“Jangan main-main, Devan!”Lelaki itu mengeluarkan tanda pengenal dari saku celananya.Tuhan, apa lagi ini? kenapa Devan tidak berhenti membuat ulah.Setelah tidak tinggal satu atap sekarang malah harus satu kantor. Sebelumnya Devan bekerja di perusahaan milik keluarganya, mungkin karena masalah yang ada juga dia didepak dari sana tapi kenapa harus bekerja di kantor tempatku dari sekian banyak tempat yang ada?Aku tidak mungkin mengundurkan diri karena nanti harus membayar denda karena keluar sebelum kontrak kerja selesai. Tidak mudah bagiku mendapat pekerjaan di usiaku yang sudah tidak muda lagi. Tapi kalau mau kembali ke perusahaan ayah tentu saja akan dengan senang hati disambut tapi aku tidak mau terus menyusahkan orang tuaku.“Setelah Jelita melahirkan, aku akan menceraikannya. Kita menikah ya, aku nggak mau kehilangan kamu.”“Kamu lupa aku siapa? Aku ini ibu mertuamu, tidak bisa kamu nikahi meski kamu berpisah dari Jelita,” ucapku dengan suara pelan takut ada yang mendengar.De
“Mas Haris. Dibungkus saja baksonya, kepala aku pusing banget. Pulang yuk.”Wanita yang waktu itu menghampiri. Aku masih ingat wajahnya, dia menemani lelaki yang wajahnya mirip Mas Adnan ini.Apa aku boleh berharap kalau dia memang Mas Adnan?“Iya, iya.”“Aku tunggu di depan ya, taksi online sudah datang.” Dia berlalu keluar.“Mbak, saya mohon informasinya ya.” Dia mengeluarkan ponselnya dan menyerahkan padaku. “Boleh minta nomor ponselnya?”Aku mengangguk, meraih benda pipih itu dan menuliskan nomor dan namaku di sana.“Lea.” Dia mengulum senyum menyebut namaku. “Makasih sebelumnya, semoga memang saya nggak salah orang lagi.”Salah orang lagi?Aku dibuat penasaran olehnya.Tuhan, kalau memang lelaki itu suamiku berikan aku petunjuk. Aku ingin kembali bersamanya. Memulai lembaran baru setelah hatiku babak belur dihantam masalah bertubi-tubi.Rasa tidak rela muncul saat dia pergi. Andai saja wanita itu tidak datang, kami bisa bicara lebih banyak lagi.***[Mbak, kapan ada waktu?]Senyu
POV AdnanDari pertama kali melihatnya, jantungku berdebar dan kepala ini mendadak nyeri. Di pertemuan kedua pun rasa ini masih sama. Aku sangat yakin kalau aku mengenalnya, mungkin saja orang terdekatku, bisa jadi istri, kekasih atau mungkin wanita yang kucintai.Sorot matanya juga sangat berbeda, seperti menahan sesuatu yang tak bisa diucapkan dengan kata.Kali ini aku sangat yakin. Dia pasti mengenalku, jika dia punya banyak bukti, maka aku akan langsung mempercayainya. Aku bahkan tidak percaya pada wanita yang mengaku sebagai tunanganku, memang dia yang beberapa tahun kebelakang menemani tapi tidak ada sedikitpun perasaan padanyaDiam-diam aku menemui Lea untuk melihat apa yang bisa dia perlihatkan padaku.Satu hal yang membuatku kaget saat seseorang tiba-tiba mengatakan aku adalah suaminya Lea. Pertanyaan yang menumpuk di dalam benak hanya kusimpan sendiri meski sangat penasaran. Aku tidak mau ditipu lagi seperti sebelumnya. Ussy membawaku bertemu dengan seseorang yang katanya me
“Mas, kalau kamu mau langsung pindah, nanti aku bicarakan sama Jelita.” Lea langsung mengalihkan pembicaraan.Ia bingung untuk menjelaskan bagaimana hubungan mereka. Masalahnya sudah terpisah selama tiga tahun dan Lea bahkan berpikir suaminya sudah tiada. Sekarang malah muncul dengan tiba-tiba. Hubungan mereka tentunya harus diperjelas lagi.Adnan mengernyit heran, tidak mengerti dengan maksud perkataan Lea.“Memang dia nggak mau kalau aku-”“Bukan begitu, Mas.”“Aku juga nggak bisa langsung pindah dan tinggal sama kalian. Aku mau cari tahu apa sebenarnya yang direncanakan oleh Ussy sampai dia memalsukan identitas dan bersandiwara sejauh ini.”Adnan sudah tidak percaya lagi pada wanita yang mengaku sebagai tunangannya itu. Mereka sudah 3 tahun bersama tapi tidak ada sedikitpun rasa.Sekarang semua keraguan itu sudah terjawab dengan jelas. Adnan merasa lebih percaya pada Lea yang sama sekali tidak diingatnya daripada percaya Ussy yang 3 tahun ini membersamainya. Bahkan Ussy membiayai h
“A-Adnan masih hidup?”“Iya, Bun. Aku nggak sengaja ketemu Mas Adnan, dia hilang ingatan.”“Kamu sudah pastikan kalau dia benar-benar Adnan? Di dunia ini bisa saja ada orang yang wajahnya sangat mirip.”“Mas Adnan sudha melakukan tes DNA sama Jelita, Bun. Hasilnya cocok. Mas Adnan juga sudah melakukan pemeriksaan jadi dia memang bukan pura-pura hilang ingatan.”Ibu tiga anak itu memeluk putrinya dengan mata memanas. ia bisa merasakan kebahagiaan bercampur sedih dari sorot mata Lea.Ia tahu betapa cintanya Lea pada Adnan sampai pernah menentang orang tuanya. Sampai saat ini rasa itu masih ada tapi Lea ragu apakah perasaannya berbalas atau hanya ia sendiri yang merindu di sini.“Biar nanti Bunda bicara pada Om Dipta, pasti punya kenalan dokter yang ahlinya.”“Aku sudah bicara sama Om Dipta, Bun. Om Dipta juga yang bantu kemarin pas tes DNA. Sekarang aku mau fokus sama kesembuhan Mas Adnan, soal hubungan kami nantinya bisa dibicarakan setelah Mas Adnan mendapatkan kembali ingatannya.” Le
Lea menyambar kunci mobil. “Aku pergi dulu ya.”“Mau kemana? Kamu baru dateng, Le.” Vika langsung berdiri.“Ada urusan penting. Beres itu aku balik kok.” Lea tidak menjelaskan lebih banyak karena ia ingin segera sampai di rumahnya.Selama perjalanan ia bahkan merasa tidak tenang karena takut nantinya Jelita sudah menceritakan semua. Lea tidak akan bisa terima kalau Adnan membencinya karena gagal mendidik Jelita. Bahkan ada harapan dalam hati kecilnya untuk kembali hidup bersama Adnan.Beberapa tahun ini Lea menggenggam lukanya sendiri, tidak ada untuk berbagi cerita. Bahkan untuk sekedar mengeluh lelah saja tidak ia lakukan pada Jelita. Lea benar-benar mengurus Jelita dengan baik, mengorbankan kebahagiaannya sendiri untuk perempuan yang sudah dianggap sebagai anaknya itu.“Ini jam kerja, Devan pasti nggak ada di rumah.” Lea merasa sedikit tenang saat ingat soal itu.Sudah bisa dipastikan jika di rumah hanya ada Jelita sendiri. Perjalanan darat ditempuhnya tentu lumayan jauh, berbeda d
“Ayah mau kemana?”“Ayah pulang dulu. Lain kali kita ketemu lagi ya.” Adnan mengusap puncak kepala Jelita dengan lembut.Sedangkan Lea masih berdiri membeku. Bahkan tidak sempat mengejar Adnan yang sudah pergi.“Bu, itu mobil siapa? Penampilan ibu juga rapih banget.”“Kamu bilang apa saja ke ayah tadi?” Lea malah menanyakan hal lain. “Kenapa ayah kamu bilang kalau ibu punya suami?” Dadanya bergemuruh, ketakutan menyelimutinya.“Tadi pas ayah datang Om Devan di rumah. Aku nggak ada pilihan selain bilang itu,” jawab Jelita dengan entengnya.Lutut Lea lemas seketika. Ia terduduk di kursi dengan lunglai.Ketakutannya terjadi juga. Baru saja ingin merajut mimpi-mimpi, sekarang malah dihempaskan begitu saja.“Kenapa kamu-”“Kalau bilang Om Devan itu suamiku aku, bagaimana tanggapan ayah nanti? Ayah pasti kecewa dan marah, Bu. Aku nggak mau itu, apalagi kalau tahu aku hamil.”Kamu hanya memikirkan diri kamu sendiri, ibu juga dirugikan di sini. Apa mungkin kamu juga nggak mau ibu kembali sama
“Cukup sudah selama ini kamu berpura-pura menjadi tunanganku. Aku benar-benar berterima kasih dengan kebaikan yang kamu dan orang tua kamu lakukan.”Adnan benar-benar pergi, ia tidak peduli melihat Ussy mengamuk. Bahkan melemparkan gelas sampa mengenai kepala belakang Adnan. Lelaki itu tidak memperdulikan rasa sakit di kepalanya.Sekarang tujuan lelaki itu hanya rumahnya dulu. Setidaknya ia tinggal bersama dengan keluarga aslinya. Berharap dengan tinggal di rumah penuh kenangan, ia bisa dengan cepat mendapatkan kembali ingatannya.Ia hanya memegang selembar uang berwarna biru, itu pun sisa tadi pagi saat ia pergi untuk menemui Jelita.Kamu memang salah karena menipuku. Tapi aku nggak akan mungkin lupa kebaikanmu.Menggunakan ojek online Adnan kembali ke rumahnya. Tubuhnya sampai basah karena hujan deras di tengah jalan sedangkan jas hujan hanya ada satu. Karena ingin segera sampai, Adnan sama sekali tidak peduli dengan kondisinya yang basah kuyup.Dengan tubuh menggigil, Adnan berdiri