“Aww sakit.” Aku meringis setelah mencubit pipi.Jadi tadi benar-benar bukan mimpi? Bang Samudra melamarku? Kenapa harus aku?Tadi aku dan dia tidak banyak bicara karena hujan turun dengan derasnya, aku yang basah kuyup langsung diantar pulang olehnya.“Kak, ini minum dulu.”Aku terlonjak saat pintu dibuka oleh Bunda dari luar.Bunda mengernyit. “Kenapa kaget begitu?”“Nggak kok, Bun.”“Jangan bohong.”Apa aku bicara saja pada Bunda soal lamaran Bang Samudra tadi ya. Sebenarnya aku masih tidak percaya.“Bun, tadi aku dilamar.”Mata Bunda langsung berbinar. “Benarka? Siapa yang melamar? Apa Bunda kenal cowoknya?”Aku mengangguk.“Terus kenapa wajahnya murung begini? Nggak suka sama dia? Kalau nggak suka ya tolak, jangan merasa nggak enak hati.”“Bukan begitu.”“Jadi kamu suka sama dia.”Aku terdiam? Apa iya aku punya perasaan pada Bang Samudra? Sejak kapan dan kenapa bisa?Haish! Aku malah tidak tahu perasaanku sendiri. Selama beberapa bulan ini memang dia yang selalu ada untukku, bahk
POV AuthorLangit memang merasa hidupnya semakin hancur setelah berpisah dari Alin. Bukannya bahagia bersama Tania, malah mereka selalu terlibat cekcok. Kalau saja Tania tidak bersikeras mungkin mereka saat ini sudah berpisah.Tania memikirkan anak-anaknya. Ia juga sudah merasakan penyesalannya karena menghancurkan rumah tangga orang lain. Sekarang ia malah mendapatkan sakit yang berlipat ganda karena Langit yang sering membawa pulang wanita, entah berapa wanita yang sudah dikencani lelaki itu.Bahkan Tania rasanya sudah mati rasa, ia bertahan hanya untuk anak-anak saja. Berpikir mereka membutuhkan sosok ayah meski Langit seringkali cuek dengan anaknya sendiri.Hari ini ia ditampar dengan sebuah fakta kalau mantan istri yang masih dicintainya malah akan dinikahi kakaknya sendiri. Meski bukan sedarah tapi Langit dan Samudra itu sudah seperti saudara kandung, mereka tumbuh bersama dididik oleh orang tua yang sama juga.Ia pulang ke rumahnya.“Papa.”Anak pertama Langit dari Tania itu me
POV Alin“Ssstt. Jangan ngomong sembarangan, kita jalani apa yang ada. Sesuatu yang bukan kuasa kita jangan kamu pikirkan.” Bang Samudra menatapku dalam, kedua tangannya mengelus pipiku.Dia mencoba untuk membuatku tenang meski dalam hatinya tetap saja pasti dia menginginkan seorang anak. Bukannya pernikahan itu ada salah satu tujuannya untuk melanjutkan keturunan?Aku tidak akan membuatnya kecewa. Semoga saja aku diberikan kesempatan untuk hamil lagi dan bisa sampai melahirkan. Dari dulu aku menginginkan itu.“Maaf.”“Malah minta maaf.” Bang Samudra menarikku ke dalam pelukannya. “Jangan dijadikan beban.”Aku mengangguk. “Yuk kita turun, nggak enak di atas terus.”“Sukanya di bawah?” Dia mengerlingkan sebelah matanya genit.“Dasar mesum!” Kulayangkan pukulan di dadanya lalu kabur untuk bergabung bersama yang lain di bawah.Aku baru saja turun, Keenan langsung berlari menghampiri.“Bunga.” Dia menyerahkan bunga padaku.“Buat Tante?”“Iya, Tante cantik.”“Gemes banget sih.” Aku langsun
“Awas kalau minta.” Langit mendekap erat toples keripik kentang saat melihat Alin masuk.“Siapa juga yang mau,” sahut Alin dengan delikan mata tajam. “Tuker saja deh sama Keanu, aku kasih satu truk keripik kentang.”“Sembarangan. Tapi kalau mau jadi baby sitter nggak papa sih. Seminggu sekali balikin Keanu ke rumah,” katanya seenak jidat.Melihat mereka ribut sudah biasa, jadi yang lain tidak terlalu terganggu. Meski sudah menjadi mantan tapi tidak ada dendam diantara mereka.Setelah acara kumpul keluarga selesai, mereka kembali ke rumah masing-masing. Bunda Jingga paling enggan ditinggal oleh cucu-cucunya tapi tidak mungkin juga ikut ke rumah Langit. Ia juga ibu rumah tangga yang mengurus suami dan anak-anaknya.“Aku sewa baby sitter ya?” tawar Langit untuk kesekian kalinya.“Nggak usah, Mas. Aku bisa kok urus mereka sendiri.” Tania hanya tidak ingin kehilangan momen berharga dengan anak-anaknya, selama bisa melakukan sendiri ia tidak butuh orang lain apalagi orang luar.Ia lebih suk
“Kamu mau tanggung jawab atau aku aduin perbuatan kamu ini ke keluargamu, Mas?” Sella memberikan ancaman karena Langit masih mencoba untuk berdiskusi agar wanita itu mau berdamai.Berdamai artian tidak perlu menikah, Langit hanya akan tanggung jawab pada anaknya nanti.Lelaki itu mengerang frustasi. “Tapi kenapa juga kamu harus datang kesini sih? Istriku kecewa.”“Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau nggak cinta sama istrimu, Mas. Makanya kamu selingkuh sama aku.”“Pelankan suaramu!” Langit berdecak kesal.Saat ini ia sedang bicara berdua dengan Sella sedangkan Tania sedang memandikan anak-anak. Langit sampai harus libur kerja hari ini karena tidak mungkin meninggalkan istrinya saat ada Sella.Langit tidak bisa mengelak karena dulu ia pernah mengatakan hal itu pada Sella. Langit berpikir kalau Tania penyebab dirinya dan Alin berpisah. Padahal itu salahnya sendiri, sekarang Langit sudah mengakui itu.“Istrimu juga tahu kamu tukang selingkuh jadi kalau masih bertahan berarti nerima d
“Ibu berkunjung ke rumah teman.” Bu Welly menjawab seraya memperhatikan Sella.Ia tidak pernah bertemu atau melihat Sella sebelumnya.“Terus sekarang mau kemana? Pulang? Ayo, aku anter.”“Ibu baru sampai kok, tadi ayah kamu nurunin ibu di depan makanya jalan ke sini.”“Mas, ini ibu kamu?” Sella menatap Langit yang tampak ketakutan.“Iya.”“Halo, Tante. Aku temennya Mas Langit.”Mendengar pengakuan Sella rasanya Langit bisa bernapas lega, tapi tatapan penuh curiga tetap tak bisa hilang dari mata wanita paruh baya itu.Karena sudah dipanggil temannya, Bu Welly akhirnya pamit.“Ingat, Sell. Jangan macam-macam!”“Kamu juga harus ingat, Mas. Segera nikahi aku dan penuhi semua kebutuhan aku.” Setelah mengatakan itu Sella masuk ke dalam rumah dan menguncinya dari dalam.“Argh!” Langit mengerang frustasi seraya menjambak rambutnya.Sekarang ia tidak akan bisa tenang karena dampak dari keburukannya menghantui pada saat ia ingin membangun kebahagiaan baru bersama dengan istri dan anak-anaknya.
“Abang, bisa diem nggak. Aku lagi masak ini.” Alin kesal sendiri karena dari tadi Samudra enggan melepaskannya.Lelaki itu memeluk sang istri dari belakang seraya mengusap perut wanita itu dengan lembut.“Yang masak ‘kan tangan kamu. Abang nggak ganggu tangan kamu kok. Cuman meluk doang.”“Abang ah. Lepas atau nanti malam tidur sendiri?”Dengan sebuah ancaman akhirnya Samudra mengalah, ia mundur meski tak rela melepaskan sang istri.“Abang duduk saja, nggak usah ganggu. Nggak usah bantuin, aku mau masak sendiri. Mending mandi sana, harus ngantor ‘kan.”“Libur saja deh hari ini.”Alin langsung mendelik tajam. “Nggak boleh, pemales banget jadi orang. Harus jadi contoh dong buat dedek bayi.”Senyum langsung tersungging di bibir Samudra. “Oke.” Ia pun beranjak, setengah berlari masuk ke dalam kamarnya.Alin terkekeh geli melihat tingkah Samudra. Ia tahu suaminya sangat bahagia dengan kabar ini, makanya Alin juga memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan berat. Ia tidak mau kehilangan anak
Kalau di rumah Tania sering merasa melarang Langit untuk melakukan pekerjaan rumah tapi di sini malah sebaliknya. Sella menyuruhnya untuk beberes rumah yang sudah seperti kapal pecah.Butuh waktu berjam-jam untuk membuat semuanya bersih seperti sebelumnya dan itu sangat menguras tenaga. Padahal Langit berpikir jika pulang akan langsung istirahat setelah seharian bekerja apalagi ia baru pulang dari luar kota.Kalau tahu begini tadi Langit mending di rumahnya sendiri, menghabiskan waktu dengan anak-anak.“Mas.” Sella mengguncangkan pundak Langit.Lelaki itu baru saja membaringkan tubuhnya di sofa karena ingin istirahat.“Apa lagi?”“Laper.”“Tinggal makan, nggak usah ganggu aku. Aku capek.” Langit membalikkan tubuhnya membelakangi Sella.“Nggak ada makanan.”“Ya pesen, Sella.”“Kamu bayar ya, uang aku habis.”Langit mengurut pangkal hidungnya yang terasa berdenyut. Padahal Sella diberikan uang untuk satu bulan ini malah dihabiskan satu minggu.“Mas.”“Iya. Pesen sana, jangan ganggu aku!