Share

Bab 4

Penulis: Hangga
Kesadaran Rafa baru saja pulih, tetapi masih ada sedikit gejala yang tersisa saat dia menjadi bodoh. Setelah beberapa detik terdiam, dia baru menyadari situasinya dan buru-buru berbalik keluar. Wajahnya terasa sangat panas.

Sepertinya, dia melihat sesuatu ... yang tidak seharusnya dia lihat tadi.

Mega buru-buru merapikan pakaiannya dan keluar, lalu berjalan melewati Rafa. Dengan wajah memerah, dia berkata dengan suara pelan, "Untung saja kamu ini bodoh .... Kalau nggak, aku pasti malu setengah mati. Sudah, cepat masuk sana."

Rafa menyeka keringat dinginnya sebelum masuk ke dalam toilet. Namun, pemandangan tadi terus terbayang-bayang dalam pikirannya.

Pukul delapan pagi. Akhirnya, sebuah mobil sedan yang tua dan usang datang menjemput mereka. Hansen naik ke kursi penumpang depan dengan wajah kesal dan menggerutu tidak jelas. Sementara itu, Rafa duduk di kursi belakang bersama Mega dan Marisa.

Wajah Marisa masih merah padam dan tidak berani memandang Rafa. Semalam, pemuda ini telah melihat seluruh tubuhnya dan bahkan memberinya pernapasan buatan. Ini benar-benar memalukan!

Sementara itu, Mega justru lebih santai. Sepanjang perjalanan, dia sengaja menggoda Rafa dan memukulnya dengan pelan.

Setibanya di kota, di depan rumah sakit.

Hansen membelikan seekor bebek panggang untuk Rafa dan menyerahkan uang 400 ribu kepadanya. "Ini totalnya sejuta. Kamu dan Mega tunggu dulu di sini, jangan berkeliaran. Aku mau bawa Marisa untuk berobat. Nanti sore kubawa kamu pulang."

Mega melemparkan pandangan sinis kepada ayahnya dan bergumam, "Ayah nggak bermoral banget, nipu orang bodoh ...."

Menerima uang itu, Rafa juga tidak tahu harus bagaimana bereaksi. Dalam hatinya mengumpat, 'Sialan, kamu benaran nganggap aku sebodoh kamu?'

Setelah berpikir sejenak, Rafa juga tidak membongkar kebohongannya. Dia hanya diam dan menyantap bebek panggang tersebut.

Mega yang menemani Rafa, merasa bosan dan hanya memandangi keramaian di depan rumah sakit. Namun, saat dia menoleh ke samping, Rafa telah menghilang!

Mega terkejut dan mulai mencari ke semua tempat. "Rafa! Rafa! Si Bodoh, kamu di mana?"

Kalau sampai kehilangan si bodoh ini, bagaimana dia bisa menjelaskannya saat pulang ke rumah nanti?

Sementara itu, Rafa sudah menyelinap ke dalam keramaian dan langsung menuju toko obat milik perusahaan farmasi kabupaten. Di dalam toko, suasananya sangat sepi. Hanya ada dua orang pegawai wanita yang sedang mengobrol santai dan tampak tak acuh.

Salah satu dari mereka tampak memiliki mulut yang miring. Selain itu, mata kirinya juga agak juling, sehingga membuatnya tampak lucu.

Rafa berjalan ke arah konter dan bertanya, "Permisi, berapa harga satu set jarum akupunktur perak di sini?"

Pegawai wanita dengan mata juling itu mengambil satu set jarum perak dari dalam etalase dengan ekspresi datar, lalu meletakkannya di atas meja dengan kasar. "Harganya 360 ribu."

"Mahal sekali ...." Rafa merasa berat hati mengeluarkan uang sebanyak itu.

"Mau beli nggak? Kalau nggak, ya sudah. Ini harga tetap, bukan pasar, nggak ada diskon." Wanita bermata juling itu mendelik malas, lalu hendak menyimpan kembali jarum perak itu ke dalam etalase.

"Eh, tunggu dulu, Kak ...."

Rafa mengeluarkan uangnya, lalu berkata sambil menatap wanita itu, "Kak, kelumpuhan saraf di wajahmu itu sudah sekitar setahun, 'kan? Cuma butuh 15 menit untuk menyembuhkannya dengan akupunktur. Kenapa kamu nggak mau obati?"

Wanita itu terkejut. "Apa kamu bilang?"

"Aku bilang, wajahmu mengalami kelumpuhan saraf. Aku bisa menyembuhkannya dalam waktu 15 menit."

Rafa tersenyum, "Kelumpuhan ini terjadi karena gangguan saraf wajah. Kalau sarafnya diaktifkan kembali, kondisinya bisa pulih."

Wanita itu memelototinya dengan terkejut, "Omong kosong! Kamu mau nipu uangku ya? Aku kasih tahu ya, aku ini sudah menjalani pelatihan medis sebelum bekerja di sini. Jadi aku tahu sedikit tentang penyakit!"

Namun, Rafa tetap tenang. Dia menunjuk wanita itu dan berkata dengan santai, "Aku bisa mencium bau obat herbal di tubuhmu. Sepertinya kamu pakai ramuan herbal liver untuk mengobatinya, 'kan?"

Ekspresi wanita itu berubah dan dia mengangguk.

Rafa tersenyum lagi, lalu melanjutkan, "Pasti kamu berobat sama tabib dan dia mendiagnosis penyebab penyakitmu adalah 'gangguan angin internal', benar?"

Ekspresi wanita itu berubah semakin serius dan mengangguk. "Semua yang kamu bilang itu benar. Coba teruskan."

Rafa tersenyum dan menimpali, "Sebenarnya, gejala penyakitmu adalah akibat 'serangan angin eksternal'. Metode pengobatannya harus menggunakan teknik yang bisa mengusir angin patogen dan melancarkan jalur meridian."

"Obat terbaik adalah ... ramuan ginseng."

"Sepertinya yang kamu bilang itu ada benarnya ...."

Wanita itu terdiam sejenak, lalu bertanya, "Tadi kamu bilang, akupunktur bisa menyembuhkannya dalam waktu 15 menit. Apa itu benar?"

Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Dua belas jarum, lima belas menit. Pasti bisa sembuh, langsung kelihatan hasilnya."

Wanita itu langsung tersenyum. "Baiklah, kalau begitu aku bersedia mencobanya. Dik, apa bisa dilakukan di sini pengobatannya?"

"Bisa, duduk saja."

Wanita itu mengangguk, lalu mengambil kursi dan duduk di dekat konter. Rafa terlebih dahulu memeriksa denyut nadinya untuk memastikan bahwa diagnosanya benar, kemudian mulai menusukkan jarum akupunktur.

Setelah 15 menit kemudian, Rafa mencabut jarum perak tersebut. "Sudah, Kak. Coba lihat cermin."

"Sudah selesai begitu saja?" Wanita itu menyentuh wajahnya dengan tak percaya. Begitu melihat pantulan dirinya di cermin, ternyata semua gejala tersebut benar-benar sudah hilang!

Pegawai toko lainnya juga ikut terkejut. "Kemampuan medis apaan ini? Ajaib sekali!"

"Ingat, setelah pulang nanti, kamu harus minum bubuk ginseng selama tujuh hari. Dijamin nggak akan kambuh lagi," ucap Rafa.

"Terima kasih ...." Wanita itu hampir menangis bahagia. Dia mendorong kembali set jarum perak ke hadapan Rafa.

"Dik, aku nggak punya hadiah untukmu. Anggap saja jarum ini kubelikan untukmu. Oh iya ... kalau kamu butuh sesuatu, katakan saja!"

Demi menyembuhkan wajahnya ini, wanita itu sudah mengeluarkan banyak uang. Sekarang wajahnya telah berhasil disembuhkan Rafa. Sudah sepantasnya dia mengucapkan terima kasih padanya.

"Kalau begitu, aku nggak sungkan lagi ya. Terima kasih."

Rafa menyimpan set jarum perak itu, lalu berkata, "Aku juga ingin beli obat secara kredit. Jumlahnya nggak banyak, cuma sekitar sejuta. Aku janji dalam waktu satu bulan, aku pasti kembali untuk melunasinya."

Dengan memiliki jarum perak, serta stok obat-obatan dasar senilai sejuta, ditambah dengan ramuan herbal yang bisa dia kumpulkan sendiri di desa, klinik kecilnya bisa mulai beroperasi!

Wanita itu mengangguk menyetujuinya, "Aku bisa talangin dulu uang untuk beli obat-obatan itu. Kamu nggak perlu bayar lagi. Anggap saja ini bayaran atas perawatan tadi."

"Terima kasih banyak!"

Rafa tersenyum lebar, lalu menuliskan daftar obat yang dibutuhkannya. Sebagian besar adalah obat-obatan dasar seperti penurun demam, pereda nyeri, antiinflamasi, serta beberapa jenis herbal. Selain itu, dia juga mengambil sebuah stetoskop dan beberapa jarum suntik sekali pakai.

Setelah semuanya dibeli dan dikemas dalam sebuah kantong besar, Rafa membawa barang-barangnya dan berpamitan.

Sudah pukul satu siang.

Awalnya, Rafa berencana kembali ke rumah sakit untuk menemui Hansen dan Mega. Namun, dia berubah pikiran.

Berani sekali Hansen menganggapnya bodoh. Menyebalkan sekali! Kalau begitu, aku akan mempermainkannya sekali ini! Aku akan pulang sendiri supaya dia panik!

Dengan demikian, Rafa berangkat ke terminal sendirian.

Di jalan, dia mampir untuk membeli sebuah drum kecil yang bisa digoyang-goyang, serta sebuah katak plastik yang berbunyi ketika ditekan untuk keponakannya.

Tak lupa, dia juga membeli seekor bebek panggang untuk dibawa pulang.

Setelah itu, Rafa naik minibus menuju Kota Kenanga, lalu dari sana menyewa ojek untuk kembali ke Desa Kenanga.

Sesampainya di gerbang desa, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore.

Rafa langsung berjalan masuk ke dalam desa.

Saat melewati rumah Angga, kebetulan dia melihat bajingan itu sedang duduk jongkok di depan dinding rumahnya dan mengasah pisau. Angga tidak menyadari kehadiran Rafa.

Sambil mengasah pisau, dia menggertakkan giginya dan bergumam, "Rafa bajingan. Malam ini akan kubunuh semua keluargamu!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 5

    Astaga, mau bunuh sekeluarganya?Tanpa ragu, Rafa langsung mengayunkan tangan dan menebas tengkuk Angga dengan satu pukulan tajam!Bruk!Angga langsung terjatuh di lantai dan tidak bergerak sama sekali. Rafa melirik sekeliling, memastikan tidak ada orang di sekitar. Lalu, dia mengeluarkan sebatang jarum perak. Jarum ini bisa menyelamatkan orang, tapi juga bisa membuat orang menderita.Syut syut syut!Dalam hitungan detik, Rafa sudah menusukkan 12 jarum ke berbagai titik di tubuh Angga. Dua belas jarum ini menutup sebagian besar meridian di dalam tubuh Angga. Dalam sepuluh hari ke depan, Angga akan merasakan penderitaan yang luar biasa.Melihat Angga terkapar tak berdaya, Rafa langsung berbalik dan pergi.Setibanya di rumah, Rafa langsung masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barang yang dibelinya, lalu mengambil mainan dan bebek panggang sebelum menuju ke belakang rumah.Di sana, Miko sedang bermain dengan Alice dan membuat gadis kecil itu tertawa riang.Tok! Tok!"Kak!" Rafa mende

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 6

    "Makanan apa? Enak banget ya?" tanya Rafa dengan santai."Tentu saja enak. Nanti malam datang ke rumahku, kamu akan tahu sendiri," jawab Arumi sambil tersenyum.Meski Rafa agak bodoh, penampilannya cukup tampan dan membuat orang terpesona. Jika bukan karena mentalnya yang terbelakang, dengan penampilannya ini, pasti ada banyak wanita yang ingin menikahinya meski dia miskin."Baiklah. Kakak jangan bohongi aku ya." Rafa menghela napas, lalu mengambil tongkat bambu pemikul.Sial benar hari ini, baru keluar rumah sudah kena kerja rodi.Di jalan setapak yang sunyi, hanya terdengar suara tongkat bambu berderit pelan. Suaranya sangat berirama, seperti ....Wajah Arumi tiba-tiba memerah karena teringat sesuatu.Rafa menoleh sekilas dan bertanya dengan heran, "Kak Arumi, kenapa wajahmu merah sekali? Kamu nggak sakit, 'kan?""Aku nggak sakit, dasar bodoh."Arumi menjawab sambil tertawa, "Suara bambu ini ... mirip suara ranjang kayu di rumahku."Rafa mengernyit heran. "Ranjang kayu di rumahku jug

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 7

    "Kak, aku nggak ngomong sembarangan."Rafa menjelaskan, "Aku lagi melakukan pemeriksaan, Kak. Jangan malu, di rumah sakit besar juga ada dokter pria di bagian ginekologi. Siklus menstruasimu nggak teratur, dan setiap kali datang bulan, darahnya baru bersih setelah tujuh atau delapan hari. Ini adalah kondisi yang perlu ditangani."Miko terdiam sejenak. "Jadi, kamu benar-benar bisa mengobati orang?" Apa yang baru saja dikatakan Rafa, semuanya memang akurat."Tentu saja bisa."Rafa mengeluarkan jarum peraknya. "Kalau Kakak masih ragu, kita bisa coba sesuatu lagi. Aku cuma butuh dua jarum untuk membuat tanganmu nggak bisa diangkat."Miko berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Kalau kamu benar-benar punya kemampuan seperti itu, aku pasti akan mendukungmu membuka klinik.""Baiklah," kata Rafa. "Tapi Kakak harus lepas jaket luarnya dulu.""Kenapa harus lepas baju?" Miko kembali tersipu, wajahnya memerah."Kalau lepas pakaian, aku lebih mudah nemukan titik akupunkturnya.""Hm, baiklah kalau begitu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 8

    Rafa awalnya mengira ini adalah pertanyaan serius, sehingga dia berkata dengan percaya diri, "Tentu saja bisa! Tapi aku harus lihat dulu, apakah itu wasir internal, eksternal, atau kombinasi."Arumi langsung tertawa keras, "Kak Vina, ayo tunjukkan wasirmu sama Rafa!""Sembuhkan saja dulu mulut busukmu itu!" maki Vina yang sama kejamnya."Tapi kalau Rafa benar-benar bisa menyembuhkannya, aku juga nggak akan keberatan. Dua puluh tahun yang lalu, waktu Rafa baru lahir, ibunya kekurangan ASI dan membawanya ke rumahku untuk minta susu! Jadi, dalam pandanganku, Rafa ini seperti anakku sendiri!"Rafa langsung cemberut dan memotong canda gurau beberapa orang itu, "Kalau mau berobat, lakukan saja. Jangan bahas masa lalu!""Aku cuma minum beberapa tetes susu waktu kecil. Nggak berarti aku harus jadi anakmu sekarang, 'kan? Nggak adil!""Wih, anak bodoh ini sudah tahu malu sekarang," ledek Vina sambil tertawa.Rafa sebenarnya ingin terus membahas soal wasir, siapa tahu bisa menarik pelanggan dan m

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 9

    Arumi menarik Rafa lebih dalam ke ladang jagung. Dia menekan bahu Rafa, memaksanya berjongkok, lalu berbisik di telinganya, "Kalau si tua bangka itu lihat kita, pasti dia akan nuduh kita melakukan hal yang nggak-nggak.""Kamu tahu sendiri, 'kan? Si tua bangka ini berengsek sekali. Dia punya niat buruk padaku. Setiap hari dia selalu cari kesempatan untuk menjebakku!"Rafa tiba-tiba teringat sesuatu. Suami Arumi memang selalu bekerja di luar kota dan jarang pulang. Sementara itu, ayah mertuanya pernah punya niat jahat terhadapnya.Tahun lalu, Hendru bahkan pernah menyelinap di bawah ranjangnya saat dia mandi. Begitu Arumi keluar, pria tua itu langsung menerkamnya dan ingin melakukan hal tidak senonoh.Tapi siapa sangka, Arumi bukan tipe perempuan yang mudah ditindas. Dia berhasil melawan, melepaskan diri, lalu menghajarnya habis-habisan dengan sandal. Bahkan, dia sempat mengejar pria tua itu keliling desa sehingga membuat Hendru dipermalukan habis-habisan.Insiden ini menjadi bahan gosip

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 10

    Mega menjadi tidak sabar dan mulai memberi isyarat dengan tangan di dadanya."Itu lho, yang terbuat dari plastik, ada corong yang ditempelkan ke dada, lalu ada bola kecil di belakangnya. Kalau dipencet, udara di dalamnya keluar, menciptakan tekanan udara untuk menyedot ASI ...."Rafa akhirnya mengerti. "Oh, maksudmu pompa ASI? Kenapa nggak bilang dari tadi?""Iya, itu dia!"Mega terkekeh. "Ternyata otakmu nggak terlalu bodoh juga, Rafa.""Kamu juga nggak mau menikah sama aku, terus kenapa peduli aku bodoh atau nggak?"Rafa bergumam sambil menggendong Alice dan masuk ke kamar kakak iparnya. "Sepertinya kakak iparku pernah pakai benda itu. Aku coba cari dulu."Mega mengikutinya masuk, lalu meninju lengan Rafa pelan. "Kalau kamu nggak bodoh, aku pasti mau nikah sama kamu!"Serius, nih?Rafa langsung berbalik, menatap mata Mega dengan serius. "Mega, kamu serius?""Tentu saja! Aku selalu menepati janji."Mega membusungkan dadanya dengan percaya diri, lalu menyeringai. "Tapi masalahnya, kamu

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 11

    Rafa menarik tangannya kembali dan tersenyum santai. "Aku mengerti, Kak Hana. Kamu bisa kembali sekarang."Hana tertegun. Dia tidak menyangka Rafa bisa setenang ini! Namun, setelah berpikir sejenak, dia menyadari sesuatu.'Benar juga. Dia kan bodoh. Mana mungkin dia mengerti betapa seriusnya masalah ini?'Namun, Miko benar-benar panik. Dia buru-buru berkata pada Hana, "Aku mengerti, Hana. Terima kasih sudah datang ngasih tahu kami. Kamu pergi saja dulu, aku akan suruh Rafa bersembunyi atau cari cara lain.""Baiklah, aku pergi dulu. Kalian benar-benar harus berhati-hati. Ini bukan main-main ...."Hana melangkah pergi dengan sesekali menoleh ke belakang. Air matanya masih mengalir deras.Begitu Hana pergi, Miko segera mengambil keputusan. "Rafa, kamu segera pergi ke gunung dan sembunyi di sana. Aku pergi cari Pak Hansen dulu, kalau itu nggak berhasil, aku akan ke kota untuk melapor ke polisi. Aku nggak percaya kalau hukum sudah nggak berlaku di desa ini!"Meskipun Miko terlihat tenang da

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 12

    Karena tidak tinggal di desa yang sama, Karno dan Tono tidak mengenali Rafa.Melihat Rafa, Hana ingin memperingatkannya untuk segera kabur. Namun, karena mulutnya masih dibungkam, dia hanya bisa menggelengkan kepala dengan panik dan berusaha memberi isyarat."Lepaskan Kak Hana!" Rafa menunjuk ke arah Karno."Kak Hana?" Tono menatap Rafa dengan sinis, lalu terkekeh. "Bocah, aku tadi tanya siapa kamu, tapi kamu belum jawab.""Aku adalah si bodoh yang kalian cari." Rafa menatap Tono, lalu bertanya, "Katanya kamu mau habisi aku, ya?""Astaga! Bocah ini malah datang sendiri?"Tono dan Karno saling berpandangan dan terkejut sejenak, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. Ini benar-benar kesempatan emas. Seperti mangsa yang mengantarkan diri pada predator!Sekarang, mereka bisa menghajar Rafa habis-habisan, lalu memutar balik cerita dan mengatakan bahwa Rafa yang duluan menerobos ke rumah Angga untuk membuat keributan.Rafa tertawa lugu. "Iya, kalian mau cari aku, tentu saja aku harus datang

Bab terbaru

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 100

    Wanita itu mengira Rafa tidak puas, jadi berkata dengan nada menyesal, "Aku tahu kamu mungkin kurang puas, tapi aku cuma bisa kasih segitu. Tapi, aku bisa menambahkan 20 juta sebagai tanda terima kasih karena sudah membantuku tadi.""Nggak, nggak ... aku sangat puas." Rafa berbicara jujur. Dia tersenyum dan meneruskan, "Dalam bisnis, memang harus begitu, harus adil. Soal uang terima kasih, aku nggak bisa terima. Aku bantu bukan karena uang.""Jarang sekali ada orang baik sepertimu." Wanita itu tersenyum. "Baiklah, aku antar kamu ke pasar, biar aku langsung kasih uangnya."Mobil pun melaju menuju pasar obat tradisional."Namaku Karina. Kamu bisa panggil aku Kak Karina." Sambil menyetir, wanita itu bertanya, "Siapa namamu? Dari mana asalmu?""Aku Rafa, dari Desa Kenanga.""Oh, oh ...." Karina mengambil sebuah kartu nama dan tersenyum. "Kalau nanti kamu datang ke kota ini lagi, hubungi saja aku kalau butuh bantuan. Mau jual atau beli obat, aku bisa bantu. Aku jamin kamu bisa jual dengan h

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 99

    Perampok yang satunya marah besar! Dia mengayunkan kunci inggrisnya ke arah kepala Rafa!"Matilah!" Rafa dengan sigap mengayunkan ranselnya, memukul kunci inggris itu hingga terlempar. Kemudian, dia menyusul dengan satu tendangan tepat ke perut perampok itu!"Aaaarrgh ... ughhh ...." Perampok kedua langsung jatuh berlutut, wajahnya pucat pasi, keringat bercucuran."Berani-beraninya kalian menindas wanita!" Rafa masih dipenuhi amarah. Dia kembali melayangkan tendangan bertubi-tubi, membuat wajah kedua perampok itu penuh luka lebam.Wanita yang memakai rok pendek itu ketakutan. Dia bergegas bangkit dan berteriak cemas, "Dik, cukup! Kalau terus dipukul, mereka bisa mati!"Rafa baru menghentikan aksinya. Dua perampok itu merangkak ke mobil mereka dengan tubuh penuh darah. Dengan sempoyongan, mereka masuk ke mobil, menyalakan mesin, lalu kabur."Fiuh ...." Wanita itu menghela napas lega. Dia merapikan rambut dan pakaiannya, lalu mengangguk ke arah Rafa. "Terima kasih banyak ya.""Sama-sama.

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 98

    "Ke pemandian ... bisa lihat apa?" Rafa bingung."Lihat apa? Lihat burung! Di pemandian banyak burung, silakan lihat sepuasnya!" sahut pria tua itu dengan ketus."Buset! Begini caramu berdagang?" Rafa murka, menatap tajam pria itu. "Ya sudah! Aku nggak akan pergi ke pemandian hari ini. Aku akan tetap di sini, melihat burung tuamu!"Tiga pegawai wanita di toko itu saling melirik dan menahan tawa. Mereka memberi isyarat agar Rafa segera pergi."Sial, pagi-pagi sudah bertemu iblis. Sial sekali!" Rafa memelototi pria tua itu, menggerutu sambil berjalan pergi.Awalnya, Rafa masih merasa ada kedekatan dengan tanah leluhurnya. Namun, hari ini dia bukan hanya diincar pencuri, tetapi juga bertemu dengan kakek menyebalkan ini. Perasaan hangat itu lenyap seketika.Dia bahkan mulai berpikir, mungkin nenek moyangnya yang pindah ke Desa Kenanga dulu telah mengambil keputusan yang tepat! Tempat ini benar-benar buruk!Rafa masuk ke toko di seberang. Karena telah belajar dari pengalaman, kali ini dia l

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 97

    Mata Rafa juga sedikit panas, tetapi dia menahan air matanya. Dia menghapus air mata Miko dan berucap, "Kak, tenang saja. Aku tahu tanggung jawabku, aku nggak akan mengecewakanmu."Miko mengangguk, lalu perlahan melepaskan pelukannya. Dia melihat Rafa pergi semakin jauh.Di timur, langit mulai memancarkan sinar fajar. Rafa berjalan cepat melewati jalan setapak menuju Kota Muara. Sesampainya di sana, dia menyewa sebuah mobil van dan langsung menuju stasiun kereta api kota kabupaten.Lima jam perjalanan dengan kereta api. Akhirnya sebelum tengah hari, Rafa tiba di Kota Obat, pusat perdagangan herbal terbesar!Di kota kecil biasa, paling-paling hanya ada satu atau dua toko obat. Di kota besar, mungkin hanya ada satu pasar obat. Namun di sini, bukan sekadar pasar, melainkan kota khusus untuk obat!Dari namanya saja, sudah terasa perbedaan skala yang luar biasa. Sebagai keturunan langsung dari tabib legendaris, Rafa merasa bersemangat.Dia berjalan sambil mengamati suasana hingga akhirnya t

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 96

    Rafa sungguh kehabisan kata-kata. Dia mengayunkan tangannya, lalu jarum peraknya langsung menusuk punggung tangan Arumi."Aaaahhh ...!" Arumi menjerit kesakitan.Sebelum Arumi pergi, beberapa warga desa mulai berdatangan. Sorenya, semakin banyak yang datang berobat. Ini karena makan daging kerbau, lalu mengalami panas dalam.Rafa akhirnya menjual habis semua ramuan herbalnya untuk meredakan panas dalam, juga semua persediaan pil.Inilah yang disebut efek domino. Kerbau tua milik Rahman mati, membuat seluruh desa menderita panas dalam, tetapi justru memberi Rafa keuntungan kecil.Satu pasien bisa menghasilkan 20 ribu, jadi totalnya dia berhasil mendapatkan 400 ribu. Uang receh tetap uang!Saat makan malam, Rafa berdiskusi dengan Miko. "Kak, besok aku harus pergi jauh. Aku mau ke Kota Obat, kampung halamanku, untuk beli beberapa bahan obat."Dia harus menjual batu empedu kerbau itu, menukarnya dengan uang, lalu membeli obat untuk menyembuhkan Diah."Kampung halaman?" Miko tidak mengerti,

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 95

    "Kak, ini klinik. Kita ... bicarakan soal pengobatan." Rafa mulai berkeringat. Matanya menghindar, tidak berani menatap wajah Hana. "Sebenarnya ... apa yang sakit?"Baru saat itu, Hana melepaskan tangannya dari pipi dan mendekatkan wajahnya. "Gigiku sakit."Rafa mengangguk, mengambil senter untuk memeriksa mulut Hana, lalu meraba nadinya. "Nggak apa-apa, Kak. Kamu cuma kepanasan ....""Kepanasan?" Hana tersenyum. "Ya, aku memang kepanasan. Bisa nggak kamu bantu meredakan?""Ten ... tentu bisa ...." Rafa langsung gugup dan terbata-bata. "Kak, kamu makan apa dua hari ini?""Apa lagi? Ya daging kerbau yang kamu kasih 1,5 kilo kemarin, karena kamu kasihan padaku," sahut Hana dengan nada penuh keluhan."Daging kerbau?" Rafa langsung paham.Di cuaca panas seperti ini, makan daging kerbau berlebihan memang bisa menyebabkan panas dalam. Niat baiknya justru membawa masalah untuk diri sendiri."Nggak apa-apa. Aku akan bantu kamu redain panasnya .... Eh, maksudku, aku akan racik obat untukmu." Ka

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 94

    Setelah mendengar analisis Rafa yang begitu logis dan masuk akal, Miko akhirnya merasa tenang. Namun, dia masih bertanya, "Rafa, apa Pak Dika ... benar-benar akan mati?""Kak, coba ingat-ingat. Aku sudah menangani pasien selama setengah bulan ini, apa pernah aku salah mendiagnosis?" tanya Rafa balik."Memang benar yang kamu katakan ...." Miko mengangguk, lalu menghela napas. "Sayangnya, Pak Dika nggak mau mendengarkanmu. Satu nyawa hilang begitu saja."Rafa hanya mengangkat bahunya. Kalau orang memang ingin mati, apa yang bisa dia lakukan?Setelah kembali ke kamar, Rafa mengambil batu empedu yang didapatkannya. Di mana dia bisa menjual barang berharga ini?Di kota kecil? Tidak mungkin. Tempat kecil seperti itu tidak akan ada orang yang bisa menilai harganya. Selain itu, jika kabar ini bocor dan Rahman tahu, pasti akan muncul masalah lagi.Ke Kota Obat saja! Tanah kelahiran leluhur mereka, sang tabib legendaris, pusat perdagangan obat tradisional terbesar di negara ini!Namun, bukan sek

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 93

    "Baik, baik." Dika mengangguk dan melambaikan tangan ke sekeliling. "Hari ini, dengan kesaksian warga desa, Pak Galih, serta Pak Hansen, aku bertaruh dengan Rafa. Hari ini aku biarkan dia lolos, tapi 3 hari kemudian, aku akan datang lagi. Jangan sampai ada yang bilang aku menindasnya!"Galih, Hansen, dan warga desa terdiam menatap Rafa. Taruhan ini terlalu besar!Rafa juga melambaikan tangan dan berseru dengan lantang, "Hari ini aku bertaruh dengan Pak Dika! Tiga hari kemudian, kalau beliau masih bisa muncul dengan sehat di depan rumahku, aku sendiri yang akan membakar klinikku dan menyerahkannya kepadanya!"Kerumunan mulai berbisik-bisik.Rafa menatap Dika dan berkata, "Pak Dika, aku sarankan kamu jangan mempertaruhkan nyawa dalam taruhan ini. Aku akan memberimu resep. Pergilah ke rumah sakit di ibu kota provinsi, jalani operasi. Gunakan ramuan herbal coptis chinensis dan houpoea officinalis, seduh dengan teh, dan minum setiap hari. Itu bisa menyelamatkan nyawamu.""Terima kasih! Tiga

  • Dokter Sakti Rebutan Gadis Desa   Bab 92

    "Aku beli untuk dimakan sendiri, boleh 'kan? Badanku kurang sehat, jadi aku memang suka makan obat."Rafa tersenyum, lalu meneruskan, "Kamu menuduhku membuka klinik, mengobati pasien, mencari uang secara ilegal. Silakan tunjukkan buktinya. Siapa yang kuobati? Aku menerima uang dari siapa? Tolong tunjukkan bukti itu."Kemudian, Rafa menoleh ke arah warga desa yang berkumpul di depan pintu dan melambaikan tangan. "Saudara-saudara sekalian, apa ada di antara kalian yang pernah sakit dan mencariku untuk berobat?"Orang-orang tertawa serempak. "Semua penduduk Desa Kenanga sehat walafiat!""Kamu ...!" Dika terdiam, tidak bisa membalas. Dia menoleh ke Hansen dan membentak, "Pak Hansen! Kemari dan bersaksi! Ini urusan desa kalian!"Hansen menggaruk kepalanya dan mendekat. "Bersaksi gimana?""Bersaksi kalau Rafa menghasilkan uang dengan mengobati orang!""Oh, oh ...." Hansen berpikir sejenak, lalu menghela napas. "Kalau soal mengobati orang, memang ada. Ayahnya dulu seorang tabib, jadi meningga

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status