ikut denganku ke Pattaya, sedikit bersenang-senang?" Christop balik bertanya."Apakah di sana banyak wanita-wanita sexy?" tanya Abraham.Christop menangguk."Oke, kalo begitu aku ikut!" ujar Abraham semangat membuat Christop mendengus.°°°°°Cala merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya, rambutnya bergerak. Ia memandang hamparan pantai lewat balkonnya.Sejarah kota Pattaya tidak asing lagi di telinganya. Bahkan kota ini dijuluki sebagai surganya para lelaki. Jika malam hari, hingar bingar kota ini terpampang nyata. Bahkan sepanjang jalan kita dapat menemukan wanita-wanita prostitusi dengan pakaiannya yang begitu mencolok dan sexy.
Sesampainya di samping mobil, Christop membuka pintu dan mendorong tubuh Cala dengan kasar membuat gadis itu mengaduh sakit. Christop menutup pintu membantingnya hingga memunculkan suara debuman yang keras.Christop berjalan memutar menuju kursi kemudi, dan masuk lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat Cala memojokkan dirinya takut. "Bisakah kau pelankan laju mobilnya?" suara Cala mulai bergetar.Christop hanya melirik sekilas, lalu tersenyum miring. Dan ekspresi Cala yang ketakutan membuat Christop bahagia, hingga membuatnya menambah laju kecepatannya tanpa memperdulikan air mata Cala yang terus mengalir.Sesampainya di mansion milik Christop, pria itu segera turun dari mobilnya. Berjalan memutar, lalu membuka pintu penumpang. "Turun." Perintahnya datar.Cala menatap Christop takut. "Apa yang ingin kau lakukan padaku?" tanyanya pelan."Jangan banyak bert
Cala terbangun dengan napas tersenggal, hanya mimpi. Batinnya. Melirik jam di dinding ternyata hari masih gelap.Tapi semua itu terasa nyata, lumatan kecil di bibirnya lalu remasan di dadanya. Cala menggeleng. "Ini sungguh menjijikkan," gumamnya. Jika pun hanya mimpi, tapi bagaimana bisa dirinya memimpikan hal semacam itu.Merasa kerongkongannya kering, Cala berdecak ketika mengetahui di atas nakas tidak ada air. Itu berarti ia harus keluar kamar menuju dapur sedangkan ia sendiri tidak tau dimana letaknya.Ketika Cala akan berdiri, gadis itu tidak jadi dan mendudukkan tubuhnya pada pinggiran kasur. "Tunggu dulu," gumamnya sendiri. "Siapa yang mematikan lampu kamar? dan menggantinya menjadi lampu tidur?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.Lalu pandangan Cala beralih menatap baju tidur yang diberikan Christop. Ia dapat melihat kancing bawahnya terbuka dua. Cala menatap horor, dan memutuskan itu semu
Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini."Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya."Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gus
Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya."Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya.""Siapa dia?" t