Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.
Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.
Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.
Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya.
"Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.
Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya."
"Siapa dia?" tanya Giovanno.
"Christopher Diwei Alexander, seorang mafia dan psikopat berdarah dingin dengan catatan pembunuhan mencapai angka ratusan dalam sebulan," jelas Klaus pada Giovanno yang masih meninggalkan tanda tanya besar.
"Akan aku jelaskan secara rinci setelah aku mendapatkan satu bukti terpenting terlebih dulu," jelas Klaus. "Dan jangan terburu-buru karena Sarah akan baik-baik saja."
Giovanno menghela napasnya kasar. "Aku harus menunggu berapa lama lagi?"
Klaus diam. "Aku tidak bisa memastikan itu. Tapi secepatnya akan aku selesaikan."
"Karena jika kau bertindak gegabah, aku tidak bisa memastikan semua akan baik-baik saja," lanjut Klaus.
"Apa maksudmu? Bisa kau jelaskan secara rinci?" tanya Giovanno kesal.
Klaus menatap Giovanno. "Kau pasti tau apa yang ku maksud. Lagipula kau adalah mantan mafia, dan pasti tidak bodoh."
Selepas kepergian Kalus, membuat Giovanno tak habis pikir dengan jalan pikiran pria itu. Tinggal berbicara dan memberitahunya, apakah sesusah itu? Gerutunya dalam hati.
Lalu tatapannya menyendu, melihat foto Cala yang terpampang di meja kerjanya. Di s ana, putrinya tersenyum begitu bahagia dengan istrinya. Kedua malaikat bak bidadarinya itu selalu saja mencuri hati dan pikirannya. Membayangkan Cala dalam bahaya membuatnya bersumpah akan menghancurkan siapa saja yang membuat putrinya tersiksa.
Sekalipun dia adalah seorang psikopat.
°°°°°
Cala berjalan beriringan dengan Christop, tangan pria itu setia menggenggam tangan mungil Cala.
Mereka memasuki sebuah gedung yang sudah disulap menjadi mewah. Nuansa merah maroon begitu terkesan sangat elegan. Ditambah bunga mawar merah menjadi hiasannya.
Ternyata dress codenya pun adalah merah hitam. Untuk para wanita adalah merah dan pria berwarna hitam. Dan Christop, Cala pun sangat serasi dengan pakaian mereka. Cala dengan dress merah maroonnya selutut dengan bagian bawah mengembang dan bagian bahu model sabrina membuat terekspos meskipun tidak sepenuhnya. Sedangkan Christop dengan tuxedo berwarna senada seperti dress Cala dipadukan dengan kemeja berwarna hitam.
Dan tidak sedikit dari mereka yang menatap keduanya kagum, memuja sejak memasuki pintu masuk.
Christop menarik Cala membawanya menuju teman bisnisnya. "Ku pikir kau tidak datang," celetuk pria langsung mengajak Christop bersalaman yang dibalas pria itu.
Christop tersenyum. "Aku tidak mungkin melewatkan acara ini."
"Ah, siapa wanita yang ada di sampingmu?" tanya pria itu menggoda.
Christop langsung saja memeluk pinggang Cala possesif. "Dia wanitaku," jawabnya dingin.
"Dia sangat cantik," goda pria itu mengedipkan sebelah matanya genit membuat Cala sedikit risih. "Siapa namamu, Nona?" tanyanya.
Ketika hendak membuka mulutnya menjawab, Christop sudah terlebih dulu menariknya pergi. Meninggalkan pria itu yang terkekeh.
Ponsel Christop bergetar, membuatnya segera meraih di saku celananya. "Kau tetap di sini, dan jangan coba-coba untuk kabur dariku," bisik Christop sebelum melangkah pergi untuk menjawab telepon.
Padahal baru saja Cala akan memikirkan cara untuk kabur, tapi ternyata pria itu sudah mengetahui pikirannya. Cala menggerutu dalam hati.
Hingga sepuluh menit.
Lima belas menit, Christop tidak kunjung datang membuat Cala kesal. Dan tanpa pikir panjang, ia melangkahkan kakinya keluar gedung untuk kabur.
Karena yang sekarang ada dipikirannya adalah pergi menjauh dari pria psikopat itu.
Cala bernapas lega ketika dirinya sudah berada di jalan raya, tanpa pikir panjang ia melepas high heelsnya dan berlari secepat mungkin.
Entah sudah sejauh apa dirinya berlari, Cala berlutut merasakan napasnya yang tidak beraturan. Dan Cala belum menyadari tiga pria bertubuh besar menglilinginya.
Cala berdiri tegak dan terkejut, ketika hendak berlari salah satu pria dari ketiganya langsung mencekal tangannya dan menariknya hingga membawanya di sebuah lorong dengan penerangan yang minim.
"Kau sungguh cantik, Nona," ujar pria berkepala botak sedangkan Cala bergerak mundur begitu pria yang menyeretnya tadi menghempaskan tubuhnya.
Pria dengan beberapa luka jahit di wajahnya tersenyum miring. "Dia sungguh cantik. Aku tidak sabar ingin segera mencobanya," celetuknya membuat Cala bergidik ngeri.
"Jangan mendekat!" teriak Cala begitu melihat pria berkepala botak mulai mendekat dan memegang pergelangan kaki Cala hingga membuat pergerakannya terhenti.
Keringat dingin sudah membasahi Cala, wajahnya pun sudah pucat pasi. Dalam hati ia terus merapalkan doa. Berharap seseorang menolongnya. Dan kabur adalah keputusan yang sangat disesalinya.
Ketika ketiga pria itu hendak mendekat, dan akan menyobek dress Cala suara tembakan pistol membuat mereka terkejut begitupun dengan Cala.
"Jika kalian berani menyentuhnya, aku tidak akan segan-segan menarik pelatuknya mengenai jantung kalian," suara seorang yang begitu dingin dan mengintimidasi membuat ketiga preman itu takut.
Sedangkan Cala yang mendengar suara itu entah ia harus bersyukur atau sebaliknya. Cala benar-benar tidak tau.
"Pergi, atau aku akan membunuh kalian!" ujarnya dingin, dia Christop.
Ketiga preman itu langsung kabur, membuat Christop tersenyum miring.
Dengan langkah mengintimidasi, Christop menghampiri Cala. "Berusaha kabur eh?"
Dengan sekali hentakan pergelangan tangan Cala sudah berada di genggamannya. Menariknya kasar membuat Cala kesusahan mengikuti langkah lebar Christop apalagi Cala sudah merasakan nyeri di kakinya tanpa alas itu.
Sesampainya di mansion, Christop langsung membawa Cala menuju kamarnya. Menghempaskan tubuh mungil itu tanpa banyak bicara. Christop menatap tajam Cala, membuatnya beringsut takut.
"Kau harus menerima hukumannya, baby" Christop tersenyum miring.
Cala menggeleng tegas. "Ku mohon jangan lakukan."
Christop terkekeh. "Kau tau jika kau berani kabur lagi dariku...." Mengambil lembar foto menunjukkannya pada Cala lalu melanjutkan. "Pria ini, aku tidak segan-segan untuk membunuhnya," lanjutnya begitu dalam membuat Cala tercekat melihat foto itu adalah seseorang yang sangat berharga baginya.
Cala menggeleng, dengan napas tersenggal dan air matanya yang terus mengalir. "Ku mohon jangan lakukan itu. Ku mohon, jangan," lirihnya penuh permohonan.
Cala tidak akan membiarkan pria psikopat di depannya ini menyakiti papanya. Tidak akan pernah. Jika, dirinya harus menjadi sandera di sini, tidak apa. Cala akan bertahan.
Setelah membersihkan diri dan sarapan, Cala memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berkeliling mansion. Terus-menerus berada di dalam kamar membuatnya bosan. Cala merasa seperti seorang tahanan sekarang. Bahkan ia tidak bisa bergerak bebas karena sejak ia keluar dari mansion beberapa maid terus mengekor di belakangnya.Cala berbalik, menatap beberapa maid kesal. "Bisakah kalian tidak terus-menerus mengekoriku!"semua maid menunduk. "Tuan sudah menyuruh kami untuk mengikuti kemana pun, Nona pergi," jawab salah satunya.Cala mendengus, mengibas-ngibaskan tangannya. "Kalian tidak usah mengikutiku, beri tau saja di mana letak taman?""Cepat, tidak usah pakai lama," gerutu Cala karena melihat keterdiaman maid di depannya."Nona turun saja, lalu belok kiri dan jalan lurus. Nanti di sana akan ada pintu kaca, Nona buka saja."Tanpa menjawab, Cala langsung saja melangkahkan
Seketika senyum miring mengembang di bibir merahnya. Senyum yang membuat siapa saja bergidik ngeri melihatnya.Ia mengambil sebuah ID card dalam saku yang ada di balik tuxedo yang dipakainya, untuk memudahkannya mengakses masuk ke dalam. Secara otomatis pintu terbuka, setelah Christop menempelkan ID cardnya di dekat pintu sebelah kanan. Ia berdecak, tersenyum miring.Ketika Christop sudah masuk, pria itu dapat melihat ruangan itu kosong. Ugh, sepertinya dia sedang bermain di kamarnya eh? Batinnya tersenyum.Dengan lihai ia melangkahkan kakinya menuju pintu di bagian ujung kiri yang berdekatan dengan sebuah sofa bludru berwarna abu-abu.Suara desahan seorang wanita terdengar diindra pendengarannya, membuat Christop bergumam jijik. Betapa bodohnya pria tua bangka itu tidak membuat kamar kedap suara sehingga membuat suara menjijikkan itu terdengar. Begitu batin Christop.Pintu t
Aroma mawar yang menguar, membuat Cala nyaman dan lebih menenggelamkan tubuhnya ke dalam hingga memperlihatkan kepalanya saja.Tak terasa Cala menghabiskan waktu selama tiga puluh menit hanya untuk berendam, membersihkan diri. Ia mengikat tali bathrobe lalu melangkahkan kakinya keluar kamar mandi."Aku baru saja akan menghampirimu karena berpikir kau tertidur," gerutu Christop membuat Cala yang sedang menunduk seketika mendongak.Tatapan mereka bertemu membuat Cala salah tingkah karena Christop yang menatapnya begitu intens. "Ah, maafkan aku," ujar Cala."Dokternya sudah datang, dia akan memeriksamu sekarang," kata Christop memberi tau.Cala mengangguk. "Aku akan memakai baju terlebih dulu.""Tidak usah, kau tetaplah pakai bathrobenya," jawab Christop. "Lagipula dokternya seorang wanita."Setelah mengatakan itu Christop keluar, dan masuklah seorang wanita muda berja
Cala menelan salivanya dengan susah payah. Kepalanyap un masih tertunduk hingga ia dapat melihat sepasang sepatu berada tepat di depannya. Dan Cala yakin itu adalah kaki milik Christop."Tuan, bukankah ketika anda menelepon saya masih berada di Turki?" tanya Hansel memecahkan keheningan.Christop berdeham. "Aku memutuskam untuk pulang karena merindukan jalang kecilku."Hati Cala tertohok mendengar kata jalang yang dilontarkan Christop, karena ia tau kalimat yang dimaksud pria di depannya adalah dirinya. Air matanya mendesak ingin keluar, ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa Christop sudah sangat keterlaluan, karena dengan mudahnya mengatakan kata terkutuk itu. Cala tak habis pikir, padahal Christoplah yang membuat dirinya menjadi seorang jalang. Menyetubuhinya setiap saat dan seenaknya."Paman, pergilah!" lanjut Christop mengusir Hansel, dan pria paruh baya itu menunduk hormat sebelum melangkah per
Christop menggeram kesal ketika kebutuhan biologisnya harus gagal begitu saja ketika mereka berdua akan melepas orgasme bersama-sama.Ia menatap paman Hansel datar. "Kau menggangguku, Paman."Pria paruh baya itu menunduk, "Maafkan saya Tuan. Saya tidak bermaksud–""Sudahlah. Apa yang ingin Paman bicarakan?" tanya Christop.Hansel memberikan sebuah map. "Ini tentang Serkan Van Houten. Ternyata dia di balik dalang semua ini. Dan dia menuduh istrinya menjadi tersangka.""Apa alasan dia menuduh istrinya?" tanya Christop dengan pandangan serius."Ternyata istrinya mengetahui jika Serkan berselingkuh, dan juga mengetahui rencana Serkan yang akan membunuhnya.""Oh jadi yang dia ceritakan jauh dari kata fakta. Sudah kuduga dari awal jika pria itu sangat licik," komentar Christop yang diangguki Hansel."Apa rencana anda kali ini, Tuan?" tan
"KU BILANG PERGI!" teriakan Cala menggema di seluruh ruangan.Seorang maid yang tadi diutus Christop langsung mendatangi Cala, "Nona, Tuan Christop menyuruh saya untuk membawa Nona ke hadapan Tuan.""AKU TIDAK PEDULI!" sentak Cala dengan napas terengah.Sudah kurang lebih satu jam maid itu tidak henti-hentinya memaksa Cala untuk menemui Christop tapi ditolaknya mentah-mentah. Ia tidak peduli, persetan dengan semuanya Cala tidak takut dengan Christop meskipun hati kecilnya sedikit gemetar jika melihat wajah iblis itu.Maid itu menghela napas, lelah karena Cala sejak tadi sudah menolaknya mentah. Mungkin ia harus berpikir keras untuk menjelaskan pada tuannya itu. "Baiklah, jika Nona perlu bantuan. Nona panggil saya saja."Cala hanya diam, tidak menjawab perkataan maid itu.Ia mencoba bernapas secara teratur. Dadanya terasa sesak hanya dengan mendengar nama Christop. Ingin
Cala meringkuk dalam tidurnya, bahkan ia masih mengunci pintu kamarnya. Tidak berniat membuka sama sekali, meskipun beberapa maid terus menyuruh Cala untuk dibukakan.Dan selama dua hari, Cala belum mengisi perutnya. Bahkan ia membiarkan rasa lapar menggerogoti. Cala tidak peduli, jika ia harus mati karena kelaparan.Wajahnya memucat, bibirnya mengering bahkan badannyapun sedikit mengurus. Cala bersandar pada kepala ranjang. Kepalanya bahkan sangat pusing, penglihatannya sedikit berkunang-kunang.Apalagi pergelangan tangannya membengkak, meninggalkan bekas yang membiru dengan luka-luka kecil yang masih sedikit basah. Hingga bunyi 'klik' menyapa indra pendengaran Cala membuat gadis itu meringkukkan tubuhnya, menggelamkan tubuhnya di balik selimut. Ia merasa bahwa yang datang adalah Christop.Mengingat pasti jika pria itu memiliki cara untuk membuka pintu yang hanya diketahui dirinya saja. Hingga kasur yan
Cala ingin berjalan-jalan mengelilingi mansion, padahal hari sudah malam.Cala merapatkan mantel coklatnya, menghirup udara malam. Perasaannya seketika menghangat. Ya, ia hanya membutuhkan kenyamanan, ketenangan untuk saat ini. Meskipun hanya semalam. Cala tidak perduli.Suasana mansion sangat sepi dan sunyi, mengingat malam sudah pukul setengah dua belas. Para pelayan sudah beristirahat, hanya menyisakan beberapa penjaga yang masih terjaga memantau keadaan mansion ini.Hingga tidak terasa, langkah kaki Cala membawanya menuju sebuah lorong. Tidak ada orang-orang bertubuh tegap dengan pakaian serba hitam yang berjaga di sini.Hanya beberapa obor yang menempel di dinding yang menjadi penerangannya. Penasaran, Cala melangkahkan kakinya masuk. Ia terus berjalan menyusuri lorong dengan berhati-hati, sebisa mungkin ia tidak menimbulkan suara. Hingga sebuah tangga terlihat oleh pandangannya, Cala hendak t