Perlahan Cala membuka matanya, ia lalu meraih ponsel yang berada di atas nakas samping kanan kasur.
"Sudah pagi ternyata," gumamnya. Merenggangkan ototnya, Cala bangun dari tidurnya, lalu bersandar pada kepala kasur.
Agendanya hari ini adalah mendatangi Ayutthaya. Dari Bangkok ke Ayutthaya Cala memutuskan untuk menggunakan kereta api, dan perjalanan menuju ke sana sekitar 2 jam.
Selesai membersihkan diri, Cala memutuskan untuk sarapan terlebih dulu.
Cala juga memiliki list hopes nama tempat mana saja yang akan di kunjunginya selama dirinya berada di Thailand.
Ayutthaya, Phuket, Pattaya dan masih banyak lagi. Cala menghela napasnya lalu berjalan melangkahkan kaki mulai menginjakkan tempat bersejarah itu.
Pakaian yang cukup santai, jumpsuit di atas lutut yang mengekspos kaki jenjang putihnya yang mulus tanpa lengan. Ditambah kaca mata sudah bertengger di hidungnya, dengan topi besar yang melindungi dari teriknya matahari.
Beberapa jepretan sudah ia dapatkan, kamera kesayangnnya pun bahkan sudah menggantung di lehernya.
°°°°°
"Apa kau tidak bisa lebih lama lagi kak?" tanya Abraham yang mengantarkan Christop ke bandara.
Christop menggeleng. "Ada urusan penting yang harus ku selesaikan."
Abraham berdecak. "Tapi kau harus berjanji padaku satu hal."
Christop menaikkan sebelah alisnya. "Are you kidding me? Kau seperti anak kecil, Ab!"
"Ayolah berjanjilah padaku," Abraham merengek seperti anak kecil, kadang Christop berdecak kesal adiknya itu akan memanggilnya dengan embel-embel kak jika ada sesuatu. Jika tidak, maka cukup Thoper tanpa kak di depannya. Dasar menyebalkan. Batinnya.
Mengangguk pasrah. "Baiklah. Cepat katakan."
"Nanti ketika ulang tahunku, kau harus membawa wanita ke sini," ujar Abraham.
Christop membelalakkan matanya. "Kau serius dengan permintaanmu?"
Abraham mengangguk. "Dan dia adalah kekasihmu, tidak boleh meminjam wanita atau pelacur-pelacur di tempat laknat yang biasa kau datangi," tambahnya.
"Kita lihat saja nanti."
"Tapi kau sudah berjanji padaku kak!"
"Aku tidak mengatakannya jika ya," balas Christop.
Abraham mendengus. "Kau menyebalkan!"
Sesampainya di bandara, keduanya turun. Abraham mengantarkan Christop hingga lobi. "Aku akan merindukanmu, Kak!" ujar Abraham bernada sedih, bahkan bocah ingusan itu menangis membuat Christop terbahak.
"Kau menggelikan, Ab!" Christop terbahak. "Sudahlah jangan menangis, lagipula jika urusanku telah selesai aku akan kembali ke China," putus Christop.
Abraham menatap Christop. "Sungguh?"
Christop mengangguk. "Aku akan berangkat!"
"Kau tidak ingin memelukku sebagai salam perpisahan, Kak?" tanya Abraham.
Christop mendengus, tapi ia tetap memeluk adiknya itu. "Hati-hati, kak!"
Sesampainya di Thailand, Christop langsung masuk ke dalam mobil yang sudah menunggunya sejak lima belas menit yang lalu di bandara.
"Antarkan aku ke mansion," ujar Christop pada sopir pribadinya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk sampai di mansion miliknya yang berada di kawasan Bangkok.
Tatapannya terarah pada luar, matahari begitu terik membuatnya kadang malas untuk ke mana-mana. Besok, seorang suruhannya yang melacak tentang seseorang yang membunuh orang tuanya akan membawakan dokumen-dokumennya.
Dan orang suruhannya itu berhasil menemukannya. Christop tersenyum miring, ia tidak sabar mengetahui semuanya dan menjalankan dendamnya yang sudah ia rencanakan untuk membalas kematian orang tuanya.
°°°°°
Cala menghela napasnya, menyeka keringatnya yang berada di pelipis. "Huft."
Memutuskan untuk mencari tempat duduk, dan beristirahat. Gadis itu sudah puas berkeliling. Dan nanti sore ia akan mengunjungi Chiang Mai untuk berbelanja dan mencoba kuliner yang berada disana karena Cala pernah melihat-lihat jika Chiang Mai termasuk tempat kuliner dan berbelanja bisa tawar menawar.
Melihat jam yang berada di ponselnya, sekarang sudah menunjukkan pukul dua belas siang, dan Cala memutuskan untuk segera menuju stasiun kereta api. Karena Cala ingin segera sampai di penginapan dan istirahat sebentar. Karena ia akan berjalan-jalan lagi sorenya.
Sesampainya di stasiun Bangkok, Cala sudah dijemput oleh sopir utusan papanya yang sudah ditugaskan untuk mengantarkannya ke mana pun selama berada di Thailand.
Cala menghela napasnya, langsung saja ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur tanpa melepas sepatunya. Topi yang dipakainyapun ia lempar ke sembarang arah. Dan perlahan matanya tertutup, gadis itu tertidur.
16.00
Cala membuka matanya perlahan, melirik jam yang ada di dinding sekarang sudah menunjukkan pukul empat sore. Cala bangun dari tidurnya, kakinya mulai melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Merendamkan tubuhnya ke dalam bathup Cala merasakan sensasi yang begitu mendambakan. Aroma mawar menguar, begitu harum. Memejamkan matanya Cala menikmatinya.
Oh, sepertinya Cala akan menunda keberangkatannya menuju Chiang Mai hanya untuk berendam.
Butuh waktu setengah jam untuk Cala menyelesaikan ritual berendam dan membersihkan dirinya. Bathrobe berwarna putih sudah menutupi tubuhnya. Cala mulai mencari-cari baju yang sudah ia siapkan untuk pergi kulineran dan berbelanja.
Dan Cala menggunakan atasan baju model sabrina dan bawahan celana pendek di atas lutut berwarna senada. Rambutnya pun Cala putuskan untuk dikepang rembet.
"Pak, antar aku ke Chiang Mai," ujar Cala begitu masuk ke dalam mobil.
Sopir itu mengangguk, dan langsung melesatkan mobilnya membelah kota Bangkok di sore hari menuju Chiang Mai.
Menunggu perjalanan, Cala menyumpal telinganya dengan headset lagu mulai mengalun, membuat terkadang Cala mengikutinya meskipun pelan. Dan harus kalian tau, jika Cala memiliki suara yang indah.
°°°°°
Baru saja ia akan beristirahat, Christop sudah mendapatkan telepon dari adiknya Abraham. "Ya! Ada apa kau menelponku, Ab!" geram Christop membuat Abraham yang mendengar terbahak.
"Santai kak, aku hanya akan memberi tahumu jika dalam waktu minggu ini aku akan ke Thailand."
"Ada urusan apa?"
"Ada urusan pekerjaan di sana,"
"Oh."
"Hanya oh?" decak Abraham.
Christop mendengus. "Terserah kau mau kemari atau tidak aku tidak peduli."
"Aku ingin istirahat," ketus Christop lalu menutup sambungan telepon.
"Bocah itu benar-benar menggangguku." Gerutu Christop kesal.
Lalu langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.
°°°°°
Matahari mulai nampak, sinarnya mulai menerobos ke celah-celah jendela membuat sang empu yang sedang tertidur terusik.
Christop perlahan membuka matanya. Melirik jam di dinding sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan ia sudah tidur sejak tadi sore sehabis Abraham menelponnya.
Christop menghela napasnya, nanti siang seorang suruhannya sudah siap dengan dokumen-dokumen yang diinginkan. Dan ia akan tau secepatnya. Meraih ponselnya, ia mencari nomor seseorang.
"Nanti siang datang ke mansionku. Jam sebelas aku tunggu, dan jangan terlambat," ujar Christop begitu teleponnya diangkat.
"Baik, Sir." Jawab seseorang dari seberang. Tanpa berujar lagi, Christop memutus sambungan telepon dan memutuskan untuk mandi.
Selesai mandi, Christop melangkahkan kaki keluar kamar. Di meja makan, makanan sudah terhidang. Christop duduk, lalu mulai mengambil daging domba yang dipanggang dan mulai melahapnya. "Topher!" teriakan itu membuat Christop hampir tersedak karena terkejut.
Christop mendelik begitu tau dalang di balik itu semua adalah adiknya sendiri, Abraham Diwei Alexander. "Kau!" geram Christop menatap adiknya penuh kesal.
Sedangkan Abraham hanya menatap Christop dengan tampang wajah tanpa dosanya, dengan kedua jari yang terangkat membentuk V. Abraham menyengir. "Maafkan aku, Kak. Aku tidak bermaksud mengejutkanmu, hehe."
Christop mendengus, "Ada urusan apa kau kemari?""Berlibur?" Abraham balik bertanya."Bagaimana bisa kau berlibur dan meninggalkan pekerjaanmu!" geram Christop menatap adiknya kesal."Ish!" decak Abraham, "Bukankah tadi sore aku menelponmu dan memberi taukanmu, jika aku akan ke Thailand urusan pekerjaan," lanjut Abraham."Kau mengatakannya akan ke Thailand-""Ya! Dalam waktu minggu ini, Kakakku," lanjut Abraham menatap Christop kesal."Baiklah-baiklah terserah kau saja. Dan berapa lama kau akan berada di sini?" tanya Christop."Seminggu, mungkin?" jawab Abraham."Kau menginap di sini?"Abraham mendengus. "Lalu aku akan menginap di mana jika kakakku saja memiliki rumah di Thailand," ujarnya datar."Carilah kamar yang kau inginkan, karena aku ada urusan," ujar Christop lalu melanjutkan makannya tanpa pedul
“Ab apa kau nanti malam ada acara?" tanya Christop yang melihat Abrham sedang berenang.Abraham muncul ke permukaan begitu mendengar suara kakaknya, menggeleng. "Tidak. Memangnya ada apa?""Ikut denganku ke Pattaya, sedikit bersenang-senang?" Christop balik bertanya."Apakah di sana banyak wanita-wanita sexy?" tanya Abraham.Christop menangguk."Oke, kalo begitu aku ikut!" ujar Abraham semangat membuat Christop mendengus.°°°°°Cala merasakan semilir angin yang menerpa wajahnya, rambutnya bergerak. Ia memandang hamparan pantai lewat balkonnya.Sejarah kota Pattaya tidak asing lagi di telinganya. Bahkan kota ini dijuluki sebagai surganya para lelaki. Jika malam hari, hingar bingar kota ini terpampang nyata. Bahkan sepanjang jalan kita dapat menemukan wanita-wanita prostitusi dengan pakaiannya yang begitu mencolok dan sexy.
Sesampainya di samping mobil, Christop membuka pintu dan mendorong tubuh Cala dengan kasar membuat gadis itu mengaduh sakit. Christop menutup pintu membantingnya hingga memunculkan suara debuman yang keras.Christop berjalan memutar menuju kursi kemudi, dan masuk lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata membuat Cala memojokkan dirinya takut. "Bisakah kau pelankan laju mobilnya?" suara Cala mulai bergetar.Christop hanya melirik sekilas, lalu tersenyum miring. Dan ekspresi Cala yang ketakutan membuat Christop bahagia, hingga membuatnya menambah laju kecepatannya tanpa memperdulikan air mata Cala yang terus mengalir.Sesampainya di mansion milik Christop, pria itu segera turun dari mobilnya. Berjalan memutar, lalu membuka pintu penumpang. "Turun." Perintahnya datar.Cala menatap Christop takut. "Apa yang ingin kau lakukan padaku?" tanyanya pelan."Jangan banyak bert
Cala terbangun dengan napas tersenggal, hanya mimpi. Batinnya. Melirik jam di dinding ternyata hari masih gelap.Tapi semua itu terasa nyata, lumatan kecil di bibirnya lalu remasan di dadanya. Cala menggeleng. "Ini sungguh menjijikkan," gumamnya. Jika pun hanya mimpi, tapi bagaimana bisa dirinya memimpikan hal semacam itu.Merasa kerongkongannya kering, Cala berdecak ketika mengetahui di atas nakas tidak ada air. Itu berarti ia harus keluar kamar menuju dapur sedangkan ia sendiri tidak tau dimana letaknya.Ketika Cala akan berdiri, gadis itu tidak jadi dan mendudukkan tubuhnya pada pinggiran kasur. "Tunggu dulu," gumamnya sendiri. "Siapa yang mematikan lampu kamar? dan menggantinya menjadi lampu tidur?" gumamnya lagi bertanya pada diri sendiri.Lalu pandangan Cala beralih menatap baju tidur yang diberikan Christop. Ia dapat melihat kancing bawahnya terbuka dua. Cala menatap horor, dan memutuskan itu semu
Christop melangkahkan kakinya berjalan memasuki sebuah lorong tersembunyi di balik sebuah rak buku yang berukuran begitu besar.Tatapannya begitu mengintimidasi setiap orang yang akan melihatnya, kini menyorot begitu tajam.Senyum iblis tercetak di wajahnya dengan jelas–ketika pandangannya menangkap seorang pria yang umurnya dapat Christop tebak sekitar tiga puluh tahun.Darah segar sudah mengalir di pelipis pria itu, Christop terkekeh. Seorang suruhannya selain paman Hansel membawakan satu orang berharga yang akan memberikannya informasi saat ini."Gustov Dimitri Romanov," ujar Christop penuh penekanan. Ya, pria bernama Gustov itu adalah tangan kanan yang sangat dipercayai oleh Giovanno Benjamin, seorang mantan mafia yang telah membunuh kedua orang tuanya."Kau pasti tau rahasia yang dimiliki Giovanno, bukan?" tanya Christop berjongkok. Mensejajarkan tingginya pada Gus
Giovanno mengusap wajahnya kasar. Seorang tangan kanan yang sangat dipercayainya hilang entah ke mana tanpa jejak sejak dirinya mengutus untuk menyuruhnya pergi ke Thailand karena kegusarannya.Karena ia merasa sesuatu terjadi dengan putrinya, mengingat sudah dua hari Cala tidak memberinya kabar sama sekali.Dan itu benar-benar membuat dirinya khawatir. Pintu terbuka, di sana pria berpakaian formal menghampiri Giovanno.Dia Klaus Reilly, pria berkebangsaan Ukraina yang bekerja sebagai mata-mata handal, penipu ulung, dan banyak akal. Bahkan seluruh dunia mengakui kepiawaiannya dalam memecahkan masalah dan jangan meremehkan kemampuannya."Sepertinya ada kesalahpahaman di sini," ujarnya dengan nada santai membuat Giovanno menatapnya bertanya.Klaus mengambil foto seorang pria, menunjukkannya pada Giovanno. "Dan orang ini dalang di balik semuanya.""Siapa dia?" t
Setelah membersihkan diri dan sarapan, Cala memutuskan untuk keluar kamar. Sekedar berkeliling mansion. Terus-menerus berada di dalam kamar membuatnya bosan. Cala merasa seperti seorang tahanan sekarang. Bahkan ia tidak bisa bergerak bebas karena sejak ia keluar dari mansion beberapa maid terus mengekor di belakangnya.Cala berbalik, menatap beberapa maid kesal. "Bisakah kalian tidak terus-menerus mengekoriku!"semua maid menunduk. "Tuan sudah menyuruh kami untuk mengikuti kemana pun, Nona pergi," jawab salah satunya.Cala mendengus, mengibas-ngibaskan tangannya. "Kalian tidak usah mengikutiku, beri tau saja di mana letak taman?""Cepat, tidak usah pakai lama," gerutu Cala karena melihat keterdiaman maid di depannya."Nona turun saja, lalu belok kiri dan jalan lurus. Nanti di sana akan ada pintu kaca, Nona buka saja."Tanpa menjawab, Cala langsung saja melangkahkan
Seketika senyum miring mengembang di bibir merahnya. Senyum yang membuat siapa saja bergidik ngeri melihatnya.Ia mengambil sebuah ID card dalam saku yang ada di balik tuxedo yang dipakainya, untuk memudahkannya mengakses masuk ke dalam. Secara otomatis pintu terbuka, setelah Christop menempelkan ID cardnya di dekat pintu sebelah kanan. Ia berdecak, tersenyum miring.Ketika Christop sudah masuk, pria itu dapat melihat ruangan itu kosong. Ugh, sepertinya dia sedang bermain di kamarnya eh? Batinnya tersenyum.Dengan lihai ia melangkahkan kakinya menuju pintu di bagian ujung kiri yang berdekatan dengan sebuah sofa bludru berwarna abu-abu.Suara desahan seorang wanita terdengar diindra pendengarannya, membuat Christop bergumam jijik. Betapa bodohnya pria tua bangka itu tidak membuat kamar kedap suara sehingga membuat suara menjijikkan itu terdengar. Begitu batin Christop.Pintu t
Christop sudah rapi dengan tuxedo yang melekat dengan pas di tubuhnya. Malam ini, seperti yang Lauren katakan beberapa tempo lalu, dirinya diundang untuk acara makan malam dengan keluarga sang kekasih.“Chris, kau sudah siap?” Lauren, wanita itu memutuskan untuk datang bersama Christop malam ini. Padahal seharusnya, wanita itu tidak perlu repot-repot untuk kemari dan langsung saja ke mansion orang tua miliknya.Christop mengangguk singkat. “Kita berangkat?” tanyanya.“Oke,” balas Lauren.Jarak dari mansion Christop ke tempat orang tua Lauren memakan waktu sekitar satu jam. Selama perjalanan, hanya ada keheningan. Baik Christop maupun Lauren tidak ada yang membuka suara. Keduanya sama-sama fokus dengan urusan masing-masing.Sesampainya di halaman mansion, Christop memakirkan mobilnya. Mereka berjalan beriringan, ternyata beberapa pel
"Hei keponakan uncle. Setahun tidak melihatmu, ternyata kau tumbuh dengan baik." Abraham menggendong Noah, mengajak balita itu bergurau. "Kau tampan, dan benar, semakin hari kau semakin mirip dengan Daddymu," lanjut Abraham, berbincang dengan balita itu. Cala yang melihat interaksi saudaranya dengan putranya hanya tersenyum simpul. "Ah iya, apa kau ingin berjalan-jalan? Mumpung aku ada di sini, kita bisa menghabiskan waktu bertiga," tanya Abraham mengusulkan. Cala mengangguk, bersemangat. "Boleh, ke mana?" "Bagaimana dengan sirkus? Ku dengar ada sirkus
Christop menatap pria paruh baya yang terbatuk-batuk karena Christop baru saja menendang dadanya. Christop berjongkok, sekali lagi ia menyulutkan rokok yang menyala pada wajah pria paruh baya itu. Joseph Franklyn Smith. “Berhenti, tolong ampuni aku,” katanya meringis kesakitan. Christop tersenyum miring, merasa senang melihat lawannya yang memohon dan kesakitan. Baginya, melihat lawan yang terkulai tidak berdaya adalah kepuasan tersendiri di dalam dirinya. Christop tertawa, tawa yang terdengar menyeramkan dengan wajahnya yang datar. “Kenapa kau mencari perkara padaku jika akhirnya memohon ampun? Di mana keangkuhanmu,” gumamnya tersenyum miring. Joseph terlihat takut pada Christop. Di mata Joseph, pria di depannya itu terlihat seperti iblis yang sangat menyeramkan. Berbeda dengan Christop, saat pria itu menjadi pemimpin perusahaan. Terlihat rapi,
“Ku dengar, kau tidak mengijinkan Cala pergi bersama Izzy.” Bibi Key mulai membuka percakapan.Sore ini, Cala, Papanya, beserta Paman Klaus dan Bibi Key sedang bersantai di halaman belakang. Begitu pun dengan Noah yang ikut bergabung, balita lucu itu berada di gendongan Cala saat ini. Menyandarkan kepalanya di dada Cala dengan manja dan nyaman.“Ya, karena aku masih santat khawatir dia pergi jauh,” kata Giovanno jujur.“Ijin, kan saja, ini tidak akan terulang kembali. Lagipula, apa kau akan melarang hobinya hanya karena kejadian dua tahun lalu,” kata Key masih kekeuh.
“Kau sudah melakukannya?” tanya Christop.“.....”“Ok, cukup awasi dia saja dari jauh.” Setelah mengatakan itu, Christop menutup sambungan teleponnya.“Aku heran, kenapa wanita suka sekali lari dan bersembunyi. Alih-alih menyelesaikan masalahnya, mereka lebih suka menghindar dan menghilang.” Christop menoleh––mengangguk, menyetujui kalimat Jack.“Aku setuju, kadang menggelikan ketika kita jatuh cinta pada mereka,” kata Christop terkekeh menanggapi.“Tapi untung saja Jessica sudah ditemukan. Lalu bagaimana denganmu, Chris?”“Aku? Aku baik-baik saja.”“Ck, kau tau apa yang ku maksud,&
Setelah berita yang menggemparkan tersiar, di mana salah satu mansion mewah milik Joseph Quinn yang hancur dan tidak ada satu pun bangunan yang tersisa, membuat Cristop tersenyum senang. Apalagi saat wajah Joseph yang tersorot kameramen, pria itu terlihat menahan marah. “Ck,” decaknya dengan nada muak.“Woah, haruskah kita berpesta sekarang?” Suara Abraham terdengar, adiknya itu masuk begitu saja membuat Christop terkejut.“Biasakan untuk mengetuk pintu,” kata Christop datar.Abraham berdecak, lalu ikut bergabung duduk di samping sang kakak, Christop. “Memangnya Joseph ada masalah apa denganmu? Sampai-sampai kau harus mengebom mansionnya?”“Kau tau Frans?”“Musuh Chen yang merebut Yura dari si mafia i
“Kau terlihat lebih baik? Apa yang terjadi?” Seorang wanita bersurai hitam panjangnya tersenyum cerah. Sejak tadi, wanita itu tidak henti-hentinya bersenandung dengan senyum indah yang terus terlihat di wajah cantiknya. Dia Sarah Alana Benjamin atau orang-orang biasa memanggilnya Cala. “Tidak ada yang terjadi, aku hanya sedang merasa bahagia saja.” “Tapi terlihat dari wajahmu yang begitu bersinar, aku meragukannya.” Cala menyipitkan matanya, lalu tersenyum lebar. “Entahlah, aku hanya merasa bahagia, sungguh. Akhirnya selama dua tahun aku bisa terbebas dari mimpi buruk itu.” “Ah, pria itu sepertinya benar-benar membuatmu trauma?” tanya gadis bersurai coklat yang berada di depan Cala. Cala mengangguk setuju, matanya menerawang menatap luar, di mana hamparan rerumputan hijau dengan bunga-bunga yang bermekaran terlihat begitu cantik. “Ya, dan akhirnya aku terbebas darinya.” Suara Cala terdengar melemah di akhir kalimat. Gadis bersurai cokl
Holaaa!Akhirnya, ada fitur khusus buat menyapa pembaca, hehe. Di sini, aku mau mengucapkan banyak terima kasih buat kalian yang masih tetep baca kisah Christop Cala meskipun ceritanya sudah dikunci. Terharu banget, kirain nggak bakal ada yang baca setelah tau udah pay to read :'Aku mau kasih tau, See You Soon untuk cerita Christopher Si Psikopat di season 2! Ya, kisah mereka akan berlanjut di season 2 dan di lapak yang sama ya. Tetep lanjut update di sini, terus kapan mulai dipublishnya? Nanti akhir Mei atau awal Juni. Bismillah aja semoga aku nggak php.Dan ya, selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan!See you, pai-paiii!
Dear Christop,Yaa kau tau, jika kau sudah membaca ini itu berarti aku sudah tidak lagi berada di Thailand. Dad membawaku kabur dari rumah sakit, aku tau kau pasti akan marah. Tapi ku mohon biarkan aku kembali. Bukankah sudah cukup dengan dia yang pergi untuk selamanya bukan? Namun jika kau masih ingin balas dendan untuk membunuhku, kau tau aku di mana. Karena aku tidak akan kabur.Aku hanya ingin jujur padamu, jika aku mencintaimu. Mungkin ini aneh, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Hampir satu tahun berada di dekatmu mustahil jika perasaan itu tidak muncul.Apalagi terkadang sikapmu yang berubah-ubah membuatku bingung sekaligus nyaman. Bahkan se