Share

103. Desakan

Author: Viallynn
last update Last Updated: 2025-04-27 21:30:39

Kesibukkan benar-benar terasa. Untuk mengurus banyak hal yang ada di depan mata. Apa lagi pemilihan umum sebentar lagi tiba. Debut perdana keluarga Atmadjiwo harus benar terlaksana. Bukan sekedar tes ombak semata, Guna Atmadjiwo harus bisa mendapatkan jatah kursinya.

Banyak uang yang sudah mereka keluarkan. Serta janji yang mereka berikan. Semua itu mereka korbankan. Demi Guna bisa menjadi anggota dewan.

Semua orang sibuk dengan itu. Namun tidak dengan Handaru. Banyak sekali hal yang ada di kepalanya. Membuatnya untuk kali ini saja melenceng dari prinsip hidupnya, yang harus sempurna.

Ndaru melarikan diri.

Keputusan diambil secara tiba-tiba. Membuat Gilang, sang asisten menggelengkan kepala. Rapat penting bersama keluarga mendadak ditunda. Mengingat Ndaru memilih untuk pergi ke tempat yang tak terduga.

Pemakaman.

Setelah kembali ke Jakarta, ini pertama kalinya Ndaru mengunjungi makam almarhum Farah. Entah kenapa kemarahan Shella waktu lalu tiba-tiba mengusiknya. Mengang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Duda Incaran Shana   104. Berpikir Realistis

    Hari ini Ndaru benar-benar membuat langkah yang berbeda. Bukan kali pertama, tetapi Gilang sadar jika ada banyak hal di kepalanya. Hanya saja Ndaru memilih untuk menyimpannya. Menguburnya sendiri, menikmati tekanannya yang luar biasa. "Sudah jam sembilan malam, Pak." Ndaru yang sedang melamun sambil memutar cangkir kopinya pun menoleh. "Kamu boleh pulang dulu." Bukan ini yang Gilang inginkan. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu atasannya itu hingga memilih untuk menyendiri seperti ini. Biasanya hidup Ndaru selalu monoton. Bekerja, pulang, lalu bermain bersama Juna. Begitu seterusnya setiap hari. Namun hari ini berbeda. Ndaru tidak fokus bekerja, dia bahkan tidak langsung pulang, malah berakhir di kafe kopi lokal ternama. Tidak ada yang ia lakukan selain berdiam diri. Aneh. Handaru Atmadjiwo memang pendiam. Namum bukan diam yang seperti ini. "Bapak bisa cerita kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bapak." Ndaru menggeleng pelan sambil menyesap kopinya. "Nggak

    Last Updated : 2025-04-27
  • Duda Incaran Shana   1. Berita Duka

    Suara gemercik air mengalun indah di telinga. Menggetarkan hati yang merindukan ketenangan jiwa. Aroma air hujan juga ikut menyapa. Membuat mata indah itu akhirnya terbuka. Lengkap dengan senyuman manis di muka. Shana menyukai ketenangan. Dia juga menyukai aroma hujan. Di saat seperti ini dia bisa bekerja dengan nyaman. Namun sayang, seseorang tiba-tiba datang menghancurkan. "Sayang?" sapa seorang pria yang datang dengan napas terengah. Shana hanya meliriknya sekilas. Dia membenarkan letak kacamatanya dan kembali fokus pada laptop yang menyala. Pemandangan yang jauh lebih menarik. "Aku minta maaf." Lagi. Entah sudah berapa kali Shana mendengar kalimat itu keluar dari mulut kekasihnya. Sudah berkali-kali juga dia memaafkannya. Namun untuk kali ini, jangan harap ia akan diam saja. Gadis itu tidak akan memberikan maafnya secara cuma-cuma. "Jangan diemin aku, dong." Pria itu mulai memohon. "Alasan kamu telat kali ini apa lagi?" tanya Shana tanpa menatap pria di hadapan

    Last Updated : 2025-01-25
  • Duda Incaran Shana   2. Perubahan Strategi

    Kediaman Haryadi tampak ramai hari ini. Penjagaan ketat harus terus diawasi. Banyaknya wartawan yang meliput membuat keadaan semakin tak terkendali. Apa lagi ketika mobil Ndaru mulai mendekati. Seketika riuh pun sulit diatasi. Haryadi bukan hanya seorang hakim yang luar biasa, tetapi juga berasal dari keluarga yang tak biasa. Kepergiannya tentu menimbulkan kehebohan nyata. Yang tentu akan dimanfaatkan banyak orang untuk mencari muka. Mobil yang membawa Ndaru mulai memasuki kediaman Haryadi. Dia menatap para wartawan yang berkumpul di depan pagar dengan seksama. Ndaru tahu jika kakaknya memang orang hebat, tetapi dia tidak tahu jika akan seramai ini. Sepanjang perjalanan menuju rumah, sudah berapa kali Ndaru melihat kiriman karangan bunga. Entah dari siapa saja. "Pemakaman Pak Arya akan dilakukan nanti sore, Pak. Bapak bisa masuk sekarang untuk melihat Pak Arya yang terakhir kalinya dan bertemu keluarga Bapak." Ndaru masih bergeming. Dia menunduk lalu menarik napas

    Last Updated : 2025-01-25
  • Duda Incaran Shana   3. Malam Petaka

    Ketenangan kembali menyapa. Namun sayang Ndaru tidak bisa memejamkan mata. Dia menatap jalanan dengan mata terbuka. Mencoba menerka jalan hidupnya yang tak akan lagi sama. "Sepertinya Bapak butuh pengawal untuk beberapa hari ke depan." Gilang berucap. "Saya lihat ada beberapa wartawan yang nekat mengikuti kita." "Mereka merepotkan." Ndaru mengeluh. Padahal dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. "Bapak adalah bagian dari keluarga Atmadjiwo kalau lupa." "Nama saya tidak seharum kedua kakak saya." "Justru itu." Gilang menoleh. "Bapak misterius. Ya... meskipun keluarga Atmadjiwo memang tertutup, tapi Bapak berbeda. Itu yang membuat publik penasaran." Tanpa diduga Ndaru tersenyum kecut. Dia mengerti maksud ucapan Gilang. Kedua kakaknya memang memiliki nama yang harum. Berbeda dengan dirinya yang seolah menyembunyikan diri. Sebenarnya sama saja, hanya saja Ndaru memilih untuk tidak berhubungan langsung dengan publik. Bukan bermaksud menjauhi keluarga. Hanya

    Last Updated : 2025-01-25
  • Duda Incaran Shana   4. Skandal Tersebar

    Rasanya seperti baru lima menit tertidur. Ndaru terbangun saat mendengar suara ketukan pintu. Keadaan kamar hotel yang ia tiduri masih gelap, tetapi dia bisa melihat cahaya mulai mengintip dari balik tirai jendela. Ndaru segera terduduk sambil mengusap wajahnya. Dia meraih ponsel dan melihat jam yang tertera. Jam tujuh pagi, artinya dia terlambat bangun. Suara ketukan pintu kembali terdengar. Kali ini terkesan lebih keras dan cepat dari sebelumnya. "Pak Ndaru?" Itu suara Gilang. "Ya," balas Ndaru bergegas membuka pintu. "Ada apa?" tanyanya langsung. Gilang menghela napas kasar. Dia menatap atasannya itu dengan tatapan lelah. Ada apa? Seingat Ndaru dia tidak memiliki kegiatan pagi ini. "Apa yang terjadi semalam, Pak?" tanya Gilang. Seketika kantuk Ndaru hilang. Dia menatap asistennya lekat. "Apa maksud kamu?" Gilang memberikan sebuah iPad yang menampilkan beberapa gambar tangkapan layar. Ada beberapa potret yang sangat Ndaru kenal. "

    Last Updated : 2025-01-30
  • Duda Incaran Shana   5. Biang Kerok

    Di ruangan privat itu, baik Guna dan Ndaru fokus pada pekerjaan masing-masing. Hidangan makan siang yang tersaji di hadapan mereka belum mereka sentuh sedikit pun. Mereka berdua tampak sibuk membahas sesuatu. Membahas hal yang membuat nama mereka goyah akhir-akhir ini. "Aku jadi ikutan kena, Ru," keluh Guna. "Peluang suara menurun?" tanya Ndaru. "Betul, Pak. Sekitar dua persen, tapi Pak Guna tetap unggul dari caleg lain," jawab Rahmat, orang kepercayaan Guna. "Tetap kita nggak boleh jumawa, Mat. Pemilu masih tahun depan." Ndaru mendorong laptopnya lelah. Menyadari perubahan itu, Gilang pun mengambil alih. Dia ikut meringis melihat banyaknya email yang masuk. Rata-rata berasal dari para wartawan. Belum selesai dengan kabar duka dari Haryadi Atmadjiwo, mereka kembali menyerang atasannya dengan foto skandalnya. Setelah Harris memberi perintah tadi pagi, satu jam kemudian orang-orang Guna berhasil menghapus cuitan penyebar skandal itu. Bukan hanya cuitan, tetapi akunnya ju

    Last Updated : 2025-02-04
  • Duda Incaran Shana   6. Mencari Jalan Keluar

    Acara tahlilan telah selesai. Seperti biasa, keluarga Atmadjiwo kembali berkumpul di ruang keluarga. Bukan lagi untuk membahas perubahan strategi, melainkan skandal yang terjadi. Masa berkabung seolah tak lagi berarti. Ada hal genting lain yang menanti. Malam ini, Ndaru mengenakan kemeja hitam berlengan panjang yang dilipat hingga siku, serta celana chinos abu-abu. Dia memilih untuk duduk tenang di salah satu sofa. Terlepas dari apa yang menimpanya, Ndaru sangat pintar untuk menyembunyikan perasaannya. Padahal dalam hati dia juga dibuat pusing dengan apa yang terjadi. Bahkan saat ini, dia yakin jika akan kembali disidang. "Berita nggak mereda sama sekali," keluh Yanti. Dia cukup khawatir dengan karir politik suaminya. "Saham Atmadjiwo Grup juga menurun," lanjut Guna. Topik itu yang akan mereka bahas malam ini. Apa saja akibat yang mereka dapat dari skandal yang menyerang si bungsu. "Bahkan berita tentang kecelakaan Arya sudah tenggelam." "Seharusnya dari awal kamu ngga

    Last Updated : 2025-02-08
  • Duda Incaran Shana   7. Permintaan Tak Terduga

    Pagi ini Shana memilih untuk bermalas-malasan. Dia duduk di meja makan sambil menatap Erina yang sibuk ke sana-ke mari. Tampak bersiap untuk berangkat bekerja. Profesinya yang merupakan seorang chef selebriti tentu membuatnya cukup sibuk. Bahkan Erina memiliki tiga program acara unggulan di televisi. Yang berhubungan dengan kuliner tentu saja. "Gue udah bikin sarapan. Lo tinggal makan aja." Shana menyandarkan kepalanya dengan malas. "Gue pingin makan ketoprak." Erina berdecak. "Makan yang ada. Gue harus berangkat sekarang." Shana kembali menegakkan kepalanya. "Gue beneran nggak boleh keluar?" "Boleh, kalau lo mau dikeroyok wartawan." Shana berdecak, "Gila, ya? Masih aja rame bahas masalah kemarin." "Lo yang gila! Ngapain nyosor bibir orang? Mana yang disosor klan Atmadjiwo. Apa nggak heboh satu negara?" Shana mengusap hidungnya kasar. Sepertinya memang lebih baik dia diam. Seketika kepalanya pening saat Erina kembali mengomel. "Gue nggak bisa nulis apa-apa. Kepa

    Last Updated : 2025-02-11

Latest chapter

  • Duda Incaran Shana   104. Berpikir Realistis

    Hari ini Ndaru benar-benar membuat langkah yang berbeda. Bukan kali pertama, tetapi Gilang sadar jika ada banyak hal di kepalanya. Hanya saja Ndaru memilih untuk menyimpannya. Menguburnya sendiri, menikmati tekanannya yang luar biasa. "Sudah jam sembilan malam, Pak." Ndaru yang sedang melamun sambil memutar cangkir kopinya pun menoleh. "Kamu boleh pulang dulu." Bukan ini yang Gilang inginkan. Dia tahu ada sesuatu yang mengganggu atasannya itu hingga memilih untuk menyendiri seperti ini. Biasanya hidup Ndaru selalu monoton. Bekerja, pulang, lalu bermain bersama Juna. Begitu seterusnya setiap hari. Namun hari ini berbeda. Ndaru tidak fokus bekerja, dia bahkan tidak langsung pulang, malah berakhir di kafe kopi lokal ternama. Tidak ada yang ia lakukan selain berdiam diri. Aneh. Handaru Atmadjiwo memang pendiam. Namum bukan diam yang seperti ini. "Bapak bisa cerita kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Bapak." Ndaru menggeleng pelan sambil menyesap kopinya. "Nggak

  • Duda Incaran Shana   103. Desakan

    Kesibukkan benar-benar terasa. Untuk mengurus banyak hal yang ada di depan mata. Apa lagi pemilihan umum sebentar lagi tiba. Debut perdana keluarga Atmadjiwo harus benar terlaksana. Bukan sekedar tes ombak semata, Guna Atmadjiwo harus bisa mendapatkan jatah kursinya. Banyak uang yang sudah mereka keluarkan. Serta janji yang mereka berikan. Semua itu mereka korbankan. Demi Guna bisa menjadi anggota dewan. Semua orang sibuk dengan itu. Namun tidak dengan Handaru. Banyak sekali hal yang ada di kepalanya. Membuatnya untuk kali ini saja melenceng dari prinsip hidupnya, yang harus sempurna. Ndaru melarikan diri. Keputusan diambil secara tiba-tiba. Membuat Gilang, sang asisten menggelengkan kepala. Rapat penting bersama keluarga mendadak ditunda. Mengingat Ndaru memilih untuk pergi ke tempat yang tak terduga. Pemakaman. Setelah kembali ke Jakarta, ini pertama kalinya Ndaru mengunjungi makam almarhum Farah. Entah kenapa kemarahan Shella waktu lalu tiba-tiba mengusiknya. Mengang

  • Duda Incaran Shana   102. Kembali Fokus

    "Sialan!" Erina melempar bantal sofa. "Yang itu nggak perlu diperjelas." Shana menghela napas dan menyandarkan tubuhnya di sofa. Dia menatap lampu kristal dengan tatapan menerawang. "Gue nggak bisa gini terus, Mbak." "Gue udah sering minta lo buat berhenti. Lupain semuanya." "Udah setengah jalan." Shana tersenyum kecut. "Keluarga kita hancur dan itu karena mereka." Erina menggenggam tangan Shana erat. "Keras kepala, persis kayak Mama." "Boleh gue minta tolong?" Shana menegakkan duduknya. "Apa?" "Ajak gue keluar. Gua mau ketemu Mas Nendra. Pak Ndaru larang dia buat jenguk gue kemarin." Shana mengetahuinya dari sosial media. Ternyata Nendra menjenguknya kemarin. Hanya saja pria itu tidak menemuinya. Sudah dipastikan Ndaru yang melarangnya, atau bahkan mengusirnya. "Kalau Ndaru tau dia bisa ngamuk." "Jangan sampai dia tau." "Roro gimana?" "Kita kabur." Shana mulai berdiri. Erina menggeleng pasrah. "Pantes aja Ndaru kasih pengawal. Tingkah lo emang

  • Duda Incaran Shana   101. Terlena

    Seperti hari sebelumnya, suasana pagi di kediaman Putri tampak sepi. Tampak berbeda setelah sang kepala keluarga pergi. Meninggalkan rasa dingin di setiap sisi. Tak hanya rumah melainkan juga isi hati. Beruntung Putri tidak sendiri. Ada Ayah yang selalu menemani. Memberikan perhatian penuh pada anak yang ia sayangi. Yang kadang Putri abaikan karena ingin memilih sendiri. Dari luar memang Putri terlihat begitu kuat. Pulihnya luka berangsur sembuh dengan cepat. Namun sayang itu hanya topeng sesaat. Begitu ia sendiri, dia kembali menjadi Putri dengan kesedihan yang dahsyat. "Mama udah bangun?" Darma menggendong Satria untuk turun menuju ruang makan. Cucunya masih terlihat mengantuk dengan baju tidurnya. "Nggak tau. Mama nggak ada tadi," adu Satria. "Mungkin Mama udah di bawah." Ternyata perkiraan Darma salah. Tidak ada Putri di ruang makan. Bahkan asisten rumah tangga pun tidak tahu keberadaannya. Pagi tadi, Satria memang menemuinya karena ibunya yang mendadak tidak ada.

  • Duda Incaran Shana   100. Kembali Asing

    Shella Clarissa. Wanita itu berada di sini. Mungkin sudah lelah karena Ndaru yang tak menggubris panggilannya. "Bawa Mas Juna masuk." Ndaru mematikan kompor dan memberikan Juna pada Bibi Lasmi. Ketegangan ini tak boleh didengar oleh anak itu. "Siapa, Mas?" tanya Shella berjalan mendekat. Wajahnya sudah memerah menahan marah. "Shel—" "Aku yang pengganggu?" Shella dengan beraninya memotong ucapan Ndaru. Ndaru memilih untuk kembali menutup mulut. Bukan berarti takut, tetapi dia tidak mau beradu argumen dengan orang yang sudah emosi. Baiklah, dia memang salah. Namun semuanya sudah terlanjur, bukan? "Shella, bukan begitu." Gilang menarik Shella yang semakin dekat dengan Ndaru. "Bisa-bisanya Mas Ndaru bilang gitu," geram Shella. "Harusnya aku yang marah. Mas Ndaru ke mana kemarin? Mas lupa acara pengajian Mbak Farah?!" "Ada hal yang harus saya lakukan." Tanpa diduga Shella tertawa. "Apa itu lebih penting dari Mbak Farah?" Tentu saja kegaduhan itu dapat didengar

  • Duda Incaran Shana   99. Wanita Asing

    Pagi kali ini terasa berbeda. Kata sapa terdengar lembut di telinga. Senyum tipis juga terasa sedap di mata. Aura ketenangan itu begitu terasa. Kala sang tuan rumah mendadak memasak dengan sendirinya. Aneh. Pemandangan yang jarang untuk dilihat. Bahkan bisa dikatakan tak pernah terlihat. Bisa dihitung dengan jari Bibi Lasmi melihat atasannya itu menyentuh spatula. Benar-benar pemandangan yang patut diabadikan. "Ibu biasanya pinggiran rotinya dipotong, Pak." Bak seperti komandan, Bibi Lasmi tampak memandu dari belakang. Melihat bagaimana dua manusia yang berbeda usia itu tampak serius dengan apa yang dikerjakan. "Biar Papa yang potong." Dengan sigap Ndaru menjauhkan pisau dari tangan Juna. "Nggak mau! Mau potong-potong juga!" Juna mulai merengek. Ndaru menyerah dan memberikan pisaunya. Bukan sepenuhnya memberi, karena dia ikut menuntun tangan anaknya agar lebih berhati-hati. Bibi Lasmi kembali melirik dari belakang. Melihat bagaimana dua pria itu tengah fokus pa

  • Duda Incaran Shana   98. Perhatian Yang Berlebihan

    Di dalam lift, Ndaru mulai menarik napas dalam. Dia menatap pantulan Nendra dari kaca lift. "Apa maksud Anda?" tanya Ndaru pada akhirnya. Nendra, pria itu juga menatap Ndaru dari kaca. Senyum tenang ia berikan. "Saya mau jenguk Shana." "Shana tidak bisa dijenguk..." Ndaru menggantungkan kalimatnya dan mulai menoleh pada Nendra, "Terutama oleh Anda." Nendra terkekeh. "Saya tau, karena itu saya muncul di depan kamera." "Kalau begitu, sebaiknya Anda pergi." Nendra kembali menggeleng. "Saya mau lihat kondisi teman saya." "Teman yang Anda maksud itu istri saya." Nendra menggelengkan kepalanya pelan. "Sebenarnya ada apa, Ndaru? Kenapa kamu melarang saya menemui Shana? Semua orang tau kalau Shana lebih dulu mengenal saya dari pada kamu." Pintu lift terbuka. Sebelum keluar, Ndaru menyempatkan menatap Nendra sekali lagi. "Jangan bertingkah bodoh. Kita berdua tau apa yang sebenarnya terjadi. Dan satu lagi, siapa peduli dengan siapa yang mengenal Shana lebih dulu. Saat ini, S

  • Duda Incaran Shana   97. Tamu Tak Diundang

    Setiap omelan yang masuk ke telinga ia abaikan. Tidak menganggapnya sebagai beban. Berbeda dengan pria yang duduk di depan. Tampak was-was takut jika ada perdebatan. "Kalau nggak ada yang penting, aku tutup teleponnya, Mas." "Ndaru! Kamu itu, ya! Jang—" Dan panggilan pun benar-benar terhenti. Bukan karena terputus, melainkan Ndaru sendiri yang mematikannya. Membuat Gilang yang duduk di depan menghela napas kasar. "Jangan diangkat kalau tidak penting," ujar Ndaru mengembalikan ponsel Gilang. "Mana bisa, Pak?" gumam Gilang pelan. Semenjak perjalanan pulang, Ndaru memang mematikan ponselnya. Bukan tanpa alasan. Kepergiannya yang mendadak tanpa mengabari Guna tentu menimbulkan kehebohan tersendiri. Apa lagi Guna sudah menyiapkan makan malam di sebuah Hotel untuk Ndaru. Begitu sampai di Jakarta, ponsel Gilang lah yang menjadi korban. Guna menghubunginya meminta penjelasan. Yang pada akhirnya juga tak mendapat jawaban. Seperti biasa. Ndaru dan tingkah tak terduganya membuat o

  • Duda Incaran Shana   96. Hati Bimbang

    Shana menatap Roro bingung. Bukankah kemarin Ndaru berkata akan mengizinkan Dito menjenguknya saat berada di rumah sakit? Namun yang ia lihat sekarang tampak berbeda. "Ro?" panggil Shana bingung. Dengan tegas Roro kembali menggeleng. "Bapak tidak mengzinkan Pak Dito untuk menjenguk Ibu." "Apa kata lo?!" Dito menatap Roro kesal. "Lo lama-lama ngeselin, ya? Ndaru sendiri yang bilang kemarin katanya gue boleh jenguk Shana!" "Bawa dia keluar," perintah Roro pada dua pengawal yang berjaga. "Oke... oke gue keluar!" Dito berhenti memberontak dan mengangkat kedua tangannya, membuat dua pengawal itu perlahan melepasnya. Namun satu detik kemudian, Dito nekat kembali memaksa masuk membuat Shana membulatkan matanya. Dia meringis melihat Dito yang ditahan oleh dua pengawal berbadan besar. "Berhenti." Shana akhirnya berbicara. Mendadak dia tak tega melihat Dito yang dibohongi oleh Ndaru. Apa lagi pria itu yang menolongnya kemarin. Ditambah dengan luka ditangannya? Shana tidak sejahat it

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status