Share

112

Penulis: NingrumAza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Buru-buru Syakila berlari mencari Devan di luar kamar. Kepala yang tak terbalut kerudung itu celingukan mencari sosok suaminya sembari menenteng paper bag yang telah dibuang.

Tempat yang memungkinkan suaminya berada di sana adalah ruang kerja. Segera perempuan itu mengetuk pintu yang kebetulan berada dekat dengan kamarnya.

Tak ada sahutan apapun, Syakila memutuskan langsung untuk masuk.

Benar saja, Devan tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Kenapa makanan ini kamu buang, Mas?" ucap Syakila.

Devan mendongak. Memandang Syakila dengan rambut panjang yang tergerai indah.

"Apa makanan ini untukku? Tapi kenapa dibuang?" Sekali lagi Syakila mengulang ucapan berupa pertanyaan itu.

"Karena kupikir kamu tidak membutuhkan lagi," jawab Devan setelah cukup lama diam.

"Kamu bahkan belum bertanya padaku, Mas."

"Aku hanya tidak ingin mengganggu obrolan seseorang yang mungkin sedang melepas rindu."

Syakila mengernyit heran, "Melepas rindu?"

"Iya. Aku sudah cukup lama berada di belakangmu. Ak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Hasanah
kurang komunikasi dan Syakira jg salah,jujur saja pada suamimu....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   113

    Pagi harinya ... Devan belum terlihat dimeja makan, juga dengan Syakila yang belum turun dari kamarnya. Sedang Sukoco, Aira, serta Renata sudah duduk, bersiap untuk sarapan. "Kok mereka belum pada turun, Bu?" tanya Renata merasa heran sembari melihat ke lantai atas. "Sudah biasa itu. Palingan semalam habis lembur," celetuk Sukoco. Renata bukan anak kecil yang tidak tahu dengan maksud perkataan nenek dari Aira tersebut. Dadanya mendadak panas. Tak rela jika Devan memadu kasih dengan istrinya. Harusnya dia yang berada di sana, pikirnya. "Sudah tidak usah ditunggu. Biasanya mereka nanti akan minta bibi untuk mengantar makanan ke atas." Sukoco kembali berujar. Sengaja orang tua itu memanas-manasi Renata berharap wanita yang berstatus tamu itu sadar akan posisinya. "Tante, Aira mau makan roti panggang dong," ucap Aira. "Makan yang ada aja, Ra. Itu kan ada nasi goreng sama bubur ayam." Renata berujar dengan nada sedikit ketus akibat hatinya yang terbakar api cemburu. "K

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   114

    Di tengah perseteruan adegan saling melempar pandang dengan sengit, Devan kembali memasuki ruangan itu untuk mengambil tas kerjanya.Renata yang kebetulan badannya menghadap ke arah Devan, dengan cepat mengetahui maksud pria itu kembali masuk. Dengan gerakan cepatnya dia mengambil tas yang berada di dekat meja makan lalu kemudian berjalan seolah istri solehah tengah menghampiri sang suami. "Ini tasnya Mas," ucapnya dengan lembut. "Terima kasih," sahur Devan sembari melirik Syakila yang kini sudah menoleh padanya. Kemudian pria yang mengenakan pakaian abu-abu selaras dengan celananya itu berpamitan dengan sang ibu dan juga anaknya. "Devan berangkat dulu, Bu." "Aira, Daddy kerja dulu, ya. Sekolah yang pintar dan tidak boleh nakal. Oke?" "Oke Daddy," tempal Aira kemudian menyalami sang ayah dan dibalas ciuman oleh Devan. "Mas Devan tenang saja, selama ada Rena di sini Aira pasti jadi anak baik. Rena pastikan dia akan selalu bahagia dan tidak kesepian." Dengan tidak tahu malunya R

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   115

    "Kamu kenapa, Nak?""Kepalaku tiba-tiba pusing, Bu.""Ayo kita duduk dulu."Dengan penuh hati-hati Syakila dituntun untuk kembali duduk di kursi. Sukoco dengan telaten memijit tengkuk dan kepala menantunya."Mungkin karena kamu belum sarapan, Sya.""Mungkin, Bu. Apalagi semalam sempat begadang." Syakila menikmati pijatan ibu mertuanya sembari memejamkan mata."Bersama Devan?""Hah." Syakila membuka mata. "Bukan, Bu. Aku -- Ada kerjaan makanya lembur," imbuhnya kikuk."Tidak apa-apa, kok. Ya sudah, nanti sarapan dulu lalu istirahat. Kalau masih pusing nanti Ibu antar ke dokter.""Tidak perlu, Bu. Habis sarapan pasti enakan. Ini juga sudah mendingan dipijit sama Ibu."Sukoco mengulas senyum. Diurutnya leher belakang Syakila agar badan kurus menantunya lebih terasa enteng."Sudah. Sekarang ayok Ibu temani sarapan," ajaknya setelah selesai memijit."Iya, Bu." Syakila berdiri lalu memeluk ibu dari suaminya sembari berucap, "Makasih ya, Bu. Syakila sangat beruntung punya mertua seperti Ibu

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   116

    "Aku sudah menunggumu, Mas."Suara itu bukan milik istrinya. Seketika Devan melepaskan tangan di perutnya lalu berbalik untuk melihat siapa yang lancang memeluk dirinya."Renata." Mata Devan terbelalak. "Ngapain kamu di sini?"Devan sedikit merutuki diri sebab terlalu berharap sang istri datang memperbaiki hubungan, hingga tak bisa membedakan antara tangan lembut istrinya dengan wanita lain."Aku kangen sama Mas Devan." Renata dengan berani kembali memeluk lelaki tampan di depannya."Apa yang kamu lakukan!" sentak Devan mendorong tubuh Renata."Mas Devan tahu apa yang kulakukan. Mas juga pasti tahu bagaimana aku mendambamu, tapi kenapa Mas selalu mengabaikan aku?" Renata menundukkan wajahnya.Sakit rasanya mendapat penolakan berkali-kali dari Devan. Selama lima tahun mengejar cinta pria itu, tak ada celah sedikitpun yang terbuka untuk menggapai hatinya."Renata, dengar. Kau sudah ku anggap adikku sendiri. Di antara kita tidak mungkin bisa mempunyai hubungan lebih dari itu. Terlebih s

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   117

    Derrtt. Derrtt. Derrtt.Deringan ponsel milik Devan memudarkan keheningan. Diliriknya benda pipih yang tergeletak di atas meja.Ada nama kontak 'My Beloved Wife' yang memanggil.Di seberang sana ... Mendadak perasaan Syakila gelisah seolah merasakan apa yang terjadi dengan suaminya. Dorongan untuk menelpon Devan begitu kuat. Terlepas dari lelaki itu enggan mengangkat panggilannya atau tidak, dia tidak begitu peduli.Syakila yang seharian ini di rumah saja, mondar mandir di dalam kamar seraya melihat layar ponsel berharap ada suara yang menyahuti."Halo."Syakila begitu lega saat suara bariton suaminya terdengar."Apa Mas Devan baik-baik saja? Mas lagi di kantor 'kan?" Syakila langsung mencercanya."Iya. Ada apa?" Meski sedikit ketus, sejujurnya Devan merasa terselamatkan istrinya menelpon."Syukurlah kalau begitu, Mas. Aku lega mendengarnya. Mendadak aku merasa gelisah dan khawatir sama kamu. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."Deg!Ungkapan Syakila berhasil meluluhlantakkan perasaa

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   118

    "Sayang, tolong maafkan aku. Pukullah aku. Tampar aku. Atau kalau perlu tinju wajahku. Yang penting maafkan suami yang tidak becus ini." Di tengah-tengah tangisnya Devan berujar dengan sedikit terbata. Syakila menunduk. Mengelus punggung Devan, dan mengajak pria itu untuk berdiri. "Jangan begini, Mas. Berdirilah, kita bicarakan baik-baik." Nada suara Syakila pun bergetar. Melihat suaminya menangis ia pun ikut menangis. "Tidak sebelum kamu memaafkan, suami bodohmu ini!" "Jangan berkata seperti itu. Kamu yang terbaik yang kumiliki, Mas." "Aku meragukan ketulusanmu, Sya. Aku menyakitimu. Menyakiti jiwa ragamu. Aku pantas dihukum, tapi tolong maafkan aku, dan jangan tinggalkan aku." "Iya, Mas. Aku sudah memaafkanmu, dan aku tidak akan pernah meninggalkan Mas Devan." Barulah setelah mendengar kata itu meluncur dari bibir Syakila, Devan perlahan berdiri, dibantu Syakila yang memegang kedua pundaknya. Devan memandang sendu wanita berhijab di depannya. Wanita dengan mata teduh

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   119

    "ke mana sih semua orang? Masa jam segini sudah pada tidur." Renata celingukan berharap ada satu orang saja terlihat di rumah besar itu. Sayangnya rumah itu seperti tak berpenghuni.Hingga tak lama, seorang asisten rumah tangga terlihat berjalan menuju dapur. Renata segera memanggil untuk menanyakan keberadaan penghuni yang lain."Bibi. Sini kamu!""Iya, Non."Si bibi itu pun lantas mendekat. "Ada apa, Non. Ada yang bisa saya bantu?""Ibu, Aira, sama Mas Devan ke mana? Kok sepi.""Ibu ada di kamarnya sama Non Aira. Den Devan juga kemungkinan ada di kamarnya, Non.""Owh ...." Renata mengangguk-anggukkan kepalanya.Si bibi kemudian kembali melanjutkan ucapan, "Kalau Non Syakila sedang pergi, Non. Dengar-dengar pulangnya besok.""Gak nanyain dia aku." Renata memutar bola mata malas. "Eh tapi tunggu." Namun sedetik kemudian ia penasaran."Iya, Non?" sahut bibi."Memangnya ke mana perempuan itu pergi? Kenapa menginap?""Kayaknya pergi ke rumah omanya. Kalau urusannya apa? Saya kurang paham

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   120

    Syakila segera masuk ke dalam kamar sebelum seseorang yang terdengar derap langkahnya semakin dekat. Mematikan lampu lalu dia menidurkan diri, meringkuk di atas kasur membelakangi pintu, lalu menyelimutinya hingga tertutup semua anggota badan termasuk kepalanya.Selanjutnya dia bersiap siaga menghadapi apa yang akan terjadi berikutnya. Tak lupa ia mengirimkan pesan dari balik selimut pada grup untuk stand by jika terjadi keributan di kamarnya.Ceklek. Terdengar seseorang membuka pintu. Syakila mengatur napasnya, lalu memejamkan mata.Seseorang yang ternyata Renata melangkah pelan menuju pembaringan setelah sebelumnya menutup pintu.Ia sengaja tak menyalakan lampu utama kamar itu, cukup cahaya dari celah jendela dan lampu meja sebagai penerangnya."Sepertinya Mas Devan sudah tidur. Kasihan sekali kamu, Mas, kedinginan sampai meringkuk sendirian seperti itu. Tenanglah, aku akan menghangatkanmu malam ini," gumamnya lalu melepas tali kimono yang ia kenakan.'Kedinginan pala lu peang. Ora

Bab terbaru

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   186

    "Eh, anu ... Itu, saya ---""Sudahlah, Dev. Sebaiknya kita segera masuk. Siapa tahu Bu Syakila saat ini sudah sadar." Jo menyela, terkesan melindungi Kamil padahal dia sendiri menaruh rasa curiga pada lelaki bertubuh tinggi kurus itu."Ya, tapi---""Tidak ada tapi-tapian, Bos. Istrimu sudah menunggu di dalam." Lagi-lagi Jo tak membiarkan Devan menginterogasi Kamil. Di otak sahabat Devan itu sudah tersusun rencana matang untuk menyelidiki tentang Kamil. Firasatnya mengatakan ada keanehan pada lelaki yang masih berdiri di depannya dengan gelagat gugup itu."Kamu benar, Jo." Devan lalu berjalan masuk ke rumah sakit, dan berusaha membuang pikirannya tentang Kamil. Mungkin dia hanya menebak, pikirnya.Sementara Jo tersenyum manis pada Kamil agar tak merasa gugup lagi. "Yuk, kita juga ikut masuk," ajaknya."Iya, mari."Kamil dan Jo lalu berjalan beriringan menuju rumah sakit menyusul Devan.Kamil begitu pandai menghilangkan kecemasannya, terbukti dia begitu santai saat berjalan bersama Jo.

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   185

    Syakila baru saja selesai melakukan kuretase setelah sebelumnya melakukan dilatasi selama lima jam. Saat ini dia belum sadarkan diri dari pengaruh obat bius.Devan dan keluarga masih setia menemani, hingga satu pesan dari orang kepercayaannya berhasil membuat dia harus meninggalkan rumah sakit sebentar."Bu, Opa, Oma, Devan ada urusan penting. Tolong jaga Syakila. Setelah urusan Devan selesai, Devan akan segera kembali," pamitnya."Iya, Nak. Semoga urusanmu cepat selesai," sahut sang ibu sambil mengelus pundak Devan."Iya, Bu."Setelah itu Devan berjalan cepat menuju parkiran. Tak lupa dia juga menyuruh anak buahnya untuk standby di sekitar ruangan istrinya.Dengan kecepatan tinggi, kini Devan telah sampai di markas tempatnya berkumpul dengan anak buahnya.Di sana sudah ada Jo dan Alex yang menunggu."Sorry, Bro. Aku turut berdukacita," ucap Jo."Hmmm. Tak apa. Kau juga sedang bersedih. Kenapa kamu sudah kembali? Bukankah masih ada waktu cuti beberapa hari?" ucap Devan heran, sebab sa

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   184

    "ada apa, Non?" Anton bertanya dengan panik."Maaf, Pak Anton, tidak ada apa-apa. Saya hanya sangat bahagia karena sahabat baik saya akhirnya akan segera menikah," jawab Syakila."Syukurlah, kalau begitu kami kembali ke depan. Permisi.""Iya, Pak. Maaf bikin panik.""Gak pa-pa, Non."Sepeninggal Anton dan temannya, Syakila kembali memperhatikan kertas yang berhiaskan ukiran indah beserta foto dua sahabatnya yang sedang tersenyum bahagia. "Pantas mereka gak ada kabar akhir-akhir ini, ternyata mereka sedang sibuk mempersiapkan pesta pernikahan. Masya Allah ...." Antara bahagia dan tidak menyangka, Syakila terus memperhatikan."Pantas saja beberapa waktu lalu pas Opa ke butik, Nita gak ada. Katanya sedang cuti beberapa hari. Ternyata ini alasannya," ujar Bamantara."Oma senang, akhirnya Nita menemukan jodohnya. Dia gadis yang baik." Amber ikut membuka suara."Nita memang jagonya bikin kejutan. Tapi kok Mas Ryan ikutan sembunyi-sembunyi, sih? Biasanya kalau ada apa-apa pasti cerita ke ak

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   183

    Setelah kepergian kakak yang dulu pernah diremehkannya, Jasmin harus kembali masuk ke dalam sel. Dengan membawa dua kantong kresek berisi makanan, Jasmin nampak sedikit berbinar. Setidaknya untuk nanti malam dia tidak terlalu kebingungan ketika dia ingin makan sesuatu.Demi menjaga psikologis Jasmin yang pernah melakukan aksi bunuh diri, Lapas memperbolehkan Jasmin membawanya ke dalam setelah melakukan pengecekan terlebih dahulu. Sayangnya hal itu tidak berlangsung lama, sebab rombongan napi yang suka usil terhadapnya datang menghampiri. Lima orang wanita berbadan besar menghadang langkah Jasmin."Sepertinya bawa makanan. Bagi, dong," ucap salah satunya.Jasmin mengeratkan genggaman kantong kreseknya. "I-iya, nanti pasti aku bagi-bagi kok, tapi aku harus ke sel-ku dulu," sahut Jasmin terbata dan berusaha melangkah menerobos lima orang di depannya."Jangan terburu-buru, dong." Dua orang langsung mencekal tangan Jasmin. "Boleh aku lihat isinya?""Enggak. Tolong, kali ini jangan ambil m

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   182

    Sosok itu lalu menghilang di tengah gelapnya malam. Tak ada yang menyadari, sebab bodyguard belum sepenuhnya tersebar.***Dua hari setelah insiden itu, suasana masih normal dan aman. Sayangnya, keberadaan Rosa belum juga diketahui oleh orang suruhan Devan. Wanita itu terlalu pintar bersembunyi.Keadaan Renata semakin kacau di penjara. Beberapa hari lagi sidang putusan, dan dia masih berharap Devan mau memaafkan dan mencabut tuntutannya. Namun, harapan tinggal harapan, Devan bahkan tak pernah lagi datang menemuinya. Sementara itu, keadaan Dion dan Jasmin juga tak kalah menyedihkan. Dion kini telah menjadi pelacur laki-laki yang suka rela melayani Jek dan anggotanya. Kehidupannya di penjara lebih baik dari yang sebelumnya memang, tapi dia harus merelakan kehormatan sebagai lelaki sejati menjadi ternoda. Namun, bagi Dion hal itu kini bukanlah masalah.Berawal dari jijik, kini justru Dion sangat menyukai permainan itu. Dia bahkan lupa hal buruk apa yang bisa saja menimpa dirinya kemudia

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   181

    "Apa itu, Mas?" Syakila penasaran. Ia pun mendekati Devan untuk melihat apa isi kertas putih itu."Boleh aku lihat itu apa, Mas?" Tanpa menunggu jawaban, Syakila lantas merebut kertas itu dan membuat Devan terkesiap."Sayang --""Kalian boleh bahagia sementara waktu. Tunggulah sampai aku lenyapkan janin di perut Syakila, maka hari itu adalah awal penderitaan kalian yang sesungguhnya!" Seketika Syakila menegang setelah selesai membaca tulisan dalam kertas itu."Astaghfirullah, siapa yang melakukan ini, Mas." Syakila benar-benar ketakutan. Dia memegangi perutnya sambil celingukan."Tenanglah, Sayang. Mas pasti akan melindungi kalian. Tidak akan terjadi apa-apa pada keluarga kita, Mas janji." Devan merengkuh Syakila dan membawanya ke dalam rumah.Sampai di dalam, seluruh keluarga kaget melihat Syakila dalam rengkuhan Devan dengan keadaan wajah yang pucat."Syakila kenapa, Dev? Kamu apakan dia? Tadi gak kenapa-kenapa kok." Sukoco langsung berdiri dan mendekati anak menantunya."Gak pa-pa,

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   180

    Devan turun dari mobil dengan wajah penuh amarah. Ia berdiri di depan rumah kosong yang terlihat lusuh, jauh dari bayangan tempat layak tinggal. Cat dinding mulai mengelupas, dan pintu kayunya tampak berkarat.Pengacara Devan, Pak Hendra, melangkah mendekat dengan tatapan cemas. “Sepertinya ini bukan tempat yang benar, Pak. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sini.”Devan mengepalkan tangannya, mencoba menahan rasa frustrasi. Ia tidak bisa percaya bahwa Renata berani mengarahkan mereka ke tempat kosong seperti ini. "Renata... Berani sekali dia mempermainkan aku," geramnya. Matanya menelusuri sekeliling, berharap menemukan petunjuk bahwa Rosa ada di sekitar sini, tapi yang ia dapatkan hanya keheningan.Pak Hendra mengeluarkan ponsel dan membuka catatan, mencoba mencari kemungkinan lain. “Mungkin dia sengaja mengelabui kita, Pak Devan. Bisa jadi ada orang yang tahu tentang Rosa di sekitar sini.”Devan mengangguk, mengendalikan emosinya. “Baiklah. Kita harus cari tahu. Aku tidak akan pu

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   179

    Renata memandang kosong ke arah Devan, seolah mencoba mencari jejak kebaikan yang pernah dia kenal di dalam mata dingin lelaki itu. Setiap harapan yang dia simpan perlahan memudar, digantikan oleh ketakutan dan kesadaran bahwa Devan kini adalah musuh terbesar dalam hidupnya."Di mana mamamu? Jawab cepat!" Devan mengulang pertanyaannya dengan nada dingin yang menusuk, membuat nyali Renata menciut.Renata menelan ludah, mencari kata-kata yang bisa meyakinkan Devan. "Aku ... aku benar-benar gak tau, Mas," jawabnya terbata-bata. "Tapi, mungkin Mama pergi ke rumah Tante Rina ... sepupu Mama di luar kota. Mama juga gak pernah mengunjungiku di sini."Devan mengerutkan alis, tampak tidak puas dengan jawaban itu. Dia memberi isyarat kepada pengacaranya, seorang pria bertampang tegas yang duduk di sebelahnya, untuk mencatat informasi tersebut. Renata masih bingung kenapa Devan mencari mamanya."Renata, kau akan menanggung akibatnya kalau kau berbohong." Devan menyipitkan matanya, sorotannya taj

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   178

    "Mau apa kalian? Lepas!" Dion terus memberontak. "Kita berkenalan dulu sebentar. Biar makin akrab. Ya gak ...?" Salah satu dari mereka menjawab. "Betul. Bukankah tak kenal maka tak sayang?" timpal yang lain sembari mengelus pipi Dion yang kini sudah berada di sel tempat tidur mereka. Dion memalingkan wajahnya, mengelap pipinya menggunakan lengan baju karena jijik. Namun, seseorang itu justru menangkup kedua pipinya dengan lembut. Dion yang masih dipegang oleh dua orang itu tak berdaya. Dia hanya bisa mendongak pasrah saat wajahnya berhadapan dengan laki-laki berpawakan tinggi besar di depannya itu. "Tenanglah, Tampan. Kamu aman bersama kami di sini," ucap pria itu sembari menatap dengan tatapan seolah berhasrat. Dion bergidik ngeri. Jangan-jangan pria-pria perkasa di depannya ini adalah kaum pelangi. Membayangkan itu, dada Dion seketika berdegup kencang. "Lepaskan tanganmu. Dia milikku!" Tiba-tiba lelaki yang disebut ketua geng itu berucap dengan nada dingin. Seketika

DMCA.com Protection Status