Selamat menikmati malam tahun baru semua ^^ Semoga tahun depan bisa menjadi tahun yang penuh berkah untuk kita semua. Aamiin. Seandainya nanti sempat up 1 bab lagi, kemungkinan bisa tengah malam, tapi tidak janji ya, Kak ><
Sebelum Reagan sempat menjelaskan, Reinhard kembali mencecarnya dengan sinis, “Apa karena dia putra Paman Alexei? Apa karena dia masih keluarga Hernandez, makanya Papa tidak mau merusak hubungan kalian?” “Rein─” Reagan mencoba menyela. Namun, Reinhard melanjutkan dengan nada suara yang semakin meninggi. “Pa, mau bagaimana pun, Nick sudah keterlaluan! Mau sampai kapan kita membiarkan dia semena-mena seperti ini? Jelas-jelas dia sudah mengancam kita secara tidak langsung.” Reinhard benar-benar sudah tidak bisa menoleransi tindakan sepupunya tersebut. Terlebih lagi, Nicholas sudah berani melibatkan Alicia dan mengirim orang untuk melecehkannya! Ini bukan pertama kalinya Nicholas ingin mencari gara-gara dengannya. Reinhard berpikir ia harus mengambil tindakan meskipun harus menyelesaikan dengan cara kekerasan sekalipun. Namun, meskipun mendengar penjelasan Reinhard, Reagan tetap pada pendiriannya. Ia menegaskan, "Mau dia mengancam atau tidak. Kamu tidak usah mencampuri masalah ini
“Bukankah kamu sendiri yang memaksaku untuk segera menikah, Pa? Sekarang aku sudah menikah, tetapi kamu malah memintaku bercerai?” Reinhard berkata dengan suara bergetar, menunjukkan bahwa ia sudah berusaha untuk tidak melawan ayahnya. Akan tetapi, pria paruh baya itu seolah sengaja memancing emosinya dengan memaksanya untuk berpisah dengan wanita yang dicintainya. “Apa alasannya?” Reinhard menggeram lebih lanjut. “Alasan?” Reagan tersenyum smirk, lalu menjawab dengan acuh tak acuh, “Bukankah sudah jelas? Dia bukan wanita yang pantas untukmu, Rein.” Reagan tetap berdiri tenang meskipun ia dapat melihat kilatan kemarahan pada mata putranya atas alasan yang diucapkannya. Keduanya saling bertatapan dalam keheningan yang mencekam. Udara di sekitar mereka terasa berat hingga akhirnya suara tawa sinis pun meluncur dari bibir Reinhard. “Tidak pantas?” ulangnya dengan nada yang terdengar mengejek. Namun, Reagan masih tidak mengubah ekspresi datarnya. Sebelum putranya sempat melanjutka
Suara kekehan sinis bergulir dari bibir Reinhard. Dengan wajah yang terkesan angkuh, ia berkata, “Lucu sekali. Apa Papa sedang membicarakan diri sendiri?”Reagan menyipitkan matanya, menatap Reinhard dengan dingin. “Kamu pikir kamu setara denganku?”Reinhard malas menjawab. Ia membuang pandangannya ke sisi lain. Ia yakin, apa pun yang dikatakan, ayahnya akan memiliki beribu cara untuk membalikkan argumennya.Setelah keheningan beberapa saat, Reagan akhirnya berkata, “Jadi … kamu benar-benar mencintai wanita itu? Janda tanpa asal-usul yang hanya membawa masalah. Apa seperti itu tipe wanitamu?”Kritikan tajam tentang Alicia membuat kening Reinhard berkerut. Ia tidak suka siapa pun menjelekkan istrinya, bahkan jika itu ayahnya sendiri. Namun, ada sesuatu yang aneh dalam ucapan ayahnya.Sebelumnya, ayahnya hanya tahu bahwa Alicia merupakan seorang janda yang tidak memiliki sanak saudara mana pun. Akan tetapi, kenapa ayahnya tiba-tiba berbicara seolah mengetahui sesuatu hal tentang istrinya
Reagan menghela napas panjang. Ia pun berkata, “Putra bodohku itu memang terlalu naif dan kurang ajar, Hans.”Namun, detik berikutnya, ia tersenyum tipis dan menambahkan, “Tapi aku suka dengan keberaniannya.”Hans tertegun. Cukup terkejut dengan pujian yang diucapkan tuannya tersebut. Terlihat kekaguman samar dari raut wajah Reagan yang tidak ditunjukkan kepada Reinhard tadi. “Tuan, Anda juga terlalu keras kepada diri Anda sendiri.”Reagan terkekeh pelan.Seperti yang dikatakan Hans, Reagan pun sadar bahwa dirinya dulu juga seperti Reinhard.Demi wanita terkasihnya─Selina Anderson, ia juga akan melindunginya meskipun harus mengorbankan nyawanya sendiri.Akan tetapi, sebagai seorang ayah, Reagan tetap saja merasa perlu untuk mengingatkan putranya bahwa berkorban tanpa perhitungan adalah tindakan bodoh.Lagipula, Reagan tidak tahu apakah wanita pilihan putranya itu pantas menerima pengorbanan putranya. Selain itu, ia tahu bahwa memilih wanita itu berarti putranya harus menanggung tanggun
Reinhard telah berada di depan pintu rawat ruangan Alicia. Ia tidak langsung masuk, tetapi berdiri diam cukup lama di sana sembari meredakan rasa sakit pada pipinya akibat tamparan ayahnya tadi.“Ck! Dia benar-benar tidak menahan diri dan menggunakan semua tenaganya,” gerutu Reinhard sembari meringis ketika menyentuh pipinya yang masih terasa perih.Dari jendela kecil pintu ruangan rawat Alicia, Reinhard dapat melihat ibunya mengusap kening Alicia dengan lembut. Ia pun tersenyum melihat perhatian yang diberikan wanita paruh baya itu kepada istrinya.Reinhard kembali teringat dengan pembicaraannya dengan sang ayah. Ia memahami bahwa sikapnya tadi kepada ayahnya memang salah.Namun, kerasnya sikap ayahnya sering kali membuat Reinhard kehilangan kesabaran, sehingga ketegangan di antara mereka selalu tidak dapat dihindari.‘Dasar tidak berperasaan. Kenapa dia selalu seenaknya mengatur hidupku?’ sungutnya di dalam hati.Kebingungan dan amarah masih memenuhi pikiran Reinhard. Akan tetapi, ad
“Ma, sebenarnya … Anya bukanlah nama aslinya,” aku Reinhard seraya tersenyum kaku. “Ma-maksudmu apa, Rein?” Kerutan pada kening Selina semakin dalam. Ia menatap putranya dengan penuh pertanyaan. “Namanya adalah Alicia. Anya hanyalah nama yang didapatkannya sewaktu amnesia dulu,” papar Reinhard dengan singkat. Selina tertegun, masih mencoba mencerna ucapan putranya. "Amnesia?" gumamnya, memastikan ia tidak salah dengar. Selina menatap putranya dengan alis yang terangkat, menuntut penjelasan lebih lanjut. Reinhard mengangguk kecil. “Ya, Ma. Dia kehilangan ingatan setelah mengalami kecelakaan mobil. Nama asli dia yang sebenarnya adalah Alicia Lorenzo,” jawabnya. Reinhard tidak berpikir untuk menutupi identitas Alicia kepada siapa pun lagi. Setelah semua yang terjadi, Reinhard memutuskan untuk berhenti menyembunyikan identitas Alicia. Ia ingin memulai segalanya dengan kejujuran. Selina tersentak. “Lorenzo?” Wajah Selina berubah serius. Tatapan Selina beralih kepada Alicia
“Jadi, kapan kamu akan menjalani ‘hukuman’ yang Mama tentukan untukmu?” Selina kembali mendesak putranya. Wanita paruh baya itu sudah merencanakan liburan bulan madu di tempat romantis yang sepi dan tenang, tempat di mana putra dan menantunya bisa benar-benar menikmati waktu mereka tanpa gangguan.Namun, ia tidak menyangka, lagi-lagi ia harus menerima kenyataan bahwa "hukuman" yang direncanakannya harus ditunda karena kondisi putra dan menantunya saat ini. Reinhard tertawa ringan. “Mama yakin ini hukuman? Bukan hadiah?” ledeknya yang telah mengetahui hukuman yang dimaksud ibunya. “Dasar anak nakal. Kamu pikir Mama akan semudah itu memberikanmu hadiah?” Selina tersenyum penuh arti. Namun, akhirnya ia mengakui bahwa hukuman yang diaturnya itu memang hanyalah dalih untuk memenuhi harapannya saja. “Sudahlah. Anggap saja ini hadiah pernikahan kalian,” ucap Selina dengan setengah hati. Reinhard kembali tertawa kecil. “Terima kasih, Ma. Aku dan Alicia akan berusaha lebih keras lagi untuk
‘Sial! Kenapa dia selalu bisa tahu sih?’ rutuk Alicia di dalam hati, merasa sangat frustrasi.Ia teringat dengan hal sama yang pernah dilakukannya saat malam pertama dengan Reinhard. Pria itu juga memergokinya sedang berpura-pura tidur saat itu.‘Bisa-bisanya dia berpikiran nakal di saat seperti ini,’ Alicia menggerutu di dalam hati.Alicia tetap terdiam, tetapi warna merah samar mulai merayap di pipinya. Ia juga tidak bisa menahan detak jantungnya yang semakin cepat setelah mendengar suara lembut namun penuh sindiran dari suaminya itu.‘Aduh, bagaimana ini? Apa aku bangun saja?’‘Tapi, kalau aku bangun sekarang, dia pasti akan menggodaku habis-habisan!’Kepanikan semakin menguasai pikiran Alicia. Ia tidak tahu harus memasang wajah seperti apa apabila pria itu mengetahui sandiwaranya. Selain itu, ia masih sangat syok dengan pengakuan yang tidak sengaja didengarnya tadi.Sebenarnya saat sedang menikmati tidurnya tadi, Alicia terusik dengan suara berbisik di sekitarnya. Ia tahu bahwa ib
“Apa kerugiannya sangat parah?” tanya Alicia, lalu menyadari jika tidak seharusnya ia bertanya kepada keponakannya yang tidak mungkin akan mengetahui hal tersebut secara mendetail. Akan tetapi, di luar perkiraannya, Rayden menjelaskan semua yang diketahuinya dengan profesional. Alicia benar-benar terpana dengan kecerdasan keponakannya tersebut. “Bagaimana kamu bisa tahu, Ray? Memangnya Papamu tidak tahu kalau kamu menguping?” tanya Alicia dengan kagum. “Tante terlalu meremehkanku.” Rayden mengangkat satu alisnya dan tersenyum angkuh. “Memangnya apa yang tidak diketahui oleh Zeus, hm?” Alicia mengerutkan dahinya. Perlahan netranya terbelalak besar. “Maksudnya … kamu adalah Zeus?!” Alicia menatap Rayden dengan ekspresi sulit percaya. Keponakannya yang baru berusia belasan tahun ini ternyata adalah peretas handal yang dibayarnya waktu itu?“Kamu bercanda, kan?” desis Alicia, masih berusaha mencerna informasi yang baru saja didapatnya.Rayden menghela napas dan bersandar di kursinya d
“Kamu kenapa, Alicia?” tanya Amora dengan cemas.Alicia menggeleng pelan, menelan salivanya untuk menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerang. “Aku tidak tahu … tiba-tiba saja aku merasa pusing dan mual setelah mencium bunga ini.”Regis mengernyit, mengambil buket tersebut dan mengendus aromanya. "Bunganya tidak ada yang aneh. Hanya terlalu menyengat saja. Mungkin kamu tidak cocok dengan baunya. Sebaiknya suruh Xavier berhenti mengirim bunga ini.”Amora langsung melotot ke arah suaminya, memberi isyarat agar tidak sembarangan berbicara. Namun, Regis hanya mengangkat bahu dengan santai dan kembali menikmati sarapannya.Sementara itu, Alicia masih berusaha menenangkan dirinya. Amora yang khawatir segera mengeluarkan minyak esensial dari saku dress hamilnya dan menyodorkannya kepada Alicia.“Coba oleskan di bawah hidungmu. Ini mungkin bisa membantu,” ucap Amora dengan lembut.Alicia menuruti saran kakak iparnya. Anehnya, setelah menghirup aroma minyak itu, rasa mualnya berangsur berkurang
Noel tidak menjawab. Ia hanya membereskan peralatan medisnya ke dalam tas.Alicia pun tidak ingin menggodanya lebih lanjut karena ia tahu bahwa cinta pertama tidak semudah itu dapat dilupakan.“Ryu ternyata anak yang sangat aktif juga,” ucap Alicia, mengalihkan pembicaraan.“Sifatnya mirip denganmu, Alicia,” celetuk Noel.Alicia memutar bola matanya dengan malas. “Aku tidak seperti itu,” tampiknya.Noel terkekeh pelan. “Kamu tidak ingat? Dulu kamu juga sering membuat para pelayan panik dengan ulahmu dan ayahmu sampai menebang semua pohon di taman belakang itu.”Pipi Alicia langsung memerah. "Kenapa sih yang diingat malah hal-hal memalukan?" gerutunya.Noel tersenyum tipis, lalu perlahan ekspresinya berubah serius. “Sekarang … bisakah kamu menceritakan padaku apa yang terjadi?”Alicia terdiam sejenak, menatap lurus pria itu. Setelah merasa ragu selama beberapa saat, akhirnya ia pun menjelaskan kondisi yang dirasakannya kepada pria itu.Noel mendengarkan dengan seksama tanpa menyelanya.
“Alicia.”Suara lembut yang memanggil namanya terdengar samar di telinganya, tetapi semakin lama semakin terdengar jelas dan menarik kesadarannya kembali. Kelopak mata Alicia berkedut sebelum akhirnya terbuka perlahan.Cahaya lampu ruangan menyambut pandangannya, memberikan efek menyilaukan yang membuat Alicia kembali menutup matanya dengan cepat. Namun, ia membuka matanya kembali dengan perlahan-lahan.Alicia melihat sosok wanita yang tidak lain adalah kakak iparnya, Amora Lysander. Wanita itu tidak sendiri, tetapi bersama Noel yang sedang memeriksa kondisinya dengan peralatan yang dibawanya.“Syukurlah kamu sudah sadar, Alicia,” Amora bergumam dengan penuh kelegaan.Alicia berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Kepalanya masih terasa berat, dan ada sensasi berdenyut yang samar di pelipisnya.“Alicia, bagaimana perasaanmu?” tanya Amora dengan suara lembut.Namun, Alicia tidak menjawab sehingga Amora pun menoleh pada Noel dan bertanya, “Apa ada
Alicia menatap langit-langit kamar, pikirannya tak henti-henti mengembara. Semakin Reinhard memintanya untuk melupakan pertanyaan itu, semakin besar rasa ingin tahunya."Kenapa Xavier tiba-tiba menanyakan kecelakaan itu?" gumamnya pelan.Alicia menghela napas panjang dan berbalik, memeluk bantalnya.Ia tahu Reinhard tidak akan menanyakan hal itu tanpa alasan. Pria itu mungkin menyembunyikan sesuatu darinya dan seperti biasanya, Alicia lagi-lagi merasa berkecil hati.“Ah, tidak! Apa yang aku pikirkan?” Alicia menggelengkan kepalanya dengan kuat, mencoba mengusir rasa khawatirnya yang berlebihan.“Aku harus percaya padanya. Xavier bertanya seperti itu, pasti karena ada sesuatu yang penting yang ingin dipastikannya saja.”Embusan napas kasar bergulir dari bibir Alicia. Ia pun memejamkan matanya kembali, mencoba untuk mencari potongan ingatan yang hilang di dalam memorinya tersebut.Namun, semakin ia mencoba, semakin kuat rasa sakit yang menghantamnya. Seolah ada dinding tebal yang mengha
“Daripada membicarakan dia, ada hal penting yang ingin kutanyakan padamu,” ucap Reinhard, suaranya tiba-tiba menjadi lebih serius.“Hal apa?” tanya Alicia. Suaranya masih diselimuti kekhawatiran.Namun, Reinhard tidak langsung menjawab sehingga keheningan yang tercipta di antara mereka membuat rasa ingin tahu Alicia yang berada di ujung telepon tersebut semakin besar.“Xavier─”Sebelum Alicia sempat mendesaknya, Reinhard akhirnya bersuara. “Alicia, mengenai kecelakaanmu waktu itu, apa kamu bisa menceritakannya padaku?”“Kecelakaanku?” gumam Alicia yang diliputi kebingungan.“Maaf, aku bukan ingin memaksamu untuk mengingat kenangan buruk itu. Tapi …,” Reinhard menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, “aku ingin tahu bagaimana kamu bisa tidak ada di dalam pesawat waktu itu?”“Kenapa kamu bertanya tentang hal ini?” tanya Alicia dengan bingung.“Aku hanya ingin tahu semuanya tentangmu, Sayang,” dalih Reinhard.Ia terpaksa berbohong. Ia tidak ingin Alicia mengetahui permasalahan rumi
Siapa lagi yang bisa mengubah suasana hati Reinhard secepat ini jika bukan istri tercintanya, Alicia Lorenzo?Ternyata, wanita itu sudah mengirimkan beberapa pesan untuknya tanpa ia sadari.Reinhard bergegas membuka pesan-pesan tersebut dan membacanya dengan penuh antusias.[Kamu lagi apa, Suamiku?][Kamu lagi sibuk?][Sesibuk-sibuknya kamu, jangan sampai lupa makan. Aku tidak ingin kamu sakit.][Kamu tidak rindu aku?][Baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi. Selamat bekerja.]Ketegangan yang dirasakan Reinhard seketika menguap saat membaca pesan singkat beruntun dari istrinya tersebut. Tanpa membuang waktu, ia langsung menekan nomor kontak wanita pujaannya itu dan melakukan panggilan video.Baru dering pertama, panggilan tersebut langsung terhubung. Akan tetapi, Alicia tidak menyalakan kameranya sehingga Reinhard tidak dapat melihat wajahnya.“Halo,” sahut Alicia di seberang teleponnya.“Sayang, kameramu belum on,” ucap Reinhard mengingatkan.“Aku memang sengaja,” timpal Alicia, t
Di ruang kerjanya yang berada di kantor pusat Divine, Reinhard duduk bersandar di kursinya, mendengarkan laporan dari Owen dan Ethan Millano, salah satu anggota tim khusus yang ia tempatkan di Nexus."Seperti yang Anda duga, proyek kerja sama ini memang mencurigakan," ujar Ethan dengan nada serius.Pria bertubuh kurus dan berpenampilan necis itu kembali melanjutkan, “Saya sudah menelusurinya dan sejak awal Tuan Muda Nicklah yang menerima kerja sama ini. Tapi, beliau tidak tahu kalau perusahaan rekanan ini sangat bermasalah.”Reinhard, yang sejak tadi bersandar di kursinya, menyipitkan mata. “Teruskan.”Ethan mengeluarkan beberapa dokumen dan menyerahkannya kepada Owen, yang kemudian meneruskannya kepada Reinhard. “Perusahaan rekanan ini, Vega Tech, sebenarnya hanya sebuah perusahaan cangkang. Tidak ada proyek besar yang pernah mereka tangani sebelumnya, dan sumber pendanaan mereka juga tidak jelas.”Reinhard membuka dokumen itu dan meneliti setiap lembarannya. Dahinya berkerut saat me
“Nexus, ya?” Liliana tiba-tiba ikut menimpali. “Tadi Tante juga sempat lihat beritanya di TV. Sepertinya lagi jadi trending topic.”Mendengar hal tersebut, Alicia segera mengambil remote televisi dan mencari saluran berita yang sedang tayang. Amora, Liliana, dan Winny ikut memperhatikan layar dengan penuh rasa ingin tahu.Tak lama, sebuah berita bisnis muncul di layar. Seorang reporter sedang berbicara dengan latar belakang gedung tinggi yang memiliki logo Nexus di bagian depannya.“… pengambilalihan mendadak ini mengundang banyak spekulasi di antara para pebisnis. Walaupun Reinhard Xavier Hernandez tidak membuat pernyataan secara langsung, tetapi kehadirannya di Nexus memicu asumsi mengenai perubahan kepemilikan perusahaan tersebut.”Alicia terpaku menatap layar televisi tersebut. Wajah Reinhard disorot oleh kamera media. Pria itu berjalan keluar dari gedung Nexus dengan pengawalan ketat dan mengabaikan semua pertanyaan dari para wartawan.“Kamu beruntung dapat pria hebat, Alicia,” p