Cala terbangun dengan napas tersenggal, hanya mimpi. Batinnya. Melirik jam di dinding ternyata hari masih gelap.
Tapi semua itu terasa nyata, lumatan kecil di bibirnya lalu remasan di dadanya. Cala menggeleng. "Ini sungguh menjijikkan," gumamnya. Jika pun hanya mimpi, tapi bagaimana bisa dirinya memimpikan hal semacam itu.
Merasa kerongkongannya kering, Cala berdecak ketika mengetahui di atas nakas tidak ada air. Itu berarti ia harus keluar kamar menuju dapur sedangkan ia sendiri tidak tau dimana letaknya.
Ketika Cala akan berdiri, gadis itu tidak jadi dan mendudukkan tubuhnya pada pinggiran kasur. "Tunggu dulu," gumamnya sendiri. "Siapa yang mematikan lampu kamar? dan menggantinya menjadi lampu tidur?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.
Lalu pandangan Cala beralih menatap baju tidur yang diberikan Christop. Ia dapat melihat kancing bawahnya terbuka dua. Cala menatap horor, dan memutuskan itu semua bukanlah mimpi tapi kenyataan.
Dan, siapa yang berbuat cabul seperti ini? Batinnya berteriak kesal.
Lelah memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di otaknya. Cala memutuskan untuk segera melangkahkan kakinya keluar, mengambil minum.
Sungguh, haus ini sangat menyiksanya.
Gelap.
Sepi.
Itulah kata yang terlintas di otaknya, hanya cahanya remang-remang yang menemaninya sepanjang jalan.
Dapat Cala akui jika rumah ini sangat besar bahkan terlewat mewah. Dominan warna putih tulang dan merah maroon.
Kaki telanjangnya tanpa alas kaki itu menuruni tangga, hingga membawanya pada lantai satu. Cala memutuskan untuk ke arah kiri, berpikir jika mungkin letak dapur ada di sana.
Batinnya berteriak girang ketika sudah menemukan dapur.
Dengan langkah lebar Cala mengambil gelas lalu menuangkan air putih dan menegaknya hingga tandas. Cala menghela napasnya, semoga saja tidak ada yang melihatnya disini batinnya.
Ketika hendak berbalik, karena penerangan yang sangat minim membuat kening Cala menyentuh sesuatu. Cala mendongak dan akan berteriak jika saja seseorang itu tidak segera membekap mulutnya.
Christop menarik tubuh Cala yang masih dalam bekapannya, lalu menekan saklar lampu membuat seketika dapur menjadi terang. "Lepaskan!" kesal Cala menatap Christop tajam.
Christop tersenyum miring, perlahan melepaskan bekapannya dan mendekatkan diri pada Cala hingga tidak ada jarak di antara mereka. "Sepertinya kau tidak diajari sopan santun ya."
"Jaga ucapanmu!" balas Cala tidak terima.
Christop terkekeh, membuat Cala mengernyit. "Lalu apa mengambil minum di rumah orang lain tanpa ijin itu sopan?"
"Aku hanya haus, aku butuh minum," jawab Cala. "Bahkan ini sudah larut malam untuk ijin kepadamu!" lanjutnya.
"Ah, mungkin menguncimu di kamar itu adalah yang terbaik," gumam Christop.
"Kau tidak bisa seenaknya padaku! Aku ingin pulang, kembali ke Rusia!"
Christop menatap Cala tajam, menggeleng tegas. "Kau tidak akan pulang, sebelum semuanya terbalaskan."
Cala menatap Chrsitop tidak mengerti. "Apa maksudmu?"
Christop tidak menjawab pertanyaan Cala dan malah menarik pergelangan tangan gadis itu membuatnya meringis karena bekasnya yang memerah belum sembuh. "Bisakah kau tidak menggenggam pergelanganku terlalu kuat? Kau menyakitiku!" Cala memprotes.
Christop hanya melirik. "Aku tidak peduli."
Setibanya di kamar yang Cala tempati, Christop membanting tubuh Cala membuat gadis itu terhuyung dan terjatuh di atas kasur. Berdecih, "Kau!" geram Cala tak terima.
Christop menaikkan sebelah alisnya. "Kau harus membayar semua kesalahan Giovanno Benjamin di masa lalu, Sarah Alana Benjamin."
Cala terkejut mendengar kalimat Christop. Apa yang sebenarnya terjadi. Batinnya berteriak.
"Apa kesalahan yang diperbuat papaku sehingga kau berbuat kejam dan kasar padaku?" tanya Cala emosi.
Christop terkekeh, begitu menyeramkan. "Kesalahan yang tidak bisa dimaafkan. Dan kau harus menerima balasannya, hanya kaulah aku bisa membalaskan dendam."
Cala mulai menatap Chrisrop was-was dengan perasaan takut. "Apa yang kau inginkan?"
"Kematian," jawab Christop santai tapi cukup menakutkan di mata Cala.
Lalu Christop berjalan mendekat ke arah Cala, meraih bahu gadis itu dan berkata. "Perlahan namun pasti. Karena aku ingin Giovanno merasakan apa yang aku rasakan, kehilangan seorang dicintainya dan berarti di hidupnya?"
"Menarik bukan?" tanya Christop terkekeh begitu menakutkan membuat Cala tidak sadar sudah mengeluarkan air matanya.
°°°°°
Perlahan Cala membuka matanya menyesuaikan cahaya sinar matahari yang perlahan menerobos melalui gorden. Cala merasakan pening di kepalanya akibat semalam terus menangis.
Mengingat tingkah pria yang tidak ia ketahui namanya yang menurutnya sangat menyeramkan.
Dan Cala yakin jika pria itu adalah psychopath gila.
Sibuk dengan pikirannya, pintu terbuka. Seorang wanita muda dan wanita paruh baya dengan membawa makanan dan kotak yang entah apa isinya Cala tidak tau menghampirinya.
"Nona, sebaiknya anda membersihkan diri terlebih dulu. Baru setelahnya sarapan," ujar wanita paruh baya menatap Cala.
Cala menatap tidak mengerti, lalu setelahnya mengangguk. "Apa anda ingin saya bantu membersihkan diri?" tawarnya.
Cala menggeleng, memangnya dia anak kecil apa? gerutunya dalam hati. "Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri."
"Baiklah jika begitu kita permisi," kata wanita muda. Cala mengangguk.
Setelah kepergian dua maid itu, Cala meraih kotak yang berada di atas kasur, membukanya. Sebuah dress dengan–celana dalam lengkap dengan bra senada? Cala menatap horror.
Bagaimana bisa pria itu mengetahui ukuran pakaian dalamnya? Batinnya menerka-nerka.
"Cepatlah bersiap dan habiskan sarapanmu!" suara seorang yang dikenalnya membuat Cala menoleh cepat.
Christop menatap Cala. "Tidak usah bertanya-tanya dari mana aku tau ukuran bramu," kata Chrsitop.
"Aku tunggu kau tiga puluh menit dari sekarang," lanjut Christop dingin.
"Kau mau membawaku ke mana?" tanya Cala.
"Tidak usah banyak bertanya, waktumu tinggal dua puluh delapan menit dari sekarang," jawab Christop sebelum pergi meninggalkan Cala yang terbengong.
Cala sudah siap dengan dress selutut. Rambutnya ia biarkan tergerai, lalu berjalan menuruni tangga.
"Di mana majikanmu?" tanya Cala pada salah satu maid yang kebetulan lewat.
Maid itu menunduk. "Tuan Christop ada di halaman depan, Nona," jawabnya.
Oh Christop nama pria brengsek itu. Batin Cala mengangguk paham.
Setelah mendengar jawaban maid, Cala segera melangkahkan kakinya menuju Christop.
"Ehem," dehem Cala membuat Christop menoleh.
"Ikut denganku!" Titah Christop menarik tangan Cala.
"Ih lepaskan! Aku tidak mau ikut denganmu!" sentak Cala berusaha melepas cekalan Christop.
Christop mengabaikan sentakan Cala, dan malah menarik kencang tangan gadis itu. Membuka pintu mobil, lalu mendorong tubuh Cala masuk sedikit membanting.
Sesampainya di salah satu butik terkenal di Bangkok, Christop membuka pintu penumpang. "Turun," ujar Christop dingin.
Cala diam, melipat tangannya pada dadanya. Christop yang jengkel menarik paksa Cala. "Jangan bertingkah seperti anak kecil atau kau akan tau akibatnya," ancam Christop membuat Cala sedikit takut dan memilih menuruti pria itu.
Keduanya memasuki butik, semua karyawan wanita mulai berbisik-bisik sembari melihat ke arah Christop. Seketika pria itu menjadi pusat perhatian membuat Cala yang berada di sampingnya risih.
"Ada yang bisa saya bantu?" tawar seorang wanita dengan nada centil.
Christop menatap wanita itu datar, lalu menoleh sebentar ke arah Cala yang terganggu karena keadaan sekitar. "Carikan gaun yang pas untuk istriku," katanya merangkul bahu Cala membuat gadis itu terkejut.
Sedangkan wanita di depannya? Membeo tidak percaya sekaligus malu.
Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini."Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya."Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gus
Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya."Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya.""Siapa dia?" t
Setelah membersihkan diri dan sarapan, Cala memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berkeliling mansion. Terus-menerus berada di dalam kamar membuatnya bosan. Cala merasa seperti seorang tahanan sekarang. Bahkan ia tidak bisa bergerak bebas karena sejak ia keluar dari mansion beberapa maid terus mengekor di belakangnya.Cala berbalik, menatap beberapa maid kesal. "Bisakah kalian tidak terus-menerus mengekoriku!"semua maid menunduk. "Tuan sudah menyuruh kami untuk mengikuti kemana pun, Nona pergi," jawab salah satunya.Cala mendengus, mengibas-ngibaskan tangannya. "Kalian tidak usah mengikutiku, beri tau saja di mana letak taman?""Cepat, tidak usah pakai lama," gerutu Cala karena melihat keterdiaman maid di depannya."Nona turun saja, lalu belok kiri dan jalan lurus. Nanti di sana akan ada pintu kaca, Nona buka saja."Tanpa menjawab, Cala langsung saja melangkahkan
Seketika senyum miring mengembang di bibir merahnya. Senyum yang membuat siapa saja bergidik ngeri melihatnya.Ia mengambil sebuah ID card dalam saku yang ada di balik tuxedo yang dipakainya, untuk memudahkannya mengakses masuk ke dalam. Secara otomatis pintu terbuka, setelah Christop menempelkan ID cardnya di dekat pintu sebelah kanan. Ia berdecak, tersenyum miring.Ketika Christop sudah masuk, pria itu dapat melihat ruangan itu kosong. Ugh, sepertinya dia sedang bermain di kamarnya eh? Batinnya tersenyum.Dengan lihai ia melangkahkan kakinya menuju pintu di bagian ujung kiri yang berdekatan dengan sebuah sofa bludru berwarna abu-abu.Suara desahan seorang wanita terdengar diindra pendengarannya, membuat Christop bergumam jijik. Betapa bodohnya pria tua bangka itu tidak membuat kamar kedap suara sehingga membuat suara menjijikkan itu terdengar. Begitu batin Christop.Pintu t
Aroma mawar yang menguar, membuat Cala nyaman dan lebih menenggelamkan tubuhnya ke dalam hingga memperlihatkan kepalanya saja.Tak terasa Cala menghabiskan waktu selama tiga puluh menit hanya untuk berendam, membersihkan diri. Ia mengikat tali bathrobe lalu melangkahkan kakinya keluar kamar mandi."Aku baru saja akan menghampirimu karena berpikir kau tertidur," gerutu Christop membuat Cala yang sedang menunduk seketika mendongak.Tatapan mereka bertemu membuat Cala salah tingkah karena Christop yang menatapnya begitu intens. "Ah, maafkan aku," ujar Cala."Dokternya sudah datang, dia akan memeriksamu sekarang," kata Christop memberi tau.Cala mengangguk. "Aku akan memakai baju terlebih dulu.""Tidak usah, kau tetaplah pakai bathrobenya," jawab Christop. "Lagipula dokternya seorang wanita."Setelah mengatakan itu Christop keluar, dan masuklah seorang wanita muda berja
Cala menelan salivanya dengan susah payah. Kepalanyap un masih tertunduk hingga ia dapat melihat sepasang sepatu berada tepat di depannya. Dan Cala yakin itu adalah kaki milik Christop."Tuan, bukankah ketika anda menelepon saya masih berada di Turki?" tanya Hansel memecahkan keheningan.Christop berdeham. "Aku memutuskam untuk pulang karena merindukan jalang kecilku."Hati Cala tertohok mendengar kata jalang yang dilontarkan Christop, karena ia tau kalimat yang dimaksud pria di depannya adalah dirinya. Air matanya mendesak ingin keluar, ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa Christop sudah sangat keterlaluan, karena dengan mudahnya mengatakan kata terkutuk itu. Cala tak habis pikir, padahal Christoplah yang membuat dirinya menjadi seorang jalang. Menyetubuhinya setiap saat dan seenaknya."Paman, pergilah!" lanjut Christop mengusir Hansel, dan pria paruh baya itu menunduk hormat sebelum melangkah per
Christop menggeram kesal ketika kebutuhan biologisnya harus gagal begitu saja ketika mereka berdua akan melepas orgasme bersama-sama.Ia menatap paman Hansel datar. "Kau menggangguku, Paman."Pria paruh baya itu menunduk, "Maafkan saya Tuan. Saya tidak bermaksud–""Sudahlah. Apa yang ingin Paman bicarakan?" tanya Christop.Hansel memberikan sebuah map. "Ini tentang Serkan Van Houten. Ternyata dia di balik dalang semua ini. Dan dia menuduh istrinya menjadi tersangka.""Apa alasan dia menuduh istrinya?" tanya Christop dengan pandangan serius."Ternyata istrinya mengetahui jika Serkan berselingkuh, dan juga mengetahui rencana Serkan yang akan membunuhnya.""Oh jadi yang dia ceritakan jauh dari kata fakta. Sudah kuduga dari awal jika pria itu sangat licik," komentar Christop yang diangguki Hansel."Apa rencana anda kali ini, Tuan?" tan
"KU BILANG PERGI!" teriakan Cala menggema di seluruh ruangan.Seorang maid yang tadi diutus Christop langsung mendatangi Cala, "Nona, Tuan Christop menyuruh saya untuk membawa Nona ke hadapan Tuan.""AKU TIDAK PEDULI!" sentak Cala dengan napas terengah.Sudah kurang lebih satu jam maid itu tidak henti-hentinya memaksa Cala untuk menemui Christop tapi ditolaknya mentah-mentah. Ia tidak peduli, persetan dengan semuanya Cala tidak takut dengan Christop meskipun hati kecilnya sedikit gemetar jika melihat wajah iblis itu.Maid itu menghela napas, lelah karena Cala sejak tadi sudah menolaknya mentah. Mungkin ia harus berpikir keras untuk menjelaskan pada tuannya itu. "Baiklah, jika Nona perlu bantuan. Nona panggil saya saja."Cala hanya diam, tidak menjawab perkataan maid itu.Ia mencoba bernapas secara teratur. Dadanya terasa sesak hanya dengan mendengar nama Christop. Ingin