Beranda / Rumah Tangga / Duda Pilihan Ayah / Sembilan Puluh Lima

Share

Sembilan Puluh Lima

Penulis: Rose
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-26 00:06:48
Dua puluh tahun lalu adalah masa-masa yang paling berat dalan hidup Dewangga Aditama. Dimana sang ayah kecelakaan dengan cara yang tidak wajar, dan semua aset milik orang tuanya di ambil olih oleh orang kepercayaan ayahnya sendiri. Dan membuatnya harus tinggal di jalanan dan bekerja keras demi bertahan hidup.

Sejak saat itu tidak pernah seharipun Dewa merasa tenang, karena trauma yang di alaminya. Melihat sang ayah meninggal di depannya. Sampai sekarangpun rasanya untuk berdamai dengan trauma itu bukanlah hal yang mudah. Dewa hanya mengalihkan semua rasa sakit dan trauma pada pekerjaanya.

Kehilangan sosok ayah di saat masih sekolah dasar, tidak pernah terpikir olehnya. Bahkan di saat semua anak seusianya masih bisa menikmati masa kanak-kanaknya Dewa harus bekerja untuk bertahan hidup.

Apakah sejak saat itu Dewangga pernah merasa bahagia, jawabannya tidak bahkan rasa bersalah, dan ketakutan itu selalu menghantuinya bahkan Dewa tidak pernah bisa tidur nyenyak sekalipun.

Tiba-tiba had
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Duda Pilihan Ayah   Sembilan Puluh Enam

    "Mas, mau kemana?" tanya Naya saat melihat suaminya kembali rapi. Padahal laki-laki itu baru saja pulang dari kantor, dan sekarang sudah kembali rapi dengan celana bahan hitam dan kemeja hitam polos. "Saya mau ke makam ayah. Mau ikut?" Beritahu Dewa. Naya terdiam sebentar, dirinya terkejut sekaligus senang. Karena sejak menikah dengan Dewa, Naya pernah ingin berkunjung ke makan ayah mertuanya dengan ibu mertuanya dan saat itu Dewa memilih tidak ikut justru pergi kekantor. Ibu mertuanya juga bilang kalau Dewa tidak pernah mau ikut jika mereka berziarah ke makan ayahnya. Tapi hari ini Dewa mengajaknya untuk ke makan almarhum ayah mertuanya. "Sekarang?" tanya Naya membuat Dewa mengangguk. "Aku siap-siap dulu, sama mau titipin Kai ke bik Rosma dulu." Sekarang mereka sudah sampai di pemakaman umum yang sedikit jauh dari tempat tinggalnya. Naya menggandeng tangan Dewa tidak lupa membawa bunga yang sebelumnya sudah di beli saat hendak masuk ke pemakaman. Ini pertama kalinya Naya berk

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-26
  • Duda Pilihan Ayah   Sembilan Puluh Tujuh

    Laki-laki itu tengah menikmati aktivitas barunya, setelah empat bulan ini meninggalkan Indonesia untuk melupakan wanita yang dirinya cintai. Selian itu menghindar dari tuntutan kedua orang tuanya untuk mengurus perusahaan milik sang kakek, dirinya sudah benar-benar muak karena hanya dijadikan boneka untuk memuaskan ambisi orang tuanya saja.Dan disinilah Rian berada di Kota Paris menjadi fotografer profesional seperti cita-citanya, dan kota ini menjadi tujuan Rian untuk mengembangkan karirnya sekaligus melupakan Kanaya. Karena jika Indonesia mungkin Rian akan mencari segala cara untuk bisa bersama gadis itu kembali. Namun melihat Kanaya sudah bahagia dengan keluarga kecilnya membuat Rian memilih melarikan diri ke negeri ini."Tuan." Suara itu membuat Rian menoleh, matanya melebar sempurna melihat laki-laki berdiri di belakangnya. Dia adalah Rudi asisten sekaligus orang kepercayaan keluarganya. Rian hanya bisa menghela nafas menatap Rudi yang berjalan ke arahnya."Mau apa kamu kesini?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-31
  • Duda Pilihan Ayah   Sembilan Puluh Delapan

    "Gue yakin yang gue lihat kemarin itu Rian," ujar Citra dari seberang telepon."Ya terus kenapa, Cit. Diakan juga punya keluarga disini, apalagi sekarang keluarganya lagi kena masalah." jawab Naya mencoba berusaha tenang.Citra tiba-tiba menelponnya dan memberitahukan jika Rian kembali, sebenernya hal itu juga sudah Naya prediksikan. Karena tidak mungkin laki-laki itu tetap bersembunyi sedangkan keluarganya sedang menghadapi masalah."Tapi hal itu yang bikin gue takut. Bagaimana kalau Rian menghalangi usaha Pak Dewa untuk mendapatkan keadilan untuk ayahnya." Mungkin hal itu juga akan terjadi, karena anak mana yang rela melihat papanya mendekam di penjara. Tapi jika Rian bisa membebaskan ayahnya pasti suaminya akan amat sangat kecewa dengan usaha yang sudah Dewa lakukan selama ini untuk mendapatkan keadilan atas kecelakaan yang menewaskan ayah mertuanya."Semoga saja tidak, Cit. Gue nggak bisa bayangin bagaimana perasaan Mas Dewa kalau Om Wira bisa bebas." "Nanti gue bilang sama Mas

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-31
  • Duda Pilihan Ayah   Sembilan Puluh Sembilan

    "Sekarang perusahaan kita sudah di ambang kebangkrutan," gumam Firman adik tiri dari mamanya itu justru datang dengan wajah mengejeknya. "Aku sudah mempercayakan perusahaan itu padamu, jadi apapun masalah yang ada di sana jelas menjadi tanggung jawab kalian." jawab Soedrajat dengan suara lemahnya. Firman menatap Rian yang duduk di sofa yang ada di ruang rawat inap Soedrajat yang masih sibuk dengan ponselnya tanpa memperdulikan kehadirannya. "Orang yang papa percaya untuk menjadi pewaris perusahaan itu." ujar Firman menunjuk Rian yang masih mengabaikannya dan lebih fokus pada ponselnya itu."Justru santai-santai disini, tidak perduli bagaimana kondisi perusahaan sekarang." "Dia hanya mau enaknya saja!" sahutnya lagi. Kali ini Rian menatap sinis. "Aku tidak perduli, dan tidak tertarik dengan perusahaan itu. Ambil saja aku tidak butuh!" "Kepulanganmu saat ini juga untuk merebut posisi ini Bukan?!" Tangan Rian terkenal, rasanya emosinya akan meledak sekarang juga. Akan tetapi

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-31
  • Duda Pilihan Ayah   Seratus

    Rian bahkan sudah tidak tau lagi harus berkata apa, tenaganya sudah habis. Setelah mendengar ucapan Dewangga tentang papanya yang ternyata sejahat dan selicik, seketika dadanya terasa nyeri seperti ada yang meremasnya. Tidak hanya itu bahkan Papanya tega menghilangkan jejak tetnang identitas lamanya hanya untuk menikah dengan mamanya. Dan yang membuatnya sangat terkejut adalah pernikahan papanya dengan wanita bernama Amira, bagaimana jika mamanya tau kalau papanya pernah menikah sebelumnya. Atau mamanya juga sudah tau akan hal ini? "Rian?" Suara itu membuat Rian menoleh, kemudian tersenyum tipis. "Cit.." balas Rian menatap Citra, padahal dulu mereka sangat dekat namun sekarang terlihat sangat canggung. "Apa kabar, Cit?" "Baik, ngapain lo disini?" tanya Citra menatap Rian. Citra awalnya terkejut melihat Rian, namun kemudian berusaha terlihat tenang. "Habis ketemu Dewangga," ujarnya tersenyum tipis. "Ketemu Pak Dewangga?" lagi-lagi Citra terkejut karena keberanian Rian yang menem

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-04
  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Satu

    Di saat Kanaya sedang bersantai di ruang tengah dengan suami dan anaknya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Naya segera meraih benda pipih itu dan mengecek pesan yang masuk, ternyata dari sahabat dekatnya Citra. Naya sempat menyerngitkan dahinya bingung karena pesan pertamanya yang sudah membuatnya curiga.From :Citcit|Kalau lo lagi sama laki lo mending menyingkir dulu.Naya melirik suaminya yang tengah asik bermain dengan Kai di karpet bulu ruang tengahnya.'Ada apa sih, kok kayanya penting banget.' Naya sedikit menggeser duduknya untuk agar Dewa tidak bisa melirik layar ponselnya.From: Cicit|Nay, bisa ketemu sebentar nggak, ini penting banget soal Rian, Dia nemuin gue tadi. Tapi jangan sampe laki lo tau soal ini.Jujur Naya penasaran, Hal apa yang akan Citra katakan sampai suaminya tidak boleh tau. Naya menghela nafas, Kemaren pagi laki-laki itu menemuinya di taman, siangnya menemui suaminya di kantor, dan sekarang Citra. Sebenernya apa yang ingin dia lakukan.Naya melirik suaminya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Dua

    "Kamu beneran pengen jalan-jalan?" Baru saja Naya membuka mata, sudah di hadapkan dengan pertanyaan suaminya yang aneh pagi ini."Jalan-jalan?" tanya Naya dengan wajah bingungnya."Semalam kamu bilang mau me time," Ah, Naya inget padahal Semalam mengatakan hal itu hanya untuk mencari alasan agar bisa keluar dan tidak membuat suaminya curiga. Tapi sepertinya suaminya itu memang menanggapnya serius, karena dirumah mengurus Kai adalah salah satu hal yang menyenangkan. Memang sih, terkadang ada keinginan untuk jalan-jalan atau liburan. Tapi bukan sendirian, tentunya dengan suami dan anaknya. Selama ini sangat menikmati peran barunya menjadi seorang istri dan ibu. Dan untuk liburan atau jalan-jalan sendiri tanpa suami dan anaknya sepertinya Naya tidak bisa."Memangnya kamu mau ngajakin aku jalan-jalan?" Tanya Naya menatap suaminya penasaran."Saya sibuk." Jawab Dewa yang di balas dengan decakan oleh Naya."Kalau nggak mau ngajakin liburan ya nggak usah mancing-mancing, Mas." Jawab Kanaya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-07
  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Tiga

    Saat ini Rian sudah duduk di ruang tamu rumah mantan kekasih dan suaminya. Jujur dirinya terkejut karena yang menyambut kedatangannya adalah Dewangga Aditama, suami Kanaya sekaligus mantan atasannya. Dan sekarang Rian sudah berhadapan dengan Dewangga yang tengah duduk di depannya dengan menyilangkan salah satu kakinya. Tatapannya datar memperhatikan Rian yang mulai ciut, dan gugup karena aura Dewangga yang terlihat sangat menyeramkan sekarang.Padahal Rian sudah memilih dan memperhitungkan waktunya, Ia sengaja memilih pagi menjelang siang yang seharusnya jam segini laki-laki itu sudah berada di kantor sehingga membuatnya tenang untuk mengatakan maksut dan tujuannya dengan Kanaya."Ada perlu apa?" Tanya Dewa dengan wajah datarnya."Emm...Gu..maksudnya saya ada perlu sama Naya." Rian sedikit tergagap saat mengatakannya. Karena yang ia perlukan saat ini adalah Naya. Karena tidak mungkin dia bicara langsung tentang rencananya.Melihat wajah, dan tatapan datar suami mantan kekasihnya itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-10

Bab terbaru

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus duapuluhempat

    Spesial Kanaya. Kanaya berdiri di depan jendela besar ruang tamu, menatap hujan yang turun perlahan di luar. Mengingat bagaimana perjuangannya untuk bertahan di pernikahannya, Pernikahan mereka dimulai dengan cara yang tidak pernah dia inginkan. Terpaksa, mungkin itulah kata yang paling tepat. Pernikahan yang bukan atas dasar cinta, tetapi lebih karena tuntutan keluarga dan kewajiban yang tidak bisa dielakkan. Dewa, suaminya adalah mantan atasan yang dirinya benci dan dirinya benci waktu saat itu. Namun tuhan justru mempersatukannya dengan Dewa dalam ikatan pernikahan. Dewa adalah pria yang dingin, tertutup, dan jauh dari kata romantis. Dulu, Kanaya sering bertanya-tanya, apakah perasaan suaminya itu benar-benar ada, atau apakah dia hanya seorang pria yang terperangkap dalam rutinitas hidup yang membuatnya sulit untuk mengungkapkan apa pun—termasuk cinta. Namun, ketika Kanaya pertama kali bertemu dengan Dewa, hatinya sempat ragu, bahkan takut. Bagaimana bisa ia menikahi seorang

  • Duda Pilihan Ayah   seratus duapuluhtiga

    POV Dewangga Dewa duduk di ruang kerjanya, memandang keluar jendela besar yang menghadap ke kota. Senja mulai turun, dan langit yang tadinya biru cerah kini berubah menjadi jingga yang hangat. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai macam perasaan. Rasanya, hidupnya memang tidak pernah berjalan semulus yang ia inginkan. Ada selalu saja masalah yang datang silih berganti, dan seakan tidak pernah habis. Namun, di balik semua itu, satu hal yang selalu menjadi pegangan Dewa adalah keberadaan Kanaya di sampingnya. Jika ia harus mengakui satu hal yang paling berharga dalam hidupnya, itu adalah Kanaya. Istrinya yang setia, sabar, dan penuh kasih, meskipun mereka sering kali terjebak dalam konflik-konflik yang tak terduga. Kanaya, yang selalu merasa cemas dan khawatir dengan segala yang terjadi, selalu berdiri teguh di sampingnya, mendukungnya dengan sepenuh hati. Dewa tahu, ia tidak selalu menjadi suami yang sempurna. Ada kalanya ia terlalu

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Duapuluhdua

    Dewa dan Kanaya duduk di balkon rumah mereka, menikmati udara sore yang sejuk. Angin berhembus perlahan, membawa ketenangan setelah melalui hari-hari yang penuh ketegangan. Mereka baru saja menyelesaikan permasalahan besar dengan Soedrajat, dan meskipun situasi masih terbilang sensitif, rasa lega mulai mengalir pelan-pelan. Dewa memandangi istrinya dengan penuh perhatian, senyumnya sedikit lebih lebar dari biasanya. Hari ini adalah hari yang berbeda, hari di mana mereka bisa melangkah tanpa rasa takut, tanpa ancaman yang menggantung di atas kepala mereka.Kanaya menyandarkan kepalanya di bahu Dewa, merasa nyaman dalam pelukan suaminya. Setelah semua drama dan kekacauan yang mereka hadapi, kini mereka bisa menikmati kebersamaan dalam ketenangan. Semua yang terjadi dengan Soedrajat dan permasalahan yang mengikutinya seolah-olah menghilang begitu saja dari benaknya, meskipun ia tahu itu mungkin hanya sementara."Kamu baik-baik saja?" Dewa bertanya, tangannya melingkari tubuh Kanaya denga

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Duapuluhsatu

    Hari ini setelah meraka sama-sama tenang, Dewa mengajak Kanaya untuk datang kediaman Seodrajat, dia ingin segera menyelesaikan. Dewa memarkir mobil di depan rumah besar yang tampak megah namun suram. Rumah Soedrajat, dengan taman yang luas dan pagar tinggi, mencerminkan kekuasaan dan kontrol yang selama ini dia pegang. Namun, malam ini, rumah itu tampak berbeda bagi Dewa. Tidak ada lagi rasa hormat yang dia rasakan untuk pria itu. Yang ada hanya kebencian yang memuncak dan keinginan untuk mengakhiri semua permainan kotor yang sudah terlalu lama berlangsung.Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan diam, tangannya menggenggam erat tangan Dewa. Wajahnya terlihat tegang, namun ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil. Pasti semuanya tidak akan mudah karena yang dirinya hadapi adalah Seodrajat, apalagi setelah semua yang telah terjadi antara mereka."Ini keputusan yang tepat, kan, Mas?" tanya Kanaya dengan suara lembut, meskipun ada keraguan yang terbesit dalam kata-katanya. Apala

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus duapuluh

    Ruangan kantor yang luas itu kini terasa dingin penuh dengan ketegangan. Dewa duduk di sofa kulit hitam, ekspresinya datar, hampir tidak menunjukkan perasaan apapun, tetapi matanya yang tajam memancarkan kekecewaan yang dalam. Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan wajah menunduk tidak berani menatap suaminya. Hanya suara detak jam dinding yang berulang-ulang terdengar jelas dalam keheningan yang mencekam ini.“Kenapa nggak bilang sama saya?” Dewa akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya, penuh ketegangan.Kanaya menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tidak meneteskan air mata lagi. Dia tahu, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak hanya menyembunyikan pertemuan itu, tetapi juga melibatkan dirinya dalam urusan yang seharusnya tidak ia ambil. Biasanya, dia selalu bisa berbicara dengan Dewa tentang apapun, tidak ada yang disembunyikan. Tapi kali ini, rasa takut telah menahannya untuk tidak berkata apa-apa.“Biasanya kamu selalu membicarakan semuany

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Sembilanbelas

    "Kamu tau kenapa saya mengajak kamu bertemu,"Kanaya menatap pria tua yang baru saja datang itu. "Silahkan duduk," "Saya pikir kamu tidak akan seberani ini untuk menemui saya," ujarnya sebelum mendudukan dirinya. "Saya heran kenapa kedua cucu saya memilih kamu sebagai pasangan hidup, padahal masih banyak wanita di luaran sana yang lebih daripada kamu." Ujarnya dengan wajah mengejeknua.Naya menarik minumannya untuk membasahi tenggorokan nya yang mendadak kering."Sebenarnya apa tujuan anda mengajak saya bertem?" tanya Naya langsung.Rasanya sudah tidak bisa jika harus berbasa-basi dengan pria di depannya ini. Seodrajat melipat tangannya di depan dada, menatap Kanaya kemudian tersenyum tipis."Ceraikan Dewangga." Sudah ia duga, jika laki-laki tua di depannya itu meminta dirinya untuk bercerai dengan Dewa. Naya terdiam sejenak berusaha tenang, agar tidak mudah terpengaruh."Saya tidak akan menceraikan suami saya." ucap Kanaya tenang."Saya tidak akan membiarkan cucu saya di pengaruhi

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Delapanbelas

    "Terus lo mau gimana, Nay?" tanya Citra yang sejak tadi hanya menyimak cerita sahabatnya itu.Citra hari ini memang sengaja berkunjung kerumah sahabatnya setelah mendengar sedikit tentang masalah yang menimpa sahabatnya itu.Naya hanya bisa menggeleng pelan, tidak tau harus menjawab bagaimana karena Dewa selalu mengatakan padanya untuk tidak terlalu memikirkan permasalahannya dengan Seodrajat. Bahkan pria itu berkali-kali menekankan semuanya akan baik-baik saja.Tapi bagaimana bisa, karena Seodrajat juga menganggunya lewat pesan singkat dengan berisi ancaman.Banyak sekali yang tengah Naya pikiran, yang paling mengganggu pikirannya mengenai keluarga Soedrajat yang tidak pernah lelah menganggu keluarga kecilnya. Apakah dia belum puas dengan apa yang mereka lakukan kepada suaminya, bahkan hingga membuat suaminya trauma dan menjalani hidup berat selama ini."Gue nggak tau,""Percaya sama Pak Dewa, Nay." "Gue selalu percaya sama suami gue, Cit. Tapi gue tetap saja khawatir, selama ini Ma

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus tujuhbelas

    "Mas kamu nggak seneng kencan sama aku?" Naya mendekat kearah suaminya yang sejak tadi hanya menampilkan wajah datarnya saja, sangat terlihat tidak senang dengan kencan mereka bukan.Dewa menoleh menatap istrinya, "Senang."Jawaban singkat, padat dan tidak ikhlas itu membuat Naya menatap suaminya kesal, dan yang semakin membuat Naya semakin kesal suaminya itu justru asik berbalas pesan dengan Naufal. Walaupun mereka membahas pekerjaan tapi rasanya Naya tidak terima karena harusnya hari ini mereka Quality time.Kanaya sangat tau pekerjaan adalah istri kedua suaminya itu, tapi tidak bisakah suaminya itu bersikap adil?"Katanya hari ini kita kecan?" Naya mengambil ponsel suaminya dan menyembunyikan di belakang tubuhnya."Kanaya," panggil Dewangga pelan sembari meraih ponselnya namun gagal karena Naya sudah lebih dulu memasukan kedalam tasnya."Kamu nggak ikhlas kecan sama aku," ujar Naya sok ngambek, padahal mah biasa saja. Karena sejak awal niatnya hanya untuk mengerjai suaminya saja,

  • Duda Pilihan Ayah   Seratus Enambelas

    "Papa!" teriak Kai saat melihat papanya baru saja pulang.Naya tersenyum melihat Kai yang berlari dengan senyum merekah di wajahnya kemudian memeluk kaki papanya."Jangan lari, Nanti kalau jatuh gimana?" tanya Dewa sembari mengangkat Kai kegendongannya."Kai hati-hati kok, pa. Kata mama kalau jatuh sakit jadi harus hati-hati." jawabnya dengan suara khas anak kecil yang mengemaskan."Pah, tadi Kai berkebun di belakang rumah." seperti biasa Kai akan menceritakan semua aktivitasnya seharian ini ketika papanya pulang."Oh ya? sama siapa?""Mama." jawab Kai membuat Dewa menatap istrinya yang masih duduk di ruang tengah memperhatikan mereka berdua."Tadi nanam apa?" "Bunga, bunganya warna warni tau, Pah." jawabnya tertawa kecil, menampakkan daratan giginya."Kai sudah berkebun?" Kai mengangguk cepat dengan senyum merekah di wajahnya."Aku bosan, Mas. Jadi nanam beberapa jenis bunga di halaman belakang." sahut Naya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi antara papa dan anak itu

DMCA.com Protection Status