Share

Bab 2.

Aku menggeleng. Bukan seperti itu kejadiannya. “Tidak! Anda salah. Bukan saya yang telah merebut. Tapi ...”

Ucapanku terhenti saat Gista, sahabatku dari spesialis Anak, datang.

Bukan saatnya aku menjelaskan permasalahan yang sebenarnya terjadi. Aku tidak seharusnya menyebarkan kesalahan yang sudah dilakukan Divya saat dia baru saja berpulang.

Aku mendekat ke arah Barra. “Maaf, karena saya tidak bisa membantu adik anda lagi,” ujarku sebelum pergi.

***

“Kenapa sih kamu diam saja?! Harusnya kamu tuntut Kakak pasien itu!”

Sejak tadi, Gista terus mengomel.

Kini dia tengah mengkompres pipiku yang sudah mulai terlihat memar.

“Mana aku tega, Gis? Mereka baru saja kehilangan anak. Keluarganya masih dalam keadaan berduka.”

Gista mendengkus kesal. Pasti akan mulai mengomel lagi. “Sudah tau sedang berduka. Masih sempat memfitnah orang!”

“Kita ‘kan gak tau informasi apa yang telah keluarga mereka dapatkan. Mungkin saja keluarga Daffa mengarang cerita lagi. Seolah-olah aku yang melakukan kesalahan.”

Aku menghela nafas panjang lalu menghembuskan secara perlahan.

Teringat kabar burung yang keluarga Daffa katakan pada semua orang membuat hatiku terasa nyeri, sampai meninggalkan trauma pada diriku.

Beberapa hari yang lalu aku bertemu teman sekolah di pusat perbelanjaan, dia mengatakan jika aku, wanita yang tidak bisa bersyukur. ‘Kamu itu termasuk wanita beruntung. Seorang Daffa mau menikah denganmu adalah suatu keajaiban. Kenapa kamu tega selingkuh di belakang Daffa?’.

Bagaimana ceritanya aku yang menjadi tersangka? Padahal pihak yang sebenarnya tersakiti adalah aku! Tega sekali keluarga Daffa memutar balikkan fakta itu.

“Udah, gak usah ngelamun!” tegur Gista. Lalu membawaku ke dalam pelukannya.

Akhirnya aku menangis juga. Air mata yang sudah kutahan sejak tadi mengalir deras di kedua pipiku.

“Aku sebenarnya salah apa, ya, Gis?” tanyaku dengan sesegukan.

Dia mengelus punggungku. Memberikanku kekuatan dalam menghadapi cobaan. “Kamu gak ada salah! Ini semua takdir yang harus kamu jalani. Perlu kamu ingat Rum. Allah tidak akan memberi cobaan di luar kemampuan hambanya.” Gista menghela nafas. “Kamu kuat! Kamu pasti bisa melewati semua ini!” ujarnya lagi dengan penuh keyakinan.

Gista memberiku waktu untuk menumpahkan semua kesedihan yang aku rasakan. Dia berkata, hari ini aku boleh menangis tapi mulai besok aku harus menjadi Narumi yang selalu bahagia.

“Udah, pulang yuk!”

“Hmmm, aku cuci muka dulu. Pasti penampilanku saat ini mirip zombie.”

“Lebih serem mukamu sih! Udah memar pipinya. Di tambah kantung mata ngalahin panda. Sama satu lagi, mata bengkak udah kayak tagihan kartu kreditku saja!”

Aku memukul lengan Gista. Dia selalu blak-blakan saat bicara. Gak ada filter sama sekali. Sudah tau teman lagi berusaha Move On. Masih saja di sindir-sindir!

“Jahat banget sih!”

“Aku tidak jahat melainkan bicara fakta. Biar kamu cepat sadar dan kembali menjadi Narumi yang penuh dengan senyuman. Penampilanmu saat ini berubah menjadi zombie yang mengerikan!”

“Astaga, Gista!”

Temanku itu malah tertawa, hingga tanpa sadar aku pun terikut.

Untungnya, waktu berjalan begitu cepat.

Kini aku dapat menjalani hari-hari dengan tenang.

Aku juga dapat kabar jika Daffa sudah ditahan karena tindakan KDRT-nya itu.

Tapi, bisa-bisanya dia sempat kabur dan mengejarku untuk meminta maaf dan mengajak menjalin hubungan kembali?

Gila!

Aku sampai tidak mengenali sosok Daffa yang kukenal selama ini.

Aku bahkan menganggapnya begitu sempurna. Ternyata, dia tidak lebih dari seorang pria pecundang!

Untung saja, sebagian besar rekan bisnis Papa sudah mengetahui penyebab putusnya hubunganku dengan Daffa.

Jadi, nama baikku mulai pulih.

"Narumi!"

“Halo, Gis. Ada apa?” tanyaku pada Gista yang mendadak menghampiriku dengan wajah lesu.

“Kayaknya gak jadi makan siang bareng. Ada pasien menangis dari tadi gak mau berhenti.”

Hari ini kami berencana makan siang di cafe baru dekat rumah sakit.

“Pasiennya kenapa?”

“Demam tinggi. Kamu kalau sudah lapar? Makan siang aja dulu.”

Aku hanya bisa tersenyum. Terpaksa aku pergi keluar sendiri karena bosan makan di kantin.

Tapi tak lupa, aku membeli beberapa makanan yang akan kuberikan pada sahabatku itu.

“Selamat siang, Dok!”

Aku tersenyum pada asisten Gista yang menyapaku kala tiba di area anak.

“Dokter Gista, ada?” tanyaku sebelum masuk ke dalam ruangan.

“Ada, Dok. Masih menangani satu pasien. Dari tadi nangis terus.”

“Baiklah, aku masuk dulu ya. Kamu sudah makan siang?”

“Belum sempat, Dok.”

“Kalau begitu, suster makan siang dulu. Biar aku yang bantuin Dokter Gista.”

Senyum cerah seketika terbit di wajah suster. “Beneran, Dokter Rumi mau gantiin saya?” tanyanya memastikan lagi.

Aku mengangguk. Kemudian menyuruh suster pergi makan siang. Setelah itu, aku masuk ke dalam ruangan Gista. Saat aku membuka pintu terdengar suara bayi sedang menangis.

“Rum ...” panggil Gista saat tau aku datang.

“Kenapa? Tumben menangani satu pasien butuh waktu lama?”

“Demamnya tinggi sekali. Nangis terus gak mau berhenti. Jadi, susah buat aku periksa!”

Aku menaruh kotak makan siang untuk Gista di meja kerjanya. Kemudian masuk ke dalam tirai yang menutup pasien ketika sedang di periksa.

Aku tersenyum pada Babysitter yang sedang menggendong pasien Gista. “Kenapa, Sayang?” tanyaku pada bayi mungil bermata indah.

“Panas sejak kemarin malam, Dok. Nangis terus. Saya jadi bingung,” terang Babysitter.

Kedua tangan kecilnya bergerak-gerak seolah minta untuk ku gendong. Dengan senang hati aku membawanya ke dalam gendonganku. “Panas banget,” ucapku saat mendekap tubuh mungilnya.

“Siapa namanya, Sus?”

“Zain Virendra Juhar, Dok”

“Zain ganteng gak boleh nangis lagi ya.” Seolah tau apa yang aku katakan, Zain langsung berhenti menangis. Aku tersenyum dan mencium pipinya yang kemerahan. “Suster udah makan siang?” Aku bertanya pada suster yang mengasuh Zain.

“Belum sempat, Dok.”

“Kalau begitu makan siang dulu. Biar aku yang jagain, Zain.”

Dengan cepat, suster Zain mengangguk. Kemudian pergi ke kantin rumah sakit untuk makan siang.

“Udah berhenti nangisnya?” tanya Gista sehabis dari kamar mandi.

“Udah, nih. Kayaknya kecapekan nangis. Sampai lemes gini.” Saat Zain sudah tenang aku mengajaknya duduk di sofa. “Makan siang dulu, Gih. Keburu dingin makanannya.”

Gista mengacungkan jempolnya. “Terbaik!”

“Zain cuman diantar sama susternya saja, Gis?”

“Iya, sejak awal periksa selalu di antar sama susternya.”

“Kenapa, Nak?” tanyaku saat tangan Zain menepuk-nepuk dadaku. “Zain haus?”

Bayi tampan itu tersenyum.

Wajahnya sangat menggemaskan!

Aku lantas mengambil susu Zain yang sudah disiapkan suster. Lalu memberikan padanya. “Pelan-pelan, Sayang!” ucapku mengelus dada Zain saat tersedak.

Setelah perutnya kenyang Zain tertidur di pangkuanku. Kasihan sekali, dia sampai kehausan karena menangis terlalu lama.

“Nurut banget sama kamu,” ucap Gista selesai makan siang.

“Umur berapa dia, Gis?”

“3 bulan. Tepat hari ini.”

“Untuk bayi umur 3 bulan badan Zain termasuk kecil gak sih, Gis?”

“Hmmm, padahal aku sudah kasih vitamin. Kata susternya, Zain di rumah nangis terus.”

“Kok bisa ya? Kayaknya dia anak penurut. Buktinya cuman dipangku langsung ketiduran.”

“Hanya denganmu. Sama aku dan Suster gak mau berhenti menangis.”

Aku mengangguk.

Tak lama, aku dan Gista membahas rencana liburan akhir tahun sambil menunggu suter Zain makan siang.

Ya, kami berencana ke luar negeri karena memiliki jatah libur dua minggu.

Namun di tengah perbincangan kami pintu tiba-tiba terbuka.

Aku terkejut saat melihat seseorang yang baru masuk ke dalam ruang praktek Gista.

“Selamat siang. Maaf mengganggu.” Barra---pria yang beberapa bulan lalu menampar dan memukulku.

Wajahnya terlihat panik sampai keningnya penuh keringat!

“Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu, Pak?” Gista akhirnya bertanya.

“Saya mau bertanya. Apa ada pasien bernama Zain?”

Aku dan Gista saling pandang. Kenapa dia kenal dengan Zain?

Oh, tidak! Jangan-jangan Zain adalah anak almarhum Divya.

“Zain?” tanya Gista yang sama syoknya denganku.

“Iya, Zain Virendra Juhar. Anak saya. Apa dia dan susternya sudah ke sini?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nurhayati
tuh zain lagi di pangku narumi...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status