Share

Bab 5

Penulis: Hangga
Astaga, mau bunuh sekeluarganya?

Tanpa ragu, Rafa langsung mengayunkan tangan dan menebas tengkuk Angga dengan satu pukulan tajam!

Bruk!

Angga langsung terjatuh di lantai dan tidak bergerak sama sekali. Rafa melirik sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar. Lalu, dia mengeluarkan sebatang jarum perak. Jarum ini bisa menyelamatkan orang, tapi juga bisa membuat orang menderita.

Syut syut syut!

Dalam hitungan detik, Rafa sudah menusukkan 12 jarum ke berbagai titik di tubuh Angga. Dua belas jarum ini menutup sebagian besar meridian di dalam tubuh Angga. Dalam sepuluh hari ke depan, Angga akan merasakan penderitaan yang luar biasa.

Melihat Angga terkapar tak berdaya, Rafa langsung berbalik dan pergi.

Setibanya di rumah, Rafa langsung masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barang yang dibelinya, lalu mengambil mainan dan bebek panggang sebelum menuju ke belakang rumah.

Di sana, Miko sedang bermain dengan Alice dan membuat gadis kecil itu tertawa riang.

Tok! Tok!

"Kak!" Rafa mendekat sambil mengangkat drum mainan dan menggoyangkannya dua kali.

"Aku beli drum kecil untuk Alice, ada juga katak plastik yang bisa berbunyi. Oh ya, aku juga beli bebek panggang untuk Kak Miko dan Ibu!"

"Rafa sudah pulang?" Miko terkejut sekaligus senang, tetapi kemudian mengernyit dan bertanya, "Dari mana kamu dapat uang untuk beli semua ini? Kamu nggak mencuri, 'kan?"

"Tentu saja nggak! Ini uang dari Pak Hansen," jawab Rafa santai.

Miko tidak bertanya lebih lanjut karena takut adik iparnya tiba-tiba 'kambuh' jika terlalu didesak. Dia menerima drum dan katak plastik tersebut, kemudian berkata, "Kasih bebek panggang itu ke Ibu. Aku sudah pernah makan sebelumnya, aku nggak suka."

Padahal sebenarnya, Miko sudah lama sekali tidak makan daging. Tubuhnya semakin kurus dan kekurangan gizi. Karena itu, Miko tidak bisa memproduksi cukup ASI, sehingga Alice juga sering kelaparan.

Aroma bebek panggang itu harum sekali, tetapi Miko sama sekali tidak tega untuk memakannya karena ingin menyimpannya untuk ibu mertuanya.

"Pokoknya kamu harus makan paha bebek ini! Kalau nggak, aku buang kasih anjing saja!" Rafa mulai kesal, lalu langsung menyodorkan paha bebek ke tangan Miko sebelum pergi menemui ibunya.

Miko menerima paha bebek itu dengan perasaan campur aduk antara terharu dan kesal.

Dasar bodoh! Membeli bebek panggang untuk ibu dan kakak iparnya, tapi malah mengancam mau membuangnya untuk anjing!

Ibunya sedang berbaring di ranjang dengan salah satu sisi tubuhnya yang sudah lumpuh. Dia memiringkan tubuh untuk melihat Rafa dan bertanya, "Rafa, kamu ke mana?"

"Paman Hansen bawa aku ke kota. Aku belikan bebek panggang untukmu!" seru Rafa di samping ibunya.

Ibunya mengalami gangguan pendengaran yang parah. Jika tidak berbicara dengan suara keras, ibunya tidak akan bisa mendengarnya. Setelah itu, Rafa merobek daging bebek menjadi potongan kecil, lalu mulai menyuapi ibunya.

Setelah memakan dua potong daging dada bebek, ibunya langsung menggelengkan kepala dan berkata, "Berikan untuk Miko dan Alice .... Kamu juga harus makan."

Namun, Rafa tetap memaksa ibunya makan satu potong lagi, sebelum akhirnya kembali ke halaman.

"Kak Miko, Ibu nggak mau lagi. Semua ini untukmu dan Alice," pungkas Rafa.

"Rafa, kamu makan saja. Terlalu berminyak, aku nggak bisa makan terlalu banyak."

Miko kemudian merobek daging bebek itu, mengunyahnya terlebih dahulu, lalu menyuapkannya kepada Alice. Kemudian, dia menambahkan, "Alice juga cuma makan sedikit, nggak bisa terlalu banyak. Lebih baik kamu saja yang makan, Rafa. Kamu masih dalam masa pertumbuhan."

"Hari ini aku sudah makan tiga potong waktu di kota."

Rafa menepuk perutnya dan menggeleng. "Kalau aku makan lagi, aku bakal muntah. Kakak harus makan sekarang. Kalau nggak, bebek ini akan basi dalam cuaca panas dan akhirnya cuma bisa dikasih makan sama anjing!"

Miko terdiam tak berdaya.

Dasar bocah bodoh! Hari ini dia benar-benar seperti sengaja mencari masalah denganku! Terus-terusan saja bilang kalau nggak makan, mau dikasih ke anjing!

Rafa tersenyum dan pergi keluar setelah mencubit pipi Alice. Miko mengunyah daging bebek panggang itu sambil berpikir dalam hati, 'Kenapa Pak Hansen baik hati sekali hari ini? Bawa Rafa ke kota, traktir makan enak, bahkan ngasih dia uang?'

Pada saat ini, Rafa telah tiba di depan pintu rumah kepala desa.

Matahari sudah mulai terbenam, angin sore bertiup sejuk.

Di depan rumah kepala desa, beberapa wanita desa sedang berkumpul dan bergosip. Begitu Rafa muncul, istri kepala desa, Vina, langsung terkejut dan bertanya, "Rafa? Kok kamu sudah pulang? Kenapa suamiku, Mega, dan Marisa belum pulang?"

"A ... Aku nggak tahu ...," jawab Rafa berpura-pura bodoh.

"Mungkin Pak Hansen ... agak bodoh? Setelah sampai di kota, kami berjalan-jalan, tapi tiba-tiba dia malah menghilang. Aku cari-cari tapi nggak ketemu, jadi aku pulang sendiri ...."

"Hah?!" Para wanita yang sedang bergosip langsung tertawa terbahak-bahak. Orang bodoh malah menyebut kepala desa bodoh? Bahkan sampai membuat kepala desa menghilang?

Vina sendiri juga tertawa keras. Butuh waktu lama baginya untuk menenangkan diri sebelum berkata, "Iya, iya! Suamiku memang agak bodoh! Makanya orang-orang manggil dia Hansen Dungu!"

Gelak tawa kembali pecah di antara para wanita desa.

Hansen tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dia hanya pernah bersekolah selama enam bulan dan tidak banyak memahami kosakata. Bertahun-tahun yang lalu, saat Hansen menghadiri sebuah pertemuan desa, dia harus menandatangani dokumen resmi.

Kepala desa dari desa sebelah bercanda dengannya, "Namamu harusnya Hansen Dungu."

Hansen malah percaya dan selalu menuliskan namanya Hansen Dungu saat setiap kali menandatangani sesuatu. Saat dia mengetahui bahwa dirinya ditipu, julukan ini sudah tersebar di seluruh Desa Kenanga dan menjadi bahan candaan semua orang.

Hingga kini, generasi muda di desa selalu memanggilnya dengan sebutan Paman Dungu!

Hansen juga tidak ambil pusing soal julukan itu. Baginya, selama masih bisa menjabat sebagai kepala desa, tidak masalah orang mau memanggilnya apa.

Seorang gadis cantik yang tinggal di belakang desa, Arumi, menunjuk Rafa dan berkata, "Rafa, kamu menghilangkan Pak Hansen. Kak Vina mau kamu ganti rugi, gimana dong?"

Rafa memutar bola matanya, lalu berkata, "Kalau yang bodoh hilang, aku ganti sama seseorang yang waras!"

Semua orang kembali tertawa terbahak-bahak.

Saat itu juga, sebuah mobil sedan masuk ke desa. Itu adalah mobil yang sama dari pagi tadi. Hansen melompat turun dengan wajah panik dan langsung berteriak, "Si bodoh Rafa sudah pulang belum? Anak sialan itu hilang di kota!"

Rafa berjalan mendekatinya dengan santai dan berkata dengan kesal, "Yang hilang itu kamu! Aku sudah cari kamu di mana-mana!"

"Kamu sudah kembali?!"

Hansen terlihat lega, tetapi langsung berubah kesal. Dia mengangkat tangan seolah ingin memukul Rafa, lalu menggeram, "Bocah kurang ajar! Kamu hampir saja buat aku mati ketakutan! Aku bersumpah, kalau aku masih mau bawa kamu ke kota lagi lain kali, aku bakalan jadi cucumu saja!"

Rafa sudah melarikan diri sembari menoleh dan berteriak, "Kamu sudah tua, aku nggak sanggup gendong kalau kamu jadi cucuku."

"Hahaha ...."

Seluruh warga desa yang berkumpul di depan rumah kepala desa tertawa terpingkal-pingkal.

Setelah kembali ke rumah, Rafa langsung mandi, lalu duduk bersila di tempat tidurnya. Kemudian, dia mulai berlatih "Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh". Teknik ini terdiri dari dua bagian, yaitu latihan eksternal dan internal.

Latihan eksternal terdiri dari teknik bertarung, sedangkan latihan internal berfokus pada pengendalian pernapasan dan energi dalam tubuh. Setelah berlatih selama sekitar setengah jam, Rafa mulai merasakan energi hangat yang mengalir di dalam tubuhnya. Sensasi itu sangat nyaman.

Keesokan harinya.

Rafa bangun lebih awal, lalu mulai berlatih teknik eksternal dari Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh di halaman rumahnya.

Miko yang memang tidak punya kebiasaan tidur sampai siang, keluar untuk ke toilet. Ketika melihat Rafa sedang melakukan gerakan aneh di halaman, dia terkejut dan bertanya, "Rafa, kenapa kamu bangun pagi-pagi? Kamu lagi ngapain?"

"Aku lagi berlatih bela diri!" Rafa menghentikan gerakannya, lalu berkata dengan serius, "Aku mau jadi pesilat hebat, supaya bisa melindungi Kakak dan Alice dari orang jahat!"

"Baiklah, kamu latihan saja. Kalau bisa, jadi sehebat Bruce Lee! Tapi hati-hati, jangan sampai kebablasan ya!" Miko menutup mulutnya sambil tertawa, lalu masuk ke toilet dengan perasaan hangat.

Bagi orang-orang di desa, Rafa mungkin dianggap tidak berguna. Namun bagi Miko, dia adalah permata yang berharga. Rafa selalu peduli padanya dan menyayangi Alice. Sebelum Rafa menjadi bodoh, dia selalu menghormati Miko layaknya kakak kandungnya sendiri.

Setelah selesai sarapan, Rafa mengambil keranjang bambu dan cangkul kecil, lalu bersiap pergi ke gunung untuk mencari tanaman obat. Ayahnya dulu adalah seorang tabib lokal, jadi rumah mereka memang menyimpan banyak alat-alat pengobatan tradisional.

Sayangnya, keahlian sang ayah tidak terlalu hebat, sehingga penghasilannya pun pas-pasan. Begitu Rafa baru saja memasuki kawasan hutan, dia langsung melihat seorang wanita cantik berjalan di depannya.

"Rafa, mau ke mana?" Arumi yang berdiri di tepi jalan, mengambil saputangan untuk menyeka keringat. Di bawah kakinya terlihat ada dua buah karung yang tidak diketahui isinya.

Tahun ini Arumi berusia 27 tahun. Dia memiliki pinggang yang ramping dan wajah yang mungil. Sepasang matanya juga tampak cerah dan berbinar. Dia adalah salah satu wanita tercantik di desa.

Tentu saja, lingkungan pegunungan di desa ini memang menghasilkan banyak wanita cantik dan elegan.

"Kak Arumi juga ke hutan?" Rafa berjalan mendekat, lalu mendekatkan hidungnya ke bahu wanita itu dan menghirup aromanya dalam-dalam. "Wangi sekali .... Melati!"

Arumi terkejut, lalu tersenyum sambil mengayunkan saputangannya ke wajah Rafa dan menepuknya ringan. "Tajam sekali penciumanmu. Tebakanmu benar."

"Aku memang metik bunga melati dan mengeringkannya, lalu menyimpannya di dalam pakaian dan saputanganku. Makanya bajuku jadi wangi."

Ternyata, Arumi adalah seorang pecinta bunga.

Rafa mengangguk, lalu berkata, "Memang wangi sekali."

Arumi tersenyum, lalu bertanya, "Kamu suka aroma ini? Kamu ini kelihatannya bodoh, tapi ternyata malah ngerti soal bunga!"

Setelah itu, Arumi tertawa dan melanjutkan, "Rafa, hari ini aku mau kembali ke rumah ibuku dengan membawa 20 kg beras ketan. Bisa tolong bantu aku bawa nggak? Aku nggak kuat lagi."

Rafa terkekeh-kekeh. "Buat apa bawa beras ketan? Aku juga nggak kuat."

"Omong kosong." Arumi meliriknya sinis, lalu berkata dengan suara rendah, "Kamu kan pemuda kuat, mana mungkin nggak sanggup angkatnya? Bantu Kakak ya, nanti setelah sampai di rumah ... Kakak bagi makanan enak."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 6

    "Makanan apa? Enak banget ya?" tanya Rafa dengan santai."Tentu saja enak. Nanti malam datang ke rumahku, kamu akan tahu sendiri," jawab Arumi sambil tersenyum.Meski Rafa agak bodoh, penampilannya cukup tampan dan membuat orang terpesona. Jika bukan karena mentalnya yang terbelakang, dengan penampilannya ini, pasti ada banyak wanita yang ingin menikahinya meski dia miskin."Baiklah. Kakak jangan bohongi aku ya." Rafa menghela napas, lalu mengambil tongkat bambu pemikul.Sial benar hari ini, baru keluar rumah sudah kena kerja rodi.Di jalan setapak yang sunyi, hanya terdengar suara tongkat bambu berderit pelan. Suaranya sangat berirama, seperti ....Wajah Arumi tiba-tiba memerah karena teringat sesuatu.Rafa menoleh sekilas dan bertanya dengan heran, "Kak Arumi, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu nggak sakit, 'kan?""Aku nggak sakit, dasar bodoh."Arumi menjawab sambil tertawa, "Suara bambu ini ... mirip suara ranjang kayu di rumahku."Rafa mengernyit heran. "Ranjang kayu di rumahku jug

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 7

    "Kak, aku nggak ngomong sembarangan."Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat."Tentu saja bisa."Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik.""Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu.""Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah."Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya.""Hm, baiklah kalau begitu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status