"Tadi Kamu dijemput di kampus oleh anggota saya, Karena itu saya akan mengantarkan kamu pulang." Briptu Amri kembali menjelaskan niat baiknya. Ia tidak ingin Selina menyala artikan kenaikannya. Apa yang dilakukannya saat ini murni rasa kemanusiaan."Tapi bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini pak? Di depan sangat ramai orang." Selina kembali mengusap air matanya. Entah mengapa saat ini dia begitu sangat cengeng. Sehingga air mata itu terus saja mengalir tanpa bisa dihentikannya. "Kita akan keluar lewat pintu belakang. Ayo ikut saya." Briptu Amri memberikan jaket yang saat ini dipegangnya kepada Selina. Selina memandang jaket kulit berwarna hitam yang diberikan oleh Briptu Amri. Ia kemudian berangsur duduk. "Cepat pakai!" Pria berwajah manis itu sengaja memberikan jaket kulitnya untuk Serina, karena mengingat saat ini hujan turun dengan derasnya."Baik pak," jawab Selina yang kemudian memakai jaket tersebut. Dia tahu malam ini hujan turun dengan derasnya. Mungkin karena itu B
Sesuai janjinya Vanra dan Lily kembali ke Jakarta lebih dulu. Mereka tidak mungkin berada di villa dan menjadi penonton, menyaksikan pasangan pengantin baru yang sedang menikmati manisnya bulan madu. Apalagi sikap Arion dan Sebastian yang suka jahil dan mengejek Vandra, membuat dokter tampan itu semakin kesal. Paman dan keponakan itu dengan kompaknya memamerkan kemesraan didepan jomblo tua sepertinya. Yang membuat Vandra heran, mengapa Heru yang menjadi paman, Arion, bukan Sebastian. Padahal kalau dilihat dari sifat dan juga kekompakan, mereka terlihat seperti paman dan keponakan yang sangat kompak."Apa kita langsung ke kantor polisi?" Lily bertanya dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak. Vandra melirik Lily sekilas. Melihat seringai aneh di wajah gadis itu membuatnya menjadi ragu. Apakah Lily hanya sekedar Janji saja, namun kenyataan tetap akan menghabisi nyawa Heru. Jujur saja Vandra ragu ketika melihat senyum membunuh yang terlihat jelas diwajah cantik Lily.Walau bagaimanap
"Di mana kita bisa menemuinya? "Lily memandang Vandra dengan tatapan membunuh."Ayo ikut aku," kata Vandra sambil menggenggam tangan Lily. Hal itu membuat langkah Gadis itu terhenti. "Kenapa berhenti?" Tanya Vandra dengan wajah pura-pura bodoh. "Kenapa harus pegang tangan?" tanya lil6 dengan wajah kesal. "Di sini sangat banyak sekali penjahat jadi aku harus menjagamu dengan baik." Vanra berkata dengan tersenyum. Sedangkan genggaman tangannya tidak lepas sama sekali. "Mau cari gara-gara?" Lily menarik tangannya namun Vandra tetap memegangnya dengan erat. "Aku sudah berjanji untuk menjamin keselamatanmu kepada Paman Sebastian dan juga Arion. Jadi karena itu aku harus menjagamu dengan baik." Vandra begitu sangat cerdas sehingga bisa memberikan berbagai macam alasan yang masuk akal. "Tidak harus seperti ini juga." Lily berusaha melepaskan genggaman tangan pria tersebut. Jujur saja dia merasa tidak nyaman dan juga risih ketika Vandra memegang tangannya. Dia bukanlah gadis lemah yang
Cukup lama Heru menangis dalam posisi sujud. Pria itu kembali mengangkat kepalanya dan duduk sambil memandang kearah lorong kosong. Netra matanya hanya tertuju kearah pintu keluar. Entah mengapa dia berharap petugas yang menjaga tahanan akan datang untuk memanggilnya."Lebel pembunuh sadis, tapi ternyata cengeng." Ejek rekan sekamar Heru."Aku memang bejat, dan rampok, namun aku tidak pernah tega membunuh seorang wanita, apalagi wanita yang sedang hamil." Pria berambut gondrong dengan tato di sekujur tubuhnya ikut berkomentar. "Aku tidak bisa bayangkan bagaima ketika dia meletakkan wanita hamil di tengah rel kereta api dan hanya meninggalkan bagian kepalanya saja. Apa dia tidak pernah dihantui oleh wanita kepala puntung." Napi dengan kepala plontos itu berkata sambil memandang Heru dengan jijik. Tingkat kejahatan narapidana yang berada di sini sudah termasuk berat, namun dalam sejarah perpanditan, mereka tidak pernah membunuh wanita hamil, anak kecil dan bayi. Mereka masih memiliki
"Aku sangat hafal dengan aroma darah keluargaku. Karena aku sempat mengambil darah mereka dan menyapukannya ke wajahku. Pada saat itu yang terlihat olehku adalah wajahmu." Lily sengaja berkata seperti ini, hanya untuk melepaskan rasa sesak di dadanya. Heru kembali terdiam dan menundukkan kepalanya. "Kau pembunuh keluargaku." Lily mengangkat tangannya keudara. Tanpa aba-aba dia melayangkan satu pukulan di wajah Heru. Pria itu tampak terkejut bahkan dia sampai mundur beberapa langkah. "Aku sangat membencimu, terkutuk lah kau beserta seluruh anak-anak mu." Lily kembali melayangkan pukulan dan kini tepat mengenai hidung Heru. Heru menjerit kesakitan sambil menutup hidungnya yang sudah penuh dengan darah.Lily tampak begitu senang ketika melihat darah bercucuran dari hidung pria itu. Dia kembali melayangkan pukulan tepat di mulut Heru. Dan kini pun mulut pria itu bersimbah darah. Lily memandang tangannya yang menempel darah Heru. Dia kemudian mencium aroma darah tersebut. "Ini adalah
lMeskipun sudah melampiaskan semua kemarahannya, lantas tidak membuat Lily merasa puas. Wajah cantiknya masih terlihat menyeramkan dengan kilatan dendam yang menggelora."Ayo kita main-main," kata Vandra sambil mengusap kepala Lily. Saat ini mereka masih berada di parkiran kantor polisi. Vandra sudah meminta dokter terbaik untuk menangani Heru. Walau bagaimanapun pria itu harus tetap hidup sebelum di eksekusi mati.Penyelidikan atas kasus-kasus pembunuhan Heru, diungkap dengan sangat cepat. Setiap kali melakukan pembunuhan terhadap korbannya, diketahui Ema sebagai istrinya. Bahkan wanita yang terkenal lemah lembut itu, bagian dari otak tindakan kejahatan tersebut. Karena itu ia menginginkan agar keluarga pisikopat itu segera mendapatkan hukuman mati. Lily memandang pria itu dengan mengerutkan keningnya."Apa kamu tidak ingin menenangkan pikiran agar lebih fresh." Pria tampan itu tersenyum memandang Lily. Melihat kondisi Lily yang sedang bersedih, tentu saja Vandra ingin menghiburnya
Lily masuk ke dalam rumah hantu bersama dengan Vandra. Awalnya pria itu hanya menggenggam tangannya dengan erat, namun ketika melihat sosok yang melintas, pria itu langsung bersembunyi di belakang punggung Lily. Awalnya hanya bersembunyi, namun detik kemudian tangan kekar nya sudah melingkar di pinggang langsing sang gadis. "Tidak usah berlebihan, hantunya sudah kabur." Lily berkata sambil memutar kepalanya ke belakang. Dilihatnya Vandra yang sedang ketakutan. Pria itu menyembunyikan wajah tampannya dicerut leher Lily."Tidak mau, aku takut." Pria itu tetap memeluk Lily dengan erat. Lily diam dan merasakan geli ketika pria itu mengendus-endus hidung di lehernya. "Itu pocong." Dengan gerak cepat Vandra membalikan tubuh Lily hingga kini mereka saling berhadapan. Dengan otak liciknya pria itu memeluk Lily dan menyembunyikan wajahnya di bahu sang gadis. Aktingnya sungguh bagus dan terlihat seperti orang yang benar-benar ketakutan. Padahal ia tahu bahwa hantu yang ada di sini semuanya
"Masalah rumah sakit kamu tidak perlu khawatir sweet heart, aku sudah meminta Vandra untuk menghandle semuanya." Arion sudah menyiapkan semua yang terbaik untuk istrinya. Meskipun memiliki rumah sakit besar, ia tidak ingin Zahira kelelahan mengurus rumah sakit. Zahira mendengar notif di ponselnya. Dia mengambil ponsel yang terletak di nakas dan kemudian melihat notif dari SMS banking. Mata wanita muda itu terbuka lebar ketika melihat nominal yang masuk ke rekeningnya. Di sana tertulis informasi dana dari rumah sakit Zahira. "Hubby." Zahira memandang Arion dan menunjukkan nominal uang yang masuk ke rekeningnya. Rumah sakit sudah diganti nama oleh Arion. Karena itu dia memakai nama istrinya untuk rumah sakit besar tersebut. "Istri ku sudah jadi milyarder sekarang." Arion tersenyum melihat wajah istrinya yang tercengang.Zahira menutup mulutnya. Dia tidak menyangka bahwa uang dengan nominal sebesar ini ada di rekeningnya. Tak lama kemudian ponsel milik Arion berdering. Pria itu melih