แชร์

Bab 5

ผู้เขียน: Hangga
Astaga, mau bunuh sekeluarganya?

Tanpa ragu, Rafa langsung mengayunkan tangan dan menebas tengkuk Angga dengan satu pukulan tajam!

Bruk!

Angga langsung terjatuh di lantai dan tidak bergerak sama sekali. Rafa melirik sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar. Lalu, dia mengeluarkan sebatang jarum perak. Jarum ini bisa menyelamatkan orang, tapi juga bisa membuat orang menderita.

Syut syut syut!

Dalam hitungan detik, Rafa sudah menusukkan 12 jarum ke berbagai titik di tubuh Angga. Dua belas jarum ini menutup sebagian besar meridian di dalam tubuh Angga. Dalam sepuluh hari ke depan, Angga akan merasakan penderitaan yang luar biasa.

Melihat Angga terkapar tak berdaya, Rafa langsung berbalik dan pergi.

Setibanya di rumah, Rafa langsung masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barang yang dibelinya, lalu mengambil mainan dan bebek panggang sebelum menuju ke belakang rumah.

Di sana, Miko sedang bermain dengan Alice dan membuat gadis kecil itu tertawa riang.

Tok! Tok!

"Kak!" Rafa mendekat sambil mengangkat drum mainan dan menggoyangkannya dua kali.

"Aku beli drum kecil untuk Alice, ada juga katak plastik yang bisa berbunyi. Oh ya, aku juga beli bebek panggang untuk Kak Miko dan Ibu!"

"Rafa sudah pulang?" Miko terkejut sekaligus senang, tetapi kemudian mengernyit dan bertanya, "Dari mana kamu dapat uang untuk beli semua ini? Kamu nggak mencuri, 'kan?"

"Tentu saja nggak! Ini uang dari Pak Hansen," jawab Rafa santai.

Miko tidak bertanya lebih lanjut karena takut adik iparnya tiba-tiba 'kambuh' jika terlalu didesak. Dia menerima drum dan katak plastik tersebut, kemudian berkata, "Kasih bebek panggang itu ke Ibu. Aku sudah pernah makan sebelumnya, aku nggak suka."

Padahal sebenarnya, Miko sudah lama sekali tidak makan daging. Tubuhnya semakin kurus dan kekurangan gizi. Karena itu, Miko tidak bisa memproduksi cukup ASI, sehingga Alice juga sering kelaparan.

Aroma bebek panggang itu harum sekali, tetapi Miko sama sekali tidak tega untuk memakannya karena ingin menyimpannya untuk ibu mertuanya.

"Pokoknya kamu harus makan paha bebek ini! Kalau nggak, aku buang kasih anjing saja!" Rafa mulai kesal, lalu langsung menyodorkan paha bebek ke tangan Miko sebelum pergi menemui ibunya.

Miko menerima paha bebek itu dengan perasaan campur aduk antara terharu dan kesal.

Dasar bodoh! Membeli bebek panggang untuk ibu dan kakak iparnya, tapi malah mengancam mau membuangnya untuk anjing!

Ibunya sedang berbaring di ranjang dengan salah satu sisi tubuhnya yang sudah lumpuh. Dia memiringkan tubuh untuk melihat Rafa dan bertanya, "Rafa, kamu ke mana?"

"Paman Hansen bawa aku ke kota. Aku belikan bebek panggang untukmu!" seru Rafa di samping ibunya.

Ibunya mengalami gangguan pendengaran yang parah. Jika tidak berbicara dengan suara keras, ibunya tidak akan bisa mendengarnya. Setelah itu, Rafa merobek daging bebek menjadi potongan kecil, lalu mulai menyuapi ibunya.

Setelah memakan dua potong daging dada bebek, ibunya langsung menggelengkan kepala dan berkata, "Berikan untuk Miko dan Alice .... Kamu juga harus makan."

Namun, Rafa tetap memaksa ibunya makan satu potong lagi, sebelum akhirnya kembali ke halaman.

"Kak Miko, Ibu nggak mau lagi. Semua ini untukmu dan Alice," pungkas Rafa.

"Rafa, kamu makan saja. Terlalu berminyak, aku nggak bisa makan terlalu banyak."

Miko kemudian merobek daging bebek itu, mengunyahnya terlebih dahulu, lalu menyuapkannya kepada Alice. Kemudian, dia menambahkan, "Alice juga cuma makan sedikit, nggak bisa terlalu banyak. Lebih baik kamu saja yang makan, Rafa. Kamu masih dalam masa pertumbuhan."

"Hari ini aku sudah makan tiga potong waktu di kota."

Rafa menepuk perutnya dan menggeleng. "Kalau aku makan lagi, aku bakal muntah. Kakak harus makan sekarang. Kalau nggak, bebek ini akan basi dalam cuaca panas dan akhirnya cuma bisa dikasih makan sama anjing!"

Miko terdiam tak berdaya.

Dasar bocah bodoh! Hari ini dia benar-benar seperti sengaja mencari masalah denganku! Terus-terusan saja bilang kalau nggak makan, mau dikasih ke anjing!

Rafa tersenyum dan pergi keluar setelah mencubit pipi Alice. Miko mengunyah daging bebek panggang itu sambil berpikir dalam hati, 'Kenapa Pak Hansen baik hati sekali hari ini? Bawa Rafa ke kota, traktir makan enak, bahkan ngasih dia uang?'

Pada saat ini, Rafa telah tiba di depan pintu rumah kepala desa.

Matahari sudah mulai terbenam, angin sore bertiup sejuk.

Di depan rumah kepala desa, beberapa wanita desa sedang berkumpul dan bergosip. Begitu Rafa muncul, istri kepala desa, Vina, langsung terkejut dan bertanya, "Rafa? Kok kamu sudah pulang? Kenapa suamiku, Mega, dan Marisa belum pulang?"

"A ... Aku nggak tahu ...," jawab Rafa berpura-pura bodoh.

"Mungkin Pak Hansen ... agak bodoh? Setelah sampai di kota, kami berjalan-jalan, tapi tiba-tiba dia malah menghilang. Aku cari-cari tapi nggak ketemu, jadi aku pulang sendiri ...."

"Hah?!" Para wanita yang sedang bergosip langsung tertawa terbahak-bahak. Orang bodoh malah menyebut kepala desa bodoh? Bahkan sampai membuat kepala desa menghilang?

Vina sendiri juga tertawa keras. Butuh waktu lama baginya untuk menenangkan diri sebelum berkata, "Iya, iya! Suamiku memang agak bodoh! Makanya orang-orang manggil dia Hansen Dungu!"

Gelak tawa kembali pecah di antara para wanita desa.

Hansen tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Dia hanya pernah bersekolah selama enam bulan dan tidak banyak memahami kosakata. Bertahun-tahun yang lalu, saat Hansen menghadiri sebuah pertemuan desa, dia harus menandatangani dokumen resmi.

Kepala desa dari desa sebelah bercanda dengannya, "Namamu harusnya Hansen Dungu."

Hansen malah percaya dan selalu menuliskan namanya Hansen Dungu saat setiap kali menandatangani sesuatu. Saat dia mengetahui bahwa dirinya ditipu, julukan ini sudah tersebar di seluruh Desa Kenanga dan menjadi bahan candaan semua orang.

Hingga kini, generasi muda di desa selalu memanggilnya dengan sebutan Paman Dungu!

Hansen juga tidak ambil pusing soal julukan itu. Baginya, selama masih bisa menjabat sebagai kepala desa, tidak masalah orang mau memanggilnya apa.

Seorang gadis cantik yang tinggal di belakang desa, Arumi, menunjuk Rafa dan berkata, "Rafa, kamu menghilangkan Pak Hansen. Kak Vina mau kamu ganti rugi, gimana dong?"

Rafa memutar bola matanya, lalu berkata, "Kalau yang bodoh hilang, aku ganti sama seseorang yang waras!"

Semua orang kembali tertawa terbahak-bahak.

Saat itu juga, sebuah mobil sedan masuk ke desa. Itu adalah mobil yang sama dari pagi tadi. Hansen melompat turun dengan wajah panik dan langsung berteriak, "Si bodoh Rafa sudah pulang belum? Anak sialan itu hilang di kota!"

Rafa berjalan mendekatinya dengan santai dan berkata dengan kesal, "Yang hilang itu kamu! Aku sudah cari kamu di mana-mana!"

"Kamu sudah kembali?!"

Hansen terlihat lega, tetapi langsung berubah kesal. Dia mengangkat tangan seolah ingin memukul Rafa, lalu menggeram, "Bocah kurang ajar! Kamu hampir saja buat aku mati ketakutan! Aku bersumpah, kalau aku masih mau bawa kamu ke kota lagi lain kali, aku bakalan jadi cucumu saja!"

Rafa sudah melarikan diri sembari menoleh dan berteriak, "Kamu sudah tua, aku nggak sanggup gendong kalau kamu jadi cucuku."

"Hahaha ...."

Seluruh warga desa yang berkumpul di depan rumah kepala desa tertawa terpingkal-pingkal.

Setelah kembali ke rumah, Rafa langsung mandi, lalu duduk bersila di tempat tidurnya. Kemudian, dia mulai berlatih "Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh". Teknik ini terdiri dari dua bagian, yaitu latihan eksternal dan internal.

Latihan eksternal terdiri dari teknik bertarung, sedangkan latihan internal berfokus pada pengendalian pernapasan dan energi dalam tubuh. Setelah berlatih selama sekitar setengah jam, Rafa mulai merasakan energi hangat yang mengalir di dalam tubuhnya. Sensasi itu sangat nyaman.

Keesokan harinya.

Rafa bangun lebih awal, lalu mulai berlatih teknik eksternal dari Lima Teknik Pemeliharaan Tubuh di halaman rumahnya.

Miko yang memang tidak punya kebiasaan tidur sampai siang, keluar untuk ke toilet. Ketika melihat Rafa sedang melakukan gerakan aneh di halaman, dia terkejut dan bertanya, "Rafa, kenapa kamu bangun pagi-pagi? Kamu lagi ngapain?"

"Aku lagi berlatih bela diri!" Rafa menghentikan gerakannya, lalu berkata dengan serius, "Aku mau jadi pesilat hebat, supaya bisa melindungi Kakak dan Alice dari orang jahat!"

"Baiklah, kamu latihan saja. Kalau bisa, jadi sehebat Bruce Lee! Tapi hati-hati, jangan sampai kebablasan ya!" Miko menutup mulutnya sambil tertawa, lalu masuk ke toilet dengan perasaan hangat.

Bagi orang-orang di desa, Rafa mungkin dianggap tidak berguna. Namun bagi Miko, dia adalah permata yang berharga. Rafa selalu peduli padanya dan menyayangi Alice. Sebelum Rafa menjadi bodoh, dia selalu menghormati Miko layaknya kakak kandungnya sendiri.

Setelah selesai sarapan, Rafa mengambil keranjang bambu dan cangkul kecil, lalu bersiap pergi ke gunung untuk mencari tanaman obat. Ayahnya dulu adalah seorang tabib lokal, jadi rumah mereka memang menyimpan banyak alat-alat pengobatan tradisional.

Sayangnya, keahlian sang ayah tidak terlalu hebat, sehingga penghasilannya pun pas-pasan. Begitu Rafa baru saja memasuki kawasan hutan, dia langsung melihat seorang wanita cantik berjalan di depannya.

"Rafa, mau ke mana?" Arumi yang berdiri di tepi jalan, mengambil saputangan untuk menyeka keringat. Di bawah kakinya terlihat ada dua buah karung yang tidak diketahui isinya.

Tahun ini Arumi berusia 27 tahun. Dia memiliki pinggang yang ramping dan wajah yang mungil. Sepasang matanya juga tampak cerah dan berbinar. Dia adalah salah satu wanita tercantik di desa.

Tentu saja, lingkungan pegunungan di desa ini memang menghasilkan banyak wanita cantik dan elegan.

"Kak Arumi juga ke hutan?" Rafa berjalan mendekat, lalu mendekatkan hidungnya ke bahu wanita itu dan menghirup aromanya dalam-dalam. "Wangi sekali .... Melati!"

Arumi terkejut, lalu tersenyum sambil mengayunkan saputangannya ke wajah Rafa dan menepuknya ringan. "Tajam sekali penciumanmu. Tebakanmu benar."

"Aku memang metik bunga melati dan mengeringkannya, lalu menyimpannya di dalam pakaian dan saputanganku. Makanya bajuku jadi wangi."

Ternyata, Arumi adalah seorang pecinta bunga.

Rafa mengangguk, lalu berkata, "Memang wangi sekali."

Arumi tersenyum, lalu bertanya, "Kamu suka aroma ini? Kamu ini kelihatannya bodoh, tapi ternyata malah ngerti soal bunga!"

Setelah itu, Arumi tertawa dan melanjutkan, "Rafa, hari ini aku mau kembali ke rumah ibuku dengan membawa 20 kg beras ketan. Bisa tolong bantu aku bawa nggak? Aku nggak kuat lagi."

Rafa terkekeh-kekeh. "Buat apa bawa beras ketan? Aku juga nggak kuat."

"Omong kosong." Arumi meliriknya sinis, lalu berkata dengan suara rendah, "Kamu kan pemuda kuat, mana mungkin nggak sanggup angkatnya? Bantu Kakak ya, nanti setelah sampai di rumah ... Kakak bagi makanan enak."

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 6

    "Makanan apa? Enak banget ya?" tanya Rafa dengan santai."Tentu saja enak. Nanti malam datang ke rumahku, kamu akan tahu sendiri," jawab Arumi sambil tersenyum.Meski Rafa agak bodoh, penampilannya cukup tampan dan membuat orang terpesona. Jika bukan karena mentalnya yang terbelakang, dengan penampilannya ini, pasti ada banyak wanita yang ingin menikahinya meski dia miskin."Baiklah. Kakak jangan bohongi aku ya." Rafa menghela napas, lalu mengambil tongkat bambu pemikul.Sial benar hari ini, baru keluar rumah sudah kena kerja rodi.Di jalan setapak yang sunyi, hanya terdengar suara tongkat bambu berderit pelan. Suaranya sangat berirama, seperti ....Wajah Arumi tiba-tiba memerah karena teringat sesuatu.Rafa menoleh sekilas dan bertanya dengan heran, "Kak Arumi, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu nggak sakit, 'kan?""Aku nggak sakit, dasar bodoh."Arumi menjawab sambil tertawa, "Suara bambu ini ... mirip suara ranjang kayu di rumahku."Rafa mengernyit heran. "Ranjang kayu di rumahku jug

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 7

    "Kak, aku nggak ngomong sembarangan."Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat."Tentu saja bisa."Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik.""Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu.""Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah."Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya.""Hm, baiklah kalau begitu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 13

    Tono dan yang lainnya mulai sadar, tetapi mereka hanya bisa merangkak lemas di lantai, seolah-olah semua kekuatan dalam tubuh mereka telah lenyap.Sementara itu, Rafa mengambil kembali pisau dapur dari tangan Hana dan meletakkannya di atas meja.Lalu, dia tersenyum dan berkata, "Kak Hana lapar, bukan? Kebetulan Angga si bajingan ini sudah beli bir dan lauk. Ayo kita makan sambil mengobrol."Aroma lauk yang diolah dengan bumbu khas menggoda perut Rafa.Sementara itu, Hana masih gemetar ketakutan, dia sama sekali tidak berniat untuk makan. "Rafa ... kenapa mereka seperti ini?""Oh, mereka sekarang sudah jadi anjing. Jadi kita makan dulu, nanti kita bisa kasih mereka sedikit tulang."Tanpa basa-basi, Rafa menarik Hana untuk duduk di bangku panjang, lalu mengambil sendok dan menyajikan lauk yang ada di meja, kemudian membuka tutup bir dingin."Kak Hana, mari bersulang!" Rafa mengangkat botol dan meneguk birnya dalam sekali minum.Bir ini masih dingin, nikmat sekali!Lauk yang tersedia juga

บทล่าสุด

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 50

    Kanaya menghela napas. "Ayahku tadi sedang mengangkut kotoran ternak untuk menyuburkan jagung.""Benar-benar lebih memilih uang daripada nyawa." Rafa menggeleng. "Di cuaca sepanas ini, jalan tanpa beban saja sudah tersiksa, apalagi harus mengangkut kotoran!""Itu semua salahmu, Kak." Kanaya meliriknya dengan tatapan penuh keluhan. "Kamu memberikan lima kepala sapi kepada Kak Alzam, supaya dia menggembalakan sapi-sapimu. Karena itu, dia nggak sempat membantu Ayah di ladang, jadi Ayah harus bekerja lebih keras hingga akhirnya dehidrasi.""Uh ...." Wajah Rafa memanas. Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga. Untung saja Rahman tidak sampai kehilangan nyawa. Kalau tidak, Rafa akan merasa berutang budi seumur hidup!Namun, Kanaya tiba-tiba tersenyum jahil dan berbisik, "Aku cuma bercanda. Kamu sendiri tahu, Kak Alzam pemalas. Sekalipun dia nggak menggembalakan sapimu, dia tetap nggak akan membantu Ayah di ladang.""Ya juga sih." Rafa merasa lega. Memang benar, Alzam terkenal malas. Di rumah

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 49

    Ternyata penyakit wanita, pantas saja wajahnya memerah!"Tentu saja aku bisa mengobatinya. Aku ini dokter umum, semua penyakit bisa kutangani," ujar Rafa sambil mengangguk.Kemudian, dia mengerutkan kening. "Siti, tadi aku sudah periksa denyut nadimu. Sepertinya kamu nggak mengalami masalah kesehatan wanita."Bukan hanya tadi, sebelumnya pun dia sudah memeriksa nadi Siti, tetapi tidak menemukan tanda-tanda penyakit."Oh, bukan aku ... tapi temanku ...." Wajah Siti semakin merah."Bukan kamu? Lalu, kenapa wajahmu jadi merah begitu?" Rafa tertawa kecil. "Penyakit apa yang diderita temanmu? Coba ceritakan. Kalau bisa, bawa saja dia ke sini. Kalau nggak bisa, aku bisa memberi saran.""Lebih baik ... lupakan saja." Siti terlihat panik dan berusaha menghindar. "Lain kali kita bicarakan lagi."Rafa mengernyit, tidak bisa memahami jalan pikiran Siti. Benar kata orang, hati wanita itu sulit ditebak!Saat hendak pergi, Siti tiba-tiba menoleh dan berbisik, "Oh ya, Rafa ... soal penyakit wanita ta

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 48

    Galih kemari dengan berkemudi. Dia sudah minum banyak arak dan dua botol bir sebelum akhirnya pamit dan pergi dengan mobilnya. Di desa tidak ada pemeriksaan, jadi Galih pun tidak khawatir.Setelah Galih pergi, Hansen masih bersemangat. Dia merangkul bahu Rafa dengan gembira. "Rafa, kamu pintar menjilat juga sampai bisa menjalin hubungan dengan Galih. Orang ini benar-benar licik. Dulu aku minta pinjaman darinya, dia sama sekali nggak mau setuju. Hari ini berkat namamu, aku langsung dapat 40 juta!"Tadi Hansen bilang Galih adalah orang terkaya, tetapi sekarang mengatainya licik."Aku nggak menjilatnya!" Rafa menepis tangan Hansen dan bertanya, "Paman, kamu nggak kekurangan uang. Kenapa perlu pinjaman?"Miko juga ikut bingung, menatap Hansen dengan dahi berkerut. Secara logika, keluarga Hansen adalah keluarga berkecukupan, jadi seharusnya tidak perlu pinjaman.Hansen terkekeh-kekeh. "Anak muda seperti kalian nggak paham. Uang itu bisa bertambah kalau diputar!"Rafa langsung menyadari sesu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 47

    Galih tersenyum tipis. "Pak Hansen, aku ini cuma rakyat biasa, tapi malah mengundang orang penting sepertimu untuk minum. Sepertinya sangat nggak pantas."Wajah Hansen langsung memerah. Sikapnya mendadak seperti pelayan yang melayani kaisar. "Pak Galih, jangan bercanda begini! Kamu ini orang terkaya di Kota Muara, mana bisa dibandingkan denganku!"Rafa dan Miko sangat terkejut. Ternyata Galih bukan orang sembarangan! Bahkan kepala desa pun harus merendahkan diri di hadapannya.Hansen menatap Rafa dan membentak, "Rafa, dasar berengsek! Sejak kapan kamu kenal Pak Galih? Kenapa nggak bilang padaku?""Paman, aku dan Kak Galih sebenarnya ....""Kami juga baru kenal." Galih memotong dengan santai, lalu tersenyum. "Karena Pak Hansen sudah datang, ayo kita minum."Rafa segera mempersilakan Hansen duduk dan mulai menuangkan minuman.Galih yang perhatian tiba-tiba berkata, "Oh ya, Rafa, kamu ambil beberapa lauk dulu untuk ibumu."Rafa mengangguk, memilih beberapa lauk terbaik untuk ibunya, lalu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 46

    Rafa tersenyum, lalu merobek kertas itu. "Nggak apa-apa, Kak Hana. Aku sangat beruntung, aku nggak bakal mati."Miko sangat khawatir dan berkata, "Kudengar Bilham itu penguasa di Kota Muara. Rafa, seharusnya kamu simpan kertas itu dan melapor ke polisi."Rafa hendak menenangkan kakak iparnya, tetapi tiba-tiba terdengar suara seseorang di depan pintu. "Permisi, apa Rafa ada di rumah?"Suaranya terdengar agak familier. Rafa mendongak dan melihat yang datang adalah Galih, pria paruh baya yang dirampok tasnya di kota dua hari lalu.Galih tampaknya datang dengan mobil. Sebuah mobil van baru terparkir di depan pintu."Kamu?" Rafa agak terkejut."Haha, Sobat, aku datang untuk minum bersamamu!" Galih tertawa, berbalik membuka pintu mobil. Dia mengeluarkan sebungkus rokok, dua botol arak, dan banyak lauk yang sudah dimasak. Dia juga menurunkan sekotak bir."Saat dalam perjalanan, aku khawatir kamu nggak ada di rumah. Ternyata kita berjodoh, aku nggak datang sia-sia."Rafa merasa orang ini terla

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 45

    "Kak, hati-hati ...!" Rafa buru-buru mengulurkan tangan untuk menahan. Karena panik, dia justru menyentuh bagian yang tak seharusnya."Rafa, apa yang kamu lakukan?" Miko terkejut dan langsung mendorongnya."Maaf, Kak. Aku cuma ingin memeriksa denyut nadimu tadi." Rafa buru-buru melepaskan tangannya dan menjelaskan, "Aku khawatir penyakitmu belum sembuh total. Dengan memeriksa nadi, aku bisa lebih memahami kondisi tubuhmu.""Oh, oh .... Kalau begitu ... besok saja ya!" Miko masih gugup, lalu buru-buru masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Entah kenapa, pikirannya mendadak kacau. Dia bahkan tidak berani menatap Rafa.Memang benar ipar perempuan itu seperti ibu, tetapi Miko hanya tiga tahun lebih tua dari Rafa. Kini, Rafa sudah dewasa sehingga Miko merasa mereka harus menjaga jarak.Namun, bagaimana bisa menjaga jarak jika mereka hidup di bawah atap yang sama? Apa dia harus pindah rumah? Tidak! Miko tidak akan tega meninggalkan Rafa sendirian!Pikirannya berkecamuk hingga larut malam. Sete

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 44

    Rafa masih enggan berpisah, tetapi tetap harus mengantar Mega keluar. Setelah melihat Mega pergi semakin jauh, barulah Rafa kembali ke dalam rumah.Miko tiba-tiba muncul dari balik pintu, menjewer telinga Rafa dengan dua jari rampingnya. "Dasar bocah nakal, kali ini ketahuan juga, 'kan?""Kak, lepaskan ...!" Rafa meringis kesakitan, mencoba mengelak. "Apa maksudmu? Mega datang ... cuma untuk pinjam buku!""Pinjam buku? Sampai ke atas ranjang?" Miko menutup mulutnya sambil tertawa. "Kalian berdua berbuat hal nggak baik di dalam kamar, aku mendengar semuanya dari luar."Rafa mengusap telinganya. "Jangan asal bicara. Kami nggak melakukan apa-apa!""Dasar tukang bohong!" Wajah Miko merah. Dia meneruskan, "Tempat tidur kayumu itu berderit lama sekali, kamu pikir aku nggak dengar?""Ya sudah, jangan dibahas lagi. Aku mengaku." Wajah Rafa panas. Dia pun tergagap. "Aku dan Mega memang pacaran, tapi dia bilang ... untuk sementara jangan sampai orang lain tahu.""Nggak perlu malu, aku ngerti." M

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 43

    Hansen terkekeh-kekeh, lalu melambaikan tangan dan berpamitan, "Fokus saja bertani, jangan pikir yang aneh-aneh!"Rafa merasa kesal dan langsung membanting pintu.Miko yang mendengar suara itu, keluar dari halaman belakang dan bertanya, "Rafa, tadi aku sedang mandiin Ibu. Kudengar kamu mau ajuin pinjaman? Kenapa mau pinjam uang? Pak Hansen ada benarnya, kalau kita pinjam, gimana cara membayarnya?"Rafa menghela napas. "Itu saran dari Mega. Dia bilang aku bisa pinjam 10 juta untuk memperbaiki rumah kecil di timur, lalu menjadikannya ruang praktik medis.""Mega yang bilang begitu?" Miko berpikir sejenak, lalu tiba-tiba wajahnya berseri-seri. "Rafa, jangan-jangan Mega bersedia menikah denganmu dan ingin kamu menyiapkan kamar pengantin?"Rafa tidak tahu harus tertawa atau menangis. "Kak, kamu ini berpikir terlalu jauh.""Nggak kok!" Miko malah semakin bersemangat. "Rafa, kasih tahu Mega, kalau dia bersedia menikah denganmu, aku rela memberikan rumah besar ini untuk kalian. Aku dan Alice bi

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 42

    Semua orang yang mendengar itu langsung tertawa terbahak-bahak. Terutama Mina, dia sampai tertawa terpingkal-pingkal dan tubuhnya ikut berguncang.Sebenarnya, Mina baru menikah tahun lalu, masih tergolong pengantin baru. Awalnya, dia cukup pemalu dan pendiam. Namun, setelah sering berteman dengan Arumi dan para ibu-ibu, dia mulai lebih terbuka.Arumi menegur, "Rafa dan Mina, kalian ini pasangan aneh! Kompak sekali mengerjaiku ya?"Mina langsung tersipu dan menahan diri untuk tidak bercanda lagi. Dia sadar dirinya bukan tandingan Arumi.Rafa baru sadar bahwa dirinya dijebak. Dia hanya bisa tersenyum kaku. "Kak, aku cuma bicara jujur. Aku ini orangnya polos ... nggak ada maksud apa-apa."Vina yang juga sedang bermain kartu ikut menimpali, "Rafa, kamu tahu nggak? Arumi memang suka pria polos sepertimu!"Rafa tetap berpura-pura lugu dan mengangguk cepat. "Tahu, tahu!"Semua orang kembali tertawa keras.Arumi melirik Vina dengan wajah sebal. "Vina, hati-hati kamu ya! Kalau kamu menyinggung

สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status