Reina terkejut bukan main. Ternyata wanita yang dia olok merupakan istri dari Mark.
Mark mengangkat tubuh Lusi agar bisa berdiri. Amarah Mark memuncak saat melihat jari Lusi mengeluarkan darah.“Reina, minta maaf sekarang pada istriku!” perintah Mark berusaha mati-matian menahan marah.Lusi hanya diam, menenggelamkan wajah sayunya di pelukan sang suami. Sekilas Lusi sempat melirik ke arah Reina.Lirikan itu diartikan lain oleh Reina. Reina merasa jika Lusi tengah mengolok dirinya. Dengan kesal, Reina memutuskan untuk tidak mau minta maaf kepada Lusi.“Ngapain aku minta maaf? Salah sendiri penampilan istrimu kucel begitu. Bukan salahku dong, kalau aku mengira istrimu orang miskin kesasar,” pungkas Reina.Dagu Reina meninggi, menandakan jika Reina adalah sosok dari keangkuhan.“Reina!” bentak Mark.Lusi mengelus dada bidang sang suami agar tidak meledak. Elusan itu sukses membuat Mark kembali bisa“Nyonya Maria tenang dulu. Aku juga tidak mau, Nyonya Maria masuk penjara. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya,” ucap Madona mengelus punggung Nyonya Maria.“Kamu sudah menemukan jalan keluarnya?” tanya Nyonya Maria tidak bisa tenang.Dengan senyuman lembut, Madona menjawab, “Justru karena aku telah menemukan jalan, Nyonya Maria tidak perlu khawatir.”“Benarkah?”Madona mengangguk pasti sebagai jawaban.“Anda tidak perlu khawatir. Ingat kata-kataku. Nyonya Maria, anda tidak pernah melakukan pencucian uang. Yang melakukan hal tersebut adalah CEO Plus Industri. Anda mengerti?”Madona menatap lurus mata Nyonya Maria.“Jadi begitu?” kekhawatiran Nyonya Maria menghilang. Wajah pucat Nyonya Maria kini dihiasi dengan senyuman licik.***Reina sangat kebingungan melihat banyak orang berpenampilan serba hitam datang, dan langsung menggeledah ruangannya tanpa meminta izin terlebih
Seiring berjalannya waktu, Dini seperti sudah tidak lagi iri terhadap kehidupan Lusi. Wanita itu lebih memfokuskan diri pada tujuan hidupnya yang ingin menjadi seorang dokter. Toh, Mark sudah memberi Dini jalan, kurang apalagi?Ibu Tutik menatap foto mendiang suaminya dengan senyuman tipis. Sungguh pilu mengingat hari di mana sang suami tercinta meninggalkan mereka.“Kamu tega banget, Mas. Meninggalkanku seperti itu,” ucap Ibu Tutik mengelus foto sang suami, lalu memeluk erat foto tersebut. Pandangan Ibu Tutik beralih pada alat sholat yang baru saja diberikan oleh Lusi. Kakinya melangkah gontai mendekati mukena. Dengan perasaan campur aduk, Ibu Tutik meluapkan segala keluh kesahnya kepada Sang Pencipta.***Setelah memeriksa kandungan, Lusi memutuskan untuk menengok kakaknya yang sedang membantu dokter di salah satu klinik.Lusi sama sekali tidak takut ataupun merasa kecewa jika nanti Dini menolak dirinya
Mark hanya bisa menggelengkan kepala setelah mengetahui tingkah Madona. Dari dulu tidak pernah berubah, suka sekali menentukan masa depan seseorang.“Memasukkan seorang wanita ke dalam penjara? Seperti bukan dirimu, Madona,” ledek Mark.“Aku tidak peduli. Siapa pun yang pernah melukai hatiku, tidak akan pernah kumaafkan,” tegas Madona memainkan rambutnya sendiri.“Kamu harus belajar dari Lusi, bagaimana cara memaafkan orang lain,” sahut Mark.Madona membenarkan posisi tubuhnya, lalu menatap tajam ke arah Mark.“Kamu juga harus belajar memaafkan Maria yang sudah menghancurkan rumah tangga kedua orang tuamu. Kamu juga harus belajar memaafkan Maria yang membuatmu buta dan lumpuh,” cecar Madona.Mark tertawa kecil mendengar perkataan Madona.“Kamu saja yang setiap hari bersama Lusi, tidak pernah belajar bagaimana cara memaafkan orang lain. Terus, sekarang kamu menyuruhku untuk belajar dari Lusi? Jangan bicara o
Felix menghampiri seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahun. Wanita tua itu tengah asyik menikmati waktu luang di ruangan kerja. “Ada apa, Felix? Tumben kamu datang menemuiku?” tanya Nyonya Bona tanpa melihat Felix. Nyonya Bona merupakan wanita yang melahirkan Mark. Ibu kandung Mark, hasil dari pernikahan Nyonya Bona dengan Tuan Baro, pewaris tunggal Geo Grup. “Anak pertama Mark sebentar lagi akan lahir di dunia ini,” ucap Felix duduk di salah satu sofa. Nyonya Bona berpindah duduk di hadapan Felix. Ditatapnya wajah rupawan Felix dengan saksama. “Makin tua, wajahmu makin mirip ayahmu. Aku jadi merindukan ayahmu,” tutur Nyonya Bona. “Tidak perlu merindukan seseorang yang sudah tertanam di dalam tanah,” balas Felix. “Omonganmu kasar sekali. Apakah kamu akan menjawab seperti itu, ketika orang lain merindukan ibumu yang sudah meninggal?” sindir Nyonya Bona. Felix tersenyum tipis lalu berkata, “Maafkan aku. Barusan aku hanya asal memberi jawaban. Lagipula, ibuku belum meni
“Dua hari lagi anak kita lahir, Sayang. Ibu dan kakakku gak ke sini ya?”Lusi selalu menanyakan hal tersebut. Dia sangat ingin ditemani oleh ibunya ketika melahirkan nanti.“Kakakmu sangat sibuk kuliah, sedangkan ibumu sudah kembali ke desa untuk melihat rumah yang direnovasi. Kamu tenang saja, mereka akan menjengekmu ketika mereka sudah tidak sibuk,” jelas Mark menenangkan sang istri.“Ibu sudah pulang kampung? Kok gak pamit?” tanya Lusi bermuka murung.“Pamit kok, kemarin ‘kan ibumu melakukan panggilan video sama kamu,” kata Mark mengelus kening Lusi.“Loh? Tadi malam itu ibuku berpamitan? Yah... Kalau aku tahu, pasti aku gak buru-buru tidur,” sesal Lusi.“Kamu tenang saja, Sayangku. Setelah anak kita lahir, ibumu akan datang untuk melihat cucunya.”Lusi mengangguk mengerti meski hatinya masih sedikit sedih.“Jangan dipikirkan, Sayangku. Yang terpenting sekarang kamu harus mempersiapkan diri. Anak kita akan segera lahir.”Lusi terdiam. Dia sangat merasa nyaman saat jemari besar Mark
“Kamu bertanya aku siapa? Apakah suamimu tidak pernah menyebut namaku?” sungut Nyonya Bona. “Tidak heran, suamimu saja tidak mengundangku waktu kalian menikah,” imbuh Nyonya Bona terlihat kesal.Lusi terdiam, tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ocehan Nyonya Bona. Pandangan Lusi beralih pada anaknya yang terlelap nyaman dalam gendongan Nyonya Bona.“Ibu, jangan berbicara terlalu keras, apalagi sampai mengotot begitu. Nanti, Ibu lelah,” kata Mark.“I-ibu? Maaf, anda ibu dari suamiku?” tanya Lusi bingung.“Iya, aku adalah ibu kandung dari suamimu,” jawab Nyonya Bona.Jantung Lusi berdegup kencang, dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu sang ibu mertua di saat seperti ini. Sejujurnya, Lusi tidak siap.“Ngapain kamu bengong? Wanita yang baru saja melahirkan, tidak boleh bengong,” tegur Nyonya Bona.Lusi tersadar dari lamunan. Senyuman terpatri di wajahnya yang elok. Sebelah tangan Lusi
“Aku gak tahu, memangnya berapa?” tanya Lusi polos.Mark tersenyum tipis sembari mengelus pipi gembul Lusi. Perasaan Mark luar biasa senang. Jiwanya seperti kembali hidup.“Rumah tangga kita lengkap, Sayangku. Kamu berhasil memberiku keturunan, seorang pewaris keluarga George. Wanita sepertimu, sangat spesial.”Mark tak bisa berhenti memuji Lusi. Rasa kagum Mark terhadap Lusi makin bertambah di setiap detik. Seakan Mark tersihir oleh pesona Lusi.“Ibu Bona sudah kembali ke Inggris?” tanya Lusi teringat dengan ibu mertuanya.“Mungkin ibuku belum kembali ke Inggris. Ada seseorang yang tak membiarkan ibuku kembali,” tutur Mark.“Seseorang siapa?” tanya Lusi.Mark tersenyum lembut lalu menggelengkan kepala.“Aku hanya asal berbicara, Sayangku.”Lusi mendorong pelan pundak lebar Mark.“Ah iya, aku baru ingat. Mina memberimu banyak hadiah. Dia tidak bisa menjengukmu karena aku mem
Ibu Tutik terkejut mendengar ucapan Mark. Sekujur tubuhnya tiba-tiba menjadi sangat kaku. Ibu Tutik terdiam, tak tahu harus menjawab apa.“Tidak perlu menutupi apa pun dariku. Bagaimana pun juga, aku adalah menantumu,” ucap Mark santai.“Mak-maksudnya? Aku gak ngerti kamu ngomong apa?” tanya Ibu Tutik bingung. Ibu Tutik masih berpikir positif, mungkin saja Mark hanya asal bicara mengenai bunuh diri.“Aku sudah tahu, penyebab kematian ayah Lusi. Bukan karena serangan jantung, melainkan karena bunuh diri.”Kedua mata Ibu Tutik melotot seperti ingin mengeluarkan isinya. Sebelah tangan Ibu Tutik dipergunakan untuk menutup mulutnya yang terbuka lebar.“Ka-kamu tahu dari mana?” tanya Ibu Tutik tidak bisa menutupi keterkejutannya. “Ada seseorang yang memberi tahumu? Siapa?”“Aku banyak mengetahui hal yang seharusnya tidak perlu aku tahu. Sudah kukatakan, anda tidak usah menutupi sebuah rahasia dariku.”Ibu Tutik m
Mark berjalan memasuki ruang keluarga. Dia membawa beberapa berkas di tangannya. Kedatangan Mark membuat Ibu Tutik dan Dini sedikit tegang. “Maaf menunggu,” ucap Mark duduk di sofa tunggal. “Aku tidak suka basa-basi, jadi langsung saja. Maksudku mengundang kalian berdua adalah, aku ingin memberi tahu kalian bahwa, semua aset tidak bergerak milik Lusi, telah berganti nama menjadi milik kalian berdua. Aku membaginya seadil mungkin.” “Maksudnya? Aset apa?” tanya Dini tidak mengerti. “Aku membeli banyak tanah, dan bangunan atas nama Lusi. Sekarang, seluruh tanah dan bangunan tersebut telah berganti nama menjadi milik kalian berdua,” jelas Mark. Dini dan Ibu Tutik sangat terkejut. Mereka berdua sampai tidak bisa berkata-kata lagi. “Kenapa? Itu ‘kan milik Lusi, Kenapa diberikan kepada kami?” tanya Ibu Tutik menundukkan kepala. “Anda berhak memilikinya, Ibu. Berkat kebaikan hati, Ibu yang mengizinkan Lusi ikut bersamaku di Inggris,” jawab Mark bersuara lembut. “Maksudku, kami tidak per
Mark tersenyum puas karena telah berhasil membalas perbuatan Nyonya Maria dan Aldo terhadapnya. Sebenarnya, hal seperti ini tidak disenangi oleh Mark. Apalagi sampai harus mengorbankan banyak waktu dan uang. Benar-benar bukan tipe Mark. “Kasihan Nyonya Maria dan Tuan Aldo, mereka harus tidur di penjara. Tetapi, aku gak menyangka, Nyonya Maria yang menghilangkan nyawa Ningsih. Mengapa harus begitu sih jadi orang?” Lusi menggelengkan kepala mengingat perbuatan Nyonya Maria. “Pada akhirnya, semua akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang mereka perbuat,” balas Alex. “Tumben, Mister Alex pintar?” kata Lusi polos. “Aku memang pintar, hanya berpura-pura bodoh saja,” sahut Alex tidak mau ambil pusing. “Sayangku, kamu sudah siap tinggal di Inggris?” tanya Mark menarik perhatian Lusi. “Kita bakal pergi ke Inggris?” Bukannya menjawab, Lusi malah balik bertanya. “Aku ‘kan lagi hamil, emangnya boleh naik pesawat?” tanya Lusi. Lusi menyentuh perutnya yang telah membuncit. Sudah sembilan b
Nyonya Maria menjalani kehidupannya di dalam penjara dengan penuh kehampaan. Dia sangat sedih melihat tangannya tidak dihiasi perhiasan. Nyonya Maria juga mengeluh dengan kondisi kulitnya yang kusam, dan tidak bersih. Keadaan sel yang begitu jorok juga membuat Nyonya Maria sering mengalami demam. “Ada yang ingin bertemu denganmu, keluarlah,” pinta Petugas Polisi meminta Nyonya Maria keluar dari dalam sel. “Bertemu denganku? Siapa?” tanya Nyonya Maria heran. “Nanti kamu juga tahu.” Begitu sampai di ruang temu. Nyonya Maria ingin kembali ke dalam sel. Namun petugas polisi malah menyuruhnya untuk duduk di kursi. “Tatap aku, Madam,” kata Mark tidak senang melihat Nyonya Maria menundukkan wajah. “Kamu mau mengejekku? Aku gak ada waktu buat dengerin ocehanmu,” cetus Nyonya Maria memberanikan diri menatap mata tajam Mark. “Aku tidak suka mengejek orang yang tidak berdaya,” balas Mark menyeringai. “Aku hanya ingin menanyakan perihal keadaanmu saja. Apakah kamu baik-baik saja? Sepertinya
“Dengan kamu yang mengatakan terima kasih, apakah tugasku sudah selesai?” canda Miky.“Sayang sekali, tugasmu belum selesai. Aku masih membutuhkan bantuanmu,” jawab Mark.“Aku senang mendengarnya,” balas Miky.Mark tersenyum tipis kemudian melihat jam berwarna perak di tangan sebelah kanan. Rupanya jam telah menunjukkan pukul sebelas malam, sudah terlalu larut untuk Mark yang biasanya tidur di jam delapan atau sembilan malam.“Miky, pergilah tidur. Jangan terlalu sering bergadang. Sayangi juga tubuh mudamu, sebelum kamu menyesal sepertiku.” Mark memberi sedikit wejangan kepada Miky.“Apa yang kamu sesali di waktu muda? Boleh aku mengetahuinya?” Karena kalimat Mark, Miky jadi penasaran.“Aku menyesal karena terlalu sering bekerja, tanpa memedulikan kesehatanku. Sekarang aku sudah tua, jadi sedikit merasakan akibat dari kurangnya aku mengatur pola tidur,” jelas Mark menepuk pelan pundak Miky. “Aku pergi tidur dulu. Besok akan ada pertunjukkan yang menakjubkan. Memikirkannya saja, membuat
Mark tidak mungkin membiarkan Aldo hidup tenang di dalam penjara. Mark sengaja menyewa seseorang untuk mengerjai Aldo selama berada di dalam penjara. Keputusan Mark terbukti ampuh, Aldo tak berhenti berbuat kericuhan di dalam sel. Hal tersebut akan membuat Aldo kesulitan untuk mendapat keringanan hukuman. “Dia duluan yang menyenggolku! Dia menghinaku!” teriak Aldo keras. Kalimatnya ditujukan kepada seorang pria suruhan Mark. Para petugas sudah tidak memercayai Aldo lagi, karena Aldo telah terbukti mengalami depresi. Mereka menganggap jika sikap tidak menentu Aldo akibat dari penyakit Aldo. “Lepaskan aku! Kalian harusnya menangkap pria jelek itu!” Aldo berusa melepaskan diri dari genggaman para polisi. Polisi menyeret Aldo menuju sel tunggal. Mereka benar-benar memperlakukan Aldo dengan tidak baik. Sedangkan Aldo hanya bisa mencerocos tidak jelas ketika pintu sel tertutup rapat. *** “Aldo, pasti sangat menderita sekarang,” kata Mark berjalan mendekati Nyonya Maria. Melihat kehad
“Lusi menyewa tim audit untuk memeriksa keuangan perusahaan Asia Victory Grup? Yang benar saja, memangnya siapa Lusi?” tanya Nyonya Maria seperti tidak percaya dengan ucapan Bobi. “Apakah anda tidak tahu? Nona Lusi adalah pemegang sembilan puluh persen saham Liba Company,” kata Bobi. Nyonya Maria dan Aldo sangat terkejut mendengar pernyataan Bobi. “Bukankah, pemilik saham dari Liba Company adalah Mark Junior George?” tanya Aldo nyalang. “Tuan Mark tidak memiliki sepersen pun saham Liba Company. Tuan Smith, selaku pemilik Liba Company, telah menyerahkan seluruh hak perusahaan Liba kepada Nona Lusi. Tuan Mark adalah orang yang menjalankan Liba Company. Astaga, ternyata kalian baru mengetahui fakta ini. Aku pikir, kalian sudah mengetahuinya sebelum aku tahu.” Bobi sedikit meledek Nyonya Maria dan Aldo. Mengetahui kenyataan itu, Nyonya Maria terlihat memendam rasa kesal. Bagaimana bisa dia selama ini begitu santai. Nyonya Maria merasa sangat bodoh. Mark pasti memanfaatkan kewarganegar
Aldo merasakan sakit luar biasa atas sikap Madona yang merendahkannya. Aldo pikir, selama ini Madona tulus berkencan dengan dirinya. Namun, ternyata Madona sama saja seperti kebanyakan wanita.“Kamu wanita murahan yang hanya mengincar harta seorang pria,” desis Aldo menatap Madona penuh kebencian.Bukannya marah telah mendapat hinaan dari Aldo, Madona malah tertawa cukup keras hingga membuat matanya sedikit berair.“Aku bukan wanita murahan. Kamu harus mengeluarkan setidaknya sepuluh juta dolar untuk meniduriku. Bagaimana bisa kamu menyebutku sebagai wanita murahan? Soal mengincar harta dari pria yang kukencani, Kamu pikir aku tipe orang seperti itu? Sedangkan dari kecil aku sudah diperlakukan layaknya seorang putri raja oleh ayahku. Ketika aku lahir, hal pertama yang aku lihat adalah berlian. Tidak sepertimu, aku tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan uang. Bahkan aku tidak pernah mencari uang. Uanglah yang datang kepadaku.”Telinga
Pernyataan Madona terbukti ampuh membuat Mark ketar-ketir. Mark pun meninggalkan ruang rawat Madona, hanya untuk menjemput Lusi. Melihat Mark tergesa-gesa pergi, Madona tersenyum tipis. Mark pasti telah termakan oleh ocehan tidak mendasar dari Madona.“Takut banget kalau Lusi diambil orang,” gumam Madona menggelengkan kepala. Sementara itu, Mark berjalan cepat menuju lift. Saat lift terbuka, Lusi dan Alex muncul.“Sayang? Kamu mau ke mana?” tanya Lusi terkejut melihat Mark.Bukannya menjawab, Mark malah menarik Lusi ke dalam dekapannya, seolah menjauhkan Lusi dari sisi Alex. Tanpa berbicara lebih, Mark menuntun Lusi menuju ke ruangan di mana Madona dirawat.Alex sempat merasa aneh dengan tatapan menusuk Mark yang tertuju padanya. Namun, Alex tak mau ambil pusing. Dia tetap berjalan di belakang sepasang kekasih itu.Begitu sampai di dalam ruang rawat Madona, Lusi berteriak histeris melihat Madona dalam kea
Mina menghembuskan napas lelah, mengetahui fakta bahwa Nanda tak kunjung memperbaiki diri. Bahkan tingkah Nanda makin menjadi-jadi, sangat pemalas, dan tidak mau bangkit.Sudah hampir satu bulan Mina keluar dari apartemen mereka. Nanda masih sama saja. Hal tersebut membuat Mina merasa jengah dan ingin mengakhiri pernikahan mereka.Entah mengapa, rasa cinta Mina pada Nanda seolah memudar seiring berjalannya waktu. Mina seakan tidak mengingat betapa dulu dia sangat memuja Nanda.Sikap dan tingkah Nanda mampu melunturkan segalanya. Terlebih, Nanda selalu melakukan tindak kekerasan terhadap Mina. Makin membuat Mina merasa bila di pernikahan mereka berdua tidak ada masa depan.Kini, yang menjadi tujuan utama Mina bukan lagi soal memperbaiki pernikahan, melainkan mencari cara agar bisa bercerai.Mina bisa saja melaporkan Nanda ke pihak berwajib atas tindakan kekerasan dalam rumah tangga. Namun, Mina tidak ingin Nanda di penjara. Jadi,