Aku sudah duduk di sini lebih dari 30 menit tapi sepertinya kamu tidak pernah menyadari itu. "Vandra berkata sambil memandang wajah Lily yang begitu sangat cantik dan menggemaskan di matanya. Meskipun sorot mata Lily tajam namun Gadis itu memiliki daya tarik tersendiri. Apalagi matanya yang berwarna coklat membuat wajahnya terlihat semakin cantik. Lily tidak menanggapi perkataan Vandra, dia hanya diam. Tatapan matanya kembali fokus ke dalam danau. "Apa kamu masih memikirkan tentang Heru?" Pria tampan itu kembali bertanya sambil ikut memandang ke dasar danau. Lagi-lagi Lily tidak menjawab pertanyaannya. Terkadang dokter tampan itu seperti sedang berbicara dengan udara karena tidak ada tanggapan yang diberikan oleh gadis yang duduk di sampingnya. "Apa kamu benar-benar ingin menghajar Heru?" Vandra melirik ke arah Lily. Setelah mengetahui kekejaman yang dilakukan Heru, wajar rasanya jika Lily semarah ini. Bahkan gadis itu tidak merasa puas, meskipun Heru di beri hukuman mati sekali
"Sweet heart, kenapa kamu sepertinya menahan emosi?" Tanya Arion dengan wajah polos.Sikap Arion yang berpura-pura polos seperti ini, membuat Zahira semakin kesal. Padahal suaminya suhu, tapi sok lugu.Sebenarnya Zahira ingin berkata jujur. Namun dia bingung dan juga malu untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kecemburuannya ini wajar? Bagaimana caranya Zahira mengatakan bahwa dia marah kepada Arion karena pria itu memuji seorang wanita didalam mimpinya."Sweet heart, aku mohon bicaralah, jangan buat aku tersiksa. Apa kamu tidak kasihan melihat suamimu ini. Lihatlah, Aku belum sembuh dengan baik. Kepalaku masih suka pusing tapi kamu malah bersikap penuh misteri seperti ini." Arion berkata dengan wajah memelas.Arion tidak berbohong, kepalanya benar-benar pusing hingga tangannya memijat pelipis keningnya sendiri. "Semalam sewaktu hubby sedang sakit, hobi mengigau." Zahira menjeda ucapannya. Dia masih bingung dan juga malu untuk bertanya tentang hal ini. Arion diam dan
"Kok cemberut?" Sebastian bertanya dengan wajah tidak berdosa.Zia memandang Sebastian sekilas kemudian melengos dengan wajah kesal."Sayang, kenapa gak dijawab." Sebastian tersenyum kecil ketika melihat istrinya yang sedang marah. "Zia kesal sama mas," jawab Zia tanpa memandang wajah tampan suaminya."Kok gitu?" Lagi-lagi Sebastian menunjukkan ekspresi tidak bersalahnya."Mas, lihat rambut Zia, gak kering-kering. Baru aja kering, keramas lagi. Gitu terus-terusan." Zia dengan kesal melilitkan handuk di rambutnya. Mana suhu udara di puncak sangat dingin, dan dia justru keramas setiap saat.Sebastian hanya diam sambil memandang ke rambut istrinya yang sudah dililit handuk."Minum obat aja satu hari 3X, sedang Zia harus keramas 1 hari 5 kali. Ini sudah over dosis namanya." Zia mengomeli suaminya. Bukan hanya lelah keramas saja, tubuhnya juga terasa remuk dan lelah. Bahkan tidurnya juga sering terganggu karena ulah Sebastian."Sayang, usia ku sudah tidak muda lagi karena itu aku harus t
"Sweet heart, apa kamu tidak kasihan dengan suamimu ini? Arion menunjukkan wajah sedihnya. "Kasihan kenapa?" Zahira menekan kedua pipi Arion hingga mulutnya terbuka. Setelah mulut itu terbuka dia pun memasukkan obat ke dalamnya. Arion tidak bisa menolak dan terpaksa menelan obat itu sambil meneguk air mineral yang sudah di siapkan Zahira."Aku sudah sehat." Arion menghentikan ucapannya ketika Zahira kembali memasukkan obat ke dalam mulutnya. Dia pun dengan terpaksa menelan obat itu sambil meminum air. "Antibiotik tetap harus diminum hingga 3 hari. Jadi obat tidak tidak boleh dihentikan, begitu juga obat radang," jelas Zahira.Permasalahan sederhana seperti ini sering diabaikan oleh pasien. Mereka menganggap tubuhnya sudah sehat dan tidak membutuhkan obat lagi. Sehingga antibiotik serta obat radang tidak dihabiskan. Inilah pemikiran yang salah. "Tapi nanti boleh ya." Arion mencoba mencari kesempatan. Istrinya sungguh sangat kejam dan tega. Zahira tidak memberikan toleransi sedikit
"Tadi Kamu dijemput di kampus oleh anggota saya, Karena itu saya akan mengantarkan kamu pulang." Briptu Amri kembali menjelaskan niat baiknya. Ia tidak ingin Selina menyala artikan kenaikannya. Apa yang dilakukannya saat ini murni rasa kemanusiaan."Tapi bagaimana caranya agar bisa keluar dari sini pak? Di depan sangat ramai orang." Selina kembali mengusap air matanya. Entah mengapa saat ini dia begitu sangat cengeng. Sehingga air mata itu terus saja mengalir tanpa bisa dihentikannya. "Kita akan keluar lewat pintu belakang. Ayo ikut saya." Briptu Amri memberikan jaket yang saat ini dipegangnya kepada Selina. Selina memandang jaket kulit berwarna hitam yang diberikan oleh Briptu Amri. Ia kemudian berangsur duduk. "Cepat pakai!" Pria berwajah manis itu sengaja memberikan jaket kulitnya untuk Serina, karena mengingat saat ini hujan turun dengan derasnya."Baik pak," jawab Selina yang kemudian memakai jaket tersebut. Dia tahu malam ini hujan turun dengan derasnya. Mungkin karena itu B
Sesuai janjinya Vanra dan Lily kembali ke Jakarta lebih dulu. Mereka tidak mungkin berada di villa dan menjadi penonton, menyaksikan pasangan pengantin baru yang sedang menikmati manisnya bulan madu. Apalagi sikap Arion dan Sebastian yang suka jahil dan mengejek Vandra, membuat dokter tampan itu semakin kesal. Paman dan keponakan itu dengan kompaknya memamerkan kemesraan didepan jomblo tua sepertinya. Yang membuat Vandra heran, mengapa Heru yang menjadi paman, Arion, bukan Sebastian. Padahal kalau dilihat dari sifat dan juga kekompakan, mereka terlihat seperti paman dan keponakan yang sangat kompak."Apa kita langsung ke kantor polisi?" Lily bertanya dengan raut wajah yang tidak bisa ditebak. Vandra melirik Lily sekilas. Melihat seringai aneh di wajah gadis itu membuatnya menjadi ragu. Apakah Lily hanya sekedar Janji saja, namun kenyataan tetap akan menghabisi nyawa Heru. Jujur saja Vandra ragu ketika melihat senyum membunuh yang terlihat jelas diwajah cantik Lily.Walau bagaimanap
"Di mana kita bisa menemuinya? "Lily memandang Vandra dengan tatapan membunuh."Ayo ikut aku," kata Vandra sambil menggenggam tangan Lily. Hal itu membuat langkah Gadis itu terhenti. "Kenapa berhenti?" Tanya Vandra dengan wajah pura-pura bodoh. "Kenapa harus pegang tangan?" tanya lil6 dengan wajah kesal. "Di sini sangat banyak sekali penjahat jadi aku harus menjagamu dengan baik." Vanra berkata dengan tersenyum. Sedangkan genggaman tangannya tidak lepas sama sekali. "Mau cari gara-gara?" Lily menarik tangannya namun Vandra tetap memegangnya dengan erat. "Aku sudah berjanji untuk menjamin keselamatanmu kepada Paman Sebastian dan juga Arion. Jadi karena itu aku harus menjagamu dengan baik." Vandra begitu sangat cerdas sehingga bisa memberikan berbagai macam alasan yang masuk akal. "Tidak harus seperti ini juga." Lily berusaha melepaskan genggaman tangan pria tersebut. Jujur saja dia merasa tidak nyaman dan juga risih ketika Vandra memegang tangannya. Dia bukanlah gadis lemah yang
Cukup lama Heru menangis dalam posisi sujud. Pria itu kembali mengangkat kepalanya dan duduk sambil memandang kearah lorong kosong. Netra matanya hanya tertuju kearah pintu keluar. Entah mengapa dia berharap petugas yang menjaga tahanan akan datang untuk memanggilnya."Lebel pembunuh sadis, tapi ternyata cengeng." Ejek rekan sekamar Heru."Aku memang bejat, dan rampok, namun aku tidak pernah tega membunuh seorang wanita, apalagi wanita yang sedang hamil." Pria berambut gondrong dengan tato di sekujur tubuhnya ikut berkomentar. "Aku tidak bisa bayangkan bagaima ketika dia meletakkan wanita hamil di tengah rel kereta api dan hanya meninggalkan bagian kepalanya saja. Apa dia tidak pernah dihantui oleh wanita kepala puntung." Napi dengan kepala plontos itu berkata sambil memandang Heru dengan jijik. Tingkat kejahatan narapidana yang berada di sini sudah termasuk berat, namun dalam sejarah perpanditan, mereka tidak pernah membunuh wanita hamil, anak kecil dan bayi. Mereka masih memiliki