Bohong jika Naya mengatakan dirinya baik-baik saja setelah perdebatannya dengan Savira dan Wirawan kemaren. Bahkan sekarang kepalanya pusing memikirkan banyak hal tentang permasalahan yang sebenernya terjadi antara suaminya dan Wirawan."Kenapa?" tanya Dewa yang memang merasa aneh sejak kepulauan istrinya."Nggak papa, Mas. Udah selesai pekerjaanya?" tanya Naya mencoba tersenyum menyambut kehadiran suaminya yang baru saja masuk kedalam kamar."Sudah," Jawabnya membaringkan badannya di sebelahnya."Kata bik Rosma kamu makan sedikit kenapa, sakit?" tanya Dewa dengan tangan terulur menempelkan punggung tangannya di dahi sang istri."Enggak, aku makan cukup tadi." Jawab Naya membuat Dewa hanya mengangguk saja dengan mata yang masih menatap Kanaya penuh.Naya ragu harus bilang atau tidak tentang pertemuanya dengan Wirawan dan kepergian Savira lusa kesurabaya. Naya hanya menatap suaminya dengan wajah bingungnya."Mas, aku kemaren ketemu sama om Wira," Naya memutuskan untuk bicara dengan sua
Dua puluh tahun lalu adalah masa-masa yang paling berat dalan hidup Dewangga Aditama. Dimana sang ayah kecelakaan dengan cara yang tidak wajar, dan semua aset milik orang tuanya di ambil olih oleh orang kepercayaan ayahnya sendiri. Dan membuatnya harus tinggal di jalanan dan bekerja keras demi bertahan hidup. Sejak saat itu tidak pernah seharipun Dewa merasa tenang, karena trauma yang di alaminya. Melihat sang ayah meninggal di depannya. Sampai sekarangpun rasanya untuk berdamai dengan trauma itu bukanlah hal yang mudah. Dewa hanya mengalihkan semua rasa sakit dan trauma pada pekerjaanya. Kehilangan sosok ayah di saat masih sekolah dasar, tidak pernah terpikir olehnya. Bahkan di saat semua anak seusianya masih bisa menikmati masa kanak-kanaknya Dewa harus bekerja untuk bertahan hidup. Apakah sejak saat itu Dewangga pernah merasa bahagia, jawabannya tidak bahkan rasa bersalah, dan ketakutan itu selalu menghantuinya bahkan Dewa tidak pernah bisa tidur nyenyak sekalipun. Tiba-tiba had
"Mas, mau kemana?" tanya Naya saat melihat suaminya kembali rapi. Padahal laki-laki itu baru saja pulang dari kantor, dan sekarang sudah kembali rapi dengan celana bahan hitam dan kemeja hitam polos. "Saya mau ke makam ayah. Mau ikut?" Beritahu Dewa. Naya terdiam sebentar, dirinya terkejut sekaligus senang. Karena sejak menikah dengan Dewa, Naya pernah ingin berkunjung ke makan ayah mertuanya dengan ibu mertuanya dan saat itu Dewa memilih tidak ikut justru pergi kekantor. Ibu mertuanya juga bilang kalau Dewa tidak pernah mau ikut jika mereka berziarah ke makan ayahnya. Tapi hari ini Dewa mengajaknya untuk ke makan almarhum ayah mertuanya. "Sekarang?" tanya Naya membuat Dewa mengangguk. "Aku siap-siap dulu, sama mau titipin Kai ke bik Rosma dulu." Sekarang mereka sudah sampai di pemakaman umum yang sedikit jauh dari tempat tinggalnya. Naya menggandeng tangan Dewa tidak lupa membawa bunga yang sebelumnya sudah di beli saat hendak masuk ke pemakaman. Ini pertama kalinya Naya berk
Laki-laki itu tengah menikmati aktivitas barunya, setelah empat bulan ini meninggalkan Indonesia untuk melupakan wanita yang dirinya cintai. Selian itu menghindar dari tuntutan kedua orang tuanya untuk mengurus perusahaan milik sang kakek, dirinya sudah benar-benar muak karena hanya dijadikan boneka untuk memuaskan ambisi orang tuanya saja.Dan disinilah Rian berada di Kota Paris menjadi fotografer profesional seperti cita-citanya, dan kota ini menjadi tujuan Rian untuk mengembangkan karirnya sekaligus melupakan Kanaya. Karena jika Indonesia mungkin Rian akan mencari segala cara untuk bisa bersama gadis itu kembali. Namun melihat Kanaya sudah bahagia dengan keluarga kecilnya membuat Rian memilih melarikan diri ke negeri ini."Tuan." Suara itu membuat Rian menoleh, matanya melebar sempurna melihat laki-laki berdiri di belakangnya. Dia adalah Rudi asisten sekaligus orang kepercayaan keluarganya. Rian hanya bisa menghela nafas menatap Rudi yang berjalan ke arahnya."Mau apa kamu kesini?"
"Gue yakin yang gue lihat kemarin itu Rian," ujar Citra dari seberang telepon."Ya terus kenapa, Cit. Diakan juga punya keluarga disini, apalagi sekarang keluarganya lagi kena masalah." jawab Naya mencoba berusaha tenang.Citra tiba-tiba menelponnya dan memberitahukan jika Rian kembali, sebenernya hal itu juga sudah Naya prediksikan. Karena tidak mungkin laki-laki itu tetap bersembunyi sedangkan keluarganya sedang menghadapi masalah."Tapi hal itu yang bikin gue takut. Bagaimana kalau Rian menghalangi usaha Pak Dewa untuk mendapatkan keadilan untuk ayahnya." Mungkin hal itu juga akan terjadi, karena anak mana yang rela melihat papanya mendekam di penjara. Tapi jika Rian bisa membebaskan ayahnya pasti suaminya akan amat sangat kecewa dengan usaha yang sudah Dewa lakukan selama ini untuk mendapatkan keadilan atas kecelakaan yang menewaskan ayah mertuanya."Semoga saja tidak, Cit. Gue nggak bisa bayangin bagaimana perasaan Mas Dewa kalau Om Wira bisa bebas." "Nanti gue bilang sama Mas
"Sekarang perusahaan kita sudah di ambang kebangkrutan," gumam Firman adik tiri dari mamanya itu justru datang dengan wajah mengejeknya. "Aku sudah mempercayakan perusahaan itu padamu, jadi apapun masalah yang ada di sana jelas menjadi tanggung jawab kalian." jawab Soedrajat dengan suara lemahnya. Firman menatap Rian yang duduk di sofa yang ada di ruang rawat inap Soedrajat yang masih sibuk dengan ponselnya tanpa memperdulikan kehadirannya. "Orang yang papa percaya untuk menjadi pewaris perusahaan itu." ujar Firman menunjuk Rian yang masih mengabaikannya dan lebih fokus pada ponselnya itu."Justru santai-santai disini, tidak perduli bagaimana kondisi perusahaan sekarang." "Dia hanya mau enaknya saja!" sahutnya lagi. Kali ini Rian menatap sinis. "Aku tidak perduli, dan tidak tertarik dengan perusahaan itu. Ambil saja aku tidak butuh!" "Kepulanganmu saat ini juga untuk merebut posisi ini Bukan?!" Tangan Rian terkenal, rasanya emosinya akan meledak sekarang juga. Akan tetapi
Rian bahkan sudah tidak tau lagi harus berkata apa, tenaganya sudah habis. Setelah mendengar ucapan Dewangga tentang papanya yang ternyata sejahat dan selicik, seketika dadanya terasa nyeri seperti ada yang meremasnya. Tidak hanya itu bahkan Papanya tega menghilangkan jejak tetnang identitas lamanya hanya untuk menikah dengan mamanya. Dan yang membuatnya sangat terkejut adalah pernikahan papanya dengan wanita bernama Amira, bagaimana jika mamanya tau kalau papanya pernah menikah sebelumnya. Atau mamanya juga sudah tau akan hal ini? "Rian?" Suara itu membuat Rian menoleh, kemudian tersenyum tipis. "Cit.." balas Rian menatap Citra, padahal dulu mereka sangat dekat namun sekarang terlihat sangat canggung. "Apa kabar, Cit?" "Baik, ngapain lo disini?" tanya Citra menatap Rian. Citra awalnya terkejut melihat Rian, namun kemudian berusaha terlihat tenang. "Habis ketemu Dewangga," ujarnya tersenyum tipis. "Ketemu Pak Dewangga?" lagi-lagi Citra terkejut karena keberanian Rian yang menem
Di saat Kanaya sedang bersantai di ruang tengah dengan suami dan anaknya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Naya segera meraih benda pipih itu dan mengecek pesan yang masuk, ternyata dari sahabat dekatnya Citra. Naya sempat menyerngitkan dahinya bingung karena pesan pertamanya yang sudah membuatnya curiga.From :Citcit|Kalau lo lagi sama laki lo mending menyingkir dulu.Naya melirik suaminya yang tengah asik bermain dengan Kai di karpet bulu ruang tengahnya.'Ada apa sih, kok kayanya penting banget.' Naya sedikit menggeser duduknya untuk agar Dewa tidak bisa melirik layar ponselnya.From: Cicit|Nay, bisa ketemu sebentar nggak, ini penting banget soal Rian, Dia nemuin gue tadi. Tapi jangan sampe laki lo tau soal ini.Jujur Naya penasaran, Hal apa yang akan Citra katakan sampai suaminya tidak boleh tau. Naya menghela nafas, Kemaren pagi laki-laki itu menemuinya di taman, siangnya menemui suaminya di kantor, dan sekarang Citra. Sebenernya apa yang ingin dia lakukan.Naya melirik suaminya