Share

Bab 8

Aвтор: Hangga
Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."

Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!"

"Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya.

"Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"

Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!"

"Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!"

"Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.

Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan mendapatkan pasien lebih banyak. Namun tiba-tiba, dia merasakan sesuatu yang panas di perutnya.

Sial, Alice mengompol di saat-saat seperti ini!

"Aku pulang dulu. Kalian bisa cari aku kalau mau berobat, aku bisa sembuhin semuanya!" Rafa melambaikan tangan, lalu cepat-cepat membawa Alice pulang.

Di kamar mandi kecil di belakang rumah, Miko sedang memandikan ibu mertuanya. Dia baru saja selesai membersihkan semuanya.

"Kak Miko, Alice ngompol. Aku bawa dia pulang untuk ganti popok. Aku juga jadi basah, jadi mau pulang untuk mandi dan ganti baju," ujar Rafa sambil menyerahkan Alice kepada Miko.

"Tadi sudah kubilang jangan lupa kasih dia kencing dulu, tapi kamu nggak dengar." Miko melihat noda kencing di dada dan perut Rafa, lalu tersenyum. "Nggak masalah. Dikencingi anak angkat sendiri, itu namanya keberuntungan! Orang lain belum tentu mendapat kehormatan seperti ini."

"Benar juga yang Kakak bilang. Ayo cepat mandikan Alice, aku mau ganti baju." Rafa tersenyum, lalu pergi menimba air untuk mandi di kamarnya sendiri.

Sebelum makan malam, Rafa menemani ibunya di kamar untuk mengobrol sejenak sambil membantunya melakukan terapi pemulihan. Sang ibu masih sulit percaya bahwa Rafa sudah sembuh total.

Dia terus mengajukan berbagai pertanyaan dan mencoba menguji apakah Rafa benar-benar sudah kembali normal.

Namun, Rafa menjawab semuanya dengan lancar, jelas, dan masuk akal. Setelah mendengarnya, barulah ibu Rafa menarik tangan putranya dan berlinang air mata.

"Rafa, sekarang keluarga kita cuma bergantung sama kakak iparmu dan kamu. Jangan macam-macam, dan jangan buat dia marah, mengerti?"

"Tenang saja, Ibu. Aku pasti akan jaga Kak Miko dan kamu," hibur Rafa.

Setelah makan malam, Rafa kembali ke kamarnya, lalu mulai mengatur semua obat-obatan yang dia miliki. Dia menyusun semuanya berdasarkan jenis dan kegunaannya, serta memastikan semuanya tertata rapi.

Miko duduk di samping sambil menggendong Alice dengan tersenyum. Sambil mengawasi, dia juga mulai bertanya tentang berbagai obat yang sedang ditata Rafa.

Duk duk duk!

"Rafa bodoh, buka pintunya!" Terdengar suara Arumi dari luar pintu memanggilnya, "Cepat buka pintu! Aku ada keperluan sama kamu ...."

"Ah, Kak Arumi?"

Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Tadi pagi, dia sudah membantu Arumi mengangkat beras ketan. Dia bilang akan memberi Rafa sesuatu yang enak untuk dimakan, tapi Rafa malah lupa! Apa Arumi benar-benar sebaik itu sampai mengantarkan makanannya?

Begitu pintu terbuka sedikit, Arumi langsung masuk dengan terburu-buru. "Rafa, kamu benaran bisa ngobatin penyakit nggak? Tubuhku gatal sekali, coba bantu aku periksa!"

Rafa mengernyit, menatap Arumi dengan penuh perhatian. Dia hanya mengenakan kaus tanpa lengan dan celana pendek. Di sekujur tubuhnya terlihat banyak bekas garukan dan wajahnya juga memerah.

"Aku juga nggak tahu kenapa. Waktu pulang dari main kartu, tubuhku mulai gatal. Tadinya aku kira bakalan sembuh setelah mandi. Tapi setelah mandi, seluruh tubuhku jadi gatal-gatal dan sakit. Bahkan terkena angin atau baju pun terasa sakit."

"Ternyata mau berobat, ya. Kukira Kak Arumi ngantarin makanan enak kasih aku." Rafa mencibir, lalu menarik kursi panjang dan menyuruhnya duduk.

Arumi menyeringai. "Rafa, kalau kamu benar-benar bisa menyembuhkanku, besok aku akan sembelih ayam dan siapkan arak untukmu!"

"Ingat janjimu ya," ucap Rafa sambil tersenyum, lalu mulai memeriksa denyut nadi Arumi.

Sementara itu, Arumi terus menggeliat dan gemetaran.

Dua menit kemudian, Rafa melepaskan tangannya dan menghela napas. "Astaga .... Kamu keracunan."

"Apa? Keracunan?" Arumi terkejut sejenak. "Tapi aku nggak melakukan apa-apa! Aku nggak nyentuh pestisida atau racun apa pun! Kamu nggak lagi nakut-nakutin aku, 'kan?"

"Kamu yang bodoh." Rafa melempar tatapan sinis, lalu menjelaskan dengan santai, "Denyut nadimu nggak teratur, terkadang cepat, terkadang lambat. Ini jelas tanda-tanda keracunan."

"Tapi tenang saja, racunnya cuma di permukaan kulit, belum sampai ke hati. Kamu nggak akan mati. Aku bisa menyembuhkannya."

"Kalau begitu, cepat sembuhkan aku!" seru Arumi.

Rafa mengitari Arumi dan mengamatinya dari berbagai sudut. Tiba-tiba, dia mengulurkan tangan dan menyapu lengannya dengan lembut.

"Sshh ...." Arumi kesakitan hingga meringis.

Rafa memejamkan matanya untuk berpikir sejenak. Kemudian, dia tiba-tiba menemukan ide. "Aku tahu apa yang terjadi!"

"Ada apa?" tanya Arumi.

Rafa mengangguk. "Tadi sore, Kak Arumi main kartu di bawah pohon besar. Di pohon itu ada sejenis ulat berbulu hijau. Bulu dari ulat itu jatuh ke tubuhmu, menyebabkan gatal dan nyeri di seluruh kulit. Reaksi ini adalah bentuk alergi karena racun serangga di permukaan kulit."

"Kemudian waktu kamu mandi, kamu pakai handuk yang sudah terkena bulu ulat. Jadi bukan hanya sebagian tubuh yang kena, tapi seluruh badanmu ikut gatal!"

Arumi terdiam sejenak, lalu terkejut. "Benar! Rasanya memang seperti ada ulat bulu yang merayap di kulitku!"

Setelah berhenti sejenak, Arumi kembali bertanya, "Tapi, Mina dan yang lainnya juga ikut main kartu sama aku. Kenapa mereka baik-baik saja?"

Mina juga merupakan warga Desa Kenanga. Dia baru menikah dan tinggal di desa ini tahun lalu.

Rafa menjawab dengan asal, "Karena tubuhmu banyak bulu."

Wajah Arumi langsung memerah, "Kamu ngomong sembarangan ...."

Miko juga tertawa kecil mendengarnya.

"Nggak, kok." Rafa menjawab dengan ekspresi serius, "Racun dari ulat berbulu masuk ke dalam kulit melalui folikel rambut. Semakin banyak bulu halus di kulit, semakin kuat reaksi alerginya."

"Selain itu, setiap orang punya tingkat sensitivitas berbeda terhadap racun serangga. Ada yang kebal, ada juga yang langsung terkena alergi."

Arumi merasa penjelasannya masuk akal, kemudian mendesaknya, "Kalau begitu cepat sembuhkan aku!"

Rafa mengambil satu butir obat antihistamin dan menyerahkannya kepada Arumi. "Sebenarnya, kalau kamu diam saja dan nggak melakukan apa-apa, gatal ini akan hilang sendiri dalam semalam. Tapi kalau mau langsung sembuh, caranya agak merepotkan."

"Aku harus menggunakan selotip untuk mengangkat semua bulu ulat yang menempel di kulitmu."

Arumi sudah tidak tahan, tubuhnya terus terasa gatal dan nyeri. "Cepat lakukan! Jangan banyak bicara!"

Rafa menghela napas, lalu mencari gulungan selotip bening. "Baiklah, tidurlah di ranjangku, biar kubantu tempelin."

Tanpa ragu sedikit pun, Arumi langsung berbaring di ranjang Rafa.

Miko tertawa kecil sambil menggendong Alice. "Aku tidurin Alice dulu. Kak Arumi, jangan malu-malu. Biarkan Rafa bekerja dengan tenang."

Arumi tidak merasa malu sama sekali. Dia melambaikan tangan dan berkata, "Cepat pergi sana, jangan ganggu aku berobat."

Rafa mulai merobek selotip bening dan menempelkannya di berbagai bagian tubuh Arumi. Lalu, dia menariknya dengan kuat!

"Sshh ... ah!!" Arumi kesakitan hingga berteriak keras.

"Kak Arumi, jangan teriak! Kalau ada yang dengar, nanti dikira aku lagi berbuat macam-macam padamu." Rafa mengingatkan.

Arumi menggertakkan giginya menahan rasa sakit dan mengangguk.

Setelah bagian tubuh yang terbuka selesai ditangani, kini tersisa bagian yang tertutup pakaian. Rafa berhenti sejenak, lalu menyerahkan gulungan selotip kepada Arumi.

"Kak Arumi, untuk sisanya, aku nggak bisa bantu lagi. Kamu lakukan saja sendiri waktu pulang nanti."

"Kenapa nggak bisa? Kamu dokter, aku nggak takut." Arumi tersenyum dan melepas pakaiannya, "Ayo cepat, sudah tengah malam nih."

Bokongnya yang sintal dan montok, terpampang di hadapan Rafa. Biasanya Rafa tidak menyadarinya. Tubuh Arumi tidak terlalu gemuk, tak disangka ternyata dia cukup berisi.

'Benar juga, aku ini dokter. Apa yang perlu ditakutkan?' Rafa menenangkan diri, lalu melanjutkan pengobatannya.

Seperti membalik CD, Rafa mulai dari sisi depan, lalu meminta Arumi membalik badan untuk menyelesaikan sisi belakang.

Namun, seiring berjalannya waktu, Rafa merasa tubuhnya semakin panas. Keringat mulai mengalir di dahinya. Bagaimanapun juga, Arumi memiliki tubuh yang sangat menawan, sulit untuk tetap tidak terpengaruh!

Sepuluh menit berlalu. Akhirnya, semuanya selesai. Rafa menyeka keringat di dahinya, lalu segera membalikkan badan. "Sudah, Kak Arumi, kamu sudah boleh bangun."

Arumi duduk dan mulai mengenakan bajunya. Dia menggerakkan lengan dan mengusap kulitnya. "Hehe, sudah baikan nih. Rafa, kamu benar-benar sudah bisa jadi seorang dokter!"

"Aku memang dokter, kok. Kak Arumi, ingat promosikan aku nanti. Kalau sudah menghasilkan uang, aku akan traktir kamu."

"Oke, nggak masalah!"

Arumi mengangguk dan melihat langit di luar jendela. "Sudah tengah malam. Rafa, antarkan aku pulang. Aku takut gelap."

Rafa mengangguk. "Oke, aku antarkan."

Berhubung Rafa masih berharap Arumi akan merekomendasikannya ke orang lain, dia tidak boleh sampai menyinggung Arumi.

Arumi tinggal di barisan paling belakang desa. Untuk pulang, dia harus melewati jalan kecil di bagian timur desa, sekitar 200 meter jauhnya.

Keduanya berjalan berdampingan di bawah cahaya bulan. Saat melewati ladang jagung di depan desa, tiba-tiba terlihat sesosok bayangan di kejauhan.

Di bawah sinar bulan, pria itu berjalan santai dengan sebatang rokok terselip di bibirnya.

Arumi tersentak kaget. Dia langsung menarik Rafa ke dalam ladang jagung dan berbisik, "Jangan bersuara! Itu si tua bangka dari rumahku!"

Rafa tercengang. Kemudian, dia baru menyadari di depannya adalah ayah mertua Arumi, yaitu Hendru.

Namun, kenapa mereka harus bersembunyi?
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Комментарии (1)
goodnovel comment avatar
Agung Arnawa
menarik veritanya
ПРОСМОТР ВСЕХ КОММЕНТАРИЕВ

Related chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 14

    Rafa dipeluk erat oleh Hana, membuat pikirannya sedikit buntu.Dalam hati, dia berpikir, 'Terima kasih karena nggak menganggapku bodoh! Meskipun begitu, aku nggak bisa bawa kamu kabur, dong! Kalau aku pergi, bagaimana dengan ibuku dan Kak Miko?'"Rafa, sebenarnya aku baru berusia 24 tahun. Cuma lebih tua tiga atau empat tahun darimu ...." Hana mencium wajah Rafa dengan penuh ketulusan."Kita bisa meninggalkan desa ini dan kerja di kota. Kita pasti bisa menghidupi diri sendiri. Kalau kamu nggak mau kerja, aku yang kerja untuk menafkahimu. Aku bersumpah akan mencintaimu selamanya dan nggak akan pernah berpaling!""Oh, tidak!" Rafa tiba-tiba sadar dan mendorong Hana menjauh.Kemudian, dia mengusap wajahnya, "Kak Hana, kamu harus tenang dulu .... Soal Bilham, kamu nggak usah khawatir. Aku bisa atasi urusanku sendiri. Tapi aku nggak bisa bawa kamu pergi. Aku masih punya keluarga yang harus aku jaga."Hana terdiam dan wajahnya menjadi muram.Benar juga .... Sekarang aku sudah jadi wanita yan

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 15

    Setelah menerima instruksi tersebut, Tono dan yang lainnya segera pulang untuk menyembuhkan luka mereka masing-masing. Selain itu, mereka juga menghubungi kenalan mereka untuk menyelidiki latar belakang Rafa.Di Desa Kenanga.Setelah tidur siang, Rafa merasa segar kembali.Di halaman belakang rumah, dia mulai merapikan tanaman herbal yang sudah dikumpulkannya. Setelah dijemur, sebagian besar tanaman itu masih perlu diproses lebih lanjut sebelum disimpan untuk penggunaan nanti.Tak lama kemudian, Miko datang dan berjongkok di seberangnya sambil membantu menyortir dan merapikan tanaman tersebut.Sambil bekerja, dia berkata, "Rafa, keterampilanmu memang luar biasa. Setelah minum obat racikanmu, aku merasa jauh lebih baik."Rafa tersenyum. "Itu bukan apa-apa, Kak Miko. Kalau nanti aku bisa buka klinik dan punya uang, aku akan meracik obat khusus untuk Ibu. Dengan begitu, penyakitnya bisa sembuh total dan dia bisa berjalan lagi."Miko tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Jangan membual.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 16

    "Bukannya kamu sendiri yang bilang mau punya 18 istri untuk melayaniku?" Miko melirik Rafa dengan senyum nakal, lalu menggoda, "Arumi dan Kanaya baru dua orang, masih kurang 16 lagi. Kamu harus terus berusaha!""Baiklah, kalau begitu aku berusaha terus." Rafa mengangguk, lalu pergi meracik obat untuk Kanaya.Namun, di dalam hati, Miko hanya bisa menghela napas panjang.Bukan karena Miko terus-menerus berpindah hati antara Mega dan Kanaya. Hanya saja, keluarga mereka terlalu miskin. Miko sangat khawatir Rafa tidak bisa mendapatkan istri dan akan tetap melajang seumur hidup.Bagi Miko, siapa pun yang bersedia menikah dengan Rafa, baik itu Arumi maupun Kanaya, semuanya tidak masalah! Sejak dulu, orang miskin tidak bisa pilih-pilih dalam mencari istri. Bahkan jika yang datang adalah seorang janda, asalkan mau menikah dengan Rafa, Miko pasti akan setuju.Sebagai kakak ipar, dia harus bertanggung jawab untuk memastikan adik iparnya menikah dan berkeluarga.Setelah selesai meracik obat, Rafa

Latest chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status