“Ayah selingkuh,”
Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lisa yang kemudian hanya tersenyum sinis kepada Imelda. Namun bukannya marah, Ayah mereka hanya terlihat berusaha mengacuhkan apa yang Lisa katakan. Dengan senyum yang terukir di wajahnya, Ayah mereka mempersilahkan Imelda untuk masuk ke dalam rumah. Dengan mencoba mengirimkan kode keras kepada Lisa, Ranti menyuruh agar Lisa segera pergi dari sana dan masuk ke kamarnya. Namun Lisa bersikeras untuk menolak, yang dilakukan Lisa adalah mencoba untuk ikut duduk serta memperhatikan apa yang akan Ayahnya lakukan. Kali ini Lisa bertanya-tanya, permainan seperti apa yang akan Ayahnya dan Tante Imelda mainkan.
“Tante Imelda ini rekan kerja Ayah dan mungkin beberapa kali beliau akan datang kerumah untuk mengerjakan beberapa pekerjaan bersama Ayah,” ucap Ayahnya yang hanya diangguki oleh Lisa sembari tersenyum mengiyakan.
Sedangkan Ranti kini sedang berada diluar rumah, karena tadinya ia harus tetap membuang serpihan kaca keluar. Sesaat setelah Ranti akan masuk kerumah, tangannya ditahan oleh Kevin yang entah sejak kapan tiba di sana. Dengan telunjuk yang ia lekatkan pada bibir Ranti, Kevin mengajak Ranti untuk menjauh dari rumah sementara waktu.
“Kevin maafkan aku, tapi aku tidak punya waktu untuk pergi denganmu sekarang. Ada tamu dirumah, jadi tidak baik jika aku pergi secara tiba-tiba,” ujar Ranti yang membuat Kevin mengangguk tanda mengerti namun tetap saja pemuda itu menahan Ranti untuk pergi.
“Aku hanya ingin bertanya, apakah benar jika Ibumu sedang berada di rumah sakit? Karena tetangga-tetangga sedang membicarakannya sekarang,” tanya Kevin yang terlihat khawatir akan keadaan Ranti sekarang.
“Soal itu,” tanpa basa-basi Ranti menganggukkan kepalanya, mengiyakan.
“Tapi kau tidak apa-apa kan?” tanya Kevin lagi memastikan.
“Nanti akan kuberitahu semuanya, aku akan menghubungimu lagi,” sahut Ranti kemudian segera berlarian memasuki rumah membuat Kevin hanya terdiam ditempatnya.
Dengan perasaan bersalah, Ranti mengintip kepergian Kevin dari balik jendela. Setelah diyakini Kevin telah pergi, Ranti pun bergegas mengambil dua buang cangkir dan membuatkan teh untuk ia suguhkan kepada Ayah dan tamu Ayahnya, Tante Imelda. Sesekali Ranti memperhatikan jika memang keduanya sedang membicarakan soal pekerjaan dengan Lisa yang terus saja mengganggu. Dengan marahnya, Ranti menarik Lisa menjauh dari sana. Dan ketika kedua kakak beradik itu sampai di kamar Lisa, adiknya itu menepis kedua lengan Ranti yang sedari tadi menariknya.
“Ibu akan kecewa jika ia melihat kelakuanmu yang seperti ini,” ujar Ranti membuat Lisa tertawa mendengarnya.
“Harusnya Ibu kecewa hanya kepadamu dan bukan aku,” kini Ranti benar-benar tak tahan harus terus-terusan ribut dengan adiknya.
“Sampai kapan kau akan terus-terusan menyalahkanku? Jangan berlagak seakan kau orang paling benar. Aku tau jika sekarang emosimu sedang tidak stabil, tapi tolong berhenti bersikap menjengkelkan karena sekarang yang lebih penting dipikirkan adalah tentang kesehatan Ibu,” ucap Ranti yang kemudian hendak meninggalkan Lisa sendirian namun langkah kakinya tertahan.
“Kau tidak tau kan jika Ayah berselingkuh?” kali ini Ranti hanya diam mencoba secara perlahan menelaah setiap kata yang Lisa ucapkan.
“Kau tidak punya bukti jika Ayah berselingkuh,” sahut Ranti kemudian.
“Tidakkah kau pernah berpikir jika Ayah dan Ibu terus saja berkelahi itu karena Ayah berselingkuh dengan Tante Imelda?” pertanyaan Lisa terdengar tidaklah masuk akal bagi Ranti, lalu dengan mata yang menatap sinis kepada adiknya, Ranti mencoba memperingatkan adiknya kembali.
“Kau jangan bicara sembarangan dan terus tutup mulutmu,” ucap Ranti dengan perasaan kesal.
“Aku akan buktikan,” ujar Lisa dengan percaya dirinya.
“Terserah kau saja,” sahut Ranti yang tidak peduli lagi dengan apa yang adiknya katakan, baginya adiknya hanya sedang dalam emosi yang tidak stabil dan bisa kapan saja meledak.
Ranti membuka ponselnya, dilihatnya ada banyak pesan masuk dari Kevin dan hal itu membuat ia merasa sangat senang. Tentu saja jika ia merasa begitu karena kekasihnya itu terus saja khawatir akan dirinya. Sungguh Kevin adalah sosok pemuda yang mungkin saja sangat di idam-idamkan oleh banyak gadis. Selain tampan, pemuda itu juga kaya raya bahkan sangat pengertian. Tentu saja Ranti merasa bersyukur memiliki kekasih sebaik Kevin, namun sesekali ia juga merasa khawatir jika mungkin saja hubungan mereka tak akan bertahan lama. Sungguh Ranti sangat benci jika membayangkannya, namun tetap saja dengan sesegera mungkin Ranti menepis pikirannya itu. Ranti membalas pesan Kevin dan setelahnya gadis itu berniat akan menemui Kevin di taman siang nanti sebelum ia akan pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Ibunya.
Dari kejauhan juga, Ranti sesekali mencoba untuk mengintip dari atas tangga. Ia masih melihat jika Ayahnya dan Tante Imelda memang tengah fokus membicarakan pekerjaan. Sekali lagi, Ranti tak habis pikir dengan apa yang adiknya pikirkan karena dengan mudahnya Lisa berpikiran jahat kepada Ayah mereka. Memang benar jika belakangan ini mereka sering mendengar jika orangtua mereka bertengkar dengan alasan salah satu dari mereka berselingkuh, namun selagi tidak ada bukti, semua itu dianggap hanya kesalah pahaman saja.
“Sepertinya anak-anakmu tidak akan menyukaiku,” ujar Imelda yang ketika itu sedang mengedarkan pandangannya ke segala arah memastikan tidak adanya Ranti dan Lisa di sana.
“Jangan berpikiran seperti itu, pasti juga lambat laun mereka akan mengerti dan siap menerimamu sebagai Ibu baru mereka,” sayangnya percakapan itu tak di dengar oleh Ranti yang sudah lebih dulu pergi keluar rumah untuk menemui Kevin.
Ternyata benar apa yang dikatakan Lisa jika selama ini Ayahnya berselingkuh, bahkan beberapa waktu lalu Lisa menguping pertengkaran di antara keduanya yang disebabkan oleh kehadiran orang ketiga.
“Aku tak tau akan bagaimana mendekati kedua anakmu, terlebih lagi kau masih berstatuskan suami orang. Apa tidak masalah jika aku sesekali datang kemari? Apa tidak jadi bahan gunjingan orang-orang nantinya, terlebih tetangga di sekitarmu?” tanya Imelda merasa khawatir akan hubungan yang ia jalani bersama Toni, yang merupakan Ayah dari Ranti dan juga Lisa
“Aku tidak peduli apa kata orang, kau hanya perlu percaya dan yakin kepadaku karena sudah pasti kita akan hidup bahagia bersama. Kau sudah janji tidak akan meninggalkan aku kan?” tanya Toni balik dengan menggenggam kedua tangan Imelda dengan eratnya bahkan pria itu mengecup pelan dahi wanita dihadapannya itu.
“Ckreck,” suara jepretan kamera membuat Toni beserta Imelda terdiam dan mencoba mencari asal suara namun mereka tak menemukan apa-apa.
Sedangkan Lisa mencoba untuk sembunyi dan tanpa sadar gadis itu membekap mulutnya dan mendengus kesal karena lupa mematikan suara ponselnya hingga menimbulkan suara sekali jepretan. Namun sesaat kemudian gadis itu tersenyum lega karena ia berhasil mendapatkan sedikit bukti jika benar Ayahnya memang berselingkuh.
“Aku tidak punya cukup bukti, tapi jika aku sabar sedikit lagi saja, aku bisa melaporkan Ayah pada polisi. Lagipula Ranti tidak akan bisa menolong apa-apa, jadi aku harus melakukan semuanya sendiri,” ucap Lisa yang kemudian bertekad akan membongkar perselingkuhan diantara Ayahnya dengan Tante Imelda.
.
Sementara di taman, Ranti merasa senang saat mendapati Kevin yang melambai dari kerjauhan kepadanya. Dengan sangat antusias, Ranti mendatangi pemuda itu dan memeluknya.
“Tidak terlalu lama menunggu kan?” tanya Ranti dengan sesekali mencubit wajah Kevin yang kemudian mengeluh kesakitan.
“Tidak, kalaupun harus menunggu sangat lama, tetap akan ku tunggu,” jawab Kevin yang mencoba menggombal, membuat wajah Ranti kemerahan tanda ia tersipu malu.
“Tapi aku tidak bisa lama-lama di sini karena sore ini aku harus melihat keadaan Ibu di rumah sakit,” ucap Ranti yang kemudian mendapat sebuah kecupan manis di pipinya.
“Apa ratuku mau diantar?” tanya Kevin yang menawarkan diri membuat wajah Ranti semakin memerah.
“Umm, ituuu itu … Tidak perlu,” jawab Ranti yang sedikit terbata-bata karena perlakuan manis dari Kevin itu.
Tapi tetap saja Kevin menolak untuk tidak mengantarkan kekasihnya itu kerumah sakit. Lalu Ranti menurut saja ketika Kevin menyuruhnya untuk menunggu. Ranti duduk sambil sesekali menatap kelangit-langit saat dirasa ia sedikit merasa bosan menunggu Kevin di taman, pemuda itu mengatakan akan pergi mengambil kendaraan untuk dipakai mengantarkan Ranti sampai kerumah sakit, namun sudah lama sekitaran 15 menit Ranti menunggunya. Namun dengan mata yang sedikit terbelalak, gadis itu mendapati Kevin yang menjemputnya menggunakan mobil sport. Ranti tidak tau mobil apa namanya, namun yang pasti ia pernah lihat mobil sejenis itu di televisi. Dengan sigap pula Kevin membukakan pintu dan mempersilahkan Ranti untuk duduk di sebelahnya.
Kendaraan yang mereka naiki melaju menuju rumah sakit, betapa terpesonanya Ranti melihat Kevin dengan kerennya fokus menyetir hingga jantung Ranti terasa akan copot. Bagaimana bisa ia punya pacar sekeren ini? Padahal sejujurnya yang terjadi dulu memang diluar dugaan. Bahkan semasa mereka masih di bangku SMA, Ranti dan Kevin selalu bertengkar sampai mendapat julukan sebagai Tom and Jerry di sekolahan. Namun kini mereka tak terpisahkan layaknya Romeo dan Juliet. Dan tak perlu membutuhkan waktu yang lama, mereka akhirnya tiba di tempat tujuan. Seluruh mata pun tertuju pada mereka, beberapa orang bahkan berbisik seakan iri kepada Ranti.
“Ternyata begini rasanya memiliki pacar yang super kaya raya,” ujar Ranti dalam hati.
Dengan merangkul lengan Kevin erat, gadis itu berjalan berdampingan di sepanjang koridor rumah sakit. Ranti memeriksa ruang ICU dan ternyata tidak menampakkan keberadaan Ibunya. Ranti pun menghampiri meja pendaftaran dan menanyakan keberadaan Ibunya kepada perawat, tetapi tanpa sadar perawat tersebut malah fokus akan keberadaan Kevin yang sedari tadi merangkul pundak Ranti di sebelahnya.
“Di ruangan mana Ibu Laila dipindahkan?” tanya Kevin yang membantu Ranti untuk mendapatkan informasi tentang Ibunya.
“Oh itu, Ibu Laila dipindahkan di ruangan kamboja nomor 3,” kali ini perawat itu tersadar dari lamunannya dan mendapati Ranti yang sedang menatapnya tajam
“Kalau begitu, terimakasih,” sahut Kevin yang segera menarik Ranti menjauh agar tidak menimbulkan perkelahian.
Dengan sangat hati-hati Ranti mencari dimana keberadaan ruang kamboja dengan Kevin yang masih setia menemani. Namun setelah Ranti menemukan kamar tersebut, gadis itu masuk dengan Kevin yang memilih untuk menunggu diluar.
“Ibu, bagaimana keadaan Ibu?” tanya Ranti yang mendapati Ibunya sedang menyantap makan dengan di temani oleh Paman Adi di dekatnya.
“Oh Ranti, sudah sampai tenyata nak,” sapa Paman Adi yang dibalas dengan senyuman di wajah gadis itu.
Laila memeluk putrinya erat, dilihatnya jika Ibunya kini masih dalam keadaan yang lemah dan juga lesu. Dengan perlahan-lahan Ranti menyuapi Ibunya agar wanita itu mau makan. Sedangkan pamannya sedari tadi permisi keluar untuk sekedar mencari udara segar.
“Ranti, Ibu minta maaf ya. Dihari ulang tahunmu, Ibu tidak bisa merayakannya bersama,” mendengar ucapan Ibunya, Ranti menggelengkan kepalanya perlahan.
“Tidak apa Bu, yang Ranti inginkan sekarang adalah kesembuhan Ibu. Kasihan Lisa dirumah sendirian, ia bilang jika ia rindu sekali dengan Ibu,” ujar Ranti membuat Ibunya tersenyum mendengarnya.
“Kau tidak ajak adikmu kemari?” tanya Ibunya lagi membuat Ranti berbisikkan beberapa kata yang diyakini akan membuat Ibunya tertawa mendengarnya.
“Tidak Ibu, habisnya Lisa cerewet sekali orangnya,” jawab Ranti yang berbisik ditelinga Ibunya membuat Ibunya mencubit wajah Ranti gemas.
Tapi secara tiba-tiba saja, air mata mulai perlahan turun membasahi wajah Ibunya. Wajah cantik itu berubah menjadi lebih murung membuat Ranti dengan kedua tangannya menghapus air mata itu perlahan. Ranti mencoba untuk kuat dan tidak ikut menangis, lalu dengan sesekali menepuk pundak Ibunya, Ranti mengatakan kepada Ibunya agar tetap sabar, tabah, serta kuat menjalani cobaan yang sedang menimpa Ibunya. Namun dengan sedikit terbata-bata, Ibunya meyakinkan Ranti bahwa keputusan untuk bercerai dari Ayahnya dirasa sudah bulat membuat Ranti akan berusaha mengerti hingga ikhlas menerimanya demi kebaikan Ibunya.
“Tapi kalau boleh tau, apa penyebab Ibu ingin menceraikan Ayah? Apa benar jika Ayah berselingkuh?” tanya Ranti yang membuat Ibunya hanya diam tak berniat menjawabnya. “Itu belum tentu benar kan?”
... To be continued ...
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Ranti terbangun dari tidurnya, kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan Kevin. Namun sepertinya pemuda itu sudah sejak pagi tadi berangkat untuk bekerja, karena Ranti tak dapat menemukannya saat gadis itu mencari-cari disegala ruangan. Ranti pun akhirnya merasa bosan karena ia tidak tau harus melakukan apa ketika hanya bisa diam dirumah saja. Akhirnya gadis itu pun memutuskan untuk keluar rumah sebentar saja, karena apa salahnya jika ia pergi untuk menghirup udara segar di pagi hari. Ranti akhirnya pergi untuk mandi dan bersiap-siap, setelah itu Ranti terkejut saat menemukan di atas meja makan sudah ada dua pasang pancake yang Kevin siapkan untuknya.“Manis sekali,” ucap Ranti saat mendapati pancake buatan Kevin di hiasi dengan selai blueberry berbentuk gambar hati di atasnya.Sambil menyantap makanannya, Ranti terlihat sesekali tengah berpiki
Ranti dan Kevin terus berlari tanpa arah, namun yang pasti kini mereka tengah berlarian masuk jauh ke dalam hutan, mencari tempat untuk bersembunyi. Akhirnya mereka berhenti di tengah-tengah hutan dengan nafas yang masih terengah-engah. Ranti menepis tangan Kevin dan pemuda itu tau jika kekasihnya marah dan kini Ranti menatap Kevin dengan penuh rasa penasaran dan meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi .“Sepertinya Ibuku datang kemari,” ucap Kevin mencoba menjelaskan.“Memangnya kenapa jika Ibumu datang? Dan kenapa juga kita harus sembunyi? Bukankah beliau orang yang baik dan kau bilang Ibumu bersedia membantu Ibuku, jadi kenapa kita harus lari?” pertanyaan bertubi-tubi yang datangnya dari Ranti membuat Kevin berteriak kesal entah karena apa.“Sepertinya aku salah, mungkin Ibu merencanakan sesuatu karena ia membawa semua asistennya untuk menangkapku,” jawab Kevin yang terlihat panik.“Rencana? Soal ap
Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Re
Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s
Dengan sembari berlutut, Ranti memohon agar Bian mau menyimpan rahasia ini bersama. Melihat Ranti yang hampir putus asa, Bian menghela nafasnya dan mengangguk setuju. Dengan perasaan yang resah, Bian dan Ranti menghampiri meja makan yangsudah di tunggu oleh Ibunya Ranti, Bu Sasmi beserta Pak Akbar. Di sela-sela makan, sesekali mereka bersenda gurau seperti tak terjadi apa-apa. Namun Ranti yakin jika Bian kini sedang marah dengannya.Setelah selesai menyantap makan malam, masing-masing sibuk melakukan hal masing-masing hingga Bian mendatangi Ranti yang tengah mencuci piring.“Apa kau ingin ikut aku sebentar? Sekedar mencari udara segar,” tanya Bian dengan suara yang lantang membuat Ranti mengerti jika Bian ingin agar ia mau ikut keluar walau hanya sebentar.“Iya, tunggu saja diluar. Selesai mencuci piring, aku akan mendatangimu,” jawab Ranti yang kemudian melihat Bian pergi keluar terlebih dahulu.Ibu Sasmi yang mendengar bahwa Bian mengajak Ranti keluarpun tersenyu
Ranti terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara Ibunya yang membangun, setelah itu dirinya bergegas untuk bersiap-siap. Tidak lama kemudian, Ranti turun menemui Ibunya yang sudah membuatkan sarapan untuknya. Kali ini Bian mempersilahkan agar Ranti duduk disebelahnya, hal itu membuat Lisa tersenyum kemudian menggoda keduanya. “Ehem, ada adegan romantis nih pagi-pagi,” ucap Lisa kemudian terkekeh pelan. Laila yang mendengar bahwa anak bungsunya mencoba untuk menggoda kakanya, segera mencubit lengan Lisa gemas. Lisa hanya makin cengengesan setelah mendapat terguran dari Ibunya, sementara Ranti menatap adiknya tajam seakan ingin mencekik adiknya itu hidup-hidup. “Kau sudah bilang pada Ibumu jika kau punya janji temu dengan Kevin?” tanya Bian yang kemidan berbisik pelan namun digelengi cepat oleh Ranti. “Bagaimana bisa aku mengatakannya kepada Ibu? Tentu saja Ibu tidak akan mengizinka
Dengan sembari berlutut, Ranti memohon agar Bian mau menyimpan rahasia ini bersama. Melihat Ranti yang hampir putus asa, Bian menghela nafasnya dan mengangguk setuju. Dengan perasaan yang resah, Bian dan Ranti menghampiri meja makan yangsudah di tunggu oleh Ibunya Ranti, Bu Sasmi beserta Pak Akbar. Di sela-sela makan, sesekali mereka bersenda gurau seperti tak terjadi apa-apa. Namun Ranti yakin jika Bian kini sedang marah dengannya.Setelah selesai menyantap makan malam, masing-masing sibuk melakukan hal masing-masing hingga Bian mendatangi Ranti yang tengah mencuci piring.“Apa kau ingin ikut aku sebentar? Sekedar mencari udara segar,” tanya Bian dengan suara yang lantang membuat Ranti mengerti jika Bian ingin agar ia mau ikut keluar walau hanya sebentar.“Iya, tunggu saja diluar. Selesai mencuci piring, aku akan mendatangimu,” jawab Ranti yang kemudian melihat Bian pergi keluar terlebih dahulu.Ibu Sasmi yang mendengar bahwa Bian mengajak Ranti keluarpun tersenyu
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s
Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Re
Ranti dan Kevin terus berlari tanpa arah, namun yang pasti kini mereka tengah berlarian masuk jauh ke dalam hutan, mencari tempat untuk bersembunyi. Akhirnya mereka berhenti di tengah-tengah hutan dengan nafas yang masih terengah-engah. Ranti menepis tangan Kevin dan pemuda itu tau jika kekasihnya marah dan kini Ranti menatap Kevin dengan penuh rasa penasaran dan meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi .“Sepertinya Ibuku datang kemari,” ucap Kevin mencoba menjelaskan.“Memangnya kenapa jika Ibumu datang? Dan kenapa juga kita harus sembunyi? Bukankah beliau orang yang baik dan kau bilang Ibumu bersedia membantu Ibuku, jadi kenapa kita harus lari?” pertanyaan bertubi-tubi yang datangnya dari Ranti membuat Kevin berteriak kesal entah karena apa.“Sepertinya aku salah, mungkin Ibu merencanakan sesuatu karena ia membawa semua asistennya untuk menangkapku,” jawab Kevin yang terlihat panik.“Rencana? Soal ap
Ranti terbangun dari tidurnya, kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan Kevin. Namun sepertinya pemuda itu sudah sejak pagi tadi berangkat untuk bekerja, karena Ranti tak dapat menemukannya saat gadis itu mencari-cari disegala ruangan. Ranti pun akhirnya merasa bosan karena ia tidak tau harus melakukan apa ketika hanya bisa diam dirumah saja. Akhirnya gadis itu pun memutuskan untuk keluar rumah sebentar saja, karena apa salahnya jika ia pergi untuk menghirup udara segar di pagi hari. Ranti akhirnya pergi untuk mandi dan bersiap-siap, setelah itu Ranti terkejut saat menemukan di atas meja makan sudah ada dua pasang pancake yang Kevin siapkan untuknya.“Manis sekali,” ucap Ranti saat mendapati pancake buatan Kevin di hiasi dengan selai blueberry berbentuk gambar hati di atasnya.Sambil menyantap makanannya, Ranti terlihat sesekali tengah berpiki
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak