Share

Bab 7

Author: Hangga
"Kak, aku nggak ngomong sembarangan."

Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."

Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat.

"Tentu saja bisa."

Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."

Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik."

"Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu."

"Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah.

"Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya."

"Hm, baiklah kalau begitu ...." Miko berbalik dan melepas jaketnya, menyisakan kaus dalam tipis yang dikenakannya.

Rafa tidak memiliki niat yang aneh-aneh sama sekali. Dia memeriksa titik akupunktur dengan teliti, lalu menusukkan satu jarum di bahu dan satu lagi di bawah ketiak.

"Duh, lenganku ... benar-benar nggak bisa gerak lagi." Miko terkejut dan sekaligus kagum. Dia mencoba mengangkat tangannya, tetapi tidak bisa menggerakkannya sama sekali. Seolah-olah, lengannya bukan lagi bagian dari tubuhnya!

Rafa mencabut jarumnya dan tersenyum, "Sekarang Kakak percaya sama kemampuanku?"

"Luar biasa, Rafa!"

Miko terharu hingga meneteskan air mata. Sambil menyeka air matanya, dia berkata, "Kamu sudah sembuh. Berarti keluarga kita masih punya harapan!"

Rafa mengambil jaket Miko dan membantunya mengenakannya kembali.

"Kak, selama dua tahun ini kamu sudah terlalu banyak menderita. Aku janji, mulai sekarang, aku nggak akan membiarkanmu susah lagi. Sekarang, aku akan meracik obat untukmu. Minum selama tujuh hari, tubuhmu akan membaik."

Miko tersenyum, "Oke, Kakak pasti akan minum obat yang kamu racik!"

Sebenarnya, Miko tidak terlalu peduli pada penyakit remeh di tubuhnya ini. Dia hanya ingin menjadi kelinci percobaan bagi Rafa.

Jika obat yang diracik Rafa benar-benar bisa membuat kondisinya membaik, itu membuktikan bahwa Rafa sudah bisa membuka klinik sendiri. Dengan begitu, Miko juga jadi lebih tenang.

Rafa meracik obat, membaginya menjadi tujuh porsi, lalu menjelaskan kepada Miko cara merebusnya. Meskipun Miko hanya lulusan SD, setidaknya dia cukup paham dan bisa mengikuti instruksi dengan mudah.

Sebelum makan malam, Rafa sendiri yang merebus obatnya. Setelah memastikan Miko meminumnya dengan benar, dia baru merasa lega. Saat itu juga, Alice terbangun dan mulai menangis.

"Kak, biar aku bawa Alice keluar untuk main sebentar, kamu istirahat saja." Rafa mengambil Alice dari pelukan Miko.

"Jangan lupa kasih dia kencing, jangan sampai ngompol di bajumu," kata Miko sambil tersenyum.

Hari ini adalah hari paling membahagiakan bagi Miko. Dia akhirnya yakin bahwa Rafa sudah sembuh! Bahkan, dia telah melihat sendiri kemampuan medis adik iparnya yang luar biasa.

Sepertinya, hari-hari sulit akan segera berlalu. Masa depan yang lebih baik ada di depan mata!

"Aku tahu, Kak."

Rafa menggendong Alice dan berjalan-jalan di desa.

Di depan rumah Hansen, sekelompok warga sedang berkumpul di bawah pohon. Arumi juga baru pulang dari rumah orang tuanya. Dia sedang bermain kartu dengan beberapa ibu-ibu di bawah pohon besar itu.

Rafa ikut melihat keramaian sambil menggendong Alice.

Dari ujung barat desa, Angga datang dengan membungkuk sambil membawa cangkir teh di tangannya. Kemarin, Rafa telah menusukkan 12 jarum ke tubuhnya, sehingga membuat sirkulasi darahnya terhambat dan merusak jalur energinya.

Sekarang, tubuhnya setengah lumpuh. Laki-laki yang dulunya gagah perkasa, sekarang bahkan tidak kuat untuk berjalan.

Melihat Angga, Vina bertanya padanya, "Angga, kenapa kamu lemas sekali?"

Arumi ikut tertawa, "Sepertinya semua tenaganya sudah habis dipakai sama Hana?"

Semua orang tertawa terbahak-bahak.

Angga malah memelototi Rafa sambil menggertakkan giginya. "Rafa bajingan! Dua hari lalu, kamu melempar batu ke kepalaku! Sekarang, aku merasa lemas sampai hampir mati! Kamu harus bayar 10 juta sebagai biaya pengobatan, atau aku akan menghajarmu sampai kamu manggil aku kakek!"

Semua warga desa langsung terkejut dan menoleh ke arah Rafa.

Semua orang tahu kelakuan Angga sangat kasar, suka berkelahi, tidak tahu malu, dan sering memeras orang untuk mendapatkan uang!

Sekarang, targetnya adalah Rafa. Sepertinya hidup Rafa bakal menderita!

Namun, Rafa tetap tenang dan bertanya sambil mengernyit, "Tadi kamu bilang mau manggil apa?"

"Kakek!" teriak Angga.

"Cucuku pintar ya, manggil kakek kuat sekali." Rafa tertawa terbahak-bahak, "Tapi sayangnya, sekarang bukan tahun baru, jadi aku nggak bisa kasih angpao!"

Warga desa terdiam sejenak, lalu pecah dalam tawa!

Siapa sangka? Rafa si bodoh ini ternyata bisa membalik keadaan dan mempermalukan Angga!

"Anjing sialan! Akan kubunuh kau hari ini!" Angga bereaksi dan menerjang ke arah Rafa.

Rafa menghindar dengan cekatan sambil menggendong Alice. Kemudian, dia bertanya, "Anjing maki siapa?"

"Maki kau!"

"Oh, ternyata anjing lagi maki aku, ya ...."

Rafa menggendong Alice, berputar menghindari Angga di bawah pohon besar.

"Angga, aku nggak mau mempermasalahkan ini sama kamu. Tapi kalau kamu terus menyerang, jangan salahkan aku kalau aku bertindak!"

Melihat Rafa sedang menggendong Alice, Vina takut anak kecil itu akan terluka. Oleh karena itu, dia buru-buru melerai mereka.

Arumi juga melindungi Rafa sambil memperingatkannya, "Rafa, cepat pergi! Kamu nggak akan bisa menang melawan Angga!"

Bruk!

Angga bajingan itu langsung meninju hidung Vina dan memakinya, "Jangan ada yang coba-coba melerai. Siapa pun yang melerai, akan kubunuh seluruh keluarganya!"

Vina berjongkok sambil memegang hidungnya yang meneteskan darah. "Keparat sialan. Aku cuma mau melerai kalian! Kamu tega mukul aku juga? Apa kamu nggak takut kena karma karena menindas orang yang lemah?"

Sebagai istri kepala desa, Vina tidak takut terhadap Angga. Angga juga tidak peduli terhadap Vina, melainkan terus mengejar Rafa untuk menghajarnya.

"Bajingan! Kamu kira aku benar-benar nggak berani menghabisimu?"

Amarah Rafa akhirnya meledak. Sambil tetap menggendong Alice, dia memutar pinggang dan melayangkan tendangan berputar yang mengenai dada Angga.

Bruk! Tap tap tap ....

Angga terdorong mundur beberapa langkah, lalu jatuh terduduk di tanah. Wajahnya pucat pasi, tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

Kemarin, jarum-jarum Rafa telah membuat tubuhnya lemas. Sekarang, setelah menerima tendangan Rafa, dia semakin lemah, pusing, dan penglihatannya berkunang-kunang.

Warga desa terkejut! Mereka tidak menyangka Rafa bisa menjatuhkan Angga hanya dengan satu tendangan, padahal dia masih menggendong Alice. Apakah selama ini dia hanya berpura-pura?

Namun, tak ada yang tahu bahwa Rafa sekarang bukan lagi si bodoh seperti dulu dan Angga juga bukan lagi preman kuat yang ditakuti semua orang.

Tepat saat itu, Hansen bangun dari tidur siangnya. Mendengar keributan di luar, dia langsung keluar dengan wajah kesal. Begitu melihat keadaannya, dia mendekati Angga dan langsung menendangnya.

"Hei! Kenapa kamu mukul istriku? Dasar buta! Terus, kamu juga cari masalah sama Rafa? Dia bodoh, apa kamu juga ikutan bodoh?"

Angga mengeluh, "Dia mukul aku!"

"Mau dia pukul kamu sampai mati juga kamu bakal mati sia-sia. Dia itu gangguan mental, tahu nggak? Kalaupun bunuh orang, dia nggak akan dihukum!"

Hansen tidak bodoh kali ini. Dia memelototi Angga dan berteriak, "Masih nggak mau pergi? Kalau nggak mau pergi, aku akan lapor polisi bahwa kamu menganiaya istriku, biar kamu dipenjara lagi!"

Mengingat jasa Rafa yang telah menolong Marisa, Hansen tentunya berpihak padanya.

"Bajingan, setelah aku sembuh nanti, akan kubunuh kamu dan keluargamu!"

Angga tidak lagi membuat keributan. Dia hanya memelototi Rafa dengan kejam, lalu melontarkan ancaman sebelum pergi dengan memegang pinggangnya. Pria sejati tidak akan menempatkan diri di posisi yang sulit. Lantaran tidak bisa melawan Rafa untuk saat ini, dia terpaksa pulang untuk memulihkan diri.

"Takut banget loh!" ejek Rafa dengan terkekeh-kekeh sambil menghibur Alice.

Hansen memelototinya. "Rafa bodoh, lain kali jangan cari masalah sama si bajingan itu."

Hansen sendiri sebenarnya juga pusing menghadapi Angga. Pencuri, pemalak, tukang cari masalah, dan selalu mengancam akan membunuh orang.

Rafa membelalakkan matanya. "Paman Dungu, aku bodoh, kenapa kamu ikutan bodoh? Dari mana kamu lihat aku provokasi dia?"

Semua orang tertawa mendengarnya.

"Kalian ketawa apaan?!" Vina kesal bukan main. Meskipun sudah mencuci wajahnya, darah di hidungnya tetap tidak berhenti mengalir. "Sepertinya tulang hidungku retak! Darahnya terus keluar!"

"Bi Vina, jangan takut. Aku bantu obati," celetuk Rafa.

"Obati kepalamu!" maki Vina. Dia nyaris memarahi Rafa lagi, tetapi tiba-tiba teringat bagaimana Rafa menyelamatkan Marisa kemarin. "Cepat obati aku!"

Rafa mendengus sinis. Dia langsung mencari tusuk gigi dari rumah Hansen, lalu menekan beberapa titik akupunktur di wajah dan belakang telinga Vina untuk merangsang pembuluh darah untuk menghentikan pendarahan. Setelah itu, dia menyuruhnya menekan dasar jari tengah dengan ibu jarinya.

Hasilnya sangat instan. Pendarahan berhenti dalam semenit.

Seketika, hidung Vina langsung terasa segar. Dia tertawa menyeringai dan berkata, "Rafa lumayan hebat juga. Bagus, bagus!"

Rafa mengambil kesempatan ini untuk mempromosikan, "Bibi, kalau nanti kamu atau Pak Hansen mengalami kelelahan kronis, sakit kepala, masuk angin, atau bahkan masalah kesuburan, datang saja padaku! Aku bisa sembuhkan semuanya!"

Hansen memarahinya, "Omong kosong, aku sehat-sehat saja, tahu!"

Arumi menunjuk Vina dan berkata, "Kak Vina punya penyakit wasir. Kamu bisa obati nggak, Rafa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 14

    Rafa dipeluk erat oleh Hana, membuat pikirannya sedikit buntu.Dalam hati, dia berpikir, 'Terima kasih karena nggak menganggapku bodoh! Meskipun begitu, aku nggak bisa bawa kamu kabur, dong! Kalau aku pergi, bagaimana dengan ibuku dan Kak Miko?'"Rafa, sebenarnya aku baru berusia 24 tahun. Cuma lebih tua tiga atau empat tahun darimu ...." Hana mencium wajah Rafa dengan penuh ketulusan."Kita bisa meninggalkan desa ini dan kerja di kota. Kita pasti bisa menghidupi diri sendiri. Kalau kamu nggak mau kerja, aku yang kerja untuk menafkahimu. Aku bersumpah akan mencintaimu selamanya dan nggak akan pernah berpaling!""Oh, tidak!" Rafa tiba-tiba sadar dan mendorong Hana menjauh.Kemudian, dia mengusap wajahnya, "Kak Hana, kamu harus tenang dulu .... Soal Bilham, kamu nggak usah khawatir. Aku bisa atasi urusanku sendiri. Tapi aku nggak bisa bawa kamu pergi. Aku masih punya keluarga yang harus aku jaga."Hana terdiam dan wajahnya menjadi muram.Benar juga .... Sekarang aku sudah jadi wanita yan

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 15

    Setelah menerima instruksi tersebut, Tono dan yang lainnya segera pulang untuk menyembuhkan luka mereka masing-masing. Selain itu, mereka juga menghubungi kenalan mereka untuk menyelidiki latar belakang Rafa.Di Desa Kenanga.Setelah tidur siang, Rafa merasa segar kembali.Di halaman belakang rumah, dia mulai merapikan tanaman herbal yang sudah dikumpulkannya. Setelah dijemur, sebagian besar tanaman itu masih perlu diproses lebih lanjut sebelum disimpan untuk penggunaan nanti.Tak lama kemudian, Miko datang dan berjongkok di seberangnya sambil membantu menyortir dan merapikan tanaman tersebut.Sambil bekerja, dia berkata, "Rafa, keterampilanmu memang luar biasa. Setelah minum obat racikanmu, aku merasa jauh lebih baik."Rafa tersenyum. "Itu bukan apa-apa, Kak Miko. Kalau nanti aku bisa buka klinik dan punya uang, aku akan meracik obat khusus untuk Ibu. Dengan begitu, penyakitnya bisa sembuh total dan dia bisa berjalan lagi."Miko tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Jangan membual.

Latest chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status