Napas Chiara tertahan saat itu juga. Ia tak memutuskan kontak mata, meski sudah berjalan beberapa detik setelah ungkapan Yanuar padanya. Detik berikutnya, ia mengalihkan pandangan ke luar jendela demi mengatur detak jantungnya yang berpacu dua kali lebih cepat.“Kamu kok diam aja?” dengus Yanuar akhirnya. “Ditanggapi dong, saya dari tadi nunggu.”Chiara tercenung. Lalu tangannya bergerak menyugar rambut panjang nan hitamnya itu sebelum kembali menoleh ke belakang. Ia menggigit bibir ketika gugup kembali menyerang.“Saya bingung mau ngomong apa, Pak,” aku Chiara jujur. “Ini Bapak lagi ngajak saya pacaran ya?” Ia menggaruk tengkuknya pelan.Yanuar menghela napas panjang. “Pindah ke belakang sini,” titahnya yang tak mampu diganggu gugat Chiara. “Duduknya samping saya.”Meski suara berat itu masih terdengar menjengkelkan, tapi Chiara sama sekali tak kesal. Ia merasa hal itu adalah keharusan yang dipenuhinya tanpa ada keluhan yang muncul dalam benak.Chiara menempati sebelah Yanuar yang ko
Nafsu makan Chiara menguap seketika. Perlahan muak pada pemandangan yang ada di hadapannya. Yanuar sama sekali tak merasa risih ketika Winnie menepuk-nepuk pahanya beberapa kali ketika membicarakan hal yang bagi keduanya konyol.Daripada melihat mereka asyik sendiri, Chiara memilih mengarahkan kamera ponselnya pada langit jingga yang begitu menawan. Setidaknya hal itu bagus diperhatikannya sekarang. Tak lupa ia mengunggah potret bagus itu ke media sosial, dan langsung mendapat banyak respon dari pengikutnya, termasuk Dimas.Chiara mengulum senyum geli. Rupanya temannya itu masih memiliki waktu senggang untuk mengomentari unggahannya. Mengingat Dimas super sibuk untuk ukuran mahasiswa, membuat Chiara heran beberapa kali.“Astaga!” Chiara memekik dan langsung menutup mulutnya karena itu Yanuar menatapnya curiga. Ia mengabaikan reaksi pria itu dan langsung mengangkat panggilan dari seseorang.“Chia ….” Sewaktu Yanuar memanggil, Chiara izin pamit ke spot yang sepi untuk berbicara di telep
Papi is calling ….Pasang mata Yanuar langsung memerhatikan Chiara yang baru masuk ke kamar mandi. Ia menggeser layar sembari membuka pintu kaca yang mengarah pada balkon. Kemudian menutupnya kembali.Benda pipih itu ditempelkannya ke sisi telinga kanan. Meski perasaannya mulai tak karuan, Yanuar mencoba tetap tenang.“Halo, Pi—““Perusahaan lagi rusuh begini, kamu masih asyik nongkrong di Bali, Nu? Yang benar saja!” Pria itu langsung menyentak dan melempari Yanuar dengan omelan keras memenuhi telinga. Tanpa membiarkan jeda untuknya menjelaskan. “Apa etis seorang CEO santai-santai di Jimbaran sama pewaris perusahaan sebelah? Pakai otak kamu, Yanu!”Yanuar menelan ludah sambil memejamkan mata sejenak. Ia sudah kalang kabut jika ada mata-mata yang menyaksikan kedekatannnya bersama Chiara. Beruntung orang suruhan papinya menangkap keberadaan Winie di sana.“Pi, aku sekadar makan di Jimbaran. Ngobrol sama Winie juga ala kadarnya,” jelasnya membela diri.“Papi udah pesankan dua tiket ke Ja
Yanuar mengesah panjang usai menutup telepon sepihak. Ia meraup wajahnya kasar sebelum memastikan keadaan sekeliling. Takut Chiara mendengar dan merasa iba pada kondisi hidupnya yang jauh dari kata baik.Ketika langkahnya kembali masuk ke kamar hotel dari balkon, Yanuar mendengar suara percikan air dari kamar mandi. Ia bernapas lega karena Chiara masih belum menyelesaikan acara mandinya. Demi mengalihkan pikiran yang semrawut, ia memutuskan melepaskan colokan charger tablet dan beberapa alat elektronik yang dibawanya.Sebelum memasukkannya ke dalam tas, Yanuar merasa ada dua tangan melingkari perutnya. Disusul aroma segar buah peach menusuk hidung. Kepalanya refleks menoleh ke belakang sembari menyambut tangan itu dan mengusapnya lembut.“Mendadak banget peluk begini?” tanyanya bingung berselimut senang.“Diam dulu,” cegah Chiara saat Yanuar hendak memutar tubuh. “Aku lagi fokus kasih energi positif buat kamu. Sebentar, ya. Tunggu.”Yanuar melipat bibir, membasahinya guna menahan tawa
“Sejak kapan?” Yabes berdeham pelan.Yanuar yang sedang memasang sabuk pengaman akhirnya menoleh. Tampangnya terlihat seperti orang bingung ketika mendapati pertanyaan dari rekannya itu.“Kapan apanya?” Ia balas bertanya. “Ngomong yang jelas, jangan pakai kode.”Yabes cengar-cengir saja. Lalu menyalakan kendaraan roda empatnya dan melajukan perlahan. Sesaat ia menatap Yanuar dan kembali fokus pada kemudinya.“Chiara pasti nggak pakai kode-kode ya, pacarnya aja galak begini,” sindirnya telak yang kontan membuat mata Yanuar membelalak. “Sepulang dari Bali, kan, jadiannya? Udah sejauh mana nih?”Yanuar memutar kedua bola mata dan mendengkus. Ia malas sekali ketika Yabes mulai mengejeknya seperti ini.“Apa yang lo lihat?” Pertanyaannya bukan terdengar seperti pertanyaan biasa, melainkan ancaman yang dilontarkan dari seorang preman proyek. “Jawab!”“Ya gue lihat semuanya, udah pasti,” jawab Yabes. “Lo aja cium Chiara terang-terangan tadi. Udah kayak pamitan perang aja sama istri kelihatann
Chiara yang merasa kedua pipinya bersemu merah, langsung menangkupnya dengan kedua tangan. Ia mengerjap-kerjap di depan cermin kamarnya. Setelah berjalan mengendap-endap dan berhasil menghindar dari serbuan pertanyaan Endah, Chiara kini berusaha mengatur detak jantung yang masih berdebar dua kali lipat."Duh, tetap tenang … tetap tenang, Chia! Lo yang ngebet dicium, tapi kenapa jadi salting parah begini, sih?"Gadis itu mengajak bicara dirinya sendiri yang tampak bodoh. Memang jatuh cinta kerap membuat logika purna. Sama seperti apa yang terjadi padanya sekarang. Ini baru setengah jam sejak Yanuar diajak Yabes pergi, tapi Chiara sudah uring-uringan karena rindu."Lebay banget nggak sih, gue?" makinya dalam hati. "Chat aja kali ya, sepik-sepik tanya apa kek?"Chiara menyambar ponsel dari tempat tidurnya. Lekas mengetik beberapa kata membentuk kalimat yang siap dilayangkan Yanuar. Sebelum ibu jarinya mengetuk bagian ikon kirim, satu pesan dari sang pujaan muncul tanpa diprediksi.Si Kul
Mata sayu Chiara mengerjap-ngerjap ketika lengan dan pundaknya digoyang-goyangkan Yaya. Ia menggeliat untuk mengumpulkan kesadaran setelah tertidur selama setengah jam di perjalanan.“Kita udah mau sampai, bangun, Tuan Putri,” bisik Yaya sembari menggoda.Tak payah kesal, Chiara hanya mengangguk. Lalu buru-buru merogoh tas untuk mengambil ponsel. Ia sudah berniat memberi kabar Yanuar sekalian membaca balasan jika ada.Begitu layar ponsel dan data seluler dinyalakan, Chiara bisa membaca rentetan notifikasi dari Yanuar. 110 missed calls, 24 chat yang dikirimkan pria itu padanya. Mayoritas isi pesannya adalah pertanyaan lokasi program belajar mengajar yang diikutinya kali ini.Chiara hendak membagikan lokasi terkini, tapi sinyal mendadak hilang. Irisnya membelalak seketika dan mengangkat ponselnya ke sana-sini untuk mendapatkan sinyal agar bisa membalas pesan Yanuar segera. Ia takut pria itu kelewat khawatir atas kurangnya kabar darinya karena hal ini.“Ngapain lo?” tanya Yaya. “Nyari si
Di hadapannya sudah ada sepiring nasi goreng yang beberapa waktu lalu, ia memaksakan diri untuk memasak. Yanuar sudah melarang, menyarankan untuk memesan makanan dari luar. Namun, Chiara bersikeras membuatkan hidangan makan malam mereka. Ditambah pekerja yang ikut Chiara pikirkan juga.“Aku minta maaf, ya,” cicit Chiara pelan.Melihat bagaimana lesunya Yanuar setibanya di rumah tadi, Chiara jadi tak enak hati. Selain sibuk di kantor, Yanuar sampai rela menjemputnya di kampus. Apalagi sampai membawa mobil sendiri tanpa ada sopir.Yanuar menolehkan kepalanya cepat. Mengarah pada Chiara yang memasang raut sedih di salah satu kursi yang sepaket dengan meja makan.“Maaf?” ulangnya seraya meraih gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Lalu perhatiannya jatuh sepenuhnya pada si gadis. “Kenapa?”“Aku nggak tahu tempat tadi susah sinyal, jadi telat kasih kabar.”“It’s okay.” Yanuar mengulas senyum sembari sesekali mengunyah makanan di mulutnya. “Yang penting, kamu udah pulang dan kita bisa kete
"Chiara pecah ketuban, Nu."Satu pernyataan berbuah informasi penting itu berhasil membuat tubuh Yanuar kaku. Tangannya terhenti di udara ketika hendak meminum kopi hangat untuk menyegarkan diri dari kantuk."Sekarang udah di rumah sakit." Yabes yang berada di sampingnya menambahkan. "Kata Tante Sukma, Chiara udah masuk pembukaan delapan. Dokter menyarankan pindah ke ruang bersalin, tapi Chiara menolak karena bersikeras nunggu lo."Yanuar memejamkan mata sejenak. Mengingat janji mereka yang akan menyambut kelahiran bayi bersama. Tindakan Chiara tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena wanita itu masih berupaya keras.Bayangan Chiara yang merintih dan menahan sakit perutnya sekelebat terlintas di benak Yanuar. Sontak Yanuar bangkit dari duduk. "Kita ke rumah sakit sekarang," putusnya cukup mengejutkan Yabes. "Lagi pula pesawat kita delay lama."Seharusnya Yanuar dan Yabes sudah tiba di Kalimatan untuk keperluan dinas, tapi karena cuaca buruk, jadwal penerbangan berubah total. Ia menungg
Rasanya beban-beban di pundak makin berat saja tiap kali ia pulang dari perkumpulan Rein dan yang lain. Tak hanya pundak, rupanya punggung hingga pinggulnya sudah menunjukkan rasa lelah sejak di perjalanan tadi. Perutnya kian membesar di usia kandungan pada bukan ke-7 ini, napasnya sering sesak setiap kali merebahkan diri.Apalagi selama melewati pertemuan tadi, Chiara tak begitu menikmati makanan. Ia hanya menyimak tiap kali perbincangan muncul. Walaupun isinya hanya itu-itu saja. Obrolan wanita berkelas yang membicarakan kekayaan keluarga hingga pasangan, dan sayangnya Chiara tak mampu melakukan hal sama.Memang apa yang harus ia pamerkan dari harta suaminya? Meskipun keluarga Yanuar jauh lebih di atas Rein dan yang lain, tetap saja Chiara tak bisa bercuap-cuap asal agar dianggap ada orang lain. Ia pikir, itu tindakan kekanakan dan kurang pantas.“Kita istirahat habis ini ya, Dek,” gumam Chiara sambil mengelus perutnya yang buncit. “Udah sampai rumah, nih.” Ia membuka pintu dan mela
Ada getar yang bisa Yanuar rasakan ketika menggenggam tangan Chiara. Ia mengeratkannya, berusaha menenangkan tiap detik hingga getaran itu perlahan redup dan akhirnya menghilang. Yanuar tak tahu apa yang tengah dipikirkan Chiara sekaligus disembunyikan istrinya itu sekarang. Yang jelas, mereka sempat cekcok sebentar sebelum berangkat ke rumah sakit seperti sekarang. Di perjalanan pun, tak ada perbincangan yang terjadi di antara keduanya. Mereka sama-sama bungkam sampai Yanuar membuka suara begitu merangkul pinggul Chiara menuju poli yang dituju. "Kamu kelihatan gugup, dan ... pucat," celetuk Yanuar sesaat setelah duduk di kursi begitu tiba di ruangan dokter. Chiara mengambil napas dan menggeleng kemudian. "Biasa kalau mau check up pasti ada gugupnya, Mas." Suara itu terdengar penuh kebohongan di telinga Yanuar, tapi ia tak mempermasalahkannya sekarang. Beberapa rangkaian pemeriksaan sudah dilewati Chiara dan Yanuar melihatnya saksama. Penuh perhatian lekat dan fokusnya pun sengaj
“Jadwal gue setelah ini apa lagi, Bes?”Tanpa mendongak ke arah bawahannya, Yanuar melempar tanya sambil menatap foto yang dikirimkan Chiara belum lama ini. Istrinya itu sedang rajin-rajinnya pergi ke kelas yoga dan beberapa pertemuan dengan Lily dan juga Rein.Perubahan Chiara kedengaran bagus sekali. Terutama Mami yang senang bukan kepalang mendapati kabar itu. Sampai Yanuar baru menyadarinya sekarang karena kelewat sibuk dengan urusan kantor dan masalah yang terus datang.“Ada meeting online sama pegawai Kominfo untuk bahas masalah tambang yang sempat muncul di media dua hari lalu.”Kini Yanuar mengalihkan pandangan, beradu tatap dengan Yabes sambil membuang napas kasar. “Jadi, gue nggak dibolehin istirahat atau makan malam di rumah sama istri ya, Bes?”Yabes mengulum senyum samar. Rautnya berubah tak enak mendapati sarkasme yang dilontarkan atasan, tapi apa boleh buat. Semua sudah dirancang baik-baik dan mendapat persetujuan Yanuar secara langsung.“Kasih lima menit,” pinta Yanuar
Chiara menoleh cepat pada meja di dekatnya usai Yanuar memberikan sesuatu di sana. "Itu apa, Mas?""Langsung aja datang ke sana, ya. Mami udah booking paket A buat kamu," jelas Yanuar sambil melangkah pelan mendekatinya. "Nggak perlu pakai taksi, biar sopir yang antar ke manapun kamu pergi."Chiara menjauhkan punggung dari sandaran kursi pijatnya dan menatap bingung Yanuar yang sudah duduk berlutut di depannya sekarang. "Paket A?" tanyanya bingung.Yanuar menganggukkan pelan, tangannya terulur menyentuh lutut Chiara dan memberi usapan lembut. "Pijat di salon, sekalian perawatan," jawabnya. "Kamu pasti capek setelah KKN kemarin. Belum lagi acara penyambutan kepulangan kamu itu."Chiara menyengir lebar, menyadari beberapa bagian tubuhnya memang sedikit pegal semalaman. Namun ia tidak berpikir untuk melakukan spa di salon seperti yang diujarkan Yanuar itu. Perlukah ia?"Emangnya harus, Mas?" Chiara menggaruk tengkuk tak enak. "Aku kan lagi hamil, boleh pijat-pijat gitu?""Boleh, Mami bil
Wajah Chiara sudah berseri-seri sejak berakhirnya malam perpisahan dengan warga desa. Tugasnya dan teman-teman akhirnya selesai. Bukan hanya sambutan di awal, tapi mereka mendapat banyak tanggapan positif di penghujung.Chiara baru saja selesai berkemas barang-barangnya, mengecek ulang isi koper kesekian kali. Kemudian menilik surat-surat yang dituliskan beberapa murid sekolah setelah ia mengisi kelas karya beberapa waktu lalu. Semua indah dan sulit dilupakan begitu saja, sebab mengukir kenangan manis di kepala.“Kerja bagus semuanya!” seru Tino di tengah kesibukan berkemas di posko. “Gue nggak tahu lagi mau apresiasi dengan cara apa, yang jelas gue bangga banget sama kelompok kita ini.”“Ya, gue setuju.” Abas menimpali dengan senyum haru. “Gue pikir, proker kita bakal ngebosenin dan kayak tradisi sebelumnya. Tapi ide-ide yang kita buat cukup cemerlang juga.”Chiara mengangguk setuju. Melihat semuanya menampilkan wajah lega dan penuh bangga, ia pun merasakannya dengan batin berbunga-b
Chiara baru menyeduh susu formula khusus ibu hamil. Selama berada di posko dua minggu ini, ia tak abai memikirkan kesehatan diri sekaligus perkembangan janin di kandungannya. Bahkan setiap malam, sebelum tidur, ia sengaja mengajak si jabang bayi mengobrol.Berbekal informasi yang dibacanya di internet, Chiara mengusahakan apa pun untuk menjadi seorang ibu di usianya yang masih terbilang muda. Walaupun memiliki suami yang jauh di atasnya dan lebih berpengalaman, ia lebih senang belajar mandiri.“Rasanya enak?” Venna bertanya begitu memasuki area dapur, tempat yang menjadi destinasi Chiara setiap pagi dan malam dan jumlahnya terbilang sering dikunjungi.Chiara mengulum senyum dan menjauhkan gelas dari bibir. Ia baru meminum setengah dan mengambil jeda untuk membalas Venna. “Kayak susu biasa,” balasnya.Aneh sekali mengatakan ‘biasa’. Padahal selama hidupnya, ia tak membiasakan diri mengonsumsi cairan putih dengan kandungan tinggi kalsium seperti itu. Mengingat ia lahir dan besar di kelu
Yanuar tak sepenuhnya ingat apa yang terjadi semalam. Ia berdecak sambil menyugar rambutnya dan mendengar sebuah benda terjatuh dari ranjang ke lantai. Setelah dilihat dengan rasa malas yang luar biasa, ia menemukan ponselnya tergeletak.“Shit!” makinya kesal karena juga menahan pusing yang mendera kepalanya.Suara gemeruyuk di perut pun ikut terdengar. Yanuar segera bangkit dan melompat dari tempat tidur, bergegas ke kamar mandi untuk menumpahkan isi perutnya. Kemalangan menimpanya lagi untuk kesekian kali.“Yanu?” Itu Mami. Si pemilik nama memejamkan mata usai membersihkan wajah dan mulutnya dari sisa kotoran. “Yanuar!”Kakinya bergerak keluar kamar mandi, meski berat. Hari masih pagi baginya, tapi Mami sudah berkunjung ke rumah di saat keadaannya cukup berantakan.“Astaga Yanu?” Suara itu terdengar bersamaan dengan pintu kamarnya yang terbuka dari luar. Lalu menampilkan sosok ibunya yang melotot lebar ke arahnya. “Kamu mabuk? Istri lagi di luar kota, kamu malah mabuk-mabukan?”Seb
“Dia nggak mau gue ke sana.”Hanya kekehan geli yang terdengar menyebalkan di telinga Yanuar begitu mengungkapkan satu fakta tentang istrinya. Belum lama ini ia langsung meminta Yabes putar balik arah mobil karena Chiara menolak niat baiknya.“Emang kalau KKN gitu nggak bisa banget diganggu?”Yabes yang fokus mengemudi itu melirik sejenak dengan sisa kekehan di bibir. “Ya, terkadang proker bikin pusing, sih. Tapi balik lagi aja ke orangnya,” jelasnya santai. “Ada kok yang hobinya nebeng nama, nggak jalanin proker bareng temannya.”Yanuar menghela napas panjang. Paham sekali Chiara tak masuk pada kriteria yang diucapkan Yabes di akhir kalimat. Ia tahu betul bagaimana sang istri yang kelewat ambisius. Saat dinyatakan hamil pun, Chiara tetap memilih kuliah dan menghabiskan waktu untuk belajar. Tak heran jika sekarang istrinya itu fokus sekali dengan program kampusnya.“Sama kayak lo lah,” imbuh Yabes saat mobil berhenti karena terhalang lampu merah lalu lintas. “Lo juga kebangetan fokusn