Bertemu kembali dengan masa lalu yang menjadi cinta pertamanya, jelas bukan keinginan Isadora. Namun, takdir justru berkata sebaliknya. Saat hampir saja kehilangan kehormatan karena seorang pria yang terobsesi padanya, Alaric datang mengulurkan tangan dan berhasil menyelamatkan semua yang ada pada diri Isadora. Tetapi, siapa yang menyangka jika pria itu bukan menolong dengan cuma-cuma. "Semua ada perhitungannya, Dora. Dan kau harus membayarnya dengan menjadi istriku." "Dasar, duda gila! Aku tak akan sudi menikah dengan pria pengkhianat sepertimu!" Bisakah Alaric memenangkan kembali hati Isadora, dan menjadikan wanita itu miliknya? Lalu, akankah Isadora membuka hati untuk Alaric dan memaafkan kesalahan pria itu di masa lalu?
view moreSungguh Isadora terkejut mendengar ucapan Alaric jika mereka akan menginap di hotel malam ini. Ia hanya mengira akan makan malam seperti biasa. Akan tetapi, meski sedikit takut, Isadora tak bisa menolak. Ia tidak ingin membuat suaminya kecewa."Aku tahu kau pasti terkejut," ucap Alaric sembari menatap sang istri yang baru saja memasukkan potongan daging ke dalam mulut.Isadora menghentikan gerakan tangannya sejenak. "Hem. Aku tidak menyangka kau merencanakan sejauh ini."Sudah Alaric duga. Maka pria itu hanya mengukir senyum manis dan kembali menikmati hidangan di depannya. Hingga setelah beberapa lama, ia kembali bersuara, "Beberapa hari lagi waktu kita habis, Dora. Maka dari itu, aku menyiapkan semua ini untuk membuat kenangan indah bersamamu, hanya berdua."Garpu dan gagang pisau yang tak bersalah, menjadi sasaran remasan Isadora kala telinganya mendengar Alaric berucap demikian. Entah kenapa hatinya selalu sakit jika pria itu membahas tentang sisa kebersamaan mereka."Ah, lupakan.
"Siapkan tempat makan malam untukku dan Isadora. Semuanya harus siap pukul 8 malam," suruh Alaric pada seseorang di seberang panggilan. Tak hanya makan malam. Alaric juga sudah meminta seseorang menyiapkan kamar hotel bintang 5 untuknya bermalam dengan Isadora. Sementara Rayden akan ia titipkan pada Mona. Ya, meski baru rencana.Pria tampan itu kembali fokus pada perkejaan setelah panggilan selesai. Beberapa saat ruangan itu hanya diisi oleh suara papan laptop yang ditekan olehnya. Hingga sebuah suaran ketukan pintu memaksa gerakan tangan Alaric terhenti."Masuk!" suruh pria itu.Mata Alaric masih fokus pada layar laptop hingga tak menyadari siapa yang datang. Ketika sebuah aroma parfum masuk ke indera penciuman, baru ia menyadari kehadiran seseorang."Dora?" Isadora tersenyum manis. Wanita itu melangkah lebih dekat pada Alaric. Satu tangannya meletakkan sebuah paper bag di atas meja sang suami. "Kau tidak senang aku datang?" tanya Isadora dengan kening yang terlipat ke dalam. "Ti
Hari demi hari terlewati, menyisakan waktu 1 minggu lagi kebersamaan Alaric dan Isadora. Sebab itu, Alaric tak akan membuat waktu yang tersisa menjadi sia-sia. Meski kerap kali disibukkan dengan masalah pekerjaan, ia tetap menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama sang istri.Ya, meski hanya duduk berdua di balkon apartemen pada malam hari. Seperti saat ini."Akhir-akhir ini kau bekerja terlalu keras, Al. Kau bahkan selalu pulang malam," kata Isadora. Beberapa hari ini ia merasa khawatir sebab Alaric bekerja terlalu ekstra. Tak jarang pria itu juga melupakan kesehatannya."Aku hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk Aldora, Sayang. Membangun kepercayaan kembali itu sangat sulit. Karena itu aku harus berusaha lebih keras dari biasanya," jelas Alaric. "Maaf, jika kau merasa waktu kita hanya sedikit akhir-akhir ini."Alaric mengerti itu tidak baik untuk hubungan mereka yang masih belum memiliki arah pasti. Namun, ia pun tak punya pilihan lain, sebab Aldora pun sama penting.
Kekacauan sempat terjadi di lapas kala Alaric beberapa kali memberi bogeman pada Jeff. Beruntung para petugas lapas dengan sigap menahan tubuh pria yang seperti tengah kesetanan itu. Sementara Isadora sendiri tak bisa melakukan apa-apa selain menenangkan Rayden. Hingga kini berada di dalam mobil, Rayden masih terlihat ketakutan. Beberapa kali Isadora sudah membujuk agar bocah itu tenang, tetapi tak ada hasilnya."Apa kita harus membawa Rayden menemui psikolog, Al?" tanya Isadora pada sang suami yang duduk di balik kemudi."Sepertinya tidak perlu, Sayang. Kita lihat dulu perkembangannya hingga malam."Ya, bagi Alaric sang putra harus mewarisi mental baja darinya. Tidak boleh lemah! Apalagi kalah oleh orang-orang jahat yang tidak menyukai mereka. Kelak Rayden lah yang akan meneruskan generasi Alaric, dan ia ingin sang putra tumbuh menjadi pria kuat sebagai tameng untuk keluarganya nanti."Tapi aku sangat khawatir, Al," ucap Isadora cemas. Jemarinya tak henti mengusap pipi sang putra de
"Sialan! Kau harus mati di tanganku!" teriak Isadora tanpa mau melepaskan tangan dari rambut Monica alias Liona palsu. Sementara dua polisi wanita yang berada di sana cukup kesulitan memisahkan keduanya."Kau yang harusnya mati, Isa! Harusnya aku membunuhmu saja sejak masih di rumah itu!" Monica tak mau kalah. Ia menarik rambut panjang Isadora sekuat tenaga.Dan, adegan saling menjambak itu terjadi beberapa lama, hingga penampilan keduanya acak-acakan. Baru bisa terhenti kala seorang pria masuk sembari memekik, "Dora, stop!"Isadora dan Monica spontan mengalihkan pandangan mereka pada Alaric. Monica seketika menunduk kala mendapat tatapan tajam dari pria itu. Entahlah, mengapa ia takut. Padahal, ia tak pernah takut sedikitpun kala Jeff yang mengamuk.Alaric tak menghiraukan Monica. Ia segera menarik lembut tubuh sang istri dari cekalan polisi. Lalu, membawa wanita itu ke dalam pelukannya."Tenanglah ... kau tidak perlu membuang energi untuk hal seperti ini," bisiknya lembut sembari me
Alaric dan Isadora melesat cepat ke kantor polisi malam itu juga. Tentu Rayden ikut serta. Mereka tak sabar melihat wajah Liona yang pasti sangat ketakutan.Ya, menurut informasi yang Alaric dapatkan dari sang asisten, Liona palsu tertangkap saat tengah membesuk Jeff. Entah bagaimana bisa, Alaric belum banyak bertanya."Lebih cepat lagi, Al! Aku sudah tidak sabar ingin mencakar wajah wanita itu!" geram Isadora. Sejak tadi ia sudah tak nyaman duduk di dalam mobil karena ingin segera memberi salam bogeman pada wanita itu.Alaric menghela napas dalam. Ini persis saat mereka akan menemui Jeff. Isadora selalu terbawa emosi, bahkan sebelum bisa tiba di kantor polisi."Tahan emosimu, Sayang. Jangan gegabah. Aku tidak ingin kau berada dalam masalah.""Ck! Klasik sekali." Wanita itu malah berdecak. Hatinya kesal sebab Alaric selalu menyuruh untuk sabar.Sabar? Tidak ada kata itu untuk orang yang sudah melukai kesayangan Isadora. Lihat saja! Jika Alaric melarang, maka ia akan melakukan dengan
Memang sulit untuk membiasakan diri berada di luar zona nyaman, dan itulah yang kini tengah Isadora rasakan. 1 bulan sudah ia bersama sang suami juga Rayden pindah ke apartemen yang hanya memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, juga bar yang menjadi tempat makan—menghadap langsung pada area memasak.Akan tetapi, bukan itu yang Isadora permasalahan, melainkan kala ia harus mengurus semuanya sendirian. Memasak, membereskan rumah, mengurus Rayden, juga membantu menyiapkan kebutuhan Alaric. Di kondisi yang seperti ini, ia benar-benar harus mengabdikan diri sebagai ibu rumah tangga. Untuk menjemput Rayden sekolah pun terkadang lupa."Lebih baik kita mencari pengasuh baru, Sayang. Usahakan yang tidak menginap. Dia hanya kita beri tugas mengantar dan menjemput Rayden," kata Alaric kala itu. Namun, Isadora belum setuju.Bagaimana tidak? Jika mereka ingin mencari pengasuh seperti yang Alaric sebutkan, jelas tidak bisa mengambil dari yayasan. Dan itu cukup berisiko bagi Isadora. Bagaimana jika ke
"Mommy sedang apa?" Isadora yang tengah berdiri di depan kompor bersama seorang pelayan, menoleh kala mendengar suara Rayden. Ia sedikit menunduk agar bisa menatap bocah itu."Hm? Mommy sedang memasak. Kenapa kau sampai ke dapur? Perlu sesuatu?"Bocah laki-laki itu menggeleng hingga poninya bergerak-gerak lucu. "Aku hanya mencari Mommy.""Emh ... kalau begitu, duduklah di sana." Isadora menunjuk kursi yang terdapat di ujung ruangan. "Mommy akan menyelesaikan masakan ini dulu. Setelah itu, kita bermain sambil menunggu Daddy pulang. Okey?""Okey, Mommy!" seru Rayden sembari mengacungkan dua jempolnya pada Isadora. Wanita itu hanya terkekeh dan kembali melanjutkan kegiatan yang tertunda."Kau urus yang lain saja. Biar aku yang selesaikan bagian ini," suruhnya pada sang pelayan.Entah mengapa juga Isadora tiba-tiba ingin memasak untuk menyambut suaminya. Padahal, ia sendiri sangat jarang melakukan itu di rumah orangtuanya. Keahlian dalam membuat makanan pun bisa dibilang nyaris tak punya.
Beberapa investor telah menunggu kala Alaric tiba di kantor. Ia sedikit bingung karena mereka datang tanpa memberitahu terlebih dulu. Ya, meski sebenarnya ia sendiri sudah bisa menebak apa yang diinginkan mereka."Mohon maaf membuat Tuan-Tuan menunggu," ucap pria itu begitu duduk di kursi kebesaran, menghadap meja panjang. "Langsung saja pada intinya, Tuan. Kami sudah mengatakan tujuan kami datang pada sekretaris Anda," ujar salah seorang pria dengan raut yang tak biasa.Alaric tak banyak bertanya. Ia langsung membaca dokumen-dokumen yang disodorkan Mona. Sang asisten juga ikut menjelaskan dengan suara pelan. "Bagaimana ini, Tuan? Apa Aldora akan benar-benar melepas mereka?" bisik sang asisten.Alaric tetap memokuskan pandangan pada dokumen, lantas balas berbisik, "Untuk apa kita mempertahankan orang yang sudah tidak ingin percaya?""Setidaknya tunggu hingga konferensi pers digelar, Tuan."Akan tetapi, Alaric tetap tidak setuju. Baginya, orang-orang yang sudah tak percaya memiliki h
"Tolong!"Isadora berteriak sekuat tenaga saat Rico berusaha melepas pakaiannya. Ia memeluk tubuh erat dan menepis tangan pria itu berkali-kali."Diamlah, Sayang! Bukankah sebentar lagi kita akan menikah? Tidak akan jadi masalah jika sampai kau mengandung anakku setelah ini." Senyuman Rico benar-benar terlihat menyeramkan di mata Isadora. Ini bukan Rico yang ia kenal."Aku tidak akan tertipu lagi olehmu, Rico! Dan setelah ini, aku akan katakan pada orang tuaku tentang kebejatanmu agar mereka membatalkan pernikahan kita!" Isadora menatap nyalang meski hatinya ketakutan. Ia tak boleh terlihat lemah di depan pria brengsek seperti Rico.Pria itu bangkit dari atas tubuh Isadora. Tangannya membelai lembut pipi sang kekasih. "Oh, begitu rencanamu, Sayang? Tenang saja, aku tak akan membiarkan bibir cantik ini berkata seperti itu nanti." Ia mendekatkan bibir ke telinga Isadora, lalu berbisik, "Aku pastikan kau tak akan pernah lepas dariku. Isadora hanya milikku," bisiknya yang membuat Isadora...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments