5 Tahun BerlaluLangit terpaku melihat seorang gadis kecil berdiri tak jauh dari tempatnya. Pandangan gadis itu tertuju pada Keanu yang sibuk menikmati es krim di tangannya.Entah kenapa gadis dengan pakaian lusuh itu menarik perhatiannya."Adek, satu lagi boleh papa minta nggak?"Keanu memegang dua es krim di tangannya."Boleh." Ia menyerahkan satu es krim yang masih terbungkus itu pada sang papa.Langit menghampiri gadis kecil itu. Berjongkok untuk mensejajarkan tinggi mereka."Mau?"Gadis berambut panjang dengan kulit sawo matang itu menggeleng. "Nggak. Ibu biyang nggak boyeh teyima makan dali olang yain."Pria dewasa itu meringis, ia tidak mengerti apa yang dikatakan bocah cadel di depannya. Gadis pintar, ia ingat pesan ibunya untuk tidak menerima dari orang yang tak dikenal. Sekarang marak penculikan."Atau mau beli sendiri?" Langit mengeluarkan selembar uang biru dari dompetnya."Telima kacih, Om." Senyumnya merekah. "Yuna bica jajan ec kim.""Nama kamu Yuna?"Gadis itu menggele
“Kamu yakin itu Sella, Lin?” Langit mengulang pertanyaannya.“Aku sih lihatnya iya, tapi mending kamu pergi kesana pastikan. Jangan sampai kamu menyesal nantinya, Mas.”Meski masih ada di kota yang sama kalau memang belum ditakdirkan untuk berjumpa.Membayangkan putrinya hidup susah membuat Langit tak bisa tenang. Selama ini ia berpikir kalau Luna pasti akan hidup berkecukupan karena keluarga Sella orang berada.“Aku titip anak-anak bentar ya?”Alin mengangguk. “Tapi nanti kalau istrimu tanya, aku bilang apa, Mas?”“Bilang aja aku ada urusan. Jangan dulu bilang soal ini ya. Tania lagi sakit, jangan sampai dia banyak pikiran.”“Ya udah, cepet pergi sana.”Langit menyambar kunci mobil, melangkah lebar keluar dari rumah dengan tergesa-gesa.Alin bukan ingin ikut campur, ia hanya iba saja saat melihat Sella waktu itu. Tapi karena tidak benar-benar kenal, ia ragu untuk menegur. Lebih baik memang Langit yang mencari tahu karena lelaki itu yang lebih berhak. Bukan soal Sella tapi soal Luna y
Karena beberapa orang mengatakannya pelupa belakangan ini membuat Tania berinisiatif untuk pergi periksa seorang diri. Ia bukan wanita yang bodoh dan abai akan teguran orang-orang terdekatnya.“Penyakit Alzheimer adalah penyakit otak yang menyebabkan penurunan daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir dan berbicara, serta perubahan perilaku. Penyakit ini bisa memburuk seiring waktu sehingga membuat penderitanya tidak mampu lagi melakukan pekerjaan sehari-hari.”Penjelasan dari dokter terus berputar dalam otaknya. Tania bahkan tidak bisa berpikir apa-apa mengetahui dirinya mengidap penyakit yang mengerikan.Bagaimana dengan anak-anak dan suamiku nanti?Bukan mengkhawatirkan diri sendiri“Penyakit Alzheimer bisa berkembang seiring berjalannya waktu dan memengaruhi beberapa fungsi otak. Penyakit ini termasuk salah satu jenis penyakit degeneratif. Pada tahap awal, penderitanya akan mengalami gangguan daya ingat bersifat ringan, seperti tidak mengingat nama benda, percakapan, atau peristiw
Langit tidak langsung ke rumah orang tuanya, ia memutuskan untuk mencari keberadaan Tania.Bayang-bayang surat rumah sakit itu membuat Langit semakin takut. Ia merasa menjadi suami tak berguna, istri sakit saja tidak tahu. Terpukul? Jangan ditanya lagi. Melihat istrinya mengidap penyakit berbahaya sangat melukainya.“Kamu dimana, Tania?” Langit mengedarkan pandangannya, berharap bisa menemukan wanita itu.Mengunjungi beberapa tempat yang memiliki kemungkinan besar Tania ada di sana. Belum bisa melaporkan kehilangan ke pihak berwajib karena Tania belum hilang 24 jam. Langit hanya meminta bantuan beberapa orang keluarganya untuk mencari keberadaan sang istri.Hampir putus asa saat awas sudah menghitam dengan hujan deras mengguyur bumi. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore.Helaan napas berat terdengar. Lelaki itu menyugar rambutnya frustasi.Ponselnya berdering membuat sang pemilik yang sibuk dengan lamunan langsung terperanjat.“Tania.” Matanya berbinar saat melihat nama snag istri me
“Maaf.” Sella menunduk dalam, merasa bersalah.Langit menggeleng. “Aku nggak butuh kata maaf. Luna anak aku ‘kan?”Kepala ibu muda itu mendongak. “Maaf, Mas. Aku lancang ... aku kasih tahu Luna soal kamu.”Selama ini Luna selalu menanyakan keberadaan ayahnya dan Sella tidak berani buka suara, saat Langit di depan mata ia tidak ada alasan untuk menyembunyikan lagi karena Langit pun masih peduli pada Luna.“Aku kira ....” “Kamu bisa tes DNA kalau nggak percaya. Aku juga nggak akan nuntut apa-apa kalaupun kamu percaya Luna anak kamu.”“Tinggal di apartemenku, Luna butuh tempat yang layak. Biar aku menebus beberapa tahun ini karena nggak ada di samping dia. Dia anakku, dia berhak dapat apa yang anak-anakku lain dapatkan, Sella. Jadi tolong ... jangan egois. Aku nggak mau Luna menghabiskan masa kecil di tempat yang bagi aku nggak layak.”Langit sudah yakin dengan keputusannya untuk membiarkan Sella menempati apartemennya. Ia tidak tahu seperti apa hubungan Sella dan keluarganya sampai bis
Season ke 3Season sebelumnya kisah Alinea, anak pertama Bagas dan Nilam. Di kisah ini menceritakan anak kedua mereka, Azalea.***POV Azalea“Om, sudah dong. Aku capek nih.”“Sebentar lagi, sayang.”Deg. Aku tertegun.Langkah mendadak terhenti di depan pintu kamar Jelita karena mendengar suara erangan bersahutan dari dalam kamar. Aku membawa kunci cadangan jadi bisa masuk dengan mudah.Sekali hentakan kudorong pintu itu dengan keras.“Ibu.”“Sayang.”Keduanya terperanjat dan mencoba untuk menutupi tubuh polos masing-masing yang penuh dengan peluh.Dadaku bergemuruh. Aku terdiam masih tidak percaya dengan apa yang kulihat. Calon suami dan putriku melakukan hal terlarang saat aku tidak ada di rumah. Seharusnya memang aku masih di luar kota untuk menyelesaikan pekerjaan tapi aku membereskan urusan lebih cepat agar bisa segera pulang dan ini yang kudapati.“Sayang, aku bisa jelasin.” Devan yang sudah mengenakan celananya, berjalan mendekat padaku.“Berhenti di situ, jangan dekati aku!”A
Jelita sudah selesai ujian sekolah sebelum kejadian itu, dia hanya tinggal menunggu kelulusan saja. Jadi tidak masalah dia tak datang ke sekolah, aku juga memberikan surat dokter ke sekolah. Surat yang menyatakan kalau Jelita harus beristirahat total.Beberapa hari lalu juga ada guru dan teman-teman Jelita yang datang.Aku tahu semua ini memang tidak akan bisa terus disembunyikan, tapi setidaknya untuk sekarang semua itu harus ditutup rapat-rapat. Aku tidak bisa melepaskan Jelita hanya bersama dengan Devan. Devan juga diusir orang tuanya saat tahu lelaki itu menghamili Jelita.“Mau makan apa? Biar ibu beli bahannya.”“Ibu mau ke pasar?” tanya Jelita dengan suara lirih, wajahnya selalu pucat seperti tidak ada tenaga karena memang susah sekali makan.“Nggak, Ibu beli di Mamang sayur yang lewat.”“Mau ayam goreng lengkuas sama sayur asam, Bu.”Aku mengangguk lalu keluar rumah menunggu tukang sayur lewat. Aku malas pergi ke pasar apalagi kalau libur seperti ini.“Pengantin baru, kok mukan
Dengan kasar aku menyeka air mata.“Maafkan aku.”Aku berbalik, masuk ke dalam kamar tidak peduli dengan apa yang dia katakan.Bun, aku lelah. Aku ingin menyerah. Sakit sekali rasanya.Tubuhku merosot ke lantai, wajah tenggelam di atas lutut yang terlipat. Menumpahkan tangis yang sebelumnya selalu kutahan.Semua ini salahku, seharusnya aku tidak usah berpikir untuk menikah lagi. Seandainya dari awal aku tidak memiliki hubungan dengan Devan pasti hidup Jelita tidak akan hancur begini.Pagi harinya aku sudah melakukan akitivitas seperti biasa, tanpa memikirkan kejadian semalam. Kalau aku terlalu baper siapa yang akan mengurus rumah ini, Jelita bahkan tidak bisa mengurus dirinya sendiri.Devan masih tidur di sofa. Aku tidak berniat untuk membangunkannya dan memilih untuk berkutat di dapur sebelum mandi dan pergi kerja.Setelah aku selesai bersiap kerja pun Jelita masih belum keluar dari kamarnya sedangkan Devan tak terlihat lagi.Nanti juga dia akan makan saat lapar. Aku tidak menegurnya