Chapter: Bab 46Suasana rumah duka mulai sepi kala jenazah Mama Sarah diberangkatkan ke Masjid— sebelum dibawa ke tempat pemakaman umum. Para tamu yang melayat berpamitan padaku dan juga Mama. Mereka menanyakan keberadaan Zain.Aku menjelaskan jika Zain sedang demam. Setiap mendengar suara gaduh dia akan menangis histeris. Untuk itu dia tetap di kamar bersama dengan baby sitternya. Banyak yang mengucapkan terima kasih padaku. Aku sempat kaget— karena kami tidak saling mengenal. Ternyata mereka teman-teman Mama Sarah. Dan, mertuaku sering menceritakan bantuan yang diberikan oleh keluargaku untuk keluarga Juhar.“Rum— Zain bangun. Kamu buruan ke atas,” panggil Gista.“Dia nangis?” Tanyaku.Gista mengangguk. “Biar aku yang temani Mama Chan,” ungkapnya.Aku bergegas menuju ke arah kamar tamu. Disana Zain berada— tidurnya cukup lama setelah makan dan minum obat. Aku berharap panasnya cepat menghilang agar bisa aktif bermain seperti sedia kala. Ngomong-ngomong soal Mas Barra— dia tidak menangis lagi. Na
Last Updated: 2025-03-21
Chapter: Bab 45Aku tidak pernah menyangka jika akan melangsungkan akad nikah di dalam ruang ICU. Ini bukan kemauanku namun aku juga tidak mampu menolaknya. Mas Barra telah menyiapkan semuanya dalam waktu yang sangat singkat. Seolah jika tak menikah hari ini Mama Sarah tidak akan pernah bangun lagi.Entah ini firasat atau memang sebuah keajaiban?Mama Sarah tiba-tiba membuka mata. Pandangannya kosong— seperti tak mengenal orang-orang yang ada di sekitarnya. Beliau sempat menangis kala mendengar suara Zain, cucu kesayangannya. Meski akad nikah berlangsung singkat, suasana tetap terasa sakral, dan semua orang pun terlihat bahagia atas pernikahanku dengan Mas Barra. “Selamat ya, Sayang— semoga ini awal dari kebahagian mu,” ujar Mama sembari memelukku dengan erat.“Terima kasih, Ma. Maafkan Rumi jika selama ini ada salah-salah ya, Ma,” Jawabku, tiba-tiba aku ingin menangis kala melihat wajah malaikat tak bersayapku.“Sama-sama, Sayang. Mama juga banyak salah. Tiap hari menanyakan kapan kamu akan menik
Last Updated: 2025-03-20
Chapter: Bab 44Aku dan Barra tengah menjalani pingitan. Acara itu telah berlangsung 10 hari tinggal empat hari lagi kami akan melangsungkan akad nikah sekaligus resepsi. Aktivitas kami sangatlah berbeda. Aku menghabiskan waktu dengan melakukan berbagai macam perawatan badan dan wajah. Sementara Barra masih sibuk dengan segunung pekerjaan. Seperti siang ini, Aku baru saja selesai memotong rambut. Tak banyak, hanya merapikan bagian ujung yang bercabang. Setelahnya, Aku akan bersantai sambil bermain dengan Zain. Karena sahabatku masih berada di luar kota.“Rum— sudah dapat kabar?” Kak Ravi berdiri di depan pintu, hanya setengah badannya yang terlihat, sepertinya tak berniat masuk kamarku.“Kabar dari siapa, Kak?” tanyaku balik. “Soal Kanaya— dia menghembuskan nafas terakhir pukul 8 pagi,” jawab Kak Ravi. “Innalillahi Wainnailaihi Rojiun.” Aku melihat jam yang tertempel pada dinding. Sudah pukul tiga sore. Kemungkinan jenazah Kanaya sudah dikebumikan. Kenapa tidak ada yang memberitahuku?Ah— Barr
Last Updated: 2024-11-24
Chapter: Bab 43Sehari setelah melakukan foto prewedding, aku mendapatkan kabar yang kurang baik, yaitu kabar meninggalnya janin yang ada di dalam kandungan Kanaya. Sementara Kanaya masih berada di ruang ICU akibat pendarahan yang dialaminya. Dari cerita Kak Ravi, tak ada satupun keluarga Kanaya yang datang menjenguk. Padahal pihak rumah sakit telah menghubungi beberapa kali untuk meminta persetujuan tindakan. Barra seolah tak peduli dengan nasib malang yang dialami mantan tunangannya, malah berkata jika kematian janin Kanaya adalah karma atas perbuatan jahatnya. Meski wanita itu sering menggangguku dengan mengirim berbagai macam teror tapi aku sama sekali tidak menyimpan dendam. Aku turut prihatin atas musibah yang sedang dialami oleh Kanaya. Bahkan aku sempat meminta Kak Ravi agar membantu membayar biaya rumah sakit wanita itu meski ditolak mentah-mentah oleh kakakku. "Mikir apa sih?" Kak Ravi menarik hidungku saat aku melamun. "Pikirkan saja persiapan pernikahan mu. Jangan memikirkan hal yang
Last Updated: 2024-11-06
Chapter: Bab 42Menurut Mama waktu dua bulan terlalu sebentar untuk mempersiapkan pernikahan. Beliau sendiri yang harus mengurus segala persiapannya. Itu dikarenakan Mama Sarah tiba-tiba drop dan harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Foto prewedding bertema indoor. Bandung adalah tempat yang aku pilih. Selain sejuk pemandangannya sangat indah. Sekalian bisa ajak Zain jalan-jalan. Aku dan si ganteng telah sampai di Bandung lebih dulu. Sementara Barra akan menyusul setelah rapat. Tepatnya sore nanti dia baru berangkat ke kota kembang. “Cantik banget semua dress rancanganmu,” ujarku ketika Gista datang membawa empat model dress yang akan aku kenakan besok. “Ya gimana nggak bagus, bikinnya saja sepenuh hati, sudah aku anggap anak sendiri para kain-kain ku,” jawabnya asal. “Oh, iya, Gis— kata Kak Ravi kemarin kamu ketemuan sama klien yang bawel itu. Mau apa lagi mereka menghubungimu?” Gista mendesah kesal, lalu mengerucutkan bibirnya sembari beranjak dari tempatnya berada, berjalan mend
Last Updated: 2024-10-28
Chapter: Bab 41Aku mendapatkan kabar dari Mama jika Zain tiba-tiba demam. Saat ini aku masih berada di rumah sakit, baru selesai praktek, rencananya sebelum pulang ingin makan malam sebentar dengan Gista.Namun, Gista menyuruhku cepat pulang ke rumah. Dia juga meminta maaf tidak bisa menjenguk Zain karena sudah ada janji dengan kedua orang tuanya.Sesampainya di rumah, aku kebingungan mencari keberadaan Mama dan Zain. Semua kamar telah aku periksa namun hasilnya tetap nihil."Eh, Non Rumi. Cari Ibu dan Den Zain?""Iya, Bik. Kata Mama tiba-tiba Zain demam. Aku pulang cepat karena khawatir eh sampai rumah gak ada orang.""Bibik dapat pesan dari Ibu. Katanya Non Rumi di suruh nyusul ke alamat ini—"Bibik memberikan selembar kertas yang bertuliskan alamat sebuah restoran. Keningku mengernyit, bingung untuk apa aku harus menyusul ke sana, padahal Zain tengah sakit.Saat aku tak kunjung bicara, Bibik berkata lagi, "Ibu telah menyiapkan pakai
Last Updated: 2024-10-23