Share

Bab 6

Author: Hangga
"Makanan apa? Enak banget ya?" tanya Rafa dengan santai.

"Tentu saja enak. Nanti malam datang ke rumahku, kamu akan tahu sendiri," jawab Arumi sambil tersenyum.

Meski Rafa agak bodoh, penampilannya cukup tampan dan membuat orang terpesona. Jika bukan karena mentalnya yang terbelakang, dengan penampilannya ini, pasti ada banyak wanita yang ingin menikahinya meski dia miskin.

"Baiklah. Kakak jangan bohongi aku ya." Rafa menghela napas, lalu mengambil tongkat bambu pemikul.

Sial benar hari ini, baru keluar rumah sudah kena kerja rodi.

Di jalan setapak yang sunyi, hanya terdengar suara tongkat bambu berderit pelan. Suaranya sangat berirama, seperti ....

Wajah Arumi tiba-tiba memerah karena teringat sesuatu.

Rafa menoleh sekilas dan bertanya dengan heran, "Kak Arumi, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu nggak sakit, 'kan?"

"Aku nggak sakit, dasar bodoh."

Arumi menjawab sambil tertawa, "Suara bambu ini ... mirip suara ranjang kayu di rumahku."

Rafa mengernyit heran. "Ranjang kayu di rumahku juga berbunyi kalau dipakai. Tapi kenapa aku nggak merasa wajahku panas?"

"Sudahlah, kamu nggak akan mengerti," Arumi menghela napas.

Suaminya jarang pulang, hanya setahun sekali saat tahun baru. Bagi Arumi, hari-harinya terasa membosankan dan tidak ada bedanya dengan seorang janda.

Di sepanjang jalan, Arumi terus bercanda dan tertawa. Sementara itu, pikiran Rafa melayang jauh. Dia sedang memikirkan, mau bagaimana membuka klinik? Bagaimana menyembuhkan ibunya? Bagaimana menemukan kakaknya?

Saat masih bodoh, hidup hanya soal makan dan tidur. Sekarang setelah sadar, semua urusan menumpuk di pikirannya.

"Rafa, kamu lagi mikir apa sampai bengong?" Arumi merasa agak kesal, "Alangkah bagusnya kalau kamu nggak bodoh. Aku sudah ngomong seharian, kamu malah nggak peduli."

Rafa baru tersadar dari lamunannya dan berkata, "Aku lagi dengar Kakak ngomong, nggak sempat merespons."

Arumi tersenyum, "Kamu tunggu aku di sini ya, aku mau ke pepohonan di sana sebentar."

Rafa meletakkan pemikul bambunya sambil mengernyit, "Mau ke sana ngapain?"

"Buang air kecil, bodoh."

Arumi berlari kecil ke arah pepohonan sambil berbalik, "Bodoh, jangan ngintip ya."

Apa yang mau diintip?

Rafa menggaruk kepalanya. Saat masih kuliah di fakultas kedokteran, dia sudah melihat segalanya, bahkan dalam gambar resolusi tinggi dan berwarna!

"Ah ...!"

Namun, begitu Arumi masuk ke hutan tidak lama, dia tiba-tiba menjerit. Rafa terkejut. Dia mengambil pemikul bambunya dan berlari ke dalam hutan.

"Kak Arumi, ada apa?"

Arumi berlari keluar sambil memegang pinggang celananya dan menubruk Rafa. "Ada ular! Ular!"

"Ular?" Rafa melemparkan pemikul bambunya, lalu menyambut Arumi dan bertanya, "Ular berbisa ya? Kamu digigit?"

"Aku nggak tahu .... Aku cuma lihat, ada ular yang besar sekali!"

Dengan jantung yang berdebar dan tubuh gemetaran, Arumi melanjutkan, "Sepertinya dia menggigit ... belakangku. Bagian kiri."

"Jangan takut. Biar kulihat." Rafa berusaha menenangkan Arumi, lalu melangkah ke belakangnya untuk memeriksa. Pakaian Arumi masih berantakan. Bagian bawahnya sedikit longgar, memperlihatkan kulit putih mulus di sekitar pinggangnya.

Benar saja, ada bekas gigitan di sana. Dua jejak taring kecil yang tampak jelas bahwa itu hanya gigitan ular tak berbisa.

Rafa langsung merasa lega. "Nggak apa-apa, Kak. Bukan ular berbisa."

"Bodoh, kamu yakin aku baik-baik saja? Kalau sampai terjadi sesuatu, aku bisa mati!"

Masih saja memanggilku bodoh?

Rafa mendengus, lalu menepuk bekas gigitan ular itu dengan santai. "Kamu nggak bakal mati. Kalau kamu mati, aku bakal ikut tanggung jawab dan tidur satu peti mati denganmu!"

Sentuhan itu terasa lembut di telapak tangannya.

"Dasar nggak tahu malu! Kamu bukan suamiku, kenapa harus satu peti mati sama aku?"

Arumi tersenyum malu, lalu hendak merapikan pakaiannya, tetapi tiba-tiba wajahnya merah padam.

"Rafa, cepat berpaling!"

"Kenapa lagi?"

Rafa tidak mengerti, tetapi dia tetap membalikkan badannya. Di belakangnya, terdengar suara gemericik air dan hawa panas yang menguar.

Wajah Rafa langsung memerah dan berjalan maju dua langkah. Ternyata Arumi belum sempat buang air kecil tadi?

"Sudah." Arumi merapikan pakaiannya, lalu berjalan ke arah Rafa dengan wajah tersipu. Dia menarik tangan Rafa dan berkata, "Rafa, masalah hari ini jangan kasih tahu siapa pun ya. Apalagi kasih tahu Miko. Dia bakal ngetawain aku."

Rafa mengangguk. "Kak Arumi, ingat cuci tangan ya."

"Hush, di tengah hutan begini mana bisa cuci tangan?" Wajah Arumi memanas. Kemudian, dia menarik kembali tangannya dan menyekanya di lengan baju.

'Si Rafa bodoh ini .... Aku saja nggak menganggapnya menjijikkan, malah dia yang merasa risih padaku!'

Setelah melewati punggungan bukit, mereka akhirnya tiba di persimpangan jalan. Di sinilah Rafa dan Arumi berpisah jalan.

Rafa mulai mencari tanaman obat-obatan. Tempat ini adalah pedalaman hutan, jadi terdapat banyak tanaman obat yang tumbuh liar. Bahkan, ada juga beberapa tanaman yang lebih mahal, seperti Agrimonia Pilosa, Clinopodium polycephalum, dan Paris polyphylla.

Gunung ini penuh dengan harta karun, tapi kenapa desa ini tetap miskin?

Setelah mengumpulkan tanaman obat sampai pukul tiga sore, Rafa akhirnya pulang ke rumah. Begitu tiba, Miko sudah menunggunya di depan pintu. Tanpa basa-basi, dia langsung menarik Rafa masuk ke rumah, lalu menatapnya dengan tajam.

"Rafa, aku lihat ada banyak obat di kamarmu. Dari mana kamu dapatkan semua itu? Rafa, kita lebih baik kelaparan daripada jadi pencuri. Kamu jangan sembarangan!"

Ternyata Miko sudah melihat semua obat-obatan itu?

Setelah berpikir sejenak, Rafa akhirnya memutuskan untuk mengaku. Dia menarik kakak iparnya untuk duduk, lalu berkata sambil tersenyum, "Kak, dengarkan aku. Aku sudah nggak bodoh lagi sekarang."

"Aku beli semua obat-obatan ini rencananya mau buka klinik untuk bantu kamu menafkahi keluarga. Lihat, semua ini adalah obat yang kupetik dari gunung."

Namun, Miko masih tidak percaya. Dia menyentuh dahi Rafa, khawatir adik iparnya ini sedang demam.

Rafa menyeringai, "Kak, meskipun aku masih bodoh, aku nggak demam. Kenapa kamu nyentuh dahiku?"

"Aku takut kamu bohong."

Miko tertawa kecil, tetapi lalu mengernyitkan dahi lagi. "Kalau begitu, dari mana kamu dapat uang untuk beli obat?"

"Kemarin waktu aku pergi ke kota, aku menyembuhkan seseorang dan mendapatkan sejuta. Uang itu kugunakan untuk membeli obat."

Miko sulit memastikan apakah itu benar atau tidak. Dia berpikir sejenak, lalu berkata, "Tapi, buka klinik itu nggak mudah. Kamu yakin bisa ngobatin orang? Kalau sampai terjadi kesalahan, orang-orang pasti nggak akan melepaskan kita."

"Kakak jangan khawatir, aku benar-benar bisa mengobati orang!"

Setelah berpikir sejenak, Rafa menambahkan, "Kalau Kakak nggak percaya, kita bisa coba dulu."

Sebelum membuka klinik, Rafa ingin mendapatkan persetujuan dan dukungan dari Miko. Ini juga sebuah bentuk rasa hormat terhadap kakak iparnya.

"Gimana caranya?" Miko mulai tertarik. Dia juga ingin tahu apakah adik iparnya ini benar-benar sudah kembali normal.

"Kakak ulurkan tanganmu, biar aku periksa nadimu."

Miko mengangguk dan mengulurkan pergelangan tangannya yang kurus. Rafa meletakkan tiga jari di atas nadinya dan mulai memeriksa kondisinya dengan serius.

Setelah tiga menit berlalu, kening Rafa berkerut. "Kak, energimu sangat lemah, kamu punya gangguan pencernaan, kekurangan darah, dan siklus menstruasi yang nggak teratur."

Wajah Miko langsung memerah. Dia buru-buru menarik kembali tangannya dan memarahi Rafa, "Rafa! Kamu omong kosong apaan?"

Sebagai wanita yang cukup konservatif, Miko merasa sangat malu membicarakan masalah kesehatan wanita dengan adik iparnya.

Related chapters

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 7

    "Kak, aku nggak ngomong sembarangan."Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat."Tentu saja bisa."Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik.""Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu.""Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah."Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya.""Hm, baiklah kalau begitu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 14

    Rafa dipeluk erat oleh Hana, membuat pikirannya sedikit buntu.Dalam hati, dia berpikir, 'Terima kasih karena nggak menganggapku bodoh! Meskipun begitu, aku nggak bisa bawa kamu kabur, dong! Kalau aku pergi, bagaimana dengan ibuku dan Kak Miko?'"Rafa, sebenarnya aku baru berusia 24 tahun. Cuma lebih tua tiga atau empat tahun darimu ...." Hana mencium wajah Rafa dengan penuh ketulusan."Kita bisa meninggalkan desa ini dan kerja di kota. Kita pasti bisa menghidupi diri sendiri. Kalau kamu nggak mau kerja, aku yang kerja untuk menafkahimu. Aku bersumpah akan mencintaimu selamanya dan nggak akan pernah berpaling!""Oh, tidak!" Rafa tiba-tiba sadar dan mendorong Hana menjauh.Kemudian, dia mengusap wajahnya, "Kak Hana, kamu harus tenang dulu .... Soal Bilham, kamu nggak usah khawatir. Aku bisa atasi urusanku sendiri. Tapi aku nggak bisa bawa kamu pergi. Aku masih punya keluarga yang harus aku jaga."Hana terdiam dan wajahnya menjadi muram.Benar juga .... Sekarang aku sudah jadi wanita yan

Latest chapter

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 50

    Kanaya menghela napas. "Ayahku tadi sedang mengangkut kotoran ternak untuk menyuburkan jagung.""Benar-benar lebih memilih uang daripada nyawa." Rafa menggeleng. "Di cuaca sepanas ini, jalan tanpa beban saja sudah tersiksa, apalagi harus mengangkut kotoran!""Itu semua salahmu, Kak." Kanaya meliriknya dengan tatapan penuh keluhan. "Kamu memberikan lima kepala sapi kepada Kak Alzam, supaya dia menggembalakan sapi-sapimu. Karena itu, dia nggak sempat membantu Ayah di ladang, jadi Ayah harus bekerja lebih keras hingga akhirnya dehidrasi.""Uh ...." Wajah Rafa memanas. Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga. Untung saja Rahman tidak sampai kehilangan nyawa. Kalau tidak, Rafa akan merasa berutang budi seumur hidup!Namun, Kanaya tiba-tiba tersenyum jahil dan berbisik, "Aku cuma bercanda. Kamu sendiri tahu, Kak Alzam pemalas. Sekalipun dia nggak menggembalakan sapimu, dia tetap nggak akan membantu Ayah di ladang.""Ya juga sih." Rafa merasa lega. Memang benar, Alzam terkenal malas. Di rumah

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 49

    Ternyata penyakit wanita, pantas saja wajahnya memerah!"Tentu saja aku bisa mengobatinya. Aku ini dokter umum, semua penyakit bisa kutangani," ujar Rafa sambil mengangguk.Kemudian, dia mengerutkan kening. "Siti, tadi aku sudah periksa denyut nadimu. Sepertinya kamu nggak mengalami masalah kesehatan wanita."Bukan hanya tadi, sebelumnya pun dia sudah memeriksa nadi Siti, tetapi tidak menemukan tanda-tanda penyakit."Oh, bukan aku ... tapi temanku ...." Wajah Siti semakin merah."Bukan kamu? Lalu, kenapa wajahmu jadi merah begitu?" Rafa tertawa kecil. "Penyakit apa yang diderita temanmu? Coba ceritakan. Kalau bisa, bawa saja dia ke sini. Kalau nggak bisa, aku bisa memberi saran.""Lebih baik ... lupakan saja." Siti terlihat panik dan berusaha menghindar. "Lain kali kita bicarakan lagi."Rafa mengernyit, tidak bisa memahami jalan pikiran Siti. Benar kata orang, hati wanita itu sulit ditebak!Saat hendak pergi, Siti tiba-tiba menoleh dan berbisik, "Oh ya, Rafa ... soal penyakit wanita ta

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 48

    Galih kemari dengan berkemudi. Dia sudah minum banyak arak dan dua botol bir sebelum akhirnya pamit dan pergi dengan mobilnya. Di desa tidak ada pemeriksaan, jadi Galih pun tidak khawatir.Setelah Galih pergi, Hansen masih bersemangat. Dia merangkul bahu Rafa dengan gembira. "Rafa, kamu pintar menjilat juga sampai bisa menjalin hubungan dengan Galih. Orang ini benar-benar licik. Dulu aku minta pinjaman darinya, dia sama sekali nggak mau setuju. Hari ini berkat namamu, aku langsung dapat 40 juta!"Tadi Hansen bilang Galih adalah orang terkaya, tetapi sekarang mengatainya licik."Aku nggak menjilatnya!" Rafa menepis tangan Hansen dan bertanya, "Paman, kamu nggak kekurangan uang. Kenapa perlu pinjaman?"Miko juga ikut bingung, menatap Hansen dengan dahi berkerut. Secara logika, keluarga Hansen adalah keluarga berkecukupan, jadi seharusnya tidak perlu pinjaman.Hansen terkekeh-kekeh. "Anak muda seperti kalian nggak paham. Uang itu bisa bertambah kalau diputar!"Rafa langsung menyadari sesu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 47

    Galih tersenyum tipis. "Pak Hansen, aku ini cuma rakyat biasa, tapi malah mengundang orang penting sepertimu untuk minum. Sepertinya sangat nggak pantas."Wajah Hansen langsung memerah. Sikapnya mendadak seperti pelayan yang melayani kaisar. "Pak Galih, jangan bercanda begini! Kamu ini orang terkaya di Kota Muara, mana bisa dibandingkan denganku!"Rafa dan Miko sangat terkejut. Ternyata Galih bukan orang sembarangan! Bahkan kepala desa pun harus merendahkan diri di hadapannya.Hansen menatap Rafa dan membentak, "Rafa, dasar berengsek! Sejak kapan kamu kenal Pak Galih? Kenapa nggak bilang padaku?""Paman, aku dan Kak Galih sebenarnya ....""Kami juga baru kenal." Galih memotong dengan santai, lalu tersenyum. "Karena Pak Hansen sudah datang, ayo kita minum."Rafa segera mempersilakan Hansen duduk dan mulai menuangkan minuman.Galih yang perhatian tiba-tiba berkata, "Oh ya, Rafa, kamu ambil beberapa lauk dulu untuk ibumu."Rafa mengangguk, memilih beberapa lauk terbaik untuk ibunya, lalu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 46

    Rafa tersenyum, lalu merobek kertas itu. "Nggak apa-apa, Kak Hana. Aku sangat beruntung, aku nggak bakal mati."Miko sangat khawatir dan berkata, "Kudengar Bilham itu penguasa di Kota Muara. Rafa, seharusnya kamu simpan kertas itu dan melapor ke polisi."Rafa hendak menenangkan kakak iparnya, tetapi tiba-tiba terdengar suara seseorang di depan pintu. "Permisi, apa Rafa ada di rumah?"Suaranya terdengar agak familier. Rafa mendongak dan melihat yang datang adalah Galih, pria paruh baya yang dirampok tasnya di kota dua hari lalu.Galih tampaknya datang dengan mobil. Sebuah mobil van baru terparkir di depan pintu."Kamu?" Rafa agak terkejut."Haha, Sobat, aku datang untuk minum bersamamu!" Galih tertawa, berbalik membuka pintu mobil. Dia mengeluarkan sebungkus rokok, dua botol arak, dan banyak lauk yang sudah dimasak. Dia juga menurunkan sekotak bir."Saat dalam perjalanan, aku khawatir kamu nggak ada di rumah. Ternyata kita berjodoh, aku nggak datang sia-sia."Rafa merasa orang ini terla

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 45

    "Kak, hati-hati ...!" Rafa buru-buru mengulurkan tangan untuk menahan. Karena panik, dia justru menyentuh bagian yang tak seharusnya."Rafa, apa yang kamu lakukan?" Miko terkejut dan langsung mendorongnya."Maaf, Kak. Aku cuma ingin memeriksa denyut nadimu tadi." Rafa buru-buru melepaskan tangannya dan menjelaskan, "Aku khawatir penyakitmu belum sembuh total. Dengan memeriksa nadi, aku bisa lebih memahami kondisi tubuhmu.""Oh, oh .... Kalau begitu ... besok saja ya!" Miko masih gugup, lalu buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Entah kenapa, pikirannya mendadak kacau. Dia bahkan tidak berani menatap Rafa.Memang benar ipar perempuan itu seperti ibu, tetapi Miko hanya tiga tahun lebih tua dari Rafa. Kini, Rafa sudah dewasa sehingga Miko merasa mereka harus menjaga jarak.Namun, bagaimana bisa menjaga jarak jika mereka hidup di bawah atap yang sama? Apa dia harus pindah rumah? Tidak! Miko tidak akan tega meninggalkan Rafa sendirian!Pikirannya berkecamuk hingga larut malam. Sete

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 44

    Rafa masih enggan berpisah, tetapi tetap harus mengantar Mega keluar. Setelah melihat Mega pergi semakin jauh, barulah Rafa kembali ke dalam rumah.Miko tiba-tiba muncul dari balik pintu, menjewer telinga Rafa dengan dua jari rampingnya. "Dasar bocah nakal, kali ini ketahuan juga, 'kan?""Kak, lepaskan ...!" Rafa meringis kesakitan, mencoba mengelak. "Apa maksudmu? Mega datang ... cuma untuk pinjam buku!""Pinjam buku? Sampai ke atas ranjang?" Miko menutup mulutnya sambil tertawa. "Kalian berdua berbuat hal nggak baik di dalam kamar, aku mendengar semuanya dari luar."Rafa mengusap telinganya. "Jangan asal bicara. Kami nggak melakukan apa-apa!""Dasar tukang bohong!" Wajah Miko merah. Dia meneruskan, "Tempat tidur kayumu itu berderit lama sekali, kamu pikir aku nggak dengar?""Ya sudah, jangan dibahas lagi. Aku mengaku." Wajah Rafa panas. Dia pun tergagap. "Aku dan Mega memang pacaran, tapi dia bilang ... untuk sementara jangan sampai orang lain tahu.""Nggak perlu malu, aku ngerti." M

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 43

    Hansen terkekeh-kekeh, lalu melambaikan tangan dan berpamitan, "Fokus saja bertani, jangan pikir yang aneh-aneh!"Rafa merasa kesal dan langsung membanting pintu.Miko yang mendengar suara itu, keluar dari halaman belakang dan bertanya, "Rafa, tadi aku sedang mandiin Ibu. Kudengar kamu mau ajuin pinjaman? Kenapa mau pinjam uang? Pak Hansen ada benarnya, kalau kita pinjam, gimana cara membayarnya?"Rafa menghela napas. "Itu saran dari Mega. Dia bilang aku bisa pinjam 10 juta untuk memperbaiki rumah kecil di timur, lalu menjadikannya ruang praktik medis.""Mega yang bilang begitu?" Miko berpikir sejenak, lalu tiba-tiba wajahnya berseri-seri. "Rafa, jangan-jangan Mega bersedia menikah denganmu dan ingin kamu menyiapkan kamar pengantin?"Rafa tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Kak, kamu ini berpikir terlalu jauh.""Nggak kok!" Miko malah semakin bersemangat. "Rafa, kasih tahu Mega, kalau dia bersedia menikah denganmu, aku rela memberikan rumah besar ini untuk kalian. Aku dan Alice bi

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 42

    Semua orang yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. Terutama Mina, dia sampai tertawa terpingkal-pingkal dan tubuhnya ikut berguncang.Sebenarnya, Mina baru menikah tahun lalu, masih tergolong pengantin baru. Awalnya, dia cukup pemalu dan pendiam. Namun, setelah sering berteman dengan Arumi dan para ibu-ibu, dia mulai lebih terbuka.Arumi menegur, "Rafa dan Mina, kalian ini pasangan aneh! Kompak sekali mengerjaiku ya?"Mina langsung tersipu dan menahan diri untuk tidak bercanda lagi. Dia sadar dirinya bukan tandingan Arumi.Rafa baru sadar bahwa dirinya dijebak. Dia hanya bisa tersenyum kaku. "Kak, aku cuma bicara jujur. Aku ini orangnya polos ... nggak ada maksud apa-apa."Vina yang juga sedang bermain kartu ikut menimpali, "Rafa, kamu tahu nggak? Arumi memang suka pria polos sepertimu!"Rafa tetap berpura-pura lugu dan mengangguk cepat. "Tahu, tahu!"Semua orang kembali tertawa keras.Arumi melirik Vina dengan wajah sebal. "Vina, hati-hati kamu ya! Kalau kamu menyinggung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status