Share

Bab 2

Penulis: Hangga
"Berengsek, jangan pukul kakak iparku. Pukul aku saja!"

Di saat Miko berusaha untuk melawan, Rafa kebetulan pulang. Tadi, dia sempat lari ke ujung desa dan bersembunyi. Setelah merenung sejenak, dia memutuskan untuk pulang dan mengaku pada kakak iparnya.

Namun, begitu sampai di rumah, pemandangan mengerikan itu langsung terpampang di depan matanya. Meskipun dianggap bodoh, Rafa tetap punya temperamen!

Dengan amarah yang memuncak, dia langsung menerjang Angga dan mulai menghujani pukulan padanya. Angga boleh saja memukulnya, tapi dia tidak boleh melukai kakak iparnya!

Sejak dulu, Rafa sangat menyayangi Miko dan tidak akan membiarkan siapa pun menganiayanya! Namun, tinju-tinjunya Rafa ternyata tidak cukup kuat. Berkali-kali dia memukul Angga, tetapi bagi pria itu, serangannya tidak berefek sama sekali.

Angga terkejut sejenak, lalu menghentikan gerakannya dan berbalik dengan wajah geram. Setelah membalikkan badan, dia mencengkeram leher Rafa dan mendorongnya dengan kasar!

"Berengsek, kamu akhirnya berani pulang juga? Akan kuhabisi kamu hari ini! Lihat saja apa kamu masih berani ganggu istriku lagi nggak!"

Bruk bruk ....

Rafa tersentak mundur dua langkah dan terduduk di lantai. Dia sama sekali bukan lawan pria ini!

Angga masih tidak puas. Dia menarik rambut Rafa dan lanjut menyerangnya. Sebagai empat penjahat besar di Desa Kenanga, Angga selalu percaya bahwa kekerasan dan keberanian nekat bisa menaklukkan segalanya!

Bahkan istrinya, Hana, juga direbutnya dengan kekerasan. Keluarga mertuanya hanya bisa diam tanpa berani membalas.

"Angga, kamu benaran mau bunuh orang ya? Akan kuhabisi kamu!" Melihat Rafa dipukuli, Miko yang lemah lembut merasa hatinya remuk. Dengan amarah membara, dia langsung mengambil gunting dan menerjang Angga.

Namun, Angga sama sekali tidak peduli. Dengan mudah, dia merebut gunting itu dan mendorong Miko hingga jatuh ke lantai. Sambil tersenyum jahat, tangannya sengaja mencubit tubuh Miko.

"Angga, kamu mukul kakak iparku lagi? Aku nggak akan memaafkanmu!"

Melihat Miko diperlakukan seperti itu, Rafa benar-benar kehilangan kendali. Tanpa berpikir panjang, dia meraih sebuah guci batu untuk menggiling obat, lalu melemparkannya ke arah Angga.

Guci batu itu adalah warisan turun-temurun dari almarhum ayahnya yang dulunya seorang tabib desa. Bobotnya sekitar empat kilogram.

Bam!

Angga buru-buru menghindar. Guci batu itu mengenai dinding dan langsung hancur berkeping-keping. Serpihan batu berhamburan ke segala arah, beberapa di antaranya melukai dahi Rafa.

Namun, pada saat yang sama, muncul kilatan cahaya aneh yang tiba-tiba memelesat masuk ke dadanya!

"Ah …!" Bak disambar petir, Rafa berteriak keras dan terpaku di tempat.

"Bajingan, akan kubunuh semua keluargamu hari ini!" Angga marah besar. Dia berbalik dan menerjang ke arah Rafa lagi. "Mati saja kau, berengsek!"

Di dalam tubuh Rafa, kekuatan dahsyat yang baru saja bangkit tiba-tiba meledak tanpa bisa dikendalikan. Saat menghadapi Angga, kedua tangannya refleks mendorong ke depan dengan kekuatan penuh!

Bruk!

"Pfft ...!"

Angga terpental lebih dari tiga meter, lalu terlempar keluar dari pintu dan jatuh dengan keras di lantai. Darah segar menyembur dari mulutnya.

Dengan darah yang mengalir di dahinya, Rafa melangkah maju perlahan-lahan. Sorot matanya dipenuhi amarah, dadanya bergemuruh dengan niat membunuh yang luar biasa! Dia ingin mencabik-cabik Angga!

"Rafa, hentikan! Jangan pukul lagi!" Miko bergegas menerjang ke arahnya dan memeluknya erat. "Hentikan! Kamu bisa membunuhnya!"

Angga yang sudah terluka parah dan merasakan kesakitan yang luar biasa di organ dalamnya, akhirnya merasa takut melihat wajah sangar Rafa. Dia buru-buru hendak melarikan diri.

"Bajingan! Aku nggak akan ... membiarkanmu lolos!"

Sementara itu, sorot mata Rafa menjadi kosong. Begitu Miko mendorongnya masuk ke dalam rumah, dia tiba-tiba mengeluarkan jeritan keras, lalu jatuh terlentang ke lantai.

Miko yang bajunya masih berantakan, langsung menangis dan menjerit panik sambil memeluknya erat. "Rafa! Kamu kenapa? Rafa, bangun! Tolong! Rafa mati dipukul!"

Bum!

Tepat pada saat itu, di dalam benak Rafa, terdengar ledakan dahsyat yang diikuti oleh cahaya berwarna-warni di pikirannya. Di dalam kilatan cahaya itu, muncul tulisan kuno yang langsung mengalir ke dalam otaknya dengan paksa!

"Kitab Medis Genius"!

"Kitab Akupunktur dan Moksibusi"!

"Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh"!

Dalam sekejap, Rafa merasa kepalanya seakan-akan mau meledak. Rasa sakit yang luar biasa membuatnya hampir pingsan!

Entah berapa lama kemudian, rasa sakit itu mulai mereda perlahan-lahan dan kesadarannya semakin jernih. Di dalam pikirannya, kini tersimpan catatan medis kuno, teknik pengobatan tradisional, serta pengetahuan mendalam tentang tanaman obat!

"Kitab Medis Genius, Kitab Akupunktur dan Moksibusi, Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh .... Bukannya ini tiga warisan medis legendaris yang sudah punah?"

"Jangan-jangan ... leluhurku telah menampakkan keajaibannya padaku?"

Rafa membelalakkan matanya dan masih bengong dalam pelukan Miko. Dalam sekejap, kecerdasannya pulih sepenuhnya dan semua ingatan masa lalunya telah kembali. Selain itu, dia kini menguasai seluruh ilmu warisan tabib legendaris!

Melihat ekspresi linglung dari adik iparnya, Miko semakin panik. Dia memeluk erat Rafa sambil berteriak cemas, "Rafa, kamu kenapa? Ngomong sama Kakak. Gimana kamu sekarang? Jangan buat Kakak takut ...."

"Kak Miko ...."

Akhirnya, Rafa membuka mulut. Dia mengangkat tangannya untuk menyeka air mata yang mengalir di wajah Miko, lalu merapikan pakaiannya yang berantakan.

"Kak Miko, tenang saja. Ke depannya ... aku nggak akan membiarkanmu menderita lagi."

Di rumah ini, masih ada ibunya yang lumpuh dan mengalami gangguan pendengaran parah. Juga ada putri Miko yang baru berusia satu setengah tahun. Selama dua tahun terakhir, ayah Rafa telah meninggal karena sakit.

Kakaknya, Hazif, pergi merantau untuk bekerja tetapi hilang tanpa kabar. Sementara itu, Rafa sendiri menjadi tidak waras akibat kecelakaan yang menimpanya. Hanya Miko seorang diri yang berjuang mati-matian untuk mempertahankan keluarga ini.

Bisa dibayangkan, seberapa besar penderitaan yang harus ditanggung oleh wanita muda berusia 23 tahun ini!

Kini, Rafa telah sadar kembali. Mengingat penderitaan Miko selama dua tahun ini, Rafa bersumpah dalam hati bahwa dia tidak akan lagi membiarkan kakak iparnya menderita!

"Rafa, kamu ...."

Miko tertegun sejenak, lalu menggenggam tangan Rafa dengan cemas. "Rafa, sekarang ... sebaiknya kamu jangan bicara dulu. Cepat bangun, biar aku periksa lukamu."

Saat ini, dia sama sekali tidak menyadari bahwa adik iparnya yang telah bodoh selama lebih dari satu tahun, sebenarnya sudah pulih sepenuhnya!

Rafa mengangguk pelan, lalu bangkit dan pergi mencuci muka. Di depan cermin, dia memperhatikan luka di dahinya. Tidak terlalu dalam, hanya sekitar dua sentimeter.

Begitu terkena air dingin, pendarahan pun berhenti.

Melihat hal itu, Miko akhirnya merasa lega. Dia menyeka air matanya dan bertanya, "Rafa, kenapa kamu bisa sampai bertengkar sama Angga si bajingan itu?"

"Kak, soal itu ... aku sendiri yang akan mengurusnya."

Rafa terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "Aku panas sekali sekarang, mau pergi ke sungai untuk mandi dulu."

Tadi saat guci obat itu pecah, ada seberkas cahaya misterius yang masuk ke dadanya. Sekarang, seluruh tubuhnya terasa panas membara, seakan-akan hendak meledak. Mungkin, air sungai yang dingin bisa meredakan rasa panas ini.

Tanpa menunggu jawaban Miko, Rafa berbalik dan berlari menuju sungai kecil di luar desa.

Ketika Miko sadar, Rafa sudah menghilang dari pandangannya!

"Haeh .... Ternyata dia memang masih tetap bodoh. Dalam keadaan begini, masih sempat-sempatnya dia pergi ke sungai untuk mandi ...."

Miko menghela napas dan menyeka air matanya, lalu pergi ke belakang rumah untuk merawat ibu mertuanya dan putrinya.

Sementara itu di luar desa, terdapat sebuah sungai kecil yang sering menjadi tempat warga Desa Kenanga untuk mencari kesejukan di musim panas. Rafa berlari sekuat tenaga menuju sungai, lalu melompat ke dalam air!

Rasa dingin dari air sungai langsung menghilangkan panas membara di tubuhnya dan membuatnya merasa jauh lebih nyaman. Perlahan-lahan, pikirannya juga semakin jernih.

Rafa berendam selama beberapa jam di sana. Langit mulai gelap, tetapi dia masih menikmati sensasi segar itu sampai tiba-tiba ....

"Tolong! Tolong!"

Di arah timur, terdengar suara jeritan yang panik dan putus asa.

"Ada yang tenggelam! Tolong cepat selamatkan dia!"

Dari suara itu, Rafa langsung tahu bahwa orang itu adalah Mega Wijayanti, putri kedua kepala desa. Dia juga merupakan teman sekelas Rafa saat SMP dan SMA.

Kesadarannya langsung kembali sepenuhnya. Rafa melompat ke daratan dan berlari ke arah sumber suara.

"Mega, ada apa?" teriaknya.

Dengan air mata bercucuran, Mega yang sedang mengenakan pakaian renang, berusaha menarik seorang gadis muda dari air sambil berteriak histeris, "Adikku tenggelam!"

Tanpa berpikir panjang, Rafa langsung terjun ke air. Dia bergegas mengangkat tubuh gadis itu, lalu membawanya ke tepi sungai. Gadis itu ternyata adalah Marisa, anak bungsu kepala desa.

Marisa juga memakai pakaian renang, tetapi yang membuat Rafa terkejut adalah perutnya yang sangat membuncit. Dari kondisinya, jelas sekali dia telah menelan banyak air.

"Jangan teriak lagi. Tenanglah, biar kuselamatkan dia!"

Rafa segera meraba hidung dan memeriksa denyut nadi Marisa. Tidak ada pergerakan sama sekali. Dia sudah mati!

Mega yang baru saja naik ke daratan, menangis histeris dengan suara terbata-bata, "Kami berenang sama-sama. Tiba-tiba, perutku sakit, jadi aku naik sebentar ke daratan untuk buang air di semak-semak sana .... Tapi waktu aku kembali, aku lihat adikku sudah mengambang di sungai ...."

Rafa tetap tenang. Dia segera membaringkan Marisa dalam posisi terlentang, lalu mulai menekan dadanya dengan kedua tangan dan mencoba mengeluarkan air dari paru-parunya. Namun, cara itu tidak berhasil.

"Harus pakai pernapasan buatan." Tanpa ragu, Rafa segera mengganti teknik pertolongan pertama. Tetap tidak ada reaksi.

Mega yang sudah kehabisan akal, hanya bisa menatap dari samping sambil menangis dan mengentakkan kakinya.

Adiknya baru saja lulus ujian masuk universitas. Kalau dia meninggal begitu saja, ini akan menjadi tragedi yang tak terbayangkan!

"Nggak ada pilihan lagi. Aku harus pakai cara terakhir!" Setelah berpikir sejenak, Rafa tiba-tiba mengulurkan tangan dan menarik pakaian Marisa.

"Bodoh! Kamu mau ngapain?" Mega terkejut dan langsung mendorong Rafa menjauh.

Pernapasan buatan tadi masih bisa dimengerti. Namun, kenapa Rafa malah melepas pakaian adiknya?

Mega benar-benar tidak bisa menerimanya. Dia mulai curiga, apakah si bodoh ini benar-benar ingin menyelamatkan adiknya atau hanya memanfaatkan situasi untuk melecehkan adiknya?
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 3

    "Mau nolong orang, dong, kenapa?"Rafa melirik Mega dengan sinis dan berkata, "Baju renang adikmu terlalu ketat, jadi menghambat proses resusitasi jantung dan paru. Ini dasar ilmu medis, kamu mengerti nggak?"Mega terdiam sesaat, lalu menangis semakin keras, "Kalau begitu cepat selamatkan dia! Aku mohon!"Rafa melihat ke sekitarnya, tetapi tidak menemukan alat apa pun yang bisa digunakan. Tiba-tiba, dia mendapatkan ide. Dia memungut sebatang rumput liar yang keras dan mematahkannya, lalu menggunakan ujung runcingnya untuk menusuk beberapa titik di dada dan bawah ketiak Marisa.Menurut ilmu pengobatan kuno, dalam situasi seperti ini, akupunktur harus digunakan untuk merangsang aliran energi di jantung agar memungkinkan proses resusitasi berhasil. Berhubung Rafa tidak memiliki jarum perak, dia terpaksa menggunakan rumput liar sebagai pengganti.Ajaibnya, tangan dan kaki Marisa tiba-tiba bergerak sedikit!"Ada harapan! Rafa, lanjutkan! Cepat teruskan!" Mega begitu bersemangat hingga air m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 4

    Kesadaran Rafa baru saja pulih, tetapi masih ada sedikit gejala yang tersisa saat dia menjadi bodoh. Setelah beberapa detik terdiam, dia baru menyadari situasinya dan buru-buru berbalik keluar. Wajahnya terasa sangat panas.Sepertinya, dia melihat sesuatu ... yang tidak seharusnya dia lihat tadi.Mega buru-buru merapikan pakaiannya dan keluar, lalu berjalan melewati Rafa. Dengan wajah memerah, dia berkata dengan suara pelan, "Untung saja kamu ini bodoh .... Kalau nggak, aku pasti malu setengah mati. Sudah, cepat masuk sana."Rafa menyeka keringat dinginnya sebelum masuk ke dalam toilet. Namun, pemandangan tadi terus terbayang-bayang dalam pikirannya.Pukul delapan pagi. Akhirnya, sebuah mobil sedan yang tua dan usang datang menjemput mereka. Hansen naik ke kursi penumpang depan dengan wajah kesal dan menggerutu tidak jelas. Sementara itu, Rafa duduk di kursi belakang bersama Mega dan Marisa.Wajah Marisa masih merah padam dan tidak berani memandang Rafa. Semalam, pemuda ini telah melih

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 5

    Astaga, mau bunuh sekeluarganya?Tanpa ragu, Rafa langsung mengayunkan tangan dan menebas tengkuk Angga dengan satu pukulan tajam!Bruk!Angga langsung terjatuh di lantai dan tidak bergerak sama sekali. Rafa melirik sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar. Lalu, dia mengeluarkan sebatang jarum perak. Jarum ini bisa menyelamatkan orang, tapi juga bisa membuat orang menderita.Syut syut syut!Dalam hitungan detik, Rafa sudah menusukkan 12 jarum ke berbagai titik di tubuh Angga. Dua belas jarum ini menutup sebagian besar meridian di dalam tubuh Angga. Dalam sepuluh hari ke depan, Angga akan merasakan penderitaan yang luar biasa.Melihat Angga terkapar tak berdaya, Rafa langsung berbalik dan pergi.Setibanya di rumah, Rafa langsung masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barang yang dibelinya, lalu mengambil mainan dan bebek panggang sebelum menuju ke belakang rumah.Di sana, Miko sedang bermain dengan Alice dan membuat gadis kecil itu tertawa riang.Tok! Tok!"Kak!" Rafa mende

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 6

    "Makanan apa? Enak banget ya?" tanya Rafa dengan santai."Tentu saja enak. Nanti malam datang ke rumahku, kamu akan tahu sendiri," jawab Arumi sambil tersenyum.Meski Rafa agak bodoh, penampilannya cukup tampan dan membuat orang terpesona. Jika bukan karena mentalnya yang terbelakang, dengan penampilannya ini, pasti ada banyak wanita yang ingin menikahinya meski dia miskin."Baiklah. Kakak jangan bohongi aku ya." Rafa menghela napas, lalu mengambil tongkat bambu pemikul.Sial benar hari ini, baru keluar rumah sudah kena kerja rodi.Di jalan setapak yang sunyi, hanya terdengar suara tongkat bambu berderit pelan. Suaranya sangat berirama, seperti ....Wajah Arumi tiba-tiba memerah karena teringat sesuatu.Rafa menoleh sekilas dan bertanya dengan heran, "Kak Arumi, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu nggak sakit, 'kan?""Aku nggak sakit, dasar bodoh."Arumi menjawab sambil tertawa, "Suara bambu ini ... mirip suara ranjang kayu di rumahku."Rafa mengernyit heran. "Ranjang kayu di rumahku jug

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 7

    "Kak, aku nggak ngomong sembarangan."Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat."Tentu saja bisa."Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik.""Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu.""Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah."Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya.""Hm, baiklah kalau begitu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status