"Tolong!"
Isadora berteriak sekuat tenaga saat Rico berusaha melepas pakaiannya. Ia memeluk tubuh erat dan menepis tangan pria itu berkali-kali.
"Diamlah, Sayang! Bukankah sebentar lagi kita akan menikah? Tidak akan jadi masalah jika sampai kau mengandung anakku setelah ini."
Senyuman Rico benar-benar terlihat menyeramkan di mata Isadora. Ini bukan Rico yang ia kenal.
"Aku tidak akan tertipu lagi olehmu, Rico! Dan setelah ini, aku akan katakan pada orang tuaku tentang kebejatanmu agar mereka membatalkan pernikahan kita!" Isadora menatap nyalang meski hatinya ketakutan. Ia tak boleh terlihat lemah di depan pria brengsek seperti Rico.
Pria itu bangkit dari atas tubuh Isadora. Tangannya membelai lembut pipi sang kekasih. "Oh, begitu rencanamu, Sayang? Tenang saja, aku tak akan membiarkan bibir cantik ini berkata seperti itu nanti." Ia mendekatkan bibir ke telinga Isadora, lalu berbisik, "Aku pastikan kau tak akan pernah lepas dariku. Isadora hanya milikku," bisiknya yang membuat Isadora kian takut.
Di rumah yang hanya diisi mereka berdua malam itu, bagaimana bisa ada yang menyelamatkan Isadora dari iblis di depannya?
"Tidak! Aku harus lepas dari pria brengsek ini!" tekadnya dalam hati.
Perlahan Isadora melepas satu tangan dari tubuhnya, dan mengulurkan ke arah nakas di samping ranjang. Fokusnya untuk mengambil vas bunga dan menghantamkan ke kepala Rico diam-diam. Akan tetapi, gerakan itu tetap terbaca oleh Rico, sehingga ia dengan cepat menangkap tangan kekasihnya.
"Kau ingin melukaiku, Sayang? Sungguh teganya kekasihku ini."
Isadora memberontak, berusaha melepas cekalan tangan Rico. Kakinya terus bergerak untuk digunakan menendang area sensitif pria itu, tetapi tak berhasil. Tenaga Rico jauh lebih besar darinya.
"Lepas! Aku bersumpah tak akan memaafkanmu, Rico! Aku membencimu! Aku benci!"
Siapa sangka, teriakan Isadora justru membuat pria gila itu merasa tertantang. Dengan sekali gerakan, ia membungkam mulut wanita itu menggunakan bibirnya. Akan tetapi, saat ingin melakukan hal lebih, pintu kamarnya didorong kasar dari luar hingga menciptakan suara yang menggelegar.
Spontan Rico melepaskan bibirnya dan mengalihkan fokus pada pintu kamar. Alisnya mengerut, tak mengenali siapa yang datang.
Berbeda dengan Rico, Isadora justru membolakan mata tak percaya. Di depan sana kini berdiri seorang Alaric yang sudah lama menghilangkan diri, entah ke mana.
"Al," gumamnya yang masih bisa didengar oleh Rico.
Pria itu lekas bangkit dari tubuh Isadora. Melupakan sejenak wanita itu karena penasaran dengan pria yang sudah mengganggunya.
"Apa maksudmu? Apa kau tak tahu sopan santun, sehingga mengganggu waktu bercinta kami?" Ia menatap tajam yang seketika dibalas bogeman oleh pria di depannya.
Alaric benar-benar bak orang kesurupan. Ia memukul setiap sisi wajah Rico hingga pria itu tak mampu untuk melawan. Sementara, Isadora segera bangkit dari atas ranjang untuk menghentikan aksi mantan kekasihnya itu. Jika dibiarkan, bisa-bisa Rico mati di tangan Alaric malam ini juga.
"Stop! Alaric, stop! Stop it!" teriaknya yang berhasil meraih lengan sang mantan kekasih. "Hentikan, atau dia akan mati di tanganmu!"
Alaric menatap wanita tercintanya cukup dalam. Ada rasa perih kala melihat rambut dan riasan wanita itu acak-acakan. Belum lagi pakaian yang memiliki robekan di bagian atasnya. "Dia memang harus mati di tanganku, Dora. Malam ini!" Ia tak akan membiarkan siapapun yang melukai Isadora, bernapas di dunia ini.
Wanita itu menggeleng cepat dengan air mata yang masih mengalir di kedua pipi. "No! Aku tak ingin tanganmu kotor, Al. Kumohon ...."
Oh, suara itu ... bagaimana bisa Alaric mengabaikannya? Tanpa berpikir lagi, ia bangkit dari atas tubuh Rico yang sudah tak berdaya dan memeluk erat tubuh Isadora.
"Maaf jika aku datang terlambat. Si brengsek itu belum mengambil kehormatanmu, bukan?" bisiknya dengan perasaan sesak.
Isadora menggeleng sebagai jawaban. Bibirnya terlalu kaku untuk bergerak. Kejadian ini sungguh terlalu tiba-tiba hingga membuat ia kehilangan kata-kata.
Kehormatannya hampir direnggut paksa, lalu pria dari masa lalu tiba-tiba datang sebagai penyelamat. Sungguh, Isadora masih belum sepenuhnya percaya jika kejadian itu nyata.
***
Kediaman keluarga Harrison begitu dipenuhi api amarah di setiap sudutnya. Julian—ayah kandung Isadora, jelas tak rela putri satu-satunya diperlakukan demikian oleh Rico. Pria itu sudah ia beri kepercayaan besar untuk menjaga dan kemudian menikahi Isadora. Namun, justru malah hampir merusaknya sebelum malam pernikahan tiba.
"Hubungi keluarganya dan minta mereka datang sekarang juga! Aku tak terima putriku dilecehkan oleh laki-laki brengsek ini!" perintah Julian yang terdengar menggelegar.
Celine—sang istri, segera bangkit untuk melakukan perintah sang suami. Menyisakan Alaric dan Isadora yang terduduk di atas sofa. Penampilan Isadora sudah lebih baik dari tadi, tetapi tidak dengan mentalnya. Ia masih merasa terpukul, sangat.
"Percayalah, aku akan memberi dia balasan yang setimpal," bisik pria itu hingga membuat Isadora menoleh.
"Kau tak perlu melakukan apapun. Seharusnya, sekarang pun kau sudah pergi dari sini, Al," balas wanita itu. Masih berat baginya untuk kembali melihat karya indah Tuhan bernama Alaric Sebastian.
Julian yang sejak tadi memerhatikan kedekatan Alaric dan putrinya, hanya bisa menahan diri. Bagaimanapun, pria itu sudah menolong sang putri. Tidak mungkin ia mengusirnya dari sini.
Setelah beberapa lama menunggu ditemani kebisuan, kedua orang tua Rico datang berjalan tergesa. Keduanya begitu terkejut melihat kondisi putra mereka yang mengkhawatirkan.
"Apa yang kalian lakukan pada putraku?!" Ibu Rico berteriak, menatap marah pada semua orang yang ada di sana.
Meski tak diminta, Alaric lebih dulu berdiri dan menceritakan apa yang ia lihat tadi, tanpa terkecuali. Ditambah oleh kesaksian Isadora yang makin menguatkan jika Rico memang bersalah.
"Aku melakukan ini karena kau selalu tak peduli padaku, Isa! Kau bahkan tak pernah mengatakan cinta padaku! Kau yang salah!" teriak Rico di tengah ringisannya.
Isadora hanya menatap pria itu dingin. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Cinta? Bukankah sudah sering kubilang, bahwa aku menerima perjodohan ini karena Daddy, bukan karena aku mencintaimu, Rico!"
Setiap kata yang Isadora ucapkan berhasil menjadi tamparan keras bagi Rico dan orang tuanya. Tetapi, sangat indah bagi Alaric. Diam-diam pria tampan itu menarik sudut bibirnya dengan mata yang tertuju pada sosok Isadora.
"Aku yakin kau masih mencintaiku, Dora."
"Aku pastikan kau akan selamanya mendekam dalam jeruji besi ini, Rico!" Isadora menatap nyalang pria yang hampir saja menjadi suaminya. Beruntung Tuhan masih memberi jalan agar ia bisa melihat wajah asli pria brengsek itu."Dan akan kupastikan, kau akan menyesal, Isa!" Rico membalas tak kalah tajam dari balik jeruji.Isadora hanya menarik tipis kedua sudut bibirnya, kemudian berlalu dari sana. Selesai sudah urusan ia dengan Rico, begitu pun keluarganya. Pesta pernikahan yang sudah siap 50% terpaksa harus batal.Ah, tidak terpaksa. Sebenarnya sejak awal, Isadora tak pernah sedikitpun mengharapkan pernikahan ini. Senyum wanita cantik dengan tubuh yang dibalut dress merah elegan itu terus terpatri selama menuju pintu keluar dari kantor polisi. Tetapi, senyum indahnya seketika pudar kala melihat sesosok pria tampan berdiri di samping mobil miliknya."Untuk apa dia di sana?!" geramnya.Alaric menunggu dengan sabar. Punggungnya ia sandarkan ke mobil milik Isadora. Sudah dibilang, jika haru
Alaric ingat jelas saat ia membubuhkan tanda tangan di atas kertas pemberian Julian. Pria itu sama sekali tak menyesal meski beberapa poinnya cukup memberatkan. Salah satu di antaranya adalah poin yang menuliskan bahwa Alaric harus menyerahkan semua hartanya jika sampai melukai Isadora. Sementara poin lainnya hanya bersifat mengingkat pria tampan itu agar tak berkhianat kembali seperti dulu."Padahal aku tidak pernah berkhianat!" geramnya pelan. Mata hitam legam itu menatap tajam pada bayangan wajahnya di cermin."Tapi, tak apa. Demi bisa memilikimu, aku rela memakai gelar pengkhianat itu, Isadora."Senyum Alaric mengembang sempurna. Di balik jas putih yang ia kenakan, tersimpan rapi kebahagiaan di dalam sana. Kebahagiaan yang sejak dulu ia impikan. "Hari ini kau akan menjadi milikku."Ya, hari ini. Lebih tepatnya beberapa puluh menit lagi. Setelah merasa penampilannya sempurna, gegas Alaric melangkah untuk keluar dari kamar. Langkah pria tampan itu tetap sama, tegap dan berkharisma
"Mau apa kau datang ke sini?" Alaric menatap tajam wanita di depannya yang tak lain adalah Grace—mantan istrinya."Apa salahku datang? Aku hanya ingin menghadiri acara pernikahan mantan suamiku. Kau tak perlu khawatir berlebihan, Alaric!"Jika saja bukan seorang wanita, maka sudah ia pastikan tangannya mendarat di wajah Grace. Pria itu tak suka kesenangannya diganggu, dan dengan kehadiran Grace, bisa saja membuat Isadora salah paham dan menjadikan pesta mereka acak-acakan."Terserah! Yang jelas, aku mau sekarang kau pergi dari tempat ini!" usir Alaric tanpa belas kasih.Tatapan Grace seketika menyala. "Apa begini caramu memperlakukan seorang tamu?""Aku tak pernah mengundangmu!" tukas Alaric dengan rahang yang mengeras."Tapi aku adalah ibu dari darah dagingmu, Alaric! Kau tak bisa menghapus fakta itu!" Tatapan Alaric makin menajam. Ia hendak membalas ucapan Grace, tetapi lidahnya mendadak kelu saat melihat siapa yang ada di belakang wanita itu."D-Dora ...," gumamnya sangat pelan.S
Tumpukan kertas yang begitu menggunung di atas meja, membuat Alaric sakit kepala. Harusnya hari ini ia berbulan madu bersama Isadora, bukan bekerja. "Sial! Ini semua gara-gara tamu tak diundang itu!" gerutu pria itu sembari memijat pelipis.Jika saja Isadora sedang tidak datang bulan saat ini, sudah pasti langsung ia bawa pergi ke luar kota, atau bahkan ke luar negeri. Tak peduli sekalipun pekerjaannya di kantor menumpuk begini."Permisi, Tuan!" Seruan itu terdengar setelah pintu diketuk dari luar. "Masuk!" perintah Alaric. Ia sudah tahu yang datang pasti sang sekretaris."Apa?" ketusnya saat sang sekretaris sudah berdiri di depan meja."Saya mau mengambil laporan tadi. Apakah sudah Tuan tandatangani?" tanya Mona hati-hati. Alaric melirik sinis pada sang sekretaris, kemudian menjawab dengan nada yang tak kalah ketus dari tadi. "Belum.""M-maaf, Tuan. Tapi ... laporan itu—""Harus segera ditandatangani!" potong Alaric cepat. Tatapannya menajam pada Mona. "Iya, kan?""I-iya."Wanita
"Kenapa dia bisa berada di sini?" Alaric menatap tajam Isadora yang malah terlihat santai. Wanita itu bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di depan Alaric."Jangan terlalu keras. Dia adalah putramu, Al. Sudah seharusnya dia berada di sini, kan?" Isadora berkata lembut dengan tangan yang membuka lilitan dasi di leher sang suami.Diperlakukan lembut oleh sang istri, tak membuat Alaric luluh kali ini. Matanya masih mengamati wajah Isadora. Ia yakin, ada sesuatu yang baru saja terjadi saat ia tak ada."Grace menemuimu?""Tepat sekali." Isadora mengangguk. Ia telah selesai melepas dasi dan menjauhkan dari leher sang suami. Tangannya menepuk pundak pria itu pelan. "Sudahlah, kita bahas ini nanti. Sekarang kau harus menemaniku membeli semua kebutuhan Rayden."Alaric mengernyit. Ia mencengkram lengan Isadora yang masih berada di pundaknya. Sedang tatapannya tertuju pada Rayden yang tampak duduk santai di atas sofa. "Kenapa kau harus membeli kebutuhannya? Seluruh biaya hidupnya sudah kuberi
Isadora menatap Alaric tajam sembari melipat kedua tangan di depan dada. Rayden sampai harus dititipkan karena ia perlu waktu berdua dengan suaminya. Maka, di sinilah Isadora sekarang, duduk berhadapan dengan Alaric yang menatapnya tak kalah tajam."Kau tahu kesalahanmu, Al?" sergah Isadora.Alaric berdecih sinis, lalu membuang muka ke sembarang arah. "Kesalahan? Memangnya kesalahan apa yang sudah kulakukan?"Isadora makin geram. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan Alaric agar tak perlu mengeluarkan suara terlalu keras. "Kau sudah membuat wajah Frans babak belur! Apa menurutmu itu bukan kesalahan?!" Mendengar nama pria itu disebut, segera Alaric menatap wanita cantik di depannya, lantas berkata, "Itu merupakan sebuah perlindungan, bukan kesalahan! Aku harus melindungi Dora-ku dari buaya seperti Frans!""Astaga ...." Isadora sudah kehabiskan kata-kata. Ia hanya mampu menggelengkan kepala sembari memijat pelipis perlahan. Membuat Alaric sadar, sama sulitnya dengan ia membuat seorang bay
"Penggila Isadora" sepertinya layak disematkan pada diri seorang Alaric Sebastian. Bagaimana tidak, hanya karena bujukan Isadora malam itu, ia langsung setuju untuk mempekerjakan seorang pengasuh yang akan mengurus semua kebutuhan Rayden."Sungguh, tak ada yang bisa meluluhkanku selain kau, Sayang," gumamnya sembari menatap penuh cinta pada sang istri yang terpejam di pundaknya.Hari ini, keinginan Alaric untuk berbulan madu pun akhirnya terwujud. Meski bukan bulan madu di luar negeri seperti yang ia inginkan, tak apa. Karena baginya yang terpenting adalah bisa menaklukkan kembali seorang Isadora. "Di manapun tempatnya, asal itu denganmu, aku tak akan berhenti bahagia," bisik pria itu dengan seutas senyum manis.Ah, Alaric yakin jika Isadora tak akan bisa berpaling dari pesonanya nanti malam. Mobil hitam yang dikemudikan oleh sopir pribadi keluarga Sebastian pun terus melaju menuju suatu tempat yang sudah Alaric persiapkan. Hanya hotel bintang 5 dengan pemandangan yang langsung meng
"Penggila Isadora" sepertinya layak disematkan pada diri seorang Alaric Sebastian. Bagaimana tidak, hanya karena bujukan Isadora malam itu, ia langsung setuju untuk mempekerjakan seorang pengasuh yang akan mengurus semua kebutuhan Rayden."Sungguh, tak ada yang bisa meluluhkanku selain kau, Sayang," gumamnya sembari menatap penuh cinta pada sang istri yang terpejam di pundaknya.Hari ini, keinginan Alaric untuk berbulan madu pun akhirnya terwujud. Meski bukan bulan madu di luar negeri seperti yang ia inginkan, tak apa. Karena baginya yang terpenting adalah bisa menaklukkan kembali seorang Isadora. "Di manapun tempatnya, asal itu denganmu, aku tak akan berhenti bahagia," bisik pria itu dengan seutas senyum manis.Ah, Alaric yakin jika Isadora tak akan bisa berpaling dari pesonanya nanti malam. Mobil hitam yang dikemudikan oleh sopir pribadi keluarga Sebastian pun terus melaju menuju suatu tempat yang sudah Alaric persiapkan. Hanya hotel bintang 5 dengan pemandangan yang langsung meng
Isadora menatap Alaric tajam sembari melipat kedua tangan di depan dada. Rayden sampai harus dititipkan karena ia perlu waktu berdua dengan suaminya. Maka, di sinilah Isadora sekarang, duduk berhadapan dengan Alaric yang menatapnya tak kalah tajam."Kau tahu kesalahanmu, Al?" sergah Isadora.Alaric berdecih sinis, lalu membuang muka ke sembarang arah. "Kesalahan? Memangnya kesalahan apa yang sudah kulakukan?"Isadora makin geram. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan Alaric agar tak perlu mengeluarkan suara terlalu keras. "Kau sudah membuat wajah Frans babak belur! Apa menurutmu itu bukan kesalahan?!" Mendengar nama pria itu disebut, segera Alaric menatap wanita cantik di depannya, lantas berkata, "Itu merupakan sebuah perlindungan, bukan kesalahan! Aku harus melindungi Dora-ku dari buaya seperti Frans!""Astaga ...." Isadora sudah kehabiskan kata-kata. Ia hanya mampu menggelengkan kepala sembari memijat pelipis perlahan. Membuat Alaric sadar, sama sulitnya dengan ia membuat seorang bay
"Kenapa dia bisa berada di sini?" Alaric menatap tajam Isadora yang malah terlihat santai. Wanita itu bangkit dari duduknya dan berdiri tepat di depan Alaric."Jangan terlalu keras. Dia adalah putramu, Al. Sudah seharusnya dia berada di sini, kan?" Isadora berkata lembut dengan tangan yang membuka lilitan dasi di leher sang suami.Diperlakukan lembut oleh sang istri, tak membuat Alaric luluh kali ini. Matanya masih mengamati wajah Isadora. Ia yakin, ada sesuatu yang baru saja terjadi saat ia tak ada."Grace menemuimu?""Tepat sekali." Isadora mengangguk. Ia telah selesai melepas dasi dan menjauhkan dari leher sang suami. Tangannya menepuk pundak pria itu pelan. "Sudahlah, kita bahas ini nanti. Sekarang kau harus menemaniku membeli semua kebutuhan Rayden."Alaric mengernyit. Ia mencengkram lengan Isadora yang masih berada di pundaknya. Sedang tatapannya tertuju pada Rayden yang tampak duduk santai di atas sofa. "Kenapa kau harus membeli kebutuhannya? Seluruh biaya hidupnya sudah kuberi
Tumpukan kertas yang begitu menggunung di atas meja, membuat Alaric sakit kepala. Harusnya hari ini ia berbulan madu bersama Isadora, bukan bekerja. "Sial! Ini semua gara-gara tamu tak diundang itu!" gerutu pria itu sembari memijat pelipis.Jika saja Isadora sedang tidak datang bulan saat ini, sudah pasti langsung ia bawa pergi ke luar kota, atau bahkan ke luar negeri. Tak peduli sekalipun pekerjaannya di kantor menumpuk begini."Permisi, Tuan!" Seruan itu terdengar setelah pintu diketuk dari luar. "Masuk!" perintah Alaric. Ia sudah tahu yang datang pasti sang sekretaris."Apa?" ketusnya saat sang sekretaris sudah berdiri di depan meja."Saya mau mengambil laporan tadi. Apakah sudah Tuan tandatangani?" tanya Mona hati-hati. Alaric melirik sinis pada sang sekretaris, kemudian menjawab dengan nada yang tak kalah ketus dari tadi. "Belum.""M-maaf, Tuan. Tapi ... laporan itu—""Harus segera ditandatangani!" potong Alaric cepat. Tatapannya menajam pada Mona. "Iya, kan?""I-iya."Wanita
"Mau apa kau datang ke sini?" Alaric menatap tajam wanita di depannya yang tak lain adalah Grace—mantan istrinya."Apa salahku datang? Aku hanya ingin menghadiri acara pernikahan mantan suamiku. Kau tak perlu khawatir berlebihan, Alaric!"Jika saja bukan seorang wanita, maka sudah ia pastikan tangannya mendarat di wajah Grace. Pria itu tak suka kesenangannya diganggu, dan dengan kehadiran Grace, bisa saja membuat Isadora salah paham dan menjadikan pesta mereka acak-acakan."Terserah! Yang jelas, aku mau sekarang kau pergi dari tempat ini!" usir Alaric tanpa belas kasih.Tatapan Grace seketika menyala. "Apa begini caramu memperlakukan seorang tamu?""Aku tak pernah mengundangmu!" tukas Alaric dengan rahang yang mengeras."Tapi aku adalah ibu dari darah dagingmu, Alaric! Kau tak bisa menghapus fakta itu!" Tatapan Alaric makin menajam. Ia hendak membalas ucapan Grace, tetapi lidahnya mendadak kelu saat melihat siapa yang ada di belakang wanita itu."D-Dora ...," gumamnya sangat pelan.S
Alaric ingat jelas saat ia membubuhkan tanda tangan di atas kertas pemberian Julian. Pria itu sama sekali tak menyesal meski beberapa poinnya cukup memberatkan. Salah satu di antaranya adalah poin yang menuliskan bahwa Alaric harus menyerahkan semua hartanya jika sampai melukai Isadora. Sementara poin lainnya hanya bersifat mengingkat pria tampan itu agar tak berkhianat kembali seperti dulu."Padahal aku tidak pernah berkhianat!" geramnya pelan. Mata hitam legam itu menatap tajam pada bayangan wajahnya di cermin."Tapi, tak apa. Demi bisa memilikimu, aku rela memakai gelar pengkhianat itu, Isadora."Senyum Alaric mengembang sempurna. Di balik jas putih yang ia kenakan, tersimpan rapi kebahagiaan di dalam sana. Kebahagiaan yang sejak dulu ia impikan. "Hari ini kau akan menjadi milikku."Ya, hari ini. Lebih tepatnya beberapa puluh menit lagi. Setelah merasa penampilannya sempurna, gegas Alaric melangkah untuk keluar dari kamar. Langkah pria tampan itu tetap sama, tegap dan berkharisma
"Aku pastikan kau akan selamanya mendekam dalam jeruji besi ini, Rico!" Isadora menatap nyalang pria yang hampir saja menjadi suaminya. Beruntung Tuhan masih memberi jalan agar ia bisa melihat wajah asli pria brengsek itu."Dan akan kupastikan, kau akan menyesal, Isa!" Rico membalas tak kalah tajam dari balik jeruji.Isadora hanya menarik tipis kedua sudut bibirnya, kemudian berlalu dari sana. Selesai sudah urusan ia dengan Rico, begitu pun keluarganya. Pesta pernikahan yang sudah siap 50% terpaksa harus batal.Ah, tidak terpaksa. Sebenarnya sejak awal, Isadora tak pernah sedikitpun mengharapkan pernikahan ini. Senyum wanita cantik dengan tubuh yang dibalut dress merah elegan itu terus terpatri selama menuju pintu keluar dari kantor polisi. Tetapi, senyum indahnya seketika pudar kala melihat sesosok pria tampan berdiri di samping mobil miliknya."Untuk apa dia di sana?!" geramnya.Alaric menunggu dengan sabar. Punggungnya ia sandarkan ke mobil milik Isadora. Sudah dibilang, jika haru
"Tolong!"Isadora berteriak sekuat tenaga saat Rico berusaha melepas pakaiannya. Ia memeluk tubuh erat dan menepis tangan pria itu berkali-kali."Diamlah, Sayang! Bukankah sebentar lagi kita akan menikah? Tidak akan jadi masalah jika sampai kau mengandung anakku setelah ini." Senyuman Rico benar-benar terlihat menyeramkan di mata Isadora. Ini bukan Rico yang ia kenal."Aku tidak akan tertipu lagi olehmu, Rico! Dan setelah ini, aku akan katakan pada orang tuaku tentang kebejatanmu agar mereka membatalkan pernikahan kita!" Isadora menatap nyalang meski hatinya ketakutan. Ia tak boleh terlihat lemah di depan pria brengsek seperti Rico.Pria itu bangkit dari atas tubuh Isadora. Tangannya membelai lembut pipi sang kekasih. "Oh, begitu rencanamu, Sayang? Tenang saja, aku tak akan membiarkan bibir cantik ini berkata seperti itu nanti." Ia mendekatkan bibir ke telinga Isadora, lalu berbisik, "Aku pastikan kau tak akan pernah lepas dariku. Isadora hanya milikku," bisiknya yang membuat Isadora