Christop mendengus, "Ada urusan apa kau kemari?"
"Berlibur?" Abraham balik bertanya.
"Bagaimana bisa kau berlibur dan meninggalkan pekerjaanmu!" geram Christop menatap adiknya kesal.
"Ish!" decak Abraham, "Bukankah tadi sore aku menelponmu dan memberi taukanmu, jika aku akan ke Thailand urusan pekerjaan," lanjut Abraham.
"Kau mengatakannya akan ke Thailand-"
"Ya! Dalam waktu minggu ini, Kakakku," lanjut Abraham menatap Christop kesal.
"Baiklah-baiklah terserah kau saja. Dan berapa lama kau akan berada di sini?" tanya Christop.
"Seminggu, mungkin?" jawab Abraham.
"Kau menginap di sini?"
Abraham mendengus. "Lalu aku akan menginap di mana jika kakakku saja memiliki rumah di Thailand," ujarnya datar.
"Carilah kamar yang kau inginkan, karena aku ada urusan," ujar Christop lalu melanjutkan makannya tanpa peduli dengan Abraham yang melongo.
Tanpa disuruh Abraham mengambil kursi untuk duduk disebelah Christop lalu ikut menyantap makanan yang terhidang dan Chtistop hanya melirik saja tanpa bersuara.
°°°°°
Pagi ini Cala memutuskan untuk pergi ke pantai Railay hingga sore, lalu setelahnya ia akan mengunjungi Pattaya dan menginap beberapa hari di sana.
Cala tertarik dengan Pattaya ketika malam hari. Katanya di sana adalah surganya kaum adam. Dan di sana lebih enak jika mengunjunginya ketika malam hari. Oh, ia jadi tidak sabar untuk segera sampai di Pattaya.
Sesampainya di pantai Railay, Cala langsung meletakkan tas, kaca mata, dan topinya di atas meja yang sudah tersedia di pinggiran pantai. Lalu tanpa malunya Cala langsung melepas dress tanpa lengannya itu meninggalkan bikini berwarna pink soft yang melekat di tubuhnya, dan pergerakan Cala tak lepas dari beberapa pasang mata keranjang milik para lelaki yang jaraknya tidak jauh dari tempat Cala berdiri.
"Dasar mata keranjang," gumam Cala berdecih. Kedua tangannya ia kibas-kibaskan tepat di depan wajahnya. “Matahari yang cukup terik,” gumamnya menghela napas.
Melangkahkan kakinya mendekati bibir pantai, Cala mulai membidik pemandangan sekitar dengan kamera kesayangannya.
"Kau sungguh sexy, Nona," kalimat yang dilontarkan seseorang membuat Cala menoleh ke kanan dan mendapati dua seorang lelaki sedang menatapnya dengan pandangan menggoda.
Cala mendengus, tanpa menjawab ia memutuskan untuk meninggalkan kedua lelaki itu. "Mau kemana kau?!" ujar salah satunya mencekal tangan Cala.
Gadis itu menatap kesal, lalu menghempaskan cekalannya. "Brengsek, lepaskan!"
"Wow, kau sungguh galak Nona," ujar pria berambut coklat kemerahan.
"Persetan dengan itu, jangan coba-coba menggodaku, jerk!" sentak Cala sebelum akhirnya ia memutuskan untuk berlari.
Cala membungkuk, mengatur napasnya. "Huft, untung saja," gumamnya, Cala menengok ke belakang dan mendapati dirinya sudah cukup aman dari jangkauan kedua lelaki mesum yang sempat menggodanya.
°°°°°
Inilah saat-saat yang ditunggu Christop. Di depannya, pria yang mungkin umurnya sekitaran papanya duduk dengan dokumen di depannya. "Ini dokumen sesuai dengan yang anda perintahkan, Sir," ujar pria paruh baya itu sopan.
Christop mengangguk, dan langsung mengambil map yang berisikan dokumen itu. Dan perlahan ia mulai membuka dan membacanya.
Christop begitu cermat membacanya, hingga tidak melompati sedikitpun. "Giovanno Benjamin?" gumam Christop.
Pria paruh baya bernama Hansel itu menatap Christop. "Dia adalah mantan mafia di Rusia, Sir."
Rahang Christop mengeras, "Berita menariknya adalah anak Giovanno sedang berada di Thailand, Sir." Hansel memberi tau.
Christop mendongak, menaikkan sebelah alisnya tertarik. Lalu senyum smirk terbit di bibirnya. "Siapa namanya?" tanya Christop.
"Sarah Alana Benjamin," jawaban Hansel membuat Christop semakin gencar. Anak dari mantan mafia itu adalah perempuan. Dan ini akan semakin menarik, begitu batinnya.
"Cari tau di mana dia sekarang!'' perintah Christop dengan tegas.
"Saya sudah tau Sir, dia sekarang sedang berada di pantai Railay lalu sore nanti ia akan menginap di Pattaya." Lagi-lagi jawaban Hansel membuat Christop berdecak kagum.
"Aku memang tidak salah untuk memperkejakanmu, Paman." Christop menatap pria paruh baya itu kagum.
Ya, Christop cukup tau jika pria di depannya adalah kepercayaan orang tuanya sejak dulu dan ia menghargai dan sudah menganggap Hansel sebagai pamannya sendiri, begitu pun dengan Abraham.
"Terima kasih atas kepercayaanmu," ujar Hansel tersenyum hangat. Ah, Christop jadi mengingat papanya.
"Kalau begitu nanti malam mungkin aku akan ke Pattaya dengan Abraham, sedikit mencuci mata." Hansel terkekeh dan menular pada Christop.
Hansel pun juga tau kenapa Christop berubah menjadi dingin. Dan menyuruhnya ikut ke Thailand daripada di China dengan Abraham.
"Paman, apa kau memiliki foto anak dari Giovanno?" tanya Christop bersuara.
"Aku sudah menyiapkannya di map, baliklah." Jawab Hansel memberi tau, dan Christop langsung membalik map yang dibawanya. Dan, gotcha! Christop menatap satu lembar berukuran sedang itu. Di sana terpampang jelas gadis bermata hijau dengan rambut coklatnya dengan wajah datar.
"Beautiful girl," decakan kagum keluar dari mulut Christop. Sedangkan Hansel menatap Christop dengan tatapan penuh arti. Ada secuil harapan yang ada di hatinya.
°°°°°
Bulir-bulir keringat sudah membanjiri tubuh Cala, gadis itu mengusap pelipisnya. Dan pergerakan Cala sungguh menggoda. Sekarang Cala sudah memakai bajunya kembali, dan sore ini ia memutuskan untuk segera ke Pattaya.
Sehari sebelum keberangkatannya ke Thailand, Cala sudah menyiapkan semuanya mulai dari penginapan dan sebagainya sehingga tidak menyusahkannya ketika ia sampai nanti.
"Kau ingin minum, Nona?" tawar sopir pribadinya yang sudah menua.
Cala menggeleng. "Tidak terima kasih. Aku ingin segera sampai di penginapan," jawab Cala halus.
Dalam perjalanan Cala memutuskan untuk melakukan video call dengan papanya. Dering ke tiga belum juga diangkat, hingga dering ke lima disana sudah menampilkan wajah Giovanno yang tersenyum.
"Papaaa, Cala rinduuu." Rengek Cala seperti anak kecil begitu wajah papanya terlihat.
Giovanno terbahak melihat anaknya yang merengek. "Ah, Papa juga rindu, sayang."
"Kapan kau akan pulang?" tanya Giovanno.
Cala diam sedikit berpikir, "Aku akan pulang hari sabtu, Pa."
"Baik, nanti jika kau sudah sampai Rusia beri tau Papa. Biar Papa yang menjemputmu."
Cala mengangguk antusias, mengacungkan jempolnya. "Siap Papa sayang."
"Nanti lagi ya, aku sudah sampai di Pattaya," lanjut Cala. "Bye, Pa!"
Sesampainya di salah satu penginapan daerah Pattaya, Cala segera turun dan melangkahkan kakinya memasuki penginapan.
°°°°°
"Ab, apa kau nanti malam ada acara?" tanya Christop yang melihat Abrham sedang berenang.
Abraham muncul ke permukaan begitu mendengar suara kakaknya, menggeleng. "Tidak. Memangnya ada apa?"
"Ikut denganku ke Pattaya, sedikit bersenang-senang?" Christop balik bertanya.
"Apakah di sana banyak wanita-wanita sexy?" tanya Abraham.
Christop menangguk.
"Oke, kalo begitu aku ikut!" ujar Abraham semangat membuat Christop mendengus. “Woah, Pattaya surga dunia,” lanjut Abraham bersorak, ia akan memanjakan matanya malam ini.
“Ab apa kau nanti malam ada acara?" tanya Christop yang melihat Abrham sedang berenang.Abraham muncul ke permukaan begitu mendengar suara kakaknya, menggeleng. "Tidak. Memangnya ada apa?""Ikut denganku ke Pattaya, sedikit bersenang-senang?" Christop balik bertanya."Apakah di sana banyak wanita-wanita sexy?" tanya Abraham.Christop menangguk."Oke, kalo begitu aku ikut!" ujar Abraham semangat membuat Christop mendengus.°°°°°Cala merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya, rambutnya bergerak. Ia memandang hamparan pantai lewat balkonnya.Sejarah kota Pattaya tidak asing lagi di telinganya. Bahkan kota ini dijuluki sebagai surganya para lelaki. Jika malam hari, hingar bingar kota ini terpampang nyata. Bahkan sepanjang jalan kita dapat menemukan wanita-wanita prostitusi dengan pakaiannya yang begitu mencolok dan sexy.
Sesampainya di samping mobil, Christop membuka pintu dan mendorong tubuh Cala dengan kasar membuat gadis itu mengaduh sakit. Christop menutup pintu membantingnya hingga memunculkan suara debuman yang keras.Christop berjalan memutar menuju kursi kemudi, dan masuk lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat Cala memojokkan dirinya takut. "Bisakah kau pelankan laju mobilnya?" suara Cala mulai bergetar.Christop hanya melirik sekilas, lalu tersenyum miring. Dan ekspresi Cala yang ketakutan membuat Christop bahagia, hingga membuatnya menambah laju kecepatannya tanpa memperdulikan air mata Cala yang terus mengalir.Sesampainya di mansion milik Christop, pria itu segera turun dari mobilnya. Berjalan memutar, lalu membuka pintu penumpang. "Turun." Perintahnya datar.Cala menatap Christop takut. "Apa yang ingin kau lakukan padaku?" tanyanya pelan."Jangan banyak bert
Cala terbangun dengan napas tersenggal, hanya mimpi. Batinnya. Melirik jam di dinding ternyata hari masih gelap.Tapi semua itu terasa nyata, lumatan kecil di bibirnya lalu remasan di dadanya. Cala menggeleng. "Ini sungguh menjijikkan," gumamnya. Jika pun hanya mimpi, tapi bagaimana bisa dirinya memimpikan hal semacam itu.Merasa kerongkongannya kering, Cala berdecak ketika mengetahui di atas nakas tidak ada air. Itu berarti ia harus keluar kamar menuju dapur sedangkan ia sendiri tidak tau dimana letaknya.Ketika Cala akan berdiri, gadis itu tidak jadi dan mendudukkan tubuhnya pada pinggiran kasur. "Tunggu dulu," gumamnya sendiri. "Siapa yang mematikan lampu kamar? dan menggantinya menjadi lampu tidur?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.Lalu pandangan Cala beralih menatap baju tidur yang diberikan Christop. Ia dapat melihat kancing bawahnya terbuka dua. Cala menatap horor, dan memutuskan itu semu
Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini."Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya."Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gus
Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya."Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya.""Siapa dia?" t
Setelah membersihkan diri dan sarapan, Cala memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berkeliling mansion. Terus-menerus berada di dalam kamar membuatnya bosan. Cala merasa seperti seorang tahanan sekarang. Bahkan ia tidak bisa bergerak bebas karena sejak ia keluar dari mansion beberapa maid terus mengekor di belakangnya.Cala berbalik, menatap beberapa maid kesal. "Bisakah kalian tidak terus-menerus mengekoriku!"semua maid menunduk. "Tuan sudah menyuruh kami untuk mengikuti kemana pun, Nona pergi," jawab salah satunya.Cala mendengus, mengibas-ngibaskan tangannya. "Kalian tidak usah mengikutiku, beri tau saja di mana letak taman?""Cepat, tidak usah pakai lama," gerutu Cala karena melihat keterdiaman maid di depannya."Nona turun saja, lalu belok kiri dan jalan lurus. Nanti di sana akan ada pintu kaca, Nona buka saja."Tanpa menjawab, Cala langsung saja melangkahkan
Seketika senyum miring mengembang di bibir merahnya. Senyum yang membuat siapa saja bergidik ngeri melihatnya.Ia mengambil sebuah ID card dalam saku yang ada di balik tuxedo yang dipakainya, untuk memudahkannya mengakses masuk ke dalam. Secara otomatis pintu terbuka, setelah Christop menempelkan ID cardnya di dekat pintu sebelah kanan. Ia berdecak, tersenyum miring.Ketika Christop sudah masuk, pria itu dapat melihat ruangan itu kosong. Ugh, sepertinya dia sedang bermain di kamarnya eh? Batinnya tersenyum.Dengan lihai ia melangkahkan kakinya menuju pintu di bagian ujung kiri yang berdekatan dengan sebuah sofa bludru berwarna abu-abu.Suara desahan seorang wanita terdengar diindra pendengarannya, membuat Christop bergumam jijik. Betapa bodohnya pria tua bangka itu tidak membuat kamar kedap suara sehingga membuat suara menjijikkan itu terdengar. Begitu batin Christop.Pintu t
Aroma mawar yang menguar, membuat Cala nyaman dan lebih menenggelamkan tubuhnya ke dalam hingga memperlihatkan kepalanya saja.Tak terasa Cala menghabiskan waktu selama tiga puluh menit hanya untuk berendam, membersihkan diri. Ia mengikat tali bathrobe lalu melangkahkan kakinya keluar kamar mandi."Aku baru saja akan menghampirimu karena berpikir kau tertidur," gerutu Christop membuat Cala yang sedang menunduk seketika mendongak.Tatapan mereka bertemu membuat Cala salah tingkah karena Christop yang menatapnya begitu intens. "Ah, maafkan aku," ujar Cala."Dokternya sudah datang, dia akan memeriksamu sekarang," kata Christop memberi tau.Cala mengangguk. "Aku akan memakai baju terlebih dulu.""Tidak usah, kau tetaplah pakai bathrobenya," jawab Christop. "Lagipula dokternya seorang wanita."Setelah mengatakan itu Christop keluar, dan masuklah seorang wanita muda berja