Share

Bab 9

Penulis: Hangga
Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak."

"Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"

Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.

Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.

Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.

Insiden ini menjadi bahan gosip terbesar di desa sepanjang tahun lalu.

Memikirkan hal itu, Rafa merasa kasihan terhadap nasib Arumi. Sungguh malang nasibnya bisa bertemu dengan mertua seperti itu.

Arumi tetap menekan Rafa erat-erat. Matanya terus mengawasi jalan setapak di depan mereka. "Jangan bergerak! Kalau dia lihat kita, kita akan sulit menjelaskan. Aku sih nggak takut, tapi aku kasihan sama kamu. Kalau namamu tercemar, nanti kamu sulit cari istri!"

Rafa yang setengah dipeluk Arumi, punggungnya terasa hangat. Dengan hati yang bergejolak, dia berkata perlahan, "Kak Arumi, tubuhmu ... menekanku ...."

Arumi menggeliatkan pinggangnya, tetapi dia tetap menindih tubuh Rafa. Merasakan sentuhan intim seperti ini, hati Rafa jadi semakin gusar.

Pada saat ini, Hendru telah berjalan perlahan ke arah mereka. Dia berdiri di jalan setapak samping sawah dan melihat ke sekitarnya.

Rafa semakin gugup dan detak jantungnya berpacu cepat. Arumi memeluk leher Rafa sambil berbisik, "Jangan takut, si tua bangka itu tuli dan rabun, dia nggak bisa melihat kita."

Tempat ini adalah ladang jagung muda dan tingginya sudah lebih dari setengah tinggi manusia. Bersembunyi di antara tanaman jagung memang tidak mudah ditemukan.

Namun, Rafa tidak berani lengah. Dia mengintip melalui celah di antara tanaman jagung dan menatap Hendru.

Hendru berdiri di jalan setapak tepat di depan mereka. Dia tidak bergerak, melainkan hanya menyapu pandangannya ke sekitarnya sambil mengumpat.

"Si Arumi genit ini entah bersenang-senang sama pria mana lagi. Kalau sampai tertangkap, akan kulepas bajumu dan diarak ke jalanan ...."

Benar saja, dia memang datang untuk menangkap basah menantunya.

Arumi juga mendengarnya. Tubuhnya gemetar karena marah. Arumi menggertakkan giginya dan mengumpat pelan, "Bajingan tua, aku memang lagi bersenang-senang sama cowok di sini. Gigit saja aku kalau berani?"

Maksudnya cowok itu ... aku? Rafa merasa sangat tidak bersalah.

Padahal dia tidak melakukan apa pun, hanya membantu menyembuhkan Arumi dan menempelkan selembar plester transparan. Sekarang tiba-tiba, dia malah terseret ke dalam masalah ini!

Hendru terus mengumpat dengan keji, lalu mengangkat bajunya dan mulai buang air kecil di atas pematang sawah.

Arumi mengumpat pelan, "Bajingan tua, cepat atau lambat, barangmu akan kupotong dan kuberi makan anjing!"

Rafa tidak berani bergerak. Dia meringkuk bersama Arumi dan menunggu dengan diam-diam.

Setelah sekian lama, Hendru akhirnya selesai buang air kecil. Dia menyalakan sebatang rokok, kemudian melangkah pergi sambil berjalan terhuyung-huyung.

Arumi masih tidak berani pergi. Wajahnya dan Rafa begitu dekat hingga bersentuhan dan napasnya tiba-tiba menjadi lebih berat.

"Kak Arumi, kamu kenapa?" tanya Rafa dengan suara pelan.

""Aku agak ... nggak nyaman ...."

"Nggak nyaman? Kenapa nggak nyaman?" tanya Rafa kebingungan.

"Dasar bodoh, kamu memang benar-benar bodoh."

Arumi mencubit pelan pinggang Rafa dan berkata dengan suara rendah, "Kalau saja kamu bukan orang bodoh, pasti akan jauh lebih baik."

"Aku sekarang nggak bodoh lagi."

Rafa tersenyum sambil melepaskan diri dari Arumi, lalu berdiri dan berkata, "Sebaiknya Kak Arumi cepat pulang. Ayah mertuamu sudah berjalan ke depan, sekarang adalah kesempatan bagus."

Arumi melirik tajam ke arah Rafa, lalu menghela napas dan pergi.

Rafa tidak mengerti, kenapa Arumi memelototinya seperti itu?

Saat kembali ke rumah, hari sudah larut malam.

Tubuh Rafa terasa gerah, jadi dia pergi ke halaman belakang untuk mandi, lalu naik ke ranjang dan tidur. Namun, tak lama setelah tertidur, Rafa bermimpi. Dalam mimpinya, dia kembali ke ladang jagung di pinggir desa bersama Arumi. Mereka begitu dekat, begitu intim, lalu ....

Saat terbangun dari mimpi, dia menyadari pakaiannya kotor. Rafa merasa sangat malu. Seharusnya tidak seperti ini. Kenapa dia bisa bermimpi tentang Arumi dan bahkan begitu tidak tahu malu?

Saat melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Rafa mengganti celana dalamnya, lalu kembali tidur.

Tak terasa, ayam sudah berkokok tiga kali.

Miko bangun sebelum fajar. Dia memasak sepanci bubur, lalu mengetuk pintu kamar Rafa.

"Rafa, aku mau pergi ke ladang lebih pagi, mumpung masih sejuk. Alice masih tidur, setelah kamu bangun, tolong jaga dia."

Namun, Rafa tidur sangat nyenyak, sehingga tidak mendengar apa pun. Miko merasa curiga, lalu mendorong pintu dan berjalan mendekati tempat tidur untuk melihatnya.

"Aduh ...."

Begitu melihat Rafa, wajah Miko langsung memerah dan dia buru-buru berbalik hendak pergi.

Karena cuaca panas, Rafa tidur terlentang hanya dengan sehelai kain kecil menutupi tubuhnya. Penampilan ini membuatnya terlihat sedikit vulgar.

Saat hampir sampai di pintu, Miko berhenti sejenak.

Setelah berpikir sejenak, dia berbalik lagi untuk mengambil selimut dan menutupinya dengan lembut. Sambil tersenyum kecil, dia berbisik, "Anak ini sudah besar, sudah saatnya mencarikan istri untuknya."

Sebagai seorang wanita yang sudah menikah, Miko memahami kondisi adik iparnya.

Lagi pula, dia sudah menganggap Rafa seperti adiknya sendiri. Jadi, dia tidak terlalu mempersoalkan hal-hal seperti ini.

Setelah memastikan Rafa tertutup dengan baik, Miko menepuknya pelan, "Rafa, aku pergi ke ladang sekarang. Nanti kalau sudah bangun, tolong jaga Alice, ya."

"Kak ...." Rafa baru terbangun. Begitu melihat kakak iparnya berdiri di dekat tempat tidurnya, dia langsung duduk tegak dan memeluk selimutnya erat-erat sambil tersenyum canggung.

"Kak, sudah pagi?"

"Hampir. Kamu masih bisa tidur sebentar lagi."

Miko mengangguk dan hendak pergi, tetapi matanya tiba-tiba menangkap sesuatu di lantai. Dia membungkuk untuk mengambil celana dalam Rafa, lalu mengerutkan kening, "Rafa, kenapa kamu buang pakaian ke la ... aduh!"

Begitu melihat sesuatu yang tidak beres di kain itu, Miko langsung menyadari situasinya. Tangannya bergetar dan dia buru-buru menjatuhkannya kembali ke lantai.

"Kak, aku ...."

Ingin sekali rasanya Rafa menghilang saat itu juga. Dia menarik selimut ke atas kepala dan bersembunyi di dalamnya. "Kakak keluar dulu! Jangan pedulikan aku. A ... aku akan cuci pakaian sendiri!"

"Dasar bodoh, sekarang baru tahu malu?" Miko tertawa kecil, lalu menutup pintu kamar dan pergi ke ladang.

Rafa baru bisa bernapas lega, meskipun wajahnya masih terasa panas. Setelah kejadian ini, bagaimana dia berani menatap wajah kakak iparnya lagi?

Setelah buru-buru mencuci muka dan sikat gigi, Rafa mencuci pakaiannya, lalu membantu Alice berpakaian dan mengajaknya bermain di depan rumah.

"Rafa."

Mega berjalan mendekat dengan pakaian tidur berwarna merah muda bermotif bunga kecil.

Meskipun hanya pakaian tidur, tetapi tubuhnya yang ramping tetap terlihat anggun, memberikan kesan gadis desa yang polos.

Rafa menggendong Alice, lalu menatap Mega dari atas ke bawah dan tertawa, "Lihat penampilanmu, semalam jadi maling, ya? Nggak tidur semalaman? Kelihatannya lemas sekali?"

"Maling? Aku curi apa darimu?" Mega menguap, lalu meregangkan tubuh dengan malas, "Kakak iparmu ada di rumah?"

"Mau cari kakakku buat apa?"

"Mau pinjam barang."

"Jangan bercanda, keluarga kami miskin, nggak ada yang bisa dipinjam." Rafa memutar matanya.

Rumah mereka hampir kosong melompong, apa yang bisa dipinjamkan ke orang lain?

"Omong kosong, cuma karena miskin bukan berarti nggak punya barang untuk dipinjam."

Mega kembali menguap dan berkata, "Kakakku pulang kemarin. Dia baru melahirkan, tapi ASI-nya tersumbat dan dadanya membengkak parah. Ibuku suruh aku datang ke sini untuk pinjam alat sedot ASI dari kakak iparmu."

"Alat ... sedot ASI?"

Rafa mengernyit, tidak mengerti apa yang dimaksud.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mulyanto Gepeng
lanjut ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
jopie nasarany
sangat bagus
goodnovel comment avatar
Sastra Wiyono
lnjut sangat bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 14

    Rafa dipeluk erat oleh Hana, membuat pikirannya sedikit buntu.Dalam hati, dia berpikir, 'Terima kasih karena nggak menganggapku bodoh! Meskipun begitu, aku nggak bisa bawa kamu kabur, dong! Kalau aku pergi, bagaimana dengan ibuku dan Kak Miko?'"Rafa, sebenarnya aku baru berusia 24 tahun. Cuma lebih tua tiga atau empat tahun darimu ...." Hana mencium wajah Rafa dengan penuh ketulusan."Kita bisa meninggalkan desa ini dan kerja di kota. Kita pasti bisa menghidupi diri sendiri. Kalau kamu nggak mau kerja, aku yang kerja untuk menafkahimu. Aku bersumpah akan mencintaimu selamanya dan nggak akan pernah berpaling!""Oh, tidak!" Rafa tiba-tiba sadar dan mendorong Hana menjauh.Kemudian, dia mengusap wajahnya, "Kak Hana, kamu harus tenang dulu .... Soal Bilham, kamu nggak usah khawatir. Aku bisa atasi urusanku sendiri. Tapi aku nggak bisa bawa kamu pergi. Aku masih punya keluarga yang harus aku jaga."Hana terdiam dan wajahnya menjadi muram.Benar juga .... Sekarang aku sudah jadi wanita yan

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 15

    Setelah menerima instruksi tersebut, Tono dan yang lainnya segera pulang untuk menyembuhkan luka mereka masing-masing. Selain itu, mereka juga menghubungi kenalan mereka untuk menyelidiki latar belakang Rafa.Di Desa Kenanga.Setelah tidur siang, Rafa merasa segar kembali.Di halaman belakang rumah, dia mulai merapikan tanaman herbal yang sudah dikumpulkannya. Setelah dijemur, sebagian besar tanaman itu masih perlu diproses lebih lanjut sebelum disimpan untuk penggunaan nanti.Tak lama kemudian, Miko datang dan berjongkok di seberangnya sambil membantu menyortir dan merapikan tanaman tersebut.Sambil bekerja, dia berkata, "Rafa, keterampilanmu memang luar biasa. Setelah minum obat racikanmu, aku merasa jauh lebih baik."Rafa tersenyum. "Itu bukan apa-apa, Kak Miko. Kalau nanti aku bisa buka klinik dan punya uang, aku akan meracik obat khusus untuk Ibu. Dengan begitu, penyakitnya bisa sembuh total dan dia bisa berjalan lagi."Miko tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Jangan membual.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 16

    "Bukannya kamu sendiri yang bilang mau punya 18 istri untuk melayaniku?" Miko melirik Rafa dengan senyum nakal, lalu menggoda, "Arumi dan Kanaya baru dua orang, masih kurang 16 lagi. Kamu harus terus berusaha!""Baiklah, kalau begitu aku berusaha terus." Rafa mengangguk, lalu pergi meracik obat untuk Kanaya.Namun, di dalam hati, Miko hanya bisa menghela napas panjang.Bukan karena Miko terus-menerus berpindah hati antara Mega dan Kanaya. Hanya saja, keluarga mereka terlalu miskin. Miko sangat khawatir Rafa tidak bisa mendapatkan istri dan akan tetap melajang seumur hidup.Bagi Miko, siapa pun yang bersedia menikah dengan Rafa, baik itu Arumi maupun Kanaya, semuanya tidak masalah! Sejak dulu, orang miskin tidak bisa pilih-pilih dalam mencari istri. Bahkan jika yang datang adalah seorang janda, asalkan mau menikah dengan Rafa, Miko pasti akan setuju.Sebagai kakak ipar, dia harus bertanggung jawab untuk memastikan adik iparnya menikah dan berkeluarga.Setelah selesai meracik obat, Rafa

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 17

    Miko tiba-tiba tersenyum, lalu menarik tangan Arumi dan berkata, "Kak Arumi, tolong bantu aku. Bisa nggak kamu menjodohkan Kanaya dengan Rafa?"Arumi termangu sesaat, lalu mengulurkan tangannya. "Bisa saja. Tapi, ayahnya Kanaya minta mahar 160 juta. Kalau kamu sanggup, aku bakal jadi mak comblang buat Rafa.""Seratus enam puluh juta? Dua tahun terakhir ini harga mahar naik gila-gilaan ya ...."Miko terkejut dan tersenyum getir. "Sebenarnya sih masih bisa diusahakan. Coba kamu tanya ayah Kanaya, boleh nggak bayarnya dicicil? Rafa 'kan dokter, nanti pelan-pelan bisa lunasin, gimana?""Hahaha!" Arumi tertawa sampai perutnya sakit. "Miko, kamu lucu banget. Masa mahar bisa dicicil?"Rafa juga tak bisa menahan tawa. "Sudahlah, Kak. Kalau punya 160 juta, mending buat hidup sehari-hari, daripada dikasih ke orang lain."Arumi masih tertawa. "Miko, dengar tuh. Rafa lebih milih hidup bareng kamu.""Kak Arumi, jangan asal ngomong! Aku nggak bilang begitu ... maksudku ...." Wajah Rafa langsung meme

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status