Pagi itu di sebuah taman, terlihat sesosok gadis tengah duduk di bangku taman. Gadis itu adalah Ranti dan hari ini adalah ulang tahunnya. Di umur yang menginjak angka 18 tahun kali ini, gadis itu sangat ingin merayakannya bersama kedua orangtuanya. Namun semua yang sedari awal Ranti persiapkan, kini hanya omong kosong belaka. Gadis itu hanya bisa diam menunduk mencoba menahan tangisnya hingga sebuah tangan tiba-tiba membekapnya erat.
Betapa terkejutnya Ranti saat mendapati bahwa seseorang yang memeluknya itu adalah Kevin, kekasihnya. Kevin menyodorkan sebuah buket bunga kepadanya sembari mengucapkan selamat ulang tahun kepada kekasihnya itu. Rantipun tak sanggup menahan tangisnya hingga tangis itu pecah menjadi haru. Di dekapnya pemuda itu sembari mengucapkan terimakasih.
“Tadinya aku datang ke rumahmu, tapi adikmu bilang kau tidak ada dirumah,” ujar Kevin yang kemudian ditanggapi oleh Ranti dengan sedikit tersenyum.
Namun senyuman itu bukanlah senyum kebahagiaan, melainkan senyum yang dipaksakan. Kevin tau apa yang terjadi dengan kekasihnya itu, dengan senyum lebarnya, pemuda itu menarik lengan Ranti untuk ikut dengannya. Ranti hanya diam mengikuti, sedari tadi gadis itu tak mengatakan apa-apa.
“Karena hari ini ulang tahunmu, aku akan membuatmu serasa menjadi seorang ratu sejagat dalam sehari,” ujar Kevin dengan antusiasnya membuat Ranti benar-benar tertawa setelahnya.
Dan seharian inipun mereka menghabiskan waktu bersama dengan pergi nonton ke bioskop, pergi berbelanja, bahkan Kevin mentraktir Ranti makan di restoran yang terbilang cukup mahal. Memang mudah bagi Kevin untuk menghambur-hamburkan uangnya. Terlebih anak itu adalah anak orang kaya yang memang hidup bergelimpangan harta. Entah Ranti harus merasa bersyukur atau tidak karena sejujurnya Ranti kurang merasa nyaman jika pemuda itu terus saja menghamburkan uang untuk dirinya. Memang pada akhirnya Ranti tetap saja akan merasa senang, bahkan gadis itu tidak bisa menolak pemberian Kevin atau bisa saja pemuda itu akan marah padanya.
“Bagaimana? Apa kau sekarang merasa lebih baik?” tanya Kevin sembari menatap Ranti dengan tatapan penuh harap.
“Iya, aku merasa lebih baik karenamu,” jawab Ranti membuat Kevin merasa lega mendengarnya.
“Tapi kenapa kau tidak mengangkat panggilanku pagi tadi?” tanya Kevin membuat Ranti tersedak karenanya dan dengan sigap Kevin menyodorkan segelas air kepada gadis itu.
“Soal itu, memang aku tak sengaja meninggalkan ponselku dirumah,” jawab Ranti dengan sesekali menepuk-nepuk dadanya sehabis minum.
“Apa orangtuamu bertengkar lagi tadi pagi?” dengan hati-hati Kevin bertanya dan Ranti pun mengangguk dan kembali merasa sedih.
“Sepertinya mereka akan segera bercerai,” ucap Ratih dengan sesekali mengelap air matanya yang mulai membasahi wajah.
Kevin dengan inisatifnya sendiri mendekati kekasihnya itu, sesekali Kevin menghapus air mata Ranti dengan tangannya sendiri, pemuda itu juga membekap kekasihnya ke dalam pelukan. Sesekali Kevin berujar menyemangati Ranti agar gadis itu tetap sabar dan tabah, bagaimanapun juga untuk kedepannya pemuda itu yakin jika Ranti akan baik-baik saja walaupun mungkin kedua orangtua Ranti akan bercerai.
.
Malam harinya, Ranti diantar pulang sampai kerumah oleh Kevin. Dipandanginya punggung pemuda itu yang perlahan-lahan menjauh. Memang rumah antara Ranti dan Kevin tidak begitu jauh, hanya berbeda beberapa gang saja, jadi sudah biasa jika Kevin secara tiba-tiba datang menjemputnya.
Keadaan rumah dirasa sepi setelah Ranti menutup pintu secara perlahan. Ia berharap jika seisi rumah sudah tertidur, karena gadis itu takut dimarahi setelah pulang larut malam. Namun matanya secara tiba-tiba teralihkan pada banyaknya pecahan kaca yang tersebar kemana-mana dan Ranti yakin jika pecahan itu berasal dari guci milik Ibunya yang memang sebelumnya utuh disudut ruangan.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” tanya Ranti sedikit berbisik.
Gadis itupun memutuskan untuk tidak menghiraukan dan bergegas masuk ke kamarnya. Di tutup nya pintu kamar dengan sangat berhati-hati lalu ia bergegas menguncinya. Diraihnya sebuah ponsel miliknya yang sedari tadi tergeletak di atas kasur dan betapa terkejutnya gadis itu mendapati banyaknya panggilan masuk dari nomor ponsel milik adiknya, selain panggilan dari Kevin tentunya.
Rantipun mencoba menghubungi Lisa adiknya, namun tak ada jawaban. Ranti kemudian beralih memeriksa pesan masuk yang tentu saja sesuai dengan apa yang ia bayangkan jika ada banyak sekali pesan masuk yang datang dari adiknya. Pesan itu mengatakan jika Ayah dan Ibunya bertengkar hebat lagi hari ini dan hal itu membuat Ibunya harus masuk rumah sakit. Dengan bergegas Ranti menuruni tangga dan berlarian keluar rumah menuju jalanan besar. Gadis itupun segera mencari pengendara ojek yang kebetulan lewat dan untungnya tanpa waktu lama, gadis itu menemukannya.
“Mau kemana Neng?” tanya Abang ojek yang menyodorkan helm kepada Ranti.
“Tolong Bang, kerumah sakit ini ya,” jawab Ranti yang langsung menaiki motor dengan keadaan yang tergesa-gesa.
Tanpa tanya lagi, Abang ojek sudah paham kenapa Ratih terlihat sangat tergesa-gesa karena bisa jadi ini adalah keadaan yang darurat. Dengan melajukan kendaraannya, mereka melesat menuju rumah sakit dimana Ibu Ranti tengah dirawat.
Hanya butuh waktu 15 menit, Ranti sampai di rumah sakit. Dan setelah gadis itu membayar ongkos ojeknya, ia berlarian di koridor rumah sakit dengan sesekali tetap mencoba menghubungi Lisa. Namun nihil, adiknya tak pernah mengangkat panggilannya. Sesekali gadis itu juga bertanya kepada beberapa perawat yang ia temui, bertanya sekiranya mereka tau dimana Ibunya dirawat.
Tiba-tiba saja lututnya terasa begitu lemas saat ia dengan kedua mata kepalanya, melihat adiknya tengah menangis sesenggukan disebuah bangku yang menghadap pada sebuah ruangan bertuliskan ruang operasi. Dengan keadaan jantung yang masih berdebar, Ranti menghampiri adiknya. Setelah melihat kakaknya tiba, Lisa kembali menangis dengan histerisnya kemudian menampar Ranti tepat diwajahnya.
“Kau kemana saja hah?” teriak Lisa membuat Ranti hanya memegangi wajahnya yang terasa panas setelah mendapatkan tamparan dari adiknya.
Ranti pun berusaha untuk membuat Lisa tenang lebih dahulu, bahkan ia tak bisa lagi untuk ikut menangis. Dengan perlahan, Ranti bertanya kepada adiknya bagaimana bisa Ibu mereka sampai harus masuk rumah sakit. Lalu Lisa menjelaskan jika kedua orangtuanya mulai bertengkar tanpa tau apa penyebabnya, kemudian Lisa mendengar suara pecahan yang dibuat oleh Ibunya dengan cara melempar guci ke lantai hingga pecahannya tersebar kesembarang arah. Tanpa bisa dihentikan, Ibunya mengambil pecahan tersebut dan menyayat pergelangan tangannya sendiri.
Entah untuk keberapa kalinya Ranti merasa terkejut dengan apa yang terjadi, apalagi setelah mendengar penjelasan dari adiknya barusan. Ranti benar-benar merasa kesal akan dirinya sendiri dan membayangkan jika saja ia tadi membawa ponselnya, mungkin semua ini tak akan terjadi. Lalu dengan perasaan khawatir, Ranti ikut menunggu bersama Lisa dengan senantiasa berdoa semoga Ibu mereka akan baik-baik saja.
“Lalu dimana Ayah?” tanya Ranti yang teringat akan Ayahnya dan dijawab hanya dengan gelengan kepala singkat oleh adiknya.
“Sebelum Ibu mencoba untuk menyayat pergelangan tangannya, Ayah sudah lebih dulu keluar dari rumah,” jawab Lisa dengan sesekali menahan tangisnya
“Kau tidak mencoba menghubungi Ayah?” tanya Ranti lagi.
“Aku sudah mencobanya, namun tak ada yang menjawabku hingga aku kehabisan baterai,” ucap Lisa sembari memperlihatkan keadaan ponselnya yang telah mati total.
Sekarang Ranti mengerti kenapa ia tak bisa menghubungi adiknya sedari tadi dan sudah terbayangkan olehnya jika Lisa pasti merasa sangat ketakutan karena kejadian ini terjadi secara tiba-tiba. Kemudian dilihatnya dari kejauhan, seorang pria datang menghampiri mereka , pria itu adalah Paman mereka yang diketahui telah membantu Lisa membawa Ibunya ke rumah sakit.
“Ranti, bisa kau coba untuk hubungi Ayahmu? Ayahmu harus tau keadaan Ibumu sekarang. Kau juga tau jika Paman sudah lama sekali tidak berkomunikasi lagi dengan Ayahmu. Terlebih lagi tadi Lisa kehabisan baterai, jadi Paman tidak bisa menyimpan nomornya,” ujar Paman Adi membuat Ranti mengangguk paham.
“Iya Paman,” dengan berjalan sedikit menjauh, Ranti mencoba menghubungi Ayahnya namun panggilannya tak juga diangkat sama seperti yang Lisa alami.
“Paman sudah membayar semua biaya berobat Ibumu, semoga ia lekas sembuh,” ujar Pamannya kepada Lisa membuat Lisa sedikit menghela nafas lega
Sesaat kemudian, dilihatnya seorang dokter keluar dari ruang operasi. Dokter tersebut pun mencari-cari keberadaan keluarga dari Ibu Laila yang adalah nama Ibu mereka. Dokter mengatakan jika pendarahan yang dialami Ibu mereka sudah dihentikan dan rumah sakit sama sekali tidak kehabisan persediaan darah untuk didonorkan. Sesegera mungkin Ibu mereka akan dipindahkan keruangan ICU baru jika keadaannya semakin membaik, Ibu mereka akan dipindahkan lagi keruangan rawat inap. Kali ini Lisa dan Ranti pun merasa benar-benar lega dan mereka tak hentinya mengucap syukur setelahnya.
.
Keesokan harinya, Lisa bergegas mengemasi barang-barang yang ia dan Ibunya perlukan agar ia bisa merawat Ibunya di rumah sakit. Padahal gadis itu harus tetap pergi ke sekolah. Hal itu pun membuat Ranti harus menghentikan niat adiknya itu.
“Biar aku saja yang merawat Ibu di rumah sakit, kau harus tetap pergi ke sekolah,” ucap Ranti membuat Lisa mendengus kesal saat mendengarnya.
“Aku tak akan biarkan Ibu bersamamu. Bagaimana bisa aku mempercayakan Ibu padamu yang secara tiba-tiba kemarin malah menghilang entah kemana,” ujar Lisa membuat Ranti juga ikut merasa kesal setelahnya.
“Aku tau aku salah, jadi maafkan aku,” ucap Ranti mencoba untuk mengalah.
“Harusnya kau minta maaf pada Ibu, coba saja kalau kemarin kau mau mengangkat panggilanku, mungkin Ibu tak harus masuk rumah sakit,” kali ini Ranti benar-benar merasa telinganya panas akan omelan yang Lisa lontarkan.
“Ponselku ketinggalan dan aku bukannya sengaja meninggalkannya,” ucap Ranti masih mencoba menjelaskan.
“Aku tau jika kemarin kau keluar bersama kekasihmu itu, Kak Kevin. Pagi-pagi sekali dia sudah mencarimu kerumah dan sudah pasti kau sengaja meninggalkan ponselmu agar tidak ada yang bisa mengganggu kalian,” kali ini Ratih tak tahan dengan ucapan Lisa barusan, membuatnya tanpa sadar menampar wajah Lisa hingga meninggalkan bekas kemerahan.
“Beraninya kau bicara seperti itu padahal kau tak tau apa yang terjadi. Pokoknya kau harus tetap pergi ke sekolah, kalau sampai aku tau kau membolos, aku tak akan segan-segan menghukum mu,” kali ini Ranti tak lagi bisa mengontrol emosinya hingga membanting pintu kamar Lisa dengan kerasnya membuat adiknya berteriak kesetanan.
Dengan langkah kaki yang dihentak-hentakkan, Ranti bergegas turun kebawah dan membersihkan sisa pecahan guci yang berserakan dimana-mana. Bahkan gadis itu juga membersihkan beberapa tetes darah yang mengotori lantai hingga tiba-tiba saja ia mendengar suara langkah kaki mendekat dan Ranti tau itu mungkin saja suara langkah kaki milik Lisa. Namun gadis itu salah karena langkah kaki itu adalah langkah kaki milik Ayahnya yang datang sembari menatap Ranti dengan bingungnya.
“Ada apa ini?” tanya Ayahnya namun Ranti tak berniat untuk menjawab.
“Oh, Ayah sudah pulang?” kali ini hanya Lisa yang terlihat menyambut kedatangan Ayahnya.
Namun mimik wajah Lisa tak terlihat senang, lalu dengan penuh amarahnya, gadis itu berteriak pada Ayahnya dengan melayangkan beberapa pertanyaan secara bertubi-tubi. Bahkan lambat laun gadis itu terlihat mulai menangis entah untuk keberapa kalinya.
“Semua ini karena Ayah. Ayah egois membuat Ibu berusaha untuk bunuh diri,” amarah itu sedari tadinya sudah menumpuk di dalam hatinya dan akhirnya kini Lisa bisa ungkapkan kepada Ayahnya.
“Apa maksudmu dengan bunuh diri?” tanya Ayahnya lagi.
Dengan melayangkan beberapa pukulan, Lisa meluapkan semua emosinya. Sedangkan Ranti sama sekali tidak peduli dengan apa yang terjadi, gadis itu tetap berulang kali membersihkan noda darah yang berceceran hingga lantai itu terlihat bersih tanpa noda. Namun ketika Ranti hendak membuang serpihan kaca keluar rumah, Ranti sadar akan sesuatu. Ia sadar jika Ayahnya tak hanya pulang kerumah sendirian tapi Ranti juga mendapati jika Ayahnya membawa seorang wanita yang kini tengah berdiri di depan pintu dengan senyum yang terlihat ramah kepadanya.
“Ayah, siapa wanita ini?” tanya Ranti membuat seluruh mata tertuju pada wanita itu.
“Oh iya perkenalkan, wanita ini adalah Tante Imelda dan Ayah pikir sudah waktunya kalian Ayah perkenalkan dengan Tante Imelda,” jawab Ayahnya membuat Ranti membelalakkan matanya dan memperhatikan wanita itu dari ujung kaki hingga ujung kepala.
“Apa maksudnya?” tanya Ranti yang tak mengenti.
“Ayah selingkuh”
... To be continued ...
“Ayah selingkuh,”Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Lisa yang kemudian hanya tersenyum sinis kepada Imelda. Namun bukannya marah, Ayah mereka hanya terlihat berusaha mengacuhkan apa yang Lisa katakan. Dengan senyum yang terukir di wajahnya, Ayah mereka mempersilahkan Imelda untuk masuk ke dalam rumah. Dengan mencoba mengirimkan kode keras kepada Lisa, Ranti menyuruh agar Lisa segera pergi dari sana dan masuk ke kamarnya. Namun Lisa bersikeras untuk menolak, yang dilakukan Lisa adalah mencoba untuk ikut duduk serta memperhatikan apa yang akan Ayahnya lakukan. Kali ini Lisa bertanya-tanya, permainan seperti apa yang akan Ayahnya dan Tante Imelda mainkan.“Tante Imelda ini rekan kerja Ayah dan mungkin beberapa kali beliau akan datang kerumah untuk mengerjakan beberapa pekerjaan bersama Ayah,” ucap Ayahnya yang hanya diangguki oleh Lisa sembari tersenyum mengiyakan.Sedangkan Ranti kini sedang berada diluar rumah, karena tadinya ia
Pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan di dalam pikiran Ranti, terlebih Ibunya tak mampu mengatakan apapun kepada anak gadisnya itu. Ia tak bisa mengatakan segalanya, mengatakan jika benar Ayah mereka berselingkuh dan semua terasa sulit untuk baginya. Alasannya jika Laila mengatakan segalanya, itu semua sangat tidak baik untuk kesehatan mental Ranti dan juga Lisa. Apalagi Lisa dirasa masih duduk di bangku sekolah, bahkan kabar perceraian mereka saja sudah cukup membuat anak-anaknya itu terkejut, mana bisa ditambahi dengan kabar miring tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayah mereka. Walaupun tanpa adanya jawaban, tetap saja perceraian itu akan terus berlanjut. Dan hari demi hari telah berlalu, setelah keluar dari rumah sakitpun Laila harus tetap kuat menjalani sisa hari menuju perceraian. Beberapa kali juga ia dipanggil untuk datang ke Pengadilan Agama untuk mengurus segala keperluan dalam mengurus surat perceraian, namun ia sangat terharu karena ia ditemani oleh kedua anak
Keesokan harinya, Ranti tengah melamun di ruang tamu berusaha untuk mencerna apa yang Kevin katakan tadi malam. Gadis itu masih bingung apakah dengan cara melarikan diri bersama Kevin adalah jalan keluar dari setiap permasalahannya? Terlebih sejujurnya Ranti sudah muak dengan keadaannya sekarang. Perseteruan di antara kedua orangtuanya juga tak kunjung selesai, Ranti hanya ingin keadaan semakin membaik setiap harinya dan bukannya bertambah besar. Sesaat kemudian, Ranti mendengar suara ketukan pintu membuatnya beranjak membukakan pintu dan yang datang adalah Pamannya, Adi. Seperti biasa, sesudah Pamannya itu datang ke rumah, sudah pasti sesaat kemudian akan datang Ayahnya yang menyusul dengan diikuti oleh pengacara pribadinya. “Selamat pagi, Ranti,” sapa Paman Adi kepada Ranti yang sama sekali tidak berniat untuk membalas sapaan itu. &
Ranti terbangun dari tidurnya, kemudian gadis itu mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari keberadaan Kevin. Namun sepertinya pemuda itu sudah sejak pagi tadi berangkat untuk bekerja, karena Ranti tak dapat menemukannya saat gadis itu mencari-cari disegala ruangan. Ranti pun akhirnya merasa bosan karena ia tidak tau harus melakukan apa ketika hanya bisa diam dirumah saja. Akhirnya gadis itu pun memutuskan untuk keluar rumah sebentar saja, karena apa salahnya jika ia pergi untuk menghirup udara segar di pagi hari. Ranti akhirnya pergi untuk mandi dan bersiap-siap, setelah itu Ranti terkejut saat menemukan di atas meja makan sudah ada dua pasang pancake yang Kevin siapkan untuknya.“Manis sekali,” ucap Ranti saat mendapati pancake buatan Kevin di hiasi dengan selai blueberry berbentuk gambar hati di atasnya.Sambil menyantap makanannya, Ranti terlihat sesekali tengah berpiki
Ranti dan Kevin terus berlari tanpa arah, namun yang pasti kini mereka tengah berlarian masuk jauh ke dalam hutan, mencari tempat untuk bersembunyi. Akhirnya mereka berhenti di tengah-tengah hutan dengan nafas yang masih terengah-engah. Ranti menepis tangan Kevin dan pemuda itu tau jika kekasihnya marah dan kini Ranti menatap Kevin dengan penuh rasa penasaran dan meminta penjelasan mengenai apa yang sedang terjadi .“Sepertinya Ibuku datang kemari,” ucap Kevin mencoba menjelaskan.“Memangnya kenapa jika Ibumu datang? Dan kenapa juga kita harus sembunyi? Bukankah beliau orang yang baik dan kau bilang Ibumu bersedia membantu Ibuku, jadi kenapa kita harus lari?” pertanyaan bertubi-tubi yang datangnya dari Ranti membuat Kevin berteriak kesal entah karena apa.“Sepertinya aku salah, mungkin Ibu merencanakan sesuatu karena ia membawa semua asistennya untuk menangkapku,” jawab Kevin yang terlihat panik.“Rencana? Soal ap
Sesampainya dirumah Pak Akbar, Pak Akbar lebih dahulu menyuruh Ranti agar membersihkan dirinya serta memberikan beberapa pakaian yang ditinggalkan mendiang istrinya untuk dipakai oleh Ranti. Dengan tatapan yang menanti penjelasan, Pak Akbar menatap Kevin yang kini tengah duduk di hadapannya.“Jadi, apa benar yang Bian katakan jika kalian adalah buronan?” tanya Pak Akbar dengan hati-hati.“Kami bukannya melakukan hal yang buruk, tapi ada hal yang mengharuskan kami untuk melarikan diri dari kota,” jawab Kevin membuat Pak Akbar hanya mengangguk pelan.“Bapak juga yakin jika kalian bukan orang jahat, tapi sebelumnya kalian tinggal dimana?” tanya Pak Akbar lagi membuat Kevin merasa ragu akan menjawabnya.“Um … itu, kami tinggal di Villa yang ada di atas bukit,” jawab Kevin lagi sembari menggaruk-garuk tengkuknya tanda tak yakin apakah ia harus menjawab pertanyaan itu“Ternyata kau anak wanita itu ya, Re
Keesokan harinya, Pak Akbar menatap Ratih dengan tatapan kasihan. Sejak tadi, gadis itu hanya diam termenung tanpa mau makan, bahkan wajahnya terlihat begitu pucat. Pak Akbar tak tau harus mengatakan apa dan berbuat apa, untuk menghibur saja dirasa tak akan mampu ia lakukan. Tak beberapa lama, seseorang mengetuk pintu Pak Akbar dan dengan segera pria itu membukakan dan mempersilahkan seorang wanita untuk masuk.“Ratih,” lirih suara itu pelan.“Ibu?” kali ini Ratih sedikit terkejut dengan kedatangan Ibunya yang dirasa sangat tiba-tiba.Ratih memeluk Ibunya erat dan menangis sejadi-jadinya membuat Pak Akbar yang melihat akan hal tersebut, sedikit menghela nafas lega.“Bagaimana Ibu bisa ada disini?” tanya Ratih dan Laila membekap anaknya erat.“Ibu dibawa kemari oleh Ibunya Kevin dan sungguh terkejut Ibu setelah mendengar bahwa kau lari hingga sejauh ini,” ujarLaila membuat Ratih merasa bersalah karenanya.&
Ranti keluar dari kamar mandi dengan wajah yang sangat pucat dan Ibunya yang melihat mimik wajah Ranti kembali khawatir dengan keadaan anaknya. Beberapa hari ini juga, Ranti dirasa dalam keadaan yang sangat lemah dan walaupun Ibunya sudah melarangnya untuk bekerja, Ranti tetap saja menolaknya.“Ranti sayang, ada apa? Sepertinya kau kelihatan kurang sehat belakangan ini,” tanya Ibu Ranti yang mencium aroma minyak angin yang begitu menyengat menguar dari tubuh Ranti.“Sepertinya aku kecapean saja Ibu,” jawab Ranti yang kemudian berbaring meringkuk di kasurnya.“Apa Ibu belikan obat saja?” tanya Ibunya menawarkan diri namun Ranti menggelengkan kepalanya.“Tidak Ibu, palingan besok keadaan ku akan membaik,” jawab Ranti lagi yang kemudian melanjutkan tidurnya. Di dalam mimpinya, Ranti bertemu dengan seorang anak kecil yang memiliki wajah sangat cantik jelita. Bahkan suara tawanya s