“Sa-salah informasi?” Mark tersenyum miring melihat Dini gugup. Tentu saja, Mark tahu jika Dini lah yang dulu akan menikah dengannya, walaupun mereka belum pernah bertemu secara langsung. Sebelumnya, Nyonya Maria telah memberi tahu terlebih dahulu mengenai Dini. “Kenyataannya aku tidak buta dan lumpuh," terang Mark. "Ada apa dengan wajahmu? Kenapa tegang begitu? Aku membuatmu takut?” tanyanya. Dini sama sekali tak menyangka, pria berusia empat puluh tahun yang akan menikah dengannya dulu, ternyata seorang pria tampan nan rupawan. Tak hanya itu, dilihat dari mobil dan pakaian Mark, pasti Mark sangat kaya. “Mbak Dini kenapa?” tanya Lusi lirih. Pandangan Dini beralih pada Lusi. Dini memandang Lusi intens, gaun yang dikenakan oleh Lusi sangat indah dan terlihat mahal. Perhiasan yang menempel pada tubuh Lusi juga terlihat memukau. “Sedang menyesali sesuatu ya?” ujar Mark menyeringai. “Apa maksud anda? Aku tidak menyesali apa pun kok. Aku hanya terkejut saja. Aku pikir anda mengalami
Mark sengaja berpura-pura sedih demi mengerjai Dini. “Apa?” pekik Dini terkejut. “Kenapa kamu melakukan itu? Lusi bukan wanita baik,” terangnya kemudian. Mark tersenyum tipis. “Yeah... Mau bagaimana lagi? Aku sangat menyukai Lusi. Cinta itu buta ‘kan?” Mark berdiri lalu berlalu meninggalkan Dini yang mematung. *** “Sini, Ibu. Aku saja yang membawa semua belanjaan, Ibu,” pinta Lusi. Dengan kasar Ibu Tutik menyerahkan semua barang belanjaannya kepada Lusi. “Kok kamu gak bilang kalau sebenarnya suamimu tidak mengalami kebutaan atau kelumpuhan? Kamu mau main rahasia sama ibumu sendiri?” pekik Ibu Tutik mendesak Lusi untuk membalas ucapannya. “Aku tidak main rahasia sama, Ibu. Tuan Mark memang pernah sakit. Tapi sekarang sudah sembuh,” jelas Lusi. “Sakit apa?” tanya Ibu Tutik seakan tidak memercayai anaknya. “Sakit gak bisa melihat dan gak bisa berjalan. Aku bersyukur, sekarang Tuan Mark sudah sembuh, dan bisa menjalani aktivitas layaknya manusia normal.” “Kamu pikir aku percaya
“Aku meminta Alex mengurus beberapa pekerjaan, Sayangku,” jawab Mark. “Oh... Pantesan kok gak kelihatan lagi.” “Kenapa? Kamu merindukan Alex?” tanya Mark dengan nada cemburu. “Engga kok! Hanya bertanya saja,” kata Lusi. “Aku cemburu kalau kamu merindukan pria lain. Hanya aku pria yang boleh kamu pikirkan. Tidak ada pria lain,” tandas Mark. Mark meletakkan kepalanya di atas paha Lusi. Bila dilihat dari bawah, Lusi terlihat sangat menggemaskan. Mark mengulurkan sebelah tangannya untuk mengelus pipi gembul Lusi. “Belum mandi ‘kan? Ayo mandi, Sayang,” ajak Lusi baru ingat jika mereka berdua belum mandi, padahal hari sudah mulai menggelap. Seketika tubuh Mark meremang ngeri. Dia masih takut mandi di kamar mandi rumah ini. “Kepalaku pusing banget, Sayangku. Sepertinya gak usah mandi. Besok pagi saja mandinya sebelum pulang.” Mark mengeluarkan alasan, Berharap alasan itu bisa menyelamatkan hidupnya. “Ya sudah, kamu besok pagi saja mandinya. Aku mandi dulu ya, Sayang. Gak enak kalau g
“Tadi kakakmu terjatuh, kakinya terluka, mangkanya aku gendong dia. Sayangku, kamu jangan salah paham dulu. Aku dan kakakmu tidak melakukan apa pun di dalam kamar.” Mark memperjelas, berharap Lusi tidak marah. “Tapi kok lama banget di dalam kamar?” tanya Lusi polos. Mark terdiam, matanya melirik ke arah samping, bermaksud meminta bantuan Alex. Namun sial, Alex sudah tidak ada di sana. Lelaki itu pergi begitu mendengar suara merajuk dari Lusi. “Sayang gak jawab? Ya sudah, aku gak mau tidur sama kamu lagi,” ancam Lusi. Mark menahan tubuh Lusi yang bergerak ingin turun dari pangkuannya. “Sayangku, maafkan aku. Aku janji gak bakal mengulangi kebodohanku lagi,” mohon Mark memeluk Lusi erat. Sembari tersenyum, Lusi menganggukkan kepala, tanda telah memaafkan Mark. “Aku percaya sama kamu, Sayang. Tadi aku pengin ikut masuk ke kamar Mbak Dini. Terus gak jadi ah, aku nungguin kamu di dalam kamar kita saja. Ta
“Tumben bagi-bagi hadiah? Dalam rangka apa nih?” tanya Reina pada Mark yang memberinya banyak hadiah. “Jangan-jangan kamu naksir sama aku? Iuh! Aku gak mau sama pria yang sudah memiliki istri.” Mark menghembuskan napas lelah. “Jadi kamu gak mau menerima semua hadiah ini? Ya sudah, kembalikan saja kepadaku,” ucap Mark cuek. Reina langsung memeluk semua barang di atas meja kerjanya, seakan tak memperbolehkan orang lain untuk mengambil hadiah tersebut. “Apaan sih! Barang yang sudah diberikan tidak boleh diambil kembali!” gerutu Reina. Mark menatap datar tingkah Reina. “Jujur saja, aku juga sedikit tertarik denganmu. Tapi kamu ‘kan sudah punya istri. Jadi, dengan amat sangat terpaksa, aku tidak bisa menerima cintamu. Kecuali jika kamu menceraikan istrimu. Tapi tunggu dulu, kalau kamu melakukan itu demi aku, berarti aku bakal dicap sebagai perusak rumah tangga orang... Aduh! Gak mau!” “Kamu ngomong apa? Aku memberimu hadiah karena aku sedang berbahagia atas kehamilan istriku,” terang
“Siapa juga yang berbuat kegaduhan? Aku tidak melakukan apa pun. Mbak Madona tuh yang menghina aku di depan umum,” tandas Reina mengadu kepada Aldo.“Kamu pikir aku gak tahu? Dari tadi aku mendengarmu mencaci maki kekasihku. Kamu juga sengaja mempermalukan kekasihku di hadapan banyak orang. Jika kamu tidak meminta maaf kepada Madona, aku gak bakal biarin kamu hidup tenang,” ancam Aldo.Nyali Reina seketika menciut mendengar ancaman dari Aldo, pria yang selama ini selalu bisa mencuri perhatian Reina. Reina menyukai Aldo semenjak Nyonya Maria menjanjikan pernikahan antara Reina dan Aldo. Namun, Reina selama ini bungkam mengenai perasaannya.Reina kesal melihat Madona tersenyum penuh kemenangan, seakan tengah mengejek Reina yang dimarahi Aldo.“Tuan Aldo kok mau sih sama wanita tua?” celetuk Reina.“Apa katamu? Coba ngomong sekali lagi,” desak Aldo geram.“Engga kok!” Reina tidak berani mengucapkan pertanyaan itu lagi. E
“Alex tidak sakit, Sayangku. Dia hanya sangat mengantuk saja,” jawab Mark menghampiri Lusi.Ketika Mark ingin menyentuh Lusi, dengan sigap Lusi menghindari sentuhan tersebut.“Aku sudah wudhu, Sayang. Nanti batal loh, jangan nyentuh aku. Aku mau ngaji dulu sambil nunggu kamu,” kata Lusi tersenyum lembut.Mark mengangguk mengerti lalu segera masuk ke dalam kamar mandi.***Makin hari tingkah Lusi makin terlihat seperti Mark. Suka memerintah dan sedikit marah kalau orang yang diperintah tidak sesuai dengan kemauannya.Lusi juga makin posesif, tidak mau ditinggal oleh Mark. Bahkan Lusi harus tahu setiap menit kegiatan Mark ketika sedang bekerja.Perubahan Lusi tak lain dan tak bukan, diakibatkan oleh bayi di kandungannya. Lusi sendiri tidak merasakan perubahan sifat pada dirinya. Yang Lusi rasakan hanya tubuhnya yang makin melebar dan berat.“Aku bawakan vitamin dari dokter. Kamu harus rutin meminum
Reina terkejut bukan main. Ternyata wanita yang dia olok merupakan istri dari Mark.Mark mengangkat tubuh Lusi agar bisa berdiri. Amarah Mark memuncak saat melihat jari Lusi mengeluarkan darah.“Reina, minta maaf sekarang pada istriku!” perintah Mark berusaha mati-matian menahan marah.Lusi hanya diam, menenggelamkan wajah sayunya di pelukan sang suami. Sekilas Lusi sempat melirik ke arah Reina.Lirikan itu diartikan lain oleh Reina. Reina merasa jika Lusi tengah mengolok dirinya. Dengan kesal, Reina memutuskan untuk tidak mau minta maaf kepada Lusi.“Ngapain aku minta maaf? Salah sendiri penampilan istrimu kucel begitu. Bukan salahku dong, kalau aku mengira istrimu orang miskin kesasar,” pungkas Reina.Dagu Reina meninggi, menandakan jika Reina adalah sosok dari keangkuhan.“Reina!” bentak Mark.Lusi mengelus dada bidang sang suami agar tidak meledak. Elusan itu sukses membuat Mark kembali bisa