Share

Dimanja Suami Pembawa Sial
Dimanja Suami Pembawa Sial
Penulis: Clarissa

Bab 1

"Eee ... anu, aku seharusnya melepaskan bajuku dulu atau bajumu dulu?" tanya Tiffany Maheswari dengan hati-hati. Dia berdiri di depan kamar mandi dan hanya membalut tubuhnya dengan handuk.

Malam ini adalah malam pertamanya. Pria di depan sana, yang duduk di kursi roda dan menutup matanya dengan sutra hitam adalah suaminya.

Ini pertama kalinya Tiffany bertemu calon suaminya. Parasnya lebih tampan daripada yang terlihat di foto. Hidungnya mancung, alisnya tebal, tubuhnya tinggi dan tegap. Ini adalah tipe pria Tiffany.

Sayang sekali, pria itu buta dan duduk di kursi roda. Ada yang mengatakan bahwa Sean Tanuwijaya adalah pembawa sial. Ketika berusia 9 tahun, orang tuanya meninggal karenanya. Ketika berusia 13 tahun, kakaknya meninggal karenanya. Kemudian, 3 wanita yang pernah menjadi calon istrinya juga mati.

Ketika mendengar rumor ini, Tiffany sangatlah takut. Namun, pamannya bilang mereka baru bisa mengobati penyakit neneknya jika dia menikah dengan Sean. Demi neneknya, Tiffany bersedia mempertaruhkan nyawanya.

Karena tidak ada respons apa pun, Tiffany mengira Sean tidak mendengar omongannya. Jadi, dia mengulangi ucapannya lagi.

"Huh." Sean yang angkuh melepaskan sutra yang menutupi matanya dengan santai. Kemudian, dia meliriknya dengan dingin dan bertanya, "Kamu tahu siapa pria yang akan kamu nikahi?"

Tatapan Sean terlalu dingin, sampai membuat Tiffany tak kuasa membungkuk. Namun, sepertinya tidak ada yang perlu ditakutkan. Pria ini buta, 'kan? Hanya saja, apakah orang buta punya tatapan sedalam itu?

Tiffany tidak pernah bertemu orang buta, jadi kurang memahaminya. Meskipun begitu, dia tetap menjawab dengan jujur, "Aku tahu."

Sean tersenyum dan bertanya, "Kamu nggak takut mati?"

Setelah penutup matanya dilepaskan, Sean terlihat makin dingin dan berkarisma. Jantung Tiffany berdetak kencang. Dia menyahut, "Nggak takut."

Tiffany menatap Sean lekat-lekat sambil meneruskan dengan tegas, "Kamu telah menolong nenekku. Kamu penyelamatku. Aku pasti akan menepati janjiku. Aku akan melahirkan anak untukmu dan menjagamu hingga akhir hayat."

Wajah cantik itu tampak sangat serius. Sean mengamatinya dengan tenang. Sesaat kemudian, dia tersenyum mengejek dan berujar, "Kalau begitu, mandikan aku."

Setelah terdiam sesaat, Tiffany mengiakannya. "Ya."

Sejak menyetujui pernikahan ini, Tiffany tidak berniat untuk mengingkari janjinya. Setelah menikah dan mengambil akta nikah, dia adalah istri Sean yang sah. Suaminya cacat sehingga Tiffany harus melayaninya. Ini hal yang wajar, 'kan?

"Aku panaskan air dulu." Usai berbicara, Tiffany masuk ke kamar mandi.

Sean mengamati punggung Tiffany sambil mengernyit. Dia sudah menyuruh orang menyelidiki latar belakang Tiffany. Latar belakangnya sangat sederhana. Tiffany adalah wanita miskin dari desa. Demi biaya pengobatan neneknya, dia bersedia menikah dengan Sean yang dikenal sebagai pembawa sial.

Sebelumnya, ketiga calon istri Sean adalah nona kaya dari kalangan atas Kota Aven. Latar belakang mereka jelas tidak biasa. Namun, mereka semua mati dibunuh sehari sebelum pernikahan.

Sementara itu, Tiffany yang bodoh dan polos malah berhasil bertahan hidup hingga malam pertama mereka? Kemungkinannya hanya ada 2. Wanita ini terlalu bodoh sampai musuh tidak berniat membunuhnya atau wanita ini hanya berpura-pura bodoh.

Ketika Sean sedang merenung, pintu kamar mandi dibuka. Dia menengadah, lalu seketika tebersit ketakjuban di matanya.

Kabut tebal dari kamar mandi tampak menyebar keluar, lalu diikuti tubuh mungil wanita. Rambut hitam Tiffany tampak basah dan tergerai di tulang selangkanya. Handuk yang basah menempel erat dengan tubuh Tiffany sehingga memperlihatkan lekukan sempurna.

"Tunggu sebentar," ujar Tiffany. Kemudian, dia berjongkok dan membuka kopernya. Di sana, terlihat banyak pakaian dalamnya yang tersusun rapi. Dia mengambil 1 set pakaian dalam berenda yang berwarna putih, lalu melepaskan labelnya dan memakainya.

Mungkin karena mengira Sean buta, Tiffany pun memakai pakaian dalamnya di hadapan Sean. Akan tetapi, Sean tidak berpikir seperti itu. Dia merasa Tiffany sedang mencari tahu apakah dirinya benar-benar buta atau tidak.

Setelah semuanya beres, Tiffany menghampiri Sean dan mendorong kursi rodanya ke pintu kamar mandi. Kemudian, dia memapah Sean masuk dan mulai melepaskan bajunya.

Di tengah-tengah uap yang tebal, Sean memicingkan matanya. Tiffany menunduk dan ekspresinya tampak serius, seperti sedang menghadapi ujian sekolah.

Tiffany melepaskan arloji Sean, lalu kemejanya dan .... Ketika hanya tersisa celana dalam Sean, dia menarik tangannya dan bertanya dengan cemas, "A ... apa kamu bisa tetap pakai celana dalam saat mandi?"

"Nanti nggak bersih," sahut Sean dengan tatapan nakal.

"Hm, benar juga." Tiffany mengangguk dan menjulurkan tangannya kembali.

Sean cukup terkejut melihatnya. Dia menatap Tiffany dengan dingin, lalu alisnya sontak berkerut. Wanita ini benar-benar bodoh atau hanya pura-pura bodoh? Apa dia tidak bisa merasa malu?

"Masuk ke bak mandi," instruksi Tiffany sambil memapah Sean. Tiffany seolah-olah tidak menyadari perbedaan tubuh mereka, tetapi wajahnya tetap memerah. Dia menepuk wajah sendiri untuk menenangkan diri dan bertanya, "Kamu nggak takut sakit, 'kan?"

"Ya." Sean mengiakan.

Tiffany menyelipkan rambutnya ke belakang telinga, lalu berbalik untuk mencari sesuatu. Sesaat kemudian, dia berbalik kembali dengan memegang handuk gosok yang kasar.

Kelopak mata Sean berkedut. Wanita ini ingin membantunya menggosok daki di malam pertama? Sementara itu, tanpa menanyakan pendapat Sean, Tiffany langsung menggosok punggung Sean dan berucap, "Beri tahu saja aku kalau sakit. Aku akan lebih pelan nanti."

Ekspresi Tiffany tampak sangat serius. Sebelum menikah dengan Sean, dia melayani neneknya yang sakit selama bertahun-tahun. Neneknya sangat suka digosok seperti ini. Katanya, dia merasa sangat nyaman dan tidurnya jadi nyenyak.

Itu sebabnya, Tiffany yakin Sean juga pasti menyukainya. Dia berjongkok di samping bak mandi sambil menggosok setiap bagian tubuh Sean. Dia telah mengerahkan tenaga besar, tetapi Sean sama sekali tidak merasa sakit.

Meskipun begitu, Sean bisa melihat betapa seriusnya wanita ini. Keringat bahkan muncul di kening Tiffany. Seketika, Sean mulai meragukan spekulasinya. Apa dia sudah salah menyalahkan wanita ini? Sepertinya wanita selugu ini tidak mungkin punya rencana jahat?

"Eee ...." Setelah menggosok seluruh badan Sean, Tiffany bertanya dengan wajah tersipu, "Bagian itu juga mau digosok?"

"Menurutmu?" tanya Sean sambil menatapnya dengan tatapan suram.

Tiffany mengernyit sambil merenung sesaat, lalu akhirnya berkata, "Sepertinya harus."

Tiffany langsung menjulurkan tangannya yang masih memegang handuk gosok. Saat berikutnya, Sean menangkap tangannya secara akurat.

Suasana menjadi tegang. Tiffany tidak merasa ada yang salah jika menggosok kemaluan Sean. Dia mendongak sambil bertanya dengan tatapan lugu, "Gimana aku bisa menggosoknya kalau kamu menahanku?"

Tebersit kilatan dingin pada tatapan Sean. Dia berkata, "Keluar."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status