Share

Bab 2

Tiffany bertanya dengan heran, "Kalau aku keluar, kamu bisa mandi sendirian?"

Bukannya pria ini tidak bisa melihat apa pun? Sean tidak berbicara, tetapi suasana menjadi makin menegangkan.

Tiffany bisa merasakan kemarahan Sean. Dia melepaskan handuk gosoknya, lalu berucap sebelum pergi, "Kalau begitu, kamu hati-hati ya. Panggil aku kalau butuh bantuan."

Setelah keluar dari kamar mandi, Tiffany tampak gelisah dan terus memandang ke arah kamar mandi. Bagaimana kalau Sean terjatuh dan mati di dalam sana? Mereka baru menikah. Tiffany tidak ingin menjadi janda.

Ketika Tiffany sedang mencemaskan Sean, ponselnya tiba-tiba berdering. Ternyata sahabatnya, Julie, mengirimnya sebuah video. Judul video itu adalah materi pelajaran.

Materi pelajaran? Tiffany mengkliknya dengan heran sambil bertanya-tanya dalam hati, 'Ujian masih lama. Untuk apa mengirimnya materi pelajaran sekarang?'

"Um ... ah ... hm ...." Begitu video diputar, terlihat seorang wanita bersandar di atas tubuh seorang pria ....

Wajah Tiffany sontak memerah. Dia hendak menghentikan video itu, tetapi ponselnya malah error. Ketika Tiffany kebingungan, pintu kamar mandi tiba-tiba dibuka.

Begitu keluar dari kamar mandi, Sean langsung mendengar suara yang aneh. Dengan wajah suram, pria itu bertanya, "Apa yang kamu lakukan?"

Tiffany panik hingga bercucuran keringat. Saking terkejutnya, dia bahkan hampir melemparkan ponselnya tadi. Tiffany yang kewalahan hanya bisa memasukkan ponselnya ke dalam selimut. Suara pada video itu menjadi lebih kecil, tetapi jeritan wanita itu malah makin merajalela.

"Kamu ...." Sean menatapnya dengan alis berkerut.

"Aku ... aku lagi menonton video cara menggosok tubuh orang," ujar Tiffany sambil menggunakan tubuhnya untuk menahan selimut. Dia mencoba menutupi suara wanita yang ada dalam video.

Sean mengernyit sambil bergumam dengan heran, "Tutorial menggosok tubuh?"

"Ya, kamu benar." Tiffany menahan selimut dengan kuat. Keringat bercucuran deras di dahinya. Dia menjelaskan, "Seorang pria menggosok tubuh seorang wanita dengan sangat kuat, makanya wanita itu berteriak kesakitan. Tapi, rasanya juga sangat nyaman."

Sean sampai tidak bisa berkata-kata. Sepertinya wanita ini bukan hanya mengira dirinya buta, tetapi juga mengira dirinya bodoh.

Kamar seketika menjadi sunyi senyap. Suara wanita itu lagi-lagi terdengar. Tiffany yang hanya mengenakan pakaian dalam tampak menahan selimut dengan postur tubuh yang aneh.

Sinar lampu yang redup menyinari tubuh kurus dan putihnya. Pemandangan ini membuat Sean berdebar-debar. Napas Sean menjadi cepat, tatapannya menjadi suram.

Tiffany masih merasa sangat gugup. Ini pertama kalinya dia merasa kesulitan menekan selimut yang jelas-jelas begitu lembut. Untungnya, beberapa saat kemudian, video akhirnya berakhir. Tiffany menyeka keringatnya, lalu mengeluarkan ponselnya yang panas dari selimut.

Sean duduk di pinggir ranjang, lalu menatapnya sambil tersenyum tipis sambil bertanya, "Mereka sudah selesai menggosok tubuh?"

"Ya, sudah." Tiffany terkekeh-kekeh dengan canggung dan meneruskan, "Ternyata menggosok tubuh nggak boleh terlalu kuat."

Ketika melihat tidak ada reaksi apa pun dari Sean, Tiffany menghapus video itu dan mengirim pesan kepada Julie.

[ Kamu hampir membunuhku! ]

Julie membalas dengan cepat.

[ Dasar nggak tahu terima kasih! Aku berniat baik membantumu! Kamu bilang suamimu cacat, 'kan? Aku sengaja mencarikanmu video supaya kamu belajar tekniknya. Sudah bisa belum? ]

Dengan wajah memerah, Tiffany membalas pesan sahabatnya.

[ Berengsek! Aku akan memberimu pelajaran nanti! ]

Karena mengira Sean buta, Tiffany pun tidak menutupi apa pun. Faktanya, Sean melihat jelas semua pesan Tiffany dengan sahabatnya.

[ Aku mau matikan videonya tadi, tapi ponselku heng. Dia mendengar suara aneh itu! Dia tanya aku ngapain, untung aku berhasil mengelabuinya! Untung juga dia buta atau aku bakal malu setengah mati! ]

Sean benar-benar pasrah dengan kebodohan wanita ini.

[ Haha! Kamu lucu sekali! Sudahlah, ini malam pertamamu. Aku nggak akan mengganggumu dengan suami tampanmu yang buta. ]

Sean mengernyit. Suami tampan yang buta? Kalimat ini benar-benar tidak enak didengar.

Tiffany menarik napas dalam-dalam, lalu meletakkan ponselnya dan menengadah menatap Sean sambil berucap, "Kita sudah bisa mulai."

Sean hanya menatapnya tanpa bersuara. Tiffany mengepalkan tangannya dengan erat. Dia dan Sean baru mengenal kurang dari 24 jam. Dia juga bisa menilai bahwa Sean tidak menyukainya. Namun ....

Sean tiba-tiba merangkul pinggang ramping Tiffany sambil bertanya, "Kamu yakin nggak bakal menyesal?"

Tiffany mengangguk dan menyahut, "Kamu suamiku, aku nggak mungkin menyesal."

Tatapan Sean terhadapnya menjadi agak lembut. Dia bertanya lagi dengan suara serak, "Kamu nggak takut sakit?"

"Nggak." Tiffany menggigit bibirnya dan hendak mengambil inisiatif. Namun, Sean sontak menahan tangannya dan berujar, "Biar pria yang mengambil inisiatif saja."

....

Keesokan pagi, kedua pelayan yang datang untuk membuat sarapan membuka gerbang kediaman dalam keadaan masih mengantuk.

"Nyonya baru kita terlihat polos dan bodoh. Tuan nggak bisa melihat dan kakinya masih lemas. Apa mereka bisa melakukannya semalam?"

"Sepertinya bisa. Soalnya aku mendengar pengawal bilang, dia mendengar jeritan Nyonya. Suara Nyonya awalnya sangat kuat, tapi menjadi kecil seperti ditutup selimut. Tapi, kata pengawal suaranya tetap sangat menggoda."

"Serius? Wanita itu terlihat begitu polos, tapi rupanya ...."

Kedua pelayan itu bergosip sambil menuju ke dapur. Tiba-tiba, tampak seorang gadis berwajah bulat yang memakai celemek sedang menyajikan 2 mangkuk bubur. Gadis itu menyapa, "Pagi! Jam kerja kalian pagi sekali ya?"

Suasana sontak menjadi canggung. Kedua pelayan itu bertatapan. Setelah memastikan Tiffany tidak mendengar obrolan mereka, kedua pelayan itu segera maju untuk membantu dan bertanya, "Nyonya, kenapa bangun pagi sekali?"

"Nggak terlalu pagi kok. Sudah jam 6 lewat," sahut Tiffany sambil memicingkan mata melihat jam. Semalam dia tidak bisa tidur. Pagi ini, dia juga bangun lebih awal dari biasanya.

Kedua pelayan itu seketika merasa panik. Apa mungkin nyonya mereka menyindir mereka bangun kurang pagi?

Ketika hendak menyiapkan sarapan, mereka baru menyadari bahwa meja sudah dipenuhi makanan. Telur, sayur, daging, dan panekuk.

Pelayan yang terkejut pun hendak bertanya, "Nyonya, semua ini ...."

"Semua ini buatanku." Tiffany tersenyum. "Aku nggak tahu suamiku suka makan apa, jadi aku masak seperti yang disukai nenekku."

Selesai berbicara, Tiffany mengambil beberapa panekuk dan memberikannya kepada kedua pelayan itu. Dia berujar, "Aku nggak tahu kalian akan datang sepagi ini, jadi nggak masak untuk kalian. Kalian makan saja dulu. Nanti aku masak lagi."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status