Lusi menahan dada Mark menggunakan kedua tangannya. Namun Mark masih saja ingin menyerangnya. Matanya sudah dipenuhi kabut nafsu. Mark meraih kedua tangan Lusi lalu mengangkatnya di atas kepala Lusi. “Aku tidak boleh menyentuhmu? Hanya boleh ketika malam jum’at saja? Aku sangat merindukanmu, Sayangku,” ungkap Mark berusaha merayu Lusi agar mau berhubungan intim. Lusi menggelengkan kepala. “Aku juga mau kok. Tapi, sekarang aku sedang menstruasi,” jelas Lusi. Pipinya sudah merah padam akibat malu. Mark tertawa kecil, dia melepas genggamannya pada kedua tangan Lusi. Tangan Lusi yang bebas kini bermain di perut Mark. Jemari Lusi menyusuri garis otot perut Mark yang berbentuk kotak-kotak. “Sejak kapan kamu menstruasi, Sayangku? Tumben kamu gak ngomong aku?” tanya Mark. “Baru tadi sore. Aku lupa ngasih tahu kamu. Maaf ya, Tuan Mark.” Lusi mengelus pipi suaminya dengan lembut. “Pasti kamu lagi pengin banget. Telingamu sampai merah gini.” Lusi merasa bersalah tidak bisa melayani Mark. “
Hari ini Mark mengajak Lusi pergi ke kebun binatang sesuai dengan keinginan sang istri. Berhubung Alex penasaran ingin melihat suasana kebun binatang yang ada di Indonesia. Alhasil dirinya diajak ikut. Sekalian untuk menjaga Lusi. Mark secara khusus menghubungi pemilik kebun binatang, agar mengizinkan Lusi melihat bayi panda yang belum pernah di publish. Lusi memberanikan diri menyentuh panda itu. “Lucu banget pandanya. Gemas aku,” ungkap Lusi terkagum. “Takut ah, nanti pandanya sakit kalau keseringan disentuh manusia.” Lusi enggan untuk menyentuh panda itu lagi. Bahkan dia melarang Mark yang ingin menyentuh bayi panda itu. Setelah puas mengunjungi bayi panda. Rombongan Lusi berlanjut menyusuri kebun binatang. Melihat berbagai jenis hewan yang ada di sana. Sampai langkah mereka terhenti tepat di depan kandang singa. “Ketika melihat singa, aku jadi teringat dengan peliharaan Felix. Kira-kira mereka sudah sebesar apa sekarang?” Mark mengangguk, membenarkan kalimat Alex. Felix meman
Aldo mengacak rambutnya sendiri saat menyadari jika dirinya telah kalah telak. Uang di atas meja ditarik kembali oleh Felix. Bukan hanya itu, Felix juga mendapatkan Madona, kekasih hatinya. “Sudah kubilang, semua ini hanya permainan. Tidak perlu menanggapinya dengan serius,” ujar Felix tersenyum miring. “Ya sudah, bagaimanapun juga, aku menang. Sesuai dengan perjanjian kita sebelumnya. Malam ini, kekasihmu harus menghabiskan waktu denganku. Kalau kamu merasa keberatan, aku sama sekali tidak masalah. Tapi, bukankah seorang pria yang dipegang adalah ucapannya?” Aldo menoleh ke arah Madona. Sungguh, di lubuk hatinya yang terdalam, dirinya tidak rela jikalau Madona dinodai pria lain. Akan tetapi, Aldo tidak ada pilihan lain. “Maafkan aku, Manis,” ucap Aldo menundukkan kepala, merasa sangat bersalah. “Kamu tidak perlu minta maaf. Janji adalah janji, dan harus ditepati. Sekarang, kamu sedang menunjukkan kualitasmu, dengan menempati janji yang telah kamu sepakati. Aku tidak akan pernah be
Lusi turun dari tubuh besar Mark. Ketika berjalan ke kamar mandi, tubuh Lusi terjatuh. Paha dalamnya terlalu sakit buat berjalan. Mark yang melihat Lusi terduduk di lantai langsung mengenakan kimononya lalu berjalan cepat menghampiri Lusi. Mark segera mengendong istrinya menuju kamar mandi. Mark mendudukkan tubuh Lusi di samping wastafel. Dia juga mengambil handuk untuk membalut tubuh Lusi agar tidak kedinginan. “Maafkan aku, Sayangku. Aku terlalu memaksamu,” tutur Mark merasa bersalah melihat kondisi Lusi. Dengan melempar senyuman, Lusi menjawab, “Aku suka kok, Tuan Mark gak pernah maksa aku. Soalnya aku juga menikmatinya. Aku beneran senang banget.” Lusi memeluk Mark dengan erat. “Kamu ingin berendam air hangat?” tawar Mark. Lusi mengangguk. “Iya, aku pengin berendam sebentar sama kamu,” balasnya cepat. Wajah Lusi sudah merah padam. Mark mengisi bathup dengan air hangat. Dia juga memasukkan bubuk garam mandi dan minyak aromaterapi beraroma rosemary, agar tubuh mereka nanti rile
Mark tersenyum lembut. “Aku hanya bercanda, Sayangku,” jawab Mark. “Bagaimana harimu? Menyenangkan?” tanyanya kemudian. “Setiap hari menyenangkan, apalagi kalau sama kamu.” Jawaban Lusi mampu membuat jantung Mark berdebar kencang. Akhir-akhir ini Lusi suka sekali memujanya. Membuat dirinya melayang tinggi. “Aku merindukanmu, Sayangku.” Mark menggendong tubuh istrinya masuk ke dalam mansion. “Aku sudah masak makanan spesial untukmu loh! Tuan Mark gak mau incip?” tanya Lusi mengelus telinga merah sang suami. “Kebetulan aku sudah sangat lapar, Sayangku,” ujar Mark berjalan menuju dapur. “Tuan Mark gak mau nurunin aku? Aku bisa jalan sendiri kok. Emangnya kamu gak merasa kalau badanku berat?” Badan Lusi sedikit berisi karena kurangnya melakukan kegiatan di rumah. Mark sama sekali tidak masalah dengan berat badan Lusi yang terus bertambah. Malahan Mark lebih suka melihat tubuh semok Lusi, terlihat segar di matanya. Mark baru menurunkan tubuh Lusi dari gendongannya, saat mereka suda
“Tuan Felix! Kapan anda bisa hidup dengan teratur dan rapi!” pekik Miky membuang celana dalam itu di tong sampah. Miky berdiri di depan kamar mandi di mana Felix masih membersihkan tubuh. “Ada apa?” tanya Felix menyadari jika Miky berjaga di depan kamar mandi. “Jangan tidur dengan sembarangan wanita! Besok anda harus segera melakukan tes kesehatan!” Pikir Felix akan ada bahaya yang datang, ternyata Miky mengomel lagi. “Iya,” jawab Felix enteng lalu melanjutkan mandi. Sedangkan Miky berlalu mengecek keadaan kamar. Mulai dari jendela kaca anti peluru, hingga kolong ranjang. Memastikan jika kamar Felix aman dari bahaya. Setelah melakukan pengecekan secara detail, Miky keluar dari dalam kamar Felix. Membiarkan Felix untuk beristirahat dengan tenang. *** Nyonya Maria telah berhasil membeli sebidang tanah yang sangat luas di salah satu wilayah strategis. Dia berniat mendirikan Mall megah dan mewah. Kini tinggal mencari investor yang bersedia untuk bekerja sama. “Ibu akan membangun
Lusi tengah bermanja ria bersama suaminya di dalam kamar. Mereka berdua baru saja melewati adegan ranjang yang begitu panas nan menggairahkan. Lusi sengaja tidak mengajak Mark membersihkan diri, mungkin dia ingin melakukannya lagi. Biasanya seperti itu. “Tuan Mark sekarang badannya makin bagus,” puji Lusi. Mark memfokuskan diri kepada sang istri. “Kamu ‘kan tahu kalau aku suka berolahraga. Setiap hari kamu juga nemenin aku pergi gym. Sudah pasti badanku seperti ini, hm... Sayangku,” jelasnya tersenyum lembut. “Aku jadi minder,” ungkap Lusi membenamkan wajahnya pada dada bidang Mark. “Kenapa harus minder? Sayangku.”“Iya! Tuan Mark ganteng, tinggi, terus perutnya kotak-kotak. Kulit kamu juga putih seperti susu. Pastilah aku minder. Aku ‘kan tidak secantik itu,” rengek Lusi mencubit kecil perut Mark. “Kata siapa kamu tidak secantik itu? Bagiku, kamu sungguh cantik, melebihi seribu bidadari.” Pujian Mark sukses membuat wajah Lusi memanas. Kedua pipinya telah merah padam akibat terl
Pertama kali bertemu dan berbincang beberapa menit. Adelia sudah berani mengajak Mark makan siang bersama. Masalahnya, wanita itu mengajaknya secara personal. Mark tidak suka hal seperti itu. Hidupnya sangat teratur dan berstruktur. “Kenapa diam saja?” tanya Adelia. Mark sangat heran dengan tingkah tidak tahu diri Adelia. Pasti Adelia bisa seberani ini karena ada Nyonya Maria di belakang wanita itu, begitulah pikir Mark. “Kamu mau makan siang bersama? Ayo,” ajak Mark meladeni Adelia. “Beneran mau? Aku tidak tahu restoran mana yang bagus. Aku ikut kamu saja,” jawab Adelia. Mark terkekeh mendengar jawaban Adelia. Mark melepas jasnya lalu mengambil kunci mobil. “Sekarang?” tanya Adelia bingung. “Ya." Keduanya keluar dari dalam ruangan. Mark memberi tahu Mina jika dirinya akan pergi untuk makan siang bersama Adelia. Mina sempat merespons dengan keterkejutan, seolah tidak memperbolehkan Mark pergi bersama Adelia. Akan tetapi, Mark tidak terlalu menggubris tanda dari Mina. Sampai a