Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak gadisnya yang selalu memberikan dukungan.
Hingga tiba waktunya, ketukan palu hakim memutuskan jika Laila dan Toni resmi berpisah dan tak lagi merupakan sepasang suami istri. Keadaan tak lagi sama bagi Ranti dan Lisa karena setiap harinya hanya akan ada mereka bersama Ibu mereka tanpa adanya sosok Ayah. Ketika mereka tengah asik menyantap sarapan di ruang makan, suara ketukan pintu terdengar dari luar rumah. Dengan bergegas, Lisa membukakan pintu tersebut dan menampakkan Ayah mereka datang dengan membawa seorang pria bersamanya.
“Apa Ayah boleh masuk?” tanya Tony dengan senyum diwajahnya membuat Lisa ingin kembali bergegas menutup pintu itu lagi namun dengan cepat pula Toni menahannya.
“Mau apa lagi kau kemari?” tanya Laila yang tampak tak senang dengan kehadiran Toni.
“Aku ingin mengambil anak-anakku,” jawab Tony dengan tegasnya membuat Laila segera melindungi kedua anaknya.
Padahal, baru saja Laila akan merasakan kedamaian karena terlepas dari keberadaan Toni di dalam hidupnya, ternyata penderitaan belum juga berakhir. Kali ini Toni berencana untuk merebut hak asuh kedua anaknya dengan membayar pengacara yang bisa dibilang handal. Sudah pasti Laila akan kalah dan harus pasrah jika kedua anaknya dibawa pergi. Ranti jelas menentang kehendak Ayahnya untuk memisahkan ia dan adiknya dari Ibu mereka. Namun Laila hanya bisa menangis lagi dan lagi sembari membekap kedua anaknya erat. Setelah Ayahnya pergi, Ranti mencoba untuk menghubungi Kevin, namun pemuda itu tak mengangkat panggilannya.
“Ibu, tenang saja. Aku akan meminta Kevin mencarikan Ibu pengacara, aku dan Lisa tak akan mau tinggal dengan Ayah,” ujar Ranti mencoba menenangkan Ibunya yang kini tengah bersandar di sebuang bangku sambil sesekali memijat-mijat kepalanya.
“Tidak apa Ranti, Ibu rasa sudah seharusnya kau dan adikmu tinggal bersama dengan Ayah kalian, Ibu tak bisa menentangnya. Terlebih kita tidak bisa minta bantuan orang lain, ini adalah masalah keluarga kita dan sebaiknya kita tetap diam supaya tidak ada orang lain yang tau,” ujar Ibunya membuat Ranti tertunduk lesu.
“Tapi Ibu, aku tidak mau tinggal dengan Ayah,” sahut Lisa membuat Ibunya menggeleng pelan.
“Tidak Lisa, kau harus tinggal bersama Ayahmu. Lakukan demi Ibu,” ucap Ibunya yang kemudian menangis pilu membayangkan kedua anaknya akan pergi meninggalkannya seorang diri di rumah itu.
“Ibu yang sabar Ibu, aku dan Lisa pasti akan sering datang menemui Ibu, jadi Ibu jangan terlalu khawatir,” ucap Ranti merangkul Ibunya membawa beliau naik ke kamar untuk beristirahat.
Laila pun mengiyakan apa yang Ranti katakan, walaupun iya tau jika Toni tidak akan membiarkan Ranti ataupun Lisa menemuinya setelah ini. Laila juga memerintahkan agar Ranti dan juga Lisa segera membereskan beberapa barang untuk dibawa, karena iya yakin Toni akan datang lagi meminta menyerahkan Ranti dan Lisa kepadanya sebelum semua masalah ini akan dibawa ke jalur hukum.
“Bukankah kita bisa tetap tinggal dengan Ibu jika melaporkan Ayah ke pihak berwajib dikarenakan berselingkuh?” tanya Lisa membuat Ranti terdiam karenanya.
“Kurasa bisa, namun belum pasti benar Ayah berselingkuh kan?” tanya Ranti kembali yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Lisa.
“Tidak, aku punya beberapa buktinya. Aku mendapatkan foto yang menunjukkan kedekatan diantara Ayah dan juga Tante Imelda. Selama ini aku diam-diam mengikuti mereka,” jawab Lisa yang menunjukkan beberapa foto-foto kemesraan yang ditunjukan oleh Ayah mereka kepada wanita lain.
“Kau menguntit?”
“Apa pentingnya itu sekarang? Dengan bukti ini, kita bisa memasukkan Ayah ke dalam penjara dan tetap bisa tinggal bersama Ibu,” tambah Lisa lagi membuat Ranti hanya bisa menggelengkan kepalanya.
“Kau harus tau, berurusan dengan hukum itu begitu sulit. Ayah punya pengacara yang bisa sewaktu-waktu membantunya, terlebih Ayah dan Ibu bukan lagi suami istri, jadi bisa saja ia mengatakan jika foto ini adalah foto yang wajar. Aku malah takut jika Ayah memenjarakan Ibu atas tudingan pencemaran nama baik,” dengan otak pintar nya Ranti berujar.
“Tapi jika kita punya pengacara?” tanya Lisa yang membuat Ranti mengacak-acak rambutnya karena merasa frustasi.
“Aku bisa saja minta tolong pada Kevin, tapi dia tidak mengangkat panggilanku,” jawab Ranti dengan perasaan khawatir karena tidak seperti biasa Kevin tak menjawab panggilannya, namun Lisa tak menyerah. Gadis itu menunjukkan sebuah nomor telepon yang terpampang jelas di ponselnya.
“Bukankah kita punya Paman Adi? Pamankan pengacara,”
Akhirnya kedua kakak beradik itu pergi untuk menemui Paman mereka dan meminta tolong. Adi adalah saudara laki-laki dari Ayah mereka, namun Adi dan juga Toni memiliki satu Ayah namun Ibu yang berbeda. Sejak dulu memang Adi dan Toni memiliki hubungan yang dibilang tak baik, alasannya juga ada hubungannya dengan Laila. Ketika Adi tau Laila dan juga kedua anaknya sedang dalam masalah, Adi dengan senang hati siap membantu.
Di keadaan yang sedang sulit begini, membuat Toni beberapa kali datang membawa pengacara. Namun Adi juga datang untuk membantu Laila membicarakan apa yang sebaiknya mereka lakukan untuk mendapatkan hak asuh atas Ranti dan juga Lisa, terlebih Laila dan Adi mempunyai bukti foto perselingkuhan antara Toni dan juga Imelda. Perseteruan terus berlanjut, namun ada hal lain yang juga membuat Ranti gelisah karena ia tak kunjung mendapat kabar dari Kevin. Sudah dua minggu lamanya Kevin menghilang dan tak tau sebenarnya apa yang terjadi, terlebih Ranti merasa jika mereka sama sekali tidak bertengkar sebelumnya. Hari-hari terasa begitu membosankan, karena masalah terus berdatangan. Belum lagi masalah antara orangtuanya selesai, kini dihadirkan dengan masalah baru dan Ranti merasa pusing memikirkannya. Dalam perasaan yang begitu kesal, gadis itu bertekad untuk mendatangi rumah Kevin malam ini juga.
Ranti pergi keluar dan berjalan membelah dinginnya malam, ia tak menghiraukan betapa dinginnya malam itu. Dipandanginya pintu pagar yang kini berdiri tegak dihadapannya. Dengan suara lantang, Ranti berteriak memanggil Kevin agar segera keluar. Namun sebuah tangan secara tiba-tiba membekap mulutnya dari belakang, saat Ranti melihatnya lebih jelas, betapa terkejutnya Ranti saat ia sadar jika seseorang yang berusaha untuk menariknya menjauh itu adalah Kevin.
“Sssttt,” ucap Kevin yang sesaat kemudian memastikan jika keadaan disekitar rumahnya masih terlihat tenang.
“Kevin, kau tidak apa-apa?” tanya Ranti penuh khawatir yang ditanggapi Kevin dengan gelengan kepala.
“Aku tidak apa-apa,” jawab Kevin yang memeluk Ranti erat.
“Kemana saja kau?” tanya Ranti lagi yang sesaat kemudian ingin menangis, namun Kevin pun segera menyeka air matanya.
“Sebaiknya kita pergi dulu dari sini,” bisik Kevin membawa Ranti pada suatu rumah yang lumayan jauh dari komplek perumahan mereka.
Kevin mengatakan jika ada hal buruk yang terjadi di antara ia dan Ayahnya yang membuat pemuda itu kabur dari rumah. Dengan barang bawaan dan uang seadanya, Kevin menyewa sebuah rumah kecil untuk ia tinggali. Bahkan setiap harinya Kevin bekerja part time untuk mencari biaya makan sehari-hari, sedangkan ponselnya ia tak sengaja meninggalkannya dirumah. Namun pemuda itu bersyukur bisa menemui Ranti lagi, karena ia pikir mungkin saja ia tak dapat bertemu Ranti setelah ini.
“Kenapa kau tidak datang kerumah ku saja?” tanya Ranti yang penasaran akan hal itu.
“Beberapa kali aku berpas-pasan dengan Ayahmu, lalu ia meminta agar aku pergi menjauhimu,” jawab Kevin membuat Ranti merasa kesal karenanya.
Ranti mematikan ponselnya, dan untuk sesaat ia hanya ingin menghabiskan waktu bersama dengan Kevin karena gadis itu merasa sangat rindu kepada kekasihnya ini. Namun Kevin tau jika ia adalah laki-laki dan ingin terus menjaga Ranti, jadi dengan terpaksa ia menjauhi Ranti agar tidak terjadi hal buruk diantara mereka.
“Sebaiknya kau pulang, ini sudah malam dan aku akan mengantarmu,” ujar Kevin yang membuat Ranti entah mengapa merasa kecewa.
“Ambil ini,” ucap Ranti yang menyodorkan ponsel miliknya kepada Kevin.
“Ini untuk apa?” tanya Kevin yang kebingungan.
“Pakai saja, jadi aku bisa dengan mudah menghubungimu nanti. Aku bisa saja nanti meminjam ponsel milik Lisa,” jawab Ranti membuat Kevin dengan terpaksa menerimanya.
“Terimakasih,” ujar Kevin mengecup kening Ranti dengan penuh rasa sayang.
Setelahnya, mata mereka saling beradu pandang. Ada rasa rindu yang menyelimuti diantara mereka dan sesaat kemudian mereka hanya saling diam.
“Bisa tinggal sebentar?” bisik Kevin yang kemudian mendapat anggukan setuju oleh Ranti.
Detak jantung diantara keduanya beradu cepat dan dengan perlahan Kevin mencium Ranti tepat di bibirnya. Entah apa yang terjadi nanti, mereka berdua hanya menikmatinya saja. Dengan perlahan pula, tangan itu mulai turun merasakan setiap lekuk tubuh Ranti hingga tanpa sadar nafsu mulai datang merasuki. Kevin menarik tubuh mungil Ranti dan menjatuhkannya di atas ranjang. Ranti pun tak mampu menolak karena nafsu sudah merasuki dirinya saat dirasakannya tangan Kevin mulai melepas satu persatu kancing baju yang menutupi tubuhnya. Namun Kevin hanya terdiam setelahnya, pemuda itu ternyata masih punya pikiran waras saat melihat tubuh Ranti yang hampir setengah telanjang dihadapannya. Ranti pun menutupi wajahnya karena malu dan kembali mengancingkan satu demi satu kancing bajunya.
“Maafkan aku,” ucap Kevin dengan suara yang bergemetaran.
Ranti segera berlarian keluar, meninggalkan Kevin yang masih tertunduk malu. Dengan langkah lunglai, gadis itu segera bergegas untuk pulang. Sungguh ada perasaan malu yang Ranti rasakan di dalam dirinya, hampir saja ia akan melakukan hal yang tidak benar dengan kekasihnya itu. Di saat seperti ini, dengan begitu banyaknya masalah, tak seharusnya ia melakukan hal semacam itu, sungguh ia sangat malu. Dan ketika sampai dirumah, Lisa menatap kakaknya penuh curiga. Lisa mengatakan jika ia mencoba untuk menghubungi Ranti namun ponselnya tak juga aktif.
“Aku menghilangkan ponselku,” sahut Ranti membuat Lisa berhenti mengomelinya.
“Bagaimana bisa kau menghilangkan ponselmu?” tanya Lisa yang sesaat kemudian diacuhkan saja oleh Ranti.
“Dimana ponselmu?” tanya Ranti balik kepada Lisa yang mengatakan jika ponselnya sedang dipegang oleh Ibu mereka.
Dengan bergegas pula, Ranti menghampiri Ibunya. Alasan Ibunya mengambil ponsel milik Lisa agar anaknya itu belajar giat karena sudah waktunya Lisa menghadapi ujian akhir semester. Laila tidak mau konsentrasi anaknya itu terganggu jika tiba-tiba saja Toni berusaha menghubungi anak-anaknya lagi.
“Ibu, aku menghilangkan ponselku. Apa aku boleh meminjam ponsel milik Lisa sementara waktu?” tanya Ranti dengan berhati-hati.
“Boleh saja sayang, tapi bagaimana jika Ayahmu menghubungimu lagi?” tanya Ibunya kembali membuat Ranti berusaha untuk meyakinkan Ibunya.
“Aku akan beli nomor baru agar Ayah tak lagi bisa menghubungiku dan Lisa,” jawab Ranti meyakinkan membuat Ibunya mengangguk setuju dan memberikan ponsel milik Lisa kepada Ranti.
Ranti pada akhirnya mendapatkan ponsel milik adiknya itu, tentu saja Lisa tak boleh tau hal itu. Namun dengan perasaan yang setengah khawatir, Ranti mencoba berani untuk mengabarkan jika ia sudah sampai dirumah dengan selamat. Gadis itu takut jika Kevin akan khawatir ketika ia tidak memberinya kabar, jadilah dengan melupakan apa yang terjadi, Ranti sesegera mungkin memberi kabar tanpa terlebih dahulu mengganti nomor ponsel milik Lisa.
“Syukurlah jika kau sudah pulang,” balas Kevin yang membuat Ranti tersenyum karenanya.
“Tidurlah, besok pagi aku akan datang mengantarkanmu sarapan,” ucap Ranti mengirimi pesan lagi kepada Kevin.
Lalu Ranti terkejut mendapati pesan balasan dari Kevin yang diluar dugaan karena pemuda mengajaknya untuk melarikan diri bersama.
“Ranti, ayo kita melarikan diri saja,” ucap pemuda itu.
“Apa kau bercanda?”
... To be continued ...
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Ranti terbangun dari tidurnya, kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan Kevin. Namun sepertinya pemuda itu sudah sejak pagi tadi berangkat untuk bekerja, karena Ranti tak dapat menemukannya saat gadis itu mencari-cari disegala ruangan. Ranti pun akhirnya merasa bosan karena ia tidak tau harus melakukan apa ketika hanya bisa diam dirumah saja. Akhirnya gadis itu pun memutuskan untuk keluar rumah sebentar saja, karena apa salahnya jika ia pergi untuk menghirup udara segar di pagi hari. Ranti akhirnya pergi untuk mandi dan bersiap-siap, setelah itu Ranti terkejut saat menemukan di atas meja makan sudah ada dua pasang pancake yang Kevin siapkan untuknya.“Manis sekali,” ucap Ranti saat mendapati pancake buatan Kevin di hiasi dengan selai blueberry berbentuk gambar hati di atasnya.Sambil menyantap makanannya, Ranti terlihat sesekali tengah berpiki
Ranti dan Kevin terus berlari tanpa arah, namun yang pasti kini mereka tengah berlarian masuk jauh ke dalam hutan, mencari tempat untuk bersembunyi. Akhirnya mereka berhenti di tengah-tengah hutan dengan nafas yang masih terengah-engah. Ranti menepis tangan Kevin dan pemuda itu tau jika kekasihnya marah dan kini Ranti menatap Kevin dengan penuh rasa penasaran dan meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi .“Sepertinya Ibuku datang kemari,” ucap Kevin mencoba menjelaskan.“Memangnya kenapa jika Ibumu datang? Dan kenapa juga kita harus sembunyi? Bukankah beliau orang yang baik dan kau bilang Ibumu bersedia membantu Ibuku, jadi kenapa kita harus lari?” pertanyaan bertubi-tubi yang datangnya dari Ranti membuat Kevin berteriak kesal entah karena apa.“Sepertinya aku salah, mungkin Ibu merencanakan sesuatu karena ia membawa semua asistennya untuk menangkapku,” jawab Kevin yang terlihat panik.“Rencana? Soal ap
Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Re
Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s
Dengan sembari berlutut, Ranti memohon agar Bian mau menyimpan rahasia ini bersama. Melihat Ranti yang hampir putus asa, Bian menghela nafasnya dan mengangguk setuju. Dengan perasaan yang resah, Bian dan Ranti menghampiri meja makan yangsudah di tunggu oleh Ibunya Ranti, Bu Sasmi beserta Pak Akbar. Di sela-sela makan, sesekali mereka bersenda gurau seperti tak terjadi apa-apa. Namun Ranti yakin jika Bian kini sedang marah dengannya.Setelah selesai menyantap makan malam, masing-masing sibuk melakukan hal masing-masing hingga Bian mendatangi Ranti yang tengah mencuci piring.“Apa kau ingin ikut aku sebentar? Sekedar mencari udara segar,” tanya Bian dengan suara yang lantang membuat Ranti mengerti jika Bian ingin agar ia mau ikut keluar walau hanya sebentar.“Iya, tunggu saja diluar. Selesai mencuci piring, aku akan mendatangimu,” jawab Ranti yang kemudian melihat Bian pergi keluar terlebih dahulu.Ibu Sasmi yang mendengar bahwa Bian mengajak Ranti keluarpun tersenyu
Ranti terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Ibunya yang membangun, setelah itu dirinya bergegas untuk bersiap-siap. Tidak lama kemudian, Ranti turun menemui Ibunya yang sudah membuatkan sarapan untuknya. Kali ini Bian mempersilahkan agar Ranti duduk disebelahnya, hal itu membuat Lisa tersenyum kemudian menggoda keduanya. “Ehem, ada adegan romantis nih pagi-pagi,” ucap Lisa kemudian terkekeh pelan. Laila yang mendengar bahwa anak bungsunya mencoba untuk menggoda kakanya, segera mencubit lengan Lisa gemas. Lisa hanya makin cengengesan setelah mendapat terguran dari Ibunya, sementara Ranti menatap adiknya tajam seakan ingin mencekik adiknya itu hidup-hidup. “Kau sudah bilang pada Ibumu jika kau punya janji temu dengan Kevin?” tanya Bian yang kemidan berbisik pelan namun digelengi cepat oleh Ranti. “Bagaimana bisa aku mengatakannya kepada Ibu? Tentu saja Ibu tidak akan mengizinka