Share

Bab 8.

Penulis: Syamwiek
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-19 10:51:35

“Semuanya sudah dimasukkan ke dalam mobil, Pak?” tanyaku pada supir Papa yang hari ini aku mintai tolong untuk mengantar ke panti asuhan.

“Sudah, Non. Bekal makanan yang disiapkan sama Nyonya juga sudah saya masukkan semuanya.”

Aku mengangguk. “Terima kasih. Tunggu sebentar ya, Pak. Saya masuk ke dalam mau ambil tas sekalian panggil Gista.”

Setelah sarapan selesai, Gista pamit kembali ke kamar untuk meeting virtual dengan kliennya. Ada beberapa bagian yang harus dirubah pada baju pengantin yang sedang dia kerjakan.

Sedangkan Kak Ravi dan Barra sudah berangkat ke kantor. Mereka berdua ternyata sama saja hobby gila bekerja. Kalau Mama dan Papa, beliau berdua sedang membawa Zain pergi jalan-jalan ke taman komplek sebelum berangkat kondangan nanti siang.

“Gis ...” panggil ku.

Ternyata dia sudah selesai bersiap. “Yuk,” ajaknya dengan mengambil tasnya.

“Kamu sudah mandi?”

Dia menghentikan langkahnya lalu mengangkat kedua tangannya ke atas. “Cium, Nih!” perintahnya agar aku mencium
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
keadaannya mendukung bgt klo mereka dipasangkan
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
gpp awalnya pacar pura2 aja dl sampe lupa klo lagi pura2...
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
Gista sama ravi keknya sama2 bikin pembaca baper juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 9.

    Gara-gara ulah dari Kak Ravi akhirnya aku terjebak dalam situasi canggung bersama Barra. Sudah hampir 15 menit perjalanan namun kami hanya diam saja. tidak ada yang berusaha untuk memulai percakapan. Terlalu fokus dengan pemandangan diluar jendela. Aku sampai tidak menyadari jika Barra sedang memandang ke arahku. “Rum ...” panggilnya, membuatku tersentak kaget. “Ah, iya. Ada apa Pak Barra?” jawabku dengan sedikit gagu. Dia tersenyum. Kenapa harus semanis itu? Gumamku dalam hati saat aku melihat ke arahnya. “Kenapa panggilnya Bapak? Panggil Barra saja. Kata Kak Ravi kita ini seumuran.” Aku mengangguk. “Umur kamu berapa?” “Tahun ini 28.” “Beda setahun.” “Masih tergolong seumuran kalau hanya beda satu tahun.” “Hmmm,” jawabku dengan membuang muka ke arah samping. Senyuman Barra membuat ketentraman jantungku terganggu. “Ngelamunin apa? Asik banget lihatin luar jendela terus.” “Ngak lihat apa-apa, bengong saja. Lagian bingung mau apa?” jawabku dengan sangat jujur membuat Barra te

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-21
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 10.

    Aku sengaja meminta semua orang untuk berkumpul di ruang keluarga. Tujuanku adalah ingin meminta penjelasan ucapan Papa. Aku tidak bisa menerima jika Mama hamil lagi! Bukannya tidak suka memiliki adik, namun di umur Mama yang sekarang terlalu beresiko tinggi untuk kembali hamil. "Mau apa sih Rum?" Tanya Kak Ravi yang sibuk dengan ipad-nya. Awalnya dia tidak mau diajak berkumpul. Katanya harus segera menyelesaikan sisa pekerjaannya. Setelah aku paksa dengan bumbu rayuan dan sedikit ancaman akhirnya Kakak mau keluar dari ruang kerjanya. "Rumi mau minta penjelasan sama, Mama," ucapku dengan melihat ke arah Mama. "Penjelasan apa?" tanya Mama dengan wajah bingung. "Apa mama hamil?" "APA?" teriak Mama dan Kak Ravi bersamaan. Sementara Papa, beliau tetap santai sembari bermain game di ponselnya. "Ngawur saja kamu!" Seru Kak Ravi dengan menjentikkan jari di keningku. "Mama jawab dong, Ma. Apa benar yang dikatakan Papa?" "Mama tidak mungkin hamil lagi. Tau sendiri 'kan umur Mama s

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-22
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 11

    Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Mama. Dengan mudahnya beliau memintaku menjadi ibu angkat Zain.Apa Mama lupa kalau anaknya yang cantik ini masih single dan belum pernah menikah? Bagaimana kata orang-orang nanti? Dikira aku punya anak di luar pernikahan.Saran Papa tadi tak kalah menyebalkan. Beliau memintaku untuk menikah dengan Barra. Dengan begitu otomatis Zain akan menjadi anakku."Rum ...""Hmmm.""Gak makan?" Kak Ravi masuk ke dalam kamarku."Masih kenyang tadi abis nongkrong sama Gista. Kakak tumben udah pulang?""Di telpon Mama tadi," jawabnya setelah ikut berbaring di ranjang.Aku mendengkus kesal. Pasti Mama sudah cerita juga pada Kak Ravi soal permintaan Barra. "Mama bilang apa?""Sama seperti yang kamu tau.""Menurut Kakak, Rumi harus gimana?""Tolak saja!"Senyum cerah terbit di wajahku, Kak Ravi memang yang terbaik. Aku mendekat lalu memeluknya erat. "Car

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-23
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 12

    Aku mencebikkan bibir ke arah Barra. Apa maksudnya tadi berbicara seperti itu? Apa dia kira hubungan suami-istri itu bisa dibuat bahan bercanda?Begitu gampangnya dia mengatakan pada orang yang tidak dikenal bahwa aku ini istrinya. Bagaimana jika ada orang yang mengenal kami kebetulan ada disana? Bisa-bisa mereka salah paham dengan ucapan Barra tadi."Cemberut terus dari tadi, maafin aku ya.""Jangan suka asal ngomong! Kalau ada yang dengar bisa jadi salah paham nanti," protes ku agar dia tidak mengulangi hal semacam itu lagi."Iya ini yang terakhir. Ngak akan aku ulangi lagi!""Hmmm.""Oh iya, katanya mau ajak aku bicara. Mau bicara soal apa?"Sebelum bicara aku membetulkan posisi Zain yang sudah tidur nyenyak dipangkuanku lebih dulu. Setelah itu, menyiapkan kalimat terbaik untuk memulai obrolan dengan Barra. Agar dia dapat mengerti dengan jelas maksudku dan tidak tersinggung dengan kalimat yang akan aku sampaikan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-24
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 13

    Pagi ini Barra datang untuk membahas pekerjaan dengan Kak Ravi. Karena sudah waktunya sarapan Mama meminta tamunya untuk sarapan bersama. Malas sarapan satu meja dengan Barra memutuskan sarapan di rumah sakit. Aku meminta Bibik menyiapkan bekal sarapan kalau bekal makan siang sudah aku kemas sendiri."Ma, Rumi sama Gista berangkat dulu ya.""Kenapa gak sarapan di rumah?""Gista ada jadwal visit pagi Ma," saut Gista yang kini sudah bergelayut di lengan Mama."Sudah minta Bibik siapkan bekal?""Udah, Ma," jawabku, mengangkat kedua rantang yang ada di tanganku.Setelah berpamitan dengan Mama, kami mempercepat langkah menuju ke arah mobil yang sudah dipanasi oleh Pak supir. Tidak sempat berpamitan dengan Papa karena beliau masih bersiap di atas."Kalian mau kemana?"Suara Kak Ravi mengagetkan kami ketika baru keluar dari pintu utama. Aku menoleh ke samping kiri ternyata kakakku sedang ngopi bersama Barra."

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-25
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 14

    Sudah hampir 1 jam Barra mengajak Zain berbicara. Setelah Kak Ravi mengatakan jika Barra ingin berbicara. Aku kembali memanggil Bibik untuk menggendong Zain. Setelah itu, aku memberikan ponselku kepada Bibik.Aku masih ada di sekitar mereka. Hanya saja aku tidak menampakkan diri di depan kamera. Aku juga dapat mendengar semua yang Barra katakan pada Zain. Ternyata sifat dingin dan kakunya bisa mencair saat berbicara dengan keponakannya.Setelah Zain tertidur, Bibik memberikan ponsel kepadaku. Tak sengaja kedua mataku menatap mata Barra yang masih ada di layar. Aku langsung mematikan panggilan tanpa mengatakan apapun.“Tukang bobok ya sekarang. Nempel dada langsung terlelap,” aku mengambil Zain berniat mengajaknya ke kamarku. “Bibik tidur juga ya. Terima kasih sudah jagain Zain.”“Siap, Non. Bibik suka kalau ada Den Zain di sini karena rumah semakin ramai.”Aku menidurkan Zain dengan perlahan. Lalu mengambil selimut kecil yang ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-26
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 15

    Mama membuat gaduh seisi rumah setelah mendapatkan kabar bahagia akan kedatangan mertuanya dari Jogja. Beliau langsung membagi tugas pada semua anggota keluarga untuk membuat persiapan penyambutan.Lumayan berlebihan tapi Mama selalu begitu. Setiap kali ada keluarga jauh yang akan berkunjung dan menginap akan disambut dengan sangat baik.Papa baru pulang jalan-jalan bersama Zain mendapat tugas untuk menjemput Eyang Kakung ke bandara. Sementara Kak Ravi bertugas menjaga Zain karena  hari ini libur kerja. Sedangkan aku mendapatkan tugas berbelanja ke swalayan dekat rumah. Untungnya nyeri perutku sudah hilang. Jadi tidak masalah jika harus mengitari swalayan untuk mencari semua pesanan Mama.“Rumi diantar sama Barra ya.”“Memangnya pak supir kemana?”“Pak supir ‘kan mau anter Papa jemput Eyang Kakung ke bandara.”“Ya udah, Rumi bawa mobil sendiri saja. Lagian belanja dekat juga dari rumah.”“Mama gak kasih ijin! Kamu tadi p

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-27
  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 16

    Omelan Mama tak kunjung berhenti padahal beliau harus segera memasak menu makan siang. Saat aku menjawab pertanyaan dari Kak Ravi ternyata Mama ada di belakangku untuk memberikan botol susu Zain. Betapa marahnya beliau setelah mendengar aku sengaja meninggalkan Barra di swalayan.Mama mengatakan jika aku ini sangat jahat. Tega meninggalkan orang yang sudah membantuku. Beliau juga menyuruhku menelpon Barra untuk memastikan dia baik-baik saja.Lebay, pria dewasa sepertinya pasti tidak akan tersesat. Apalagi, dia memiliki banyak uang. Tinggal pesan taksi selesai semua permasalahan.Aku menolak menelpon Barra, buat apa coba? Dia bisa tambah besar kepala dan makin tidak menyadari kesalahannya.“Mama gak suka kamu kayak gitu lagi!” omelan Mama masih berlanjut.“Iya, Ma. Tadi juga gak sengaja ketinggalan Barra-nya.”“Ngak sengaja gimana? Masak ada orang pergi berdua satunya ketinggalan kamu gak sadar.”“Ya ‘kan Mama n

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28

Bab terbaru

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Ekstra Part 1

    Ulang tahun Zain yang ke empat dirayakan sangat meriah karena dia sudah mulai sekolah. Dia tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan penyayang. Postur tubuhnya lebih tinggi dan besar dari anak seusianya— hingga banyak yang mengira dia sudah berusia 6 tahun.Di sekolah banyak sekali teman perempuan yang sengaja mendekatinya. Ada yang membawakannya bekal, bunga segar dan mainan. Namun, Zain tak mau menerimanya. Menolak dengan nada halus dan alasannya Maminya melarangnya menerima hadiah jika bukan hari ulang tahunnya.Zain itu ibarat calon pria soft spoken. Tak hanya teman kelasnya— anak perempuan yang tinggal di komplek perumahan saja sering datang untuk mengungkapkan cinta. Padahal mereka sudah duduk dibangku SD.Sungguh pesona Mas Barra menurun pada putranya. Tidak hanya wajah yang mirip tapi sifat dan kelakuan pun sama persis. “Sayang, kok kelihatan makin pucat ya,” ujar Mas Barra setelah selesai memakai pakaian. Kami sedang bersiap untuk menyambut para tamu undangan. “Kayaknya b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 55

    Zain senang sekali bermain bersama anak-anak seusianya. Meski keringat telah membasahi sekujur tubuhnya— dia tidak mau berhenti barang sejenak.Untungnya aku sudah menyuapinya lebih dulu. Jadi aku bisa tenang saat dia aktif bermain di Playground.Hujan tiba-tiba turun dengan deras. Selama aku di sini cuaca memang kurang bersahabat. Pagi cerah, siang panas, pas sore hari hujan turun beserta angin.Mas Barra mencari cafe yang sangat nyaman. Meski guntur terdengar bersahutan tak membuat Zain ketakutan. Dia tetap asik bermain dengan teman-teman barunya."Kalau hujannya tidak reda Pak supir akan menjemput kita," ujar Mas Barra ketika aku sedang memperhatikan Zain."Kayaknya sih gak bakal reda sampai malam. Langitnya tambah gelap. Entah ini karena sudah petang atau memang mendung," balasku. "Keduanya benar. Sudah petang dan langit sedang mendung. Nanti malam bakal tidur nyenyak. Karena cuaca sangat dingin," lanjut Mas Barra.Ngomong-ngomong soal cuaca dingin mengingatkanku pada kelakuan Si

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 54

    Seperti yang aku katakan pada Kevin saat sarapan tadi— seharian ini aku menghabiskan waktu dengan suami dan anakku di dalam kamar hotel. Aku dan Mas Barra ingin quality time dengan anak ganteng karena sering meninggalkannya bekerja. Meski hanya bermain di dalam ruangan— Zain terlihat sangat bahagia sekali. Dia bahkan tak mau tidur siang karena takut ditinggal Papinya. Kebiasaan Mas Barra jika anaknya sedang mode manja. Padahal aku sudah menjelaskan pada Zain jika Papi dan Maminya tidak akan pergi. Kami akan ikut tidur dan memeluknya sepanjang waktu.Sayangnya Zain sudah tidak percaya. Karena aku dan Mas Barra sering membohonginya. Berkata jika akan menemaninya tidur nyatanya meninggalkannya untuk bekerja.Akhirnya, Mas Barra menggendongnya. Menimang-nimang sambil membacakan sebuah dongeng. Pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Rasanya aku ingin memperpanjang liburan supaya memiliki waktu berkualitas dengan keluarga kecilku. “Aku tinggal berkemas gapapa ‘kan, Mas?”“Buat apa b

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 53

    Aku terbangun dengan tubuh yang terasa remuk redam dan keadaan tempat tidur berantakan seperti kapal pecah. Jika mengingat kejadian semalam rasanya aku tak kuasa menampakkan wajahku di depan Mas Barra. Pasalnya setelah sesi percintaan kami yang pertama— tanpa sungkan aku memintanya lagi dan lagi. Semua itu aku lakukan sebagai bentuk permintaan maafku karena telah membuatnya kesal. Sebenarnya Mas Barra yang meminta lebih dulu dan aku langsung mengiyakan. Dan, selanjutnya aku lah yang menggodanya hingga malam panas selesai pukul 3 dini hari.“Sayang, sudah bangun?”Aku menoleh ke arah Mas Barra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai handuk sebatas pinggang dan ada handuk kecil pada lehernya. Melihat dada bidangnya dan perutnya yang kotak-kotak membuat otakku traveling— teringat kejadian panas semalam. Aku pun langsung membuang wajah ke arah samping. Mencoba menetralkan degup jantung yang menggila— sambil menepuk-nepuk pipiku yang terasa panas. “Sayang, kenapa?”

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 52

    Setelah ulah Kak Ravi yang membuat suamiku cemburu hingga mendiamkanku— kini hubunganku dengan Mas Barra tak kunjung membaik. Dia enggan dihubungi dan semua pesan yang aku kirim hanya dibaca tanpa berniat membalas. Seminggu sudah aku berada di Malang. Liburanku sangat membosankan karena aku tidak diperkenankan keluar dari kamar. Hanya Zain yang diajak jalan-jalan ketika mulai merengek karena bosan. Sementara aku? Aku tetap terkurung di kamar yang fasilitasnya sangat lengkap. Sebenarnya tak mengapa aku terkurung di dalam kamar. Asalkan Mas Barra tidak mendiamkanku dan mengabaikanku seperti ini. Sayangnya— dia sudah terlanjur ngambek dan menolak dihubungi. Malam ini, Kak Ravi datang dengan pakaian santai. Dia memberiku kotak yang ukurannya cukup besar. Saat aku membukanya isinya dress, sepatu, tas dan perhiasan. Aku tebak barang ini pasti kiriman dari Mas Barra. “Aku harus pulang malam ini juga ya, Kak?” Sepertinya tebakanku benar. Kak Ravi memintaku kembali ke Jakart

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 51

    Tiga hari sudah aku berada di Malang— semuanya berjalan dengan lancar. Mulai dari komunikasiku dengan Mas Barra, Zain sangat antusias setiap aku ajak mengunjungi tempat wisata dan yang paling penting pekerjaan Kak Ravi selesai lebih cepat dari perkiraan.Ada satu hal yang tak aku duga— yaitu pertemuanku dengan teman sewaktu kuliah. Dia adalah Kevin. Selain teman kuliah, Kevin anak dari sahabat Papa. Hubungan keluarga kami sangat dekat. Karena Perusahaan Papa pernah menjalin kerjasama dengan Perusahaan keluarga Kevin.Kak Ravi pun sudah mengenalnya lama. Maka dari itu, dia mengizinkan Kevin mengajakku jalan-jalan keliling Malang. Namun, aku belum menceritakan pertemuanku dengan Kevin pada Mas Barra. Selain belum ada waktu— aku takut dia marah. Ya, pasti kalian tahu sendiri betapa posesifnya suamiku. Alhamdulillah, Mas Barra sudah sembuh. Seperti yang dikatakan olehnya tempo hari— jika dalam dua hari demamnya akan menghilang. Kini dia sibuk di kantor tapi selalu pulang tepat waktu.

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 50

    Mas Barra tetap memaksa mengantarku dan Zain ke Bandara— padahal dia masih demam dan sempat mengeluh sakit kepala.Aku sudah menolak saat dia akan mengantar, memintanya istirahat di rumah Mama sebelum kembali ke kediaman keluarganya untuk menggelar acara tahlilan. Bukan Mas Barra jika tak keras kepala— dengan wajah pucat dan tubuh yang mulai menggigil dia tetap setia menemaniku menunggu pesawat.Sementara Kak Ravi sedang melakukan zoom dengan klien-nya— agar tak terganggu oleh suara Zain, aku sengaja menjauh darinya. “Mas— lebih baik kamu pulang sekarang. Wajah kamu semakin pucat dan tubuh mu tambah panas.”“Gapapa, sebentar lagi pesawat yang akan kamu tumpangi berangkat. Aku akan menunggu—”“Tapi kamu mulai kedinginan. Padahal udah pakai jaket tapi masih menggigil. Ayolah, Mas. Kali ini tolong dengarkan aku. Pulang saja ya.”“Sayang, aku beneran gapapa. Hanya demam sudah biasa terjadi ketika aku kelelahan bekerja. Dalam dua hari pasti sembuh.”Mas Barra bebal sekali!Jujur aku kesa

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 49

    Meskipun aku masih sakit hati dengan ucapan Mas Barra— namun, aku tidak tega membiarkannya duduk memelas di depan teras rumah. Akhirnya, aku menemuinya dan memintanya masuk. Wajahnya terlihat pucat dan saat aku menyentuh keningnya suhu tubuhnya sangat tinggi. Mungkin karena semalaman dia berada di luar rumah. Hanya memakai kaos dan celana pendek. Padahal di dalam mobilnya selalu ada selimut tapi dia tak mau memakainya. Alhasil— aku mengurus Mas Barra lebih dulu sebelum bersiap ke Bandara. Suamiku sama sekali tidak. Dia hanya memandangku dengan intens dan memeluk lenganku seperti anak kecil yang takut ditinggal pergi Ibunya. “Minum obat dulu, Mas. Setelah itu istirahat. Hari ini gak usah ke kantor.”“Kamu mau pergi kemana, Sayang?”“Malang— aku akan membawa Zain berlibur selama satu minggu.”Keputusanku pergi liburan saat mertua baru saja meninggal mungkin akan menjadi pro dan kontra. Tapi, aku tidak peduli. Lebih baik dibicarakan oleh kerabat dekat ketimbang aku dan suami terlibat

  • Disayang Bayi Tampan, Dipinang Pamannya yang Arogan   Bab 48

    Pagi ini aku terbangun karena mendengar suara teriakan Mas Barra. Ternyata dia masih berada di sini. Ku pikir sudah pulang karena tak ada yang membukakan pintu gerbang untuknya.Semalam, aku tidur telat karena harus menyiapkan keperluanku dan Zain. Nanti siang kami akan ikut ke Malang. Rencananya kami akan berada di sana selama satu minggu. Kata Kak Ravi bisa juga lebih jika pekerjaan belum selesai.Kali ini aku benar-benar marah dengan Mas Barra. Rasa kecewa yang hinggap dihatiku tak kunjung mereda meskipun aku sudah berusaha berpikir positif. Menanamkan pada otak dan hatiku jika perubahan sikap suamiku karena jiwanya sedang terguncang.Rencana pernikahan pertamaku batal dan membawaku pada takdir yang tak pernah ku sangka. Takdir yang mempertemukanku dengan keluarga Mas Barra dan si kecil Zain.Kini kami telah menjelaskan pasangan suami istri. Seharusnya saling menguatkan saat sedang mengalami musibah. Namun, kenyataannya hubungan kami justru merenggang.Entah karena Mas Barra yang s

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status