“Siapa juga yang berbuat kegaduhan? Aku tidak melakukan apa pun. Mbak Madona tuh yang menghina aku di depan umum,” tandas Reina mengadu kepada Aldo.
“Kamu pikir aku gak tahu? Dari tadi aku mendengarmu mencaci maki kekasihku. Kamu juga sengaja mempermalukan kekasihku di hadapan banyak orang. Jika kamu tidak meminta maaf kepada Madona, aku gak bakal biarin kamu hidup tenang,” ancam Aldo.Nyali Reina seketika menciut mendengar ancaman dari Aldo, pria yang selama ini selalu bisa mencuri perhatian Reina. Reina menyukai Aldo semenjak Nyonya Maria menjanjikan pernikahan antara Reina dan Aldo. Namun, Reina selama ini bungkam mengenai perasaannya.Reina kesal melihat Madona tersenyum penuh kemenangan, seakan tengah mengejek Reina yang dimarahi Aldo.“Tuan Aldo kok mau sih sama wanita tua?” celetuk Reina.“Apa katamu? Coba ngomong sekali lagi,” desak Aldo geram.“Engga kok!” Reina tidak berani mengucapkan pertanyaan itu lagi. E“Alex tidak sakit, Sayangku. Dia hanya sangat mengantuk saja,” jawab Mark menghampiri Lusi.Ketika Mark ingin menyentuh Lusi, dengan sigap Lusi menghindari sentuhan tersebut.“Aku sudah wudhu, Sayang. Nanti batal loh, jangan nyentuh aku. Aku mau ngaji dulu sambil nunggu kamu,” kata Lusi tersenyum lembut.Mark mengangguk mengerti lalu segera masuk ke dalam kamar mandi.***Makin hari tingkah Lusi makin terlihat seperti Mark. Suka memerintah dan sedikit marah kalau orang yang diperintah tidak sesuai dengan kemauannya.Lusi juga makin posesif, tidak mau ditinggal oleh Mark. Bahkan Lusi harus tahu setiap menit kegiatan Mark ketika sedang bekerja.Perubahan Lusi tak lain dan tak bukan, diakibatkan oleh bayi di kandungannya. Lusi sendiri tidak merasakan perubahan sifat pada dirinya. Yang Lusi rasakan hanya tubuhnya yang makin melebar dan berat.“Aku bawakan vitamin dari dokter. Kamu harus rutin meminum
Reina terkejut bukan main. Ternyata wanita yang dia olok merupakan istri dari Mark.Mark mengangkat tubuh Lusi agar bisa berdiri. Amarah Mark memuncak saat melihat jari Lusi mengeluarkan darah.“Reina, minta maaf sekarang pada istriku!” perintah Mark berusaha mati-matian menahan marah.Lusi hanya diam, menenggelamkan wajah sayunya di pelukan sang suami. Sekilas Lusi sempat melirik ke arah Reina.Lirikan itu diartikan lain oleh Reina. Reina merasa jika Lusi tengah mengolok dirinya. Dengan kesal, Reina memutuskan untuk tidak mau minta maaf kepada Lusi.“Ngapain aku minta maaf? Salah sendiri penampilan istrimu kucel begitu. Bukan salahku dong, kalau aku mengira istrimu orang miskin kesasar,” pungkas Reina.Dagu Reina meninggi, menandakan jika Reina adalah sosok dari keangkuhan.“Reina!” bentak Mark.Lusi mengelus dada bidang sang suami agar tidak meledak. Elusan itu sukses membuat Mark kembali bisa
“Nyonya Maria tenang dulu. Aku juga tidak mau, Nyonya Maria masuk penjara. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya,” ucap Madona mengelus punggung Nyonya Maria.“Kamu sudah menemukan jalan keluarnya?” tanya Nyonya Maria tidak bisa tenang.Dengan senyuman lembut, Madona menjawab, “Justru karena aku telah menemukan jalan, Nyonya Maria tidak perlu khawatir.”“Benarkah?”Madona mengangguk pasti sebagai jawaban.“Anda tidak perlu khawatir. Ingat kata-kataku. Nyonya Maria, anda tidak pernah melakukan pencucian uang. Yang melakukan hal tersebut adalah CEO Plus Industri. Anda mengerti?”Madona menatap lurus mata Nyonya Maria.“Jadi begitu?” kekhawatiran Nyonya Maria menghilang. Wajah pucat Nyonya Maria kini dihiasi dengan senyuman licik.***Reina sangat kebingungan melihat banyak orang berpenampilan serba hitam datang, dan langsung menggeledah ruangannya tanpa meminta izin terlebih
Seiring berjalannya waktu, Dini seperti sudah tidak lagi iri terhadap kehidupan Lusi. Wanita itu lebih memfokuskan diri pada tujuan hidupnya yang ingin menjadi seorang dokter. Toh, Mark sudah memberi Dini jalan, kurang apalagi?Ibu Tutik menatap foto mendiang suaminya dengan senyuman tipis. Sungguh pilu mengingat hari di mana sang suami tercinta meninggalkan mereka.“Kamu tega banget, Mas. Meninggalkanku seperti itu,” ucap Ibu Tutik mengelus foto sang suami, lalu memeluk erat foto tersebut. Pandangan Ibu Tutik beralih pada alat sholat yang baru saja diberikan oleh Lusi. Kakinya melangkah gontai mendekati mukena. Dengan perasaan campur aduk, Ibu Tutik meluapkan segala keluh kesahnya kepada Sang Pencipta.***Setelah memeriksa kandungan, Lusi memutuskan untuk menengok kakaknya yang sedang membantu dokter di salah satu klinik.Lusi sama sekali tidak takut ataupun merasa kecewa jika nanti Dini menolak dirinya
Mark hanya bisa menggelengkan kepala setelah mengetahui tingkah Madona. Dari dulu tidak pernah berubah, suka sekali menentukan masa depan seseorang.“Memasukkan seorang wanita ke dalam penjara? Seperti bukan dirimu, Madona,” ledek Mark.“Aku tidak peduli. Siapa pun yang pernah melukai hatiku, tidak akan pernah kumaafkan,” tegas Madona memainkan rambutnya sendiri.“Kamu harus belajar dari Lusi, bagaimana cara memaafkan orang lain,” sahut Mark.Madona membenarkan posisi tubuhnya, lalu menatap tajam ke arah Mark.“Kamu juga harus belajar memaafkan Maria yang sudah menghancurkan rumah tangga kedua orang tuamu. Kamu juga harus belajar memaafkan Maria yang membuatmu buta dan lumpuh,” cecar Madona.Mark tertawa kecil mendengar perkataan Madona.“Kamu saja yang setiap hari bersama Lusi, tidak pernah belajar bagaimana cara memaafkan orang lain. Terus, sekarang kamu menyuruhku untuk belajar dari Lusi? Jangan bicara o
Felix menghampiri seorang wanita tua berusia sekitar enam puluh tahun. Wanita tua itu tengah asyik menikmati waktu luang di ruangan kerja. “Ada apa, Felix? Tumben kamu datang menemuiku?” tanya Nyonya Bona tanpa melihat Felix. Nyonya Bona merupakan wanita yang melahirkan Mark. Ibu kandung Mark, hasil dari pernikahan Nyonya Bona dengan Tuan Baro, pewaris tunggal Geo Grup. “Anak pertama Mark sebentar lagi akan lahir di dunia ini,” ucap Felix duduk di salah satu sofa. Nyonya Bona berpindah duduk di hadapan Felix. Ditatapnya wajah rupawan Felix dengan saksama. “Makin tua, wajahmu makin mirip ayahmu. Aku jadi merindukan ayahmu,” tutur Nyonya Bona. “Tidak perlu merindukan seseorang yang sudah tertanam di dalam tanah,” balas Felix. “Omonganmu kasar sekali. Apakah kamu akan menjawab seperti itu, ketika orang lain merindukan ibumu yang sudah meninggal?” sindir Nyonya Bona. Felix tersenyum tipis lalu berkata, “Maafkan aku. Barusan aku hanya asal memberi jawaban. Lagipula, ibuku belum meni
“Dua hari lagi anak kita lahir, Sayang. Ibu dan kakakku gak ke sini ya?”Lusi selalu menanyakan hal tersebut. Dia sangat ingin ditemani oleh ibunya ketika melahirkan nanti.“Kakakmu sangat sibuk kuliah, sedangkan ibumu sudah kembali ke desa untuk melihat rumah yang direnovasi. Kamu tenang saja, mereka akan menjengekmu ketika mereka sudah tidak sibuk,” jelas Mark menenangkan sang istri.“Ibu sudah pulang kampung? Kok gak pamit?” tanya Lusi bermuka murung.“Pamit kok, kemarin ‘kan ibumu melakukan panggilan video sama kamu,” kata Mark mengelus kening Lusi.“Loh? Tadi malam itu ibuku berpamitan? Yah... Kalau aku tahu, pasti aku gak buru-buru tidur,” sesal Lusi.“Kamu tenang saja, Sayangku. Setelah anak kita lahir, ibumu akan datang untuk melihat cucunya.”Lusi mengangguk mengerti meski hatinya masih sedikit sedih.“Jangan dipikirkan, Sayangku. Yang terpenting sekarang kamu harus mempersiapkan diri. Anak kita akan segera lahir.”Lusi terdiam. Dia sangat merasa nyaman saat jemari besar Mark
“Kamu bertanya aku siapa? Apakah suamimu tidak pernah menyebut namaku?” sungut Nyonya Bona. “Tidak heran, suamimu saja tidak mengundangku waktu kalian menikah,” imbuh Nyonya Bona terlihat kesal.Lusi terdiam, tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ocehan Nyonya Bona. Pandangan Lusi beralih pada anaknya yang terlelap nyaman dalam gendongan Nyonya Bona.“Ibu, jangan berbicara terlalu keras, apalagi sampai mengotot begitu. Nanti, Ibu lelah,” kata Mark.“I-ibu? Maaf, anda ibu dari suamiku?” tanya Lusi bingung.“Iya, aku adalah ibu kandung dari suamimu,” jawab Nyonya Bona.Jantung Lusi berdegup kencang, dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu sang ibu mertua di saat seperti ini. Sejujurnya, Lusi tidak siap.“Ngapain kamu bengong? Wanita yang baru saja melahirkan, tidak boleh bengong,” tegur Nyonya Bona.Lusi tersadar dari lamunan. Senyuman terpatri di wajahnya yang elok. Sebelah tangan Lusi