Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.
“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Reni Hardayanti?” kali ini Kevin mengiyakan pertanyaan terakhir yang dilontarkan Pak Akbar. Pak Akbar dulunya juga pernah bekerja dengan Ibu Kevin sebagai tukang reparasi ketika Ibunya Kevin masih tinggal di Villa tersebut. Namun ada juga beberapa perlakuan Reni yang Pak Akbar tidak sukai, wanita itu memiliki sifat yang sangat sombong bahkan tidak menghindari fakta jika Pak Akbar sempat diperlakukan tidak adil selama bekerja disana. Namun semua itu hanyalah cerita dimasa lalu dan Pak Akbar tidak ingin mengingatnya lagi. Setelah dilihatnya Ranti yang telah usai membersihkan dirinya, kini Kevin bergantian untuk membersihkan diri. Pak Akbar menyadari jika Ranti mungkin saja sedang tidak sehat karena wajah gadis itu terlihat pucat, bahkan sesekali Ranti masih terlihat menggigil kedinginan. Dengan baik hatinya, Pak Akbar membuatkan Ranti air rebusan jahe untuk menghangatkan dirinya.“Tunggu disini, Bapak akan kerumah tetangga untuk meminta beberapa makanan untuk kalian,” ujar Pak Akbar yang diangguki begitu saja oleh Ranti. Ranti melihat sekeliling, melihat setiap sudut ruangan dan ia menemukan sebuah foto yang bertengger di sudut ruangan, foto Pak Akbar beserta istrinya.“Bagaimana bisa kau mengenali Pak Akbar?” tanya Ranti saat Kevin baru saja keluar dari kamar mandi dan pemuda itu tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Kemarin aku mencari kerja dan Pak Akbar menawarkan ku pekerjaan di peternakan kudanya,” sahut Kevin yang kemudian ikut duduk di sebelah Ranti.“Apa beliau hanya tinggal disini sendirian?” tanya Ranti lagi yang langsung diangguki oleh Kevin.“Kemana Pak Akbar?” tanya Kevin balik.“Pergi mencari makanan katanya,” jawab Ranti singkat.. Disisi lain, Pak Akbar berlarian menuju rumah Bu Sasmi dengan hujan yang akan mulai membasahi bumi lagi. Namun benar saja yang dirasakan Pak Akbar jika Bu Sasmi bahkan Bian sudah menunggu kedatangannya, dengan tatapan penuh rasa penasaran, Bu Sasmi melayangkan pertanyaan untuk di jawab oleh Pak Akbar segera.“Jadi bagaimana Pak, apa benar yang Bian katakan jika dua anak itu adalah Buronan?” tanya Bu Sasmi yang membuat Pak Akbar berbisik pelan.“Bukan, anak itu si Kevin adalah anak dari wanita sombong itu, Reni Hardayanti,” mendengar akan hal itu sepertinya Bu Sasmi sedikit mengerti dengan apa yang terjadi“Jadi anak itu melarikan diri dari Ibunya?” tanya Bu Sasmi lagi.“Melihat dirinya sampai melarikan diri seperti ini, mungkin saja anak itu mendapatkan perlakuan buruk dari Ibunya hingga harus melarikan diri,” sahut Pak Akbar kemudian membuat Bu Sasmi mengangguk paham setelahnya.“Haruskah kita membantu mereka?” tanya Bu Sasmi yang mendapat tatapan bingung oleh Pak Akbar.“Kenapa harus?” sahut Bian yang sebenarnya tidak mengerti seberapa pentingnya Kevin sampai harus di tolong, padahal Bian merasa bisa saja Kevin ataupun Ranti adalah orang yang jahat.“Aku juga tak tau harus apa, terlebih mereka masih sangat remaja dan tidak sebaiknya mereka melarikan diri dari rumah. Tapi untuk sementara ini, kita bisa membiarkan mereka untuk tetap tinggal di sini dan jangan sampai warga lain tau tentang hal ini,” ucap Pak Akbar namun sekali lagi Bian merasa jika hal ini bukan sesuatu yang benar untuk dilakukan.“Lalu bagaimana dengan orang-orang yang berjaskan hitam itu? Lambat laun mereka pasti akan tau jika kita menyembunyikan mereka di desa ini,” ucap Bian yang membuat Pak Akbar kembali bingung akan bertindak seperti apa. Dirumah Pak Akbar, Kevin memperhatikan Ranti dengan masih merasa bersalah. Dilihatnya sesekali gadis itu merapatkan kakinya dan mengaduh kesakitan, namun pemuda itu hanya bisa diam dan tak tau harus melakukan apa. Ranti pun bangkit dari duduknya dan berbaring di sebuah kursi panjang sembari memegangi perutnya.“Aku lapar,” ucap Ranti namun tak beberapa lama Pak Akbar akhirnya kembali ke rumahnya.“Ranti, Bapak hanya punya roti,” ucap Pak Akbar yang menyodorkan sebuah roti kepada Ranti begitu juga kepada Kevin.“Terimakasih,” ucap Ranti sembari memakan roti tersebut.“Untuk sementara, kalian bisa tinggal dirumah Bapak atau Ranti juga bisa tinggal di rumah Bu Sasmi jika mau. Kalian tau kan jika kalian sedang dicari, jadi untuk sementara kalian bisa bersembunyi di sini,” ucap Pak Akbar membuat Kevin mengangguk paham. Dan keesokan paginya, Kevin sudah lebih dulu bangun untuk membantu Pak Akbar memeras susu kuda. Namun masih dalam suasana was-was, Kevin berharap jangan sampai ia tertangkap. Tapi semuanya seketika hanya menjadi harapan semata disaat secara tiba-tiba pengawal Ibunya datang dan berhasil menemukan keberadaan dirinya.“Ayo Tuan muda, anda harus kembali pulang,” ujar Romi yang tadinya secara perlahan mengendap-endap dan berhasil menarik menangkap Kevin.“Ada apa ini?” teriak Pak Akbar yang melihat Kevin tengah memberontak ingin melepaskan cengkraman Romi namun beberapa orang lainnya juga ikut memeganginya.“Apa perlu kita membawa gadis itu juga?” tanya salah satu anak buah Romi yang berhasil menemukan keberadaan Ranti.“Hei kubilang ada apa ini?” sejak tadi perkataan Pak Akbar tidak di gubris oleh mereka, namun pria itu juga berusaha \membantu Kevin melepas cengkraman beberapa orang yang menangkap pemuda itu, hanya saja dirinya juga sudah ditahan oleh beberapa orang yang datang memenuhi perkarangan rumahnya. Tiba-tiba saja Romi dan kawanannya hanya membawa Kevin dan menyeret pemuda itu pergi, sedangkan Ranti dibiarkan begitu saja menangis sesenggukan sembari tersungkur di atas tanah. Beberapa kali Kevin berteriak memanggil-manggil nama Ranti, namun apa daya gadis itu hanya bisa menangis saat ditinggalkan. Beberapa kali Kevin memberontak namun ia kesulitan melepaskan diri. Lalu dari kejauhan, Bian yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa tersenyum licik karenanya. Ranti melihat senyuman itu dan Ranti yakin jika Bian lah yang memberitahukan dimana tempat persembunyian mereka. Beberapa orang mulai berkerumunan dii halaman rumah Pak Akbar, mereka tak tau sebenarnya apa yang terjadi. Namun beberapa pasang mata mulai menatap Ranti dengan tatapan penuh tanda tanya, bahkan beberapa dari mereka berbisik-bisik dan ada yang menyebarkan gosip jika Pak Akbar menyembunyikan dua anak remaja itu di rumahnya sudah sejak lama. Dengan keadaan lemas, Ranti jatuh pingsan dengan wajah yang terlihat begitu pucat.. Disisi lain, Kevin sudah diberikan obat penenang untuk membuatnya tertidur selama perjalanan. Sesaat setelah membuka mata, pemuda itu sudah berada di dalam ruangan yang sangat familiar dengannya, ruangan itu adalah kamar tidurnya. Sesegera mungkin Kevin bangun dari tidurnya dan berusaha membuka pintu kamarnya namun kamarnya sudah terkunci dengan rapatnya.“Kau sudah bangun, anakku?” suara itu mengagetkan Kevin yang tidak sadar jika Ibunya sudah berada disana bersamanya dan sedang duduk di sebuah kursi sembari menyilangkan kedua kakinya.“Ibu, ini apa maksudnya? Aku harus pergi, kasihan Ranti sendirian disana,” ucap Kevin meminta agar Ibunya segera membuka kamarnya yang sudah terkunci dengan rapatnya.“Tidak, Kevin sudah waktunya kau berubah. Jika kau masih ingin bertemu dengan gadis itu, sudah cukup melarikan dirinya,” sahut Ibunya membuat Kevin kemudian hanya bisa diam seribu bahasa. Ibunya menjelaskan akan merencanakan pernikahan atas Kevin dan Aira yang merupakan anak dari rekan bisnis Ibunya. Pada awalnya, Reni berpikir jika anaknya masih sangat muda untuk dinikahkan karena umur Kevin baru saja menginjak angka 19 tahun. Namun Reni berencana untuk memisahkan putranya dari Ranti dan juga akan menggusur kekuasaan suaminya, karena sebelumnya Rio sudah berjanji akan memberikan sebagian sahamnya kepada Reni jika ia berhasil menemukan Kevin. Perlahan-lahan, Reni berencana akan menyerang Rio menggunakan putranya sendiri namun setelah itu ia akan diam-diam melakukan cara lain untuk menggulingkan seluruh kekuasaan suaminya.“Aku tidak akan mau menikah dengan Aira,” sahut Kevin bersikeras.“Sekarang begini saja, kita buat suatu kesepakatan. Jika kau mau menikahi Aira, Ibu akan mengabulkan permintaanmu untuk menolong Ibunya Ranti seperti apa yang kau mau, lagipula kau tak bisa menolak. Karena jika kau tetap bersikeras menolak, Ibu akan mengembalikan Ranti pada Ayahnya saja,” kali ini Reni dengan liciknya harus menyudutkan Kevin agar mau melakukan apa yang ia mau.“Tidak, aku tidak bisa menikahi gadis yang tidak kusukai,” balas Kevin membuat Ibunya hanya bisa tertawa mendengarnya.“Terserah kau saja anakku, karena jika kau tidak mau, tentu saja kau tidak akan bisa melihat Ranti lagi dan kau akan terus Ibu kurung disini dalam waktu yang lama,” kali ini Kevin tak bisa lagi membantah kemauan Ibunya dan tertunduk merenungi nasib Ranti di sana. Setelah Reni keluar dari kamar putranya itu, Reni beranjak pergi untuk bertemu dengan suaminya dan mengatakan jika ia telah berhasil menemukan Kevin dan ia juga berencana menikahkan anaknya itu dengan anak rekan kerjanya agar Kevin tak lagi melarikan diri. Dengan begitu, Rio harus siap mempersiapkan surat peralihan saham yang mengatas namakan Reni.... To be continued ...Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s
Dengan sembari berlutut, Ranti memohon agar Bian mau menyimpan rahasia ini bersama. Melihat Ranti yang hampir putus asa, Bian menghela nafasnya dan mengangguk setuju. Dengan perasaan yang resah, Bian dan Ranti menghampiri meja makan yangsudah di tunggu oleh Ibunya Ranti, Bu Sasmi beserta Pak Akbar. Di sela-sela makan, sesekali mereka bersenda gurau seperti tak terjadi apa-apa. Namun Ranti yakin jika Bian kini sedang marah dengannya.Setelah selesai menyantap makan malam, masing-masing sibuk melakukan hal masing-masing hingga Bian mendatangi Ranti yang tengah mencuci piring.“Apa kau ingin ikut aku sebentar? Sekedar mencari udara segar,” tanya Bian dengan suara yang lantang membuat Ranti mengerti jika Bian ingin agar ia mau ikut keluar walau hanya sebentar.“Iya, tunggu saja diluar. Selesai mencuci piring, aku akan mendatangimu,” jawab Ranti yang kemudian melihat Bian pergi keluar terlebih dahulu.Ibu Sasmi yang mendengar bahwa Bian mengajak Ranti keluarpun tersenyu
Ranti terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Ibunya yang membangun, setelah itu dirinya bergegas untuk bersiap-siap. Tidak lama kemudian, Ranti turun menemui Ibunya yang sudah membuatkan sarapan untuknya. Kali ini Bian mempersilahkan agar Ranti duduk disebelahnya, hal itu membuat Lisa tersenyum kemudian menggoda keduanya. “Ehem, ada adegan romantis nih pagi-pagi,” ucap Lisa kemudian terkekeh pelan. Laila yang mendengar bahwa anak bungsunya mencoba untuk menggoda kakanya, segera mencubit lengan Lisa gemas. Lisa hanya makin cengengesan setelah mendapat terguran dari Ibunya, sementara Ranti menatap adiknya tajam seakan ingin mencekik adiknya itu hidup-hidup. “Kau sudah bilang pada Ibumu jika kau punya janji temu dengan Kevin?” tanya Bian yang kemidan berbisik pelan namun digelengi cepat oleh Ranti. “Bagaimana bisa aku mengatakannya kepada Ibu? Tentu saja Ibu tidak akan mengizinka
Pagi itu di sebuah taman, terlihat sesosok gadis tengah duduk di bangku taman. Gadis itu adalah Ranti dan hari ini adalah ulang tahunnya. Di umur yang menginjak angka 18 tahun kali ini, gadis itu sangat ingin merayakannya bersama kedua orangtuanya. Namun semua yang sedari awal Ranti persiapkan, kini hanya omong kosong belaka. Gadis itu hanya bisa diam menunduk mencoba menahan tangisnya hingga sebuah tangan tiba-tiba membekapnya erat.Betapa terkejutnya Ranti saat mendapati bahwa seseorang yang memeluknya itu adalah Kevin, kekasihnya. Kevin menyodorkan sebuah buket bunga kepadanya sembari mengucapkan selamat ulang tahun kepada kekasihnya itu. Rantipun tak sanggup menahan tangisnya hingga tangis itu pecah menjadi haru. Di dekapnya pemuda itu sembari mengucapkan terimakasih.“Tadinya aku datang ke rumahmu, tapi adikmu bilang kau tidak ada dirumah,” ujar Kevin yang kemudian ditanggapi oleh Ranti dengan sedikit tersenyum.Namun senyuman itu bukanlah senyu
“Ayah selingkuh,”Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lisa yang kemudian hanya tersenyum sinis kepada Imelda. Namun bukannya marah, Ayah mereka hanya terlihat berusaha mengacuhkan apa yang Lisa katakan. Dengan senyum yang terukir di wajahnya, Ayah mereka mempersilahkan Imelda untuk masuk ke dalam rumah. Dengan mencoba mengirimkan kode keras kepada Lisa, Ranti menyuruh agar Lisa segera pergi dari sana dan masuk ke kamarnya. Namun Lisa bersikeras untuk menolak, yang dilakukan Lisa adalah mencoba untuk ikut duduk serta memperhatikan apa yang akan Ayahnya lakukan. Kali ini Lisa bertanya-tanya, permainan seperti apa yang akan Ayahnya dan Tante Imelda mainkan.“Tante Imelda ini rekan kerja Ayah dan mungkin beberapa kali beliau akan datang kerumah untuk mengerjakan beberapa pekerjaan bersama Ayah,” ucap Ayahnya yang hanya diangguki oleh Lisa sembari tersenyum mengiyakan.Sedangkan Ranti kini sedang berada diluar rumah, karena tadinya ia
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Ranti terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Ibunya yang membangun, setelah itu dirinya bergegas untuk bersiap-siap. Tidak lama kemudian, Ranti turun menemui Ibunya yang sudah membuatkan sarapan untuknya. Kali ini Bian mempersilahkan agar Ranti duduk disebelahnya, hal itu membuat Lisa tersenyum kemudian menggoda keduanya. “Ehem, ada adegan romantis nih pagi-pagi,” ucap Lisa kemudian terkekeh pelan. Laila yang mendengar bahwa anak bungsunya mencoba untuk menggoda kakanya, segera mencubit lengan Lisa gemas. Lisa hanya makin cengengesan setelah mendapat terguran dari Ibunya, sementara Ranti menatap adiknya tajam seakan ingin mencekik adiknya itu hidup-hidup. “Kau sudah bilang pada Ibumu jika kau punya janji temu dengan Kevin?” tanya Bian yang kemidan berbisik pelan namun digelengi cepat oleh Ranti. “Bagaimana bisa aku mengatakannya kepada Ibu? Tentu saja Ibu tidak akan mengizinka
Dengan sembari berlutut, Ranti memohon agar Bian mau menyimpan rahasia ini bersama. Melihat Ranti yang hampir putus asa, Bian menghela nafasnya dan mengangguk setuju. Dengan perasaan yang resah, Bian dan Ranti menghampiri meja makan yangsudah di tunggu oleh Ibunya Ranti, Bu Sasmi beserta Pak Akbar. Di sela-sela makan, sesekali mereka bersenda gurau seperti tak terjadi apa-apa. Namun Ranti yakin jika Bian kini sedang marah dengannya.Setelah selesai menyantap makan malam, masing-masing sibuk melakukan hal masing-masing hingga Bian mendatangi Ranti yang tengah mencuci piring.“Apa kau ingin ikut aku sebentar? Sekedar mencari udara segar,” tanya Bian dengan suara yang lantang membuat Ranti mengerti jika Bian ingin agar ia mau ikut keluar walau hanya sebentar.“Iya, tunggu saja diluar. Selesai mencuci piring, aku akan mendatangimu,” jawab Ranti yang kemudian melihat Bian pergi keluar terlebih dahulu.Ibu Sasmi yang mendengar bahwa Bian mengajak Ranti keluarpun tersenyu
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s
Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Re
Ranti dan Kevin terus berlari tanpa arah, namun yang pasti kini mereka tengah berlarian masuk jauh ke dalam hutan, mencari tempat untuk bersembunyi. Akhirnya mereka berhenti di tengah-tengah hutan dengan nafas yang masih terengah-engah. Ranti menepis tangan Kevin dan pemuda itu tau jika kekasihnya marah dan kini Ranti menatap Kevin dengan penuh rasa penasaran dan meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi .“Sepertinya Ibuku datang kemari,” ucap Kevin mencoba menjelaskan.“Memangnya kenapa jika Ibumu datang? Dan kenapa juga kita harus sembunyi? Bukankah beliau orang yang baik dan kau bilang Ibumu bersedia membantu Ibuku, jadi kenapa kita harus lari?” pertanyaan bertubi-tubi yang datangnya dari Ranti membuat Kevin berteriak kesal entah karena apa.“Sepertinya aku salah, mungkin Ibu merencanakan sesuatu karena ia membawa semua asistennya untuk menangkapku,” jawab Kevin yang terlihat panik.“Rencana? Soal ap
Ranti terbangun dari tidurnya, kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan Kevin. Namun sepertinya pemuda itu sudah sejak pagi tadi berangkat untuk bekerja, karena Ranti tak dapat menemukannya saat gadis itu mencari-cari disegala ruangan. Ranti pun akhirnya merasa bosan karena ia tidak tau harus melakukan apa ketika hanya bisa diam dirumah saja. Akhirnya gadis itu pun memutuskan untuk keluar rumah sebentar saja, karena apa salahnya jika ia pergi untuk menghirup udara segar di pagi hari. Ranti akhirnya pergi untuk mandi dan bersiap-siap, setelah itu Ranti terkejut saat menemukan di atas meja makan sudah ada dua pasang pancake yang Kevin siapkan untuknya.“Manis sekali,” ucap Ranti saat mendapati pancake buatan Kevin di hiasi dengan selai blueberry berbentuk gambar hati di atasnya.Sambil menyantap makanannya, Ranti terlihat sesekali tengah berpiki
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak