Share

112

Penulis: NingrumAza
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-08 16:50:46

Buru-buru Syakila berlari mencari Devan di luar kamar. Kepala yang tak terbalut kerudung itu celingukan mencari sosok suaminya sembari menenteng paper bag yang telah dibuang.

Tempat yang memungkinkan suaminya berada di sana adalah ruang kerja. Segera perempuan itu mengetuk pintu yang kebetulan berada dekat dengan kamarnya.

Tak ada sahutan apapun, Syakila memutuskan langsung untuk masuk.

Benar saja, Devan tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja.

"Kenapa makanan ini kamu buang, Mas?" ucap Syakila.

Devan mendongak. Memandang Syakila dengan rambut panjang yang tergerai indah.

"Apa makanan ini untukku? Tapi kenapa dibuang?" Sekali lagi Syakila mengulang ucapan berupa pertanyaan itu.

"Karena kupikir kamu tidak membutuhkan lagi," jawab Devan setelah cukup lama diam.

"Kamu bahkan belum bertanya padaku, Mas."

"Aku hanya tidak ingin mengganggu obrolan seseorang yang mungkin sedang melepas rindu."

Syakila mengernyit heran, "Melepas rindu?"

"Iya. Aku sudah cukup lama berada di belakangmu. Ak
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Siti Hasanah
kurang komunikasi dan Syakira jg salah,jujur saja pada suamimu....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   113

    Pagi harinya ... Devan belum terlihat dimeja makan, juga dengan Syakila yang belum turun dari kamarnya. Sedang Sukoco, Aira, serta Renata sudah duduk, bersiap untuk sarapan. "Kok mereka belum pada turun, Bu?" tanya Renata merasa heran sembari melihat ke lantai atas. "Sudah biasa itu. Palingan semalam habis lembur," celetuk Sukoco. Renata bukan anak kecil yang tidak tahu dengan maksud perkataan nenek dari Aira tersebut. Dadanya mendadak panas. Tak rela jika Devan memadu kasih dengan istrinya. Harusnya dia yang berada di sana, pikirnya. "Sudah tidak usah ditunggu. Biasanya mereka nanti akan minta bibi untuk mengantar makanan ke atas." Sukoco kembali berujar. Sengaja orang tua itu memanas-manasi Renata berharap wanita yang berstatus tamu itu sadar akan posisinya. "Tante, Aira mau makan roti panggang dong," ucap Aira. "Makan yang ada aja, Ra. Itu kan ada nasi goreng sama bubur ayam." Renata berujar dengan nada sedikit ketus akibat hatinya yang terbakar api cemburu. "K

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-09
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   114

    Di tengah perseteruan adegan saling melempar pandang dengan sengit, Devan kembali memasuki ruangan itu untuk mengambil tas kerjanya.Renata yang kebetulan badannya menghadap ke arah Devan, dengan cepat mengetahui maksud pria itu kembali masuk. Dengan gerakan cepatnya dia mengambil tas yang berada di dekat meja makan lalu kemudian berjalan seolah istri solehah tengah menghampiri sang suami. "Ini tasnya Mas," ucapnya dengan lembut. "Terima kasih," sahur Devan sembari melirik Syakila yang kini sudah menoleh padanya. Kemudian pria yang mengenakan pakaian abu-abu selaras dengan celananya itu berpamitan dengan sang ibu dan juga anaknya. "Devan berangkat dulu, Bu." "Aira, Daddy kerja dulu, ya. Sekolah yang pintar dan tidak boleh nakal. Oke?" "Oke Daddy," tempal Aira kemudian menyalami sang ayah dan dibalas ciuman oleh Devan. "Mas Devan tenang saja, selama ada Rena di sini Aira pasti jadi anak baik. Rena pastikan dia akan selalu bahagia dan tidak kesepian." Dengan tidak tahu malunya R

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-10
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   115

    "Kamu kenapa, Nak?""Kepalaku tiba-tiba pusing, Bu.""Ayo kita duduk dulu."Dengan penuh hati-hati Syakila dituntun untuk kembali duduk di kursi. Sukoco dengan telaten memijit tengkuk dan kepala menantunya."Mungkin karena kamu belum sarapan, Sya.""Mungkin, Bu. Apalagi semalam sempat begadang." Syakila menikmati pijatan ibu mertuanya sembari memejamkan mata."Bersama Devan?""Hah." Syakila membuka mata. "Bukan, Bu. Aku -- Ada kerjaan makanya lembur," imbuhnya kikuk."Tidak apa-apa, kok. Ya sudah, nanti sarapan dulu lalu istirahat. Kalau masih pusing nanti Ibu antar ke dokter.""Tidak perlu, Bu. Habis sarapan pasti enakan. Ini juga sudah mendingan dipijit sama Ibu."Sukoco mengulas senyum. Diurutnya leher belakang Syakila agar badan kurus menantunya lebih terasa enteng."Sudah. Sekarang ayok Ibu temani sarapan," ajaknya setelah selesai memijit."Iya, Bu." Syakila berdiri lalu memeluk ibu dari suaminya sembari berucap, "Makasih ya, Bu. Syakila sangat beruntung punya mertua seperti Ibu

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   116

    "Aku sudah menunggumu, Mas."Suara itu bukan milik istrinya. Seketika Devan melepaskan tangan di perutnya lalu berbalik untuk melihat siapa yang lancang memeluk dirinya."Renata." Mata Devan terbelalak. "Ngapain kamu di sini?"Devan sedikit merutuki diri sebab terlalu berharap sang istri datang memperbaiki hubungan, hingga tak bisa membedakan antara tangan lembut istrinya dengan wanita lain."Aku kangen sama Mas Devan." Renata dengan berani kembali memeluk lelaki tampan di depannya."Apa yang kamu lakukan!" sentak Devan mendorong tubuh Renata."Mas Devan tahu apa yang kulakukan. Mas juga pasti tahu bagaimana aku mendambamu, tapi kenapa Mas selalu mengabaikan aku?" Renata menundukkan wajahnya.Sakit rasanya mendapat penolakan berkali-kali dari Devan. Selama lima tahun mengejar cinta pria itu, tak ada celah sedikitpun yang terbuka untuk menggapai hatinya."Renata, dengar. Kau sudah ku anggap adikku sendiri. Di antara kita tidak mungkin bisa mempunyai hubungan lebih dari itu. Terlebih s

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   117

    Derrtt. Derrtt. Derrtt.Deringan ponsel milik Devan memudarkan keheningan. Diliriknya benda pipih yang tergeletak di atas meja.Ada nama kontak 'My Beloved Wife' yang memanggil.Di seberang sana ... Mendadak perasaan Syakila gelisah seolah merasakan apa yang terjadi dengan suaminya. Dorongan untuk menelpon Devan begitu kuat. Terlepas dari lelaki itu enggan mengangkat panggilannya atau tidak, dia tidak begitu peduli.Syakila yang seharian ini di rumah saja, mondar mandir di dalam kamar seraya melihat layar ponsel berharap ada suara yang menyahuti."Halo."Syakila begitu lega saat suara bariton suaminya terdengar."Apa Mas Devan baik-baik saja? Mas lagi di kantor 'kan?" Syakila langsung mencercanya."Iya. Ada apa?" Meski sedikit ketus, sejujurnya Devan merasa terselamatkan istrinya menelpon."Syukurlah kalau begitu, Mas. Aku lega mendengarnya. Mendadak aku merasa gelisah dan khawatir sama kamu. Aku takut terjadi apa-apa sama kamu."Deg!Ungkapan Syakila berhasil meluluhlantakkan perasaa

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   118

    "Sayang, tolong maafkan aku. Pukullah aku. Tampar aku. Atau kalau perlu tinju wajahku. Yang penting maafkan suami yang tidak becus ini." Di tengah-tengah tangisnya Devan berujar dengan sedikit terbata. Syakila menunduk. Mengelus punggung Devan, dan mengajak pria itu untuk berdiri. "Jangan begini, Mas. Berdirilah, kita bicarakan baik-baik." Nada suara Syakila pun bergetar. Melihat suaminya menangis ia pun ikut menangis. "Tidak sebelum kamu memaafkan, suami bodohmu ini!" "Jangan berkata seperti itu. Kamu yang terbaik yang kumiliki, Mas." "Aku meragukan ketulusanmu, Sya. Aku menyakitimu. Menyakiti jiwa ragamu. Aku pantas dihukum, tapi tolong maafkan aku, dan jangan tinggalkan aku." "Iya, Mas. Aku sudah memaafkanmu, dan aku tidak akan pernah meninggalkan Mas Devan." Barulah setelah mendengar kata itu meluncur dari bibir Syakila, Devan perlahan berdiri, dibantu Syakila yang memegang kedua pundaknya. Devan memandang sendu wanita berhijab di depannya. Wanita dengan mata teduh

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   119

    "ke mana sih semua orang? Masa jam segini sudah pada tidur." Renata celingukan berharap ada satu orang saja terlihat di rumah besar itu. Sayangnya rumah itu seperti tak berpenghuni.Hingga tak lama, seorang asisten rumah tangga terlihat berjalan menuju dapur. Renata segera memanggil untuk menanyakan keberadaan penghuni yang lain."Bibi. Sini kamu!""Iya, Non."Si bibi itu pun lantas mendekat. "Ada apa, Non. Ada yang bisa saya bantu?""Ibu, Aira, sama Mas Devan ke mana? Kok sepi.""Ibu ada di kamarnya sama Non Aira. Den Devan juga kemungkinan ada di kamarnya, Non.""Owh ...." Renata mengangguk-anggukkan kepalanya.Si bibi kemudian kembali melanjutkan ucapan, "Kalau Non Syakila sedang pergi, Non. Dengar-dengar pulangnya besok.""Gak nanyain dia aku." Renata memutar bola mata malas. "Eh tapi tunggu." Namun sedetik kemudian ia penasaran."Iya, Non?" sahut bibi."Memangnya ke mana perempuan itu pergi? Kenapa menginap?""Kayaknya pergi ke rumah omanya. Kalau urusannya apa? Saya kurang paham

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   120

    Syakila segera masuk ke dalam kamar sebelum seseorang yang terdengar derap langkahnya semakin dekat. Mematikan lampu lalu dia menidurkan diri, meringkuk di atas kasur membelakangi pintu, lalu menyelimutinya hingga tertutup semua anggota badan termasuk kepalanya.Selanjutnya dia bersiap siaga menghadapi apa yang akan terjadi berikutnya. Tak lupa ia mengirimkan pesan dari balik selimut pada grup untuk stand by jika terjadi keributan di kamarnya.Ceklek. Terdengar seseorang membuka pintu. Syakila mengatur napasnya, lalu memejamkan mata.Seseorang yang ternyata Renata melangkah pelan menuju pembaringan setelah sebelumnya menutup pintu.Ia sengaja tak menyalakan lampu utama kamar itu, cukup cahaya dari celah jendela dan lampu meja sebagai penerangnya."Sepertinya Mas Devan sudah tidur. Kasihan sekali kamu, Mas, kedinginan sampai meringkuk sendirian seperti itu. Tenanglah, aku akan menghangatkanmu malam ini," gumamnya lalu melepas tali kimono yang ia kenakan.'Kedinginan pala lu peang. Ora

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-14

Bab terbaru

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   229

    Bamantara segera memanggil dokter. Sementara Sukoco, Amber dan Devan berdiri di sisi ranjang persalinan Syakila."Silakan menunggu di luar. Kami akan segera melakukan tindakan. Cukup suaminya saja yang berada di sini," ucap dokter sesaat setelah ia memeriksa pembukaan Syakila yang sudah genap."Baik, Dok." Mereka semua keluar, menyisakan Devan yang gemetar menemani Syakila.Dibantu beberapa perawat, dokter perempuan spesialis kandungan mengarahkan Syakila untuk mengatur napas.Suara erangan Syakila terus menggema di ruang bersalin. Devan tidak melepaskan genggaman tangannya, matanya memerah, dan hatinya penuh doa yang tak putus. Keringat deras membasahi dahi Syakila, tetapi semangatnya tak tergoyahkan."Sayang, kamu kuat. Sebentar lagi selesai," bisik Devan, suaranya bergetar menahan rasa cemas yang menyelubungi hatinya.Dokter memberi isyarat kepada Syakila untuk kembali mendorong dengan tenaga terakhir. "Ayo, Bu, sekali lagi! Tarik napas dalam dan dorong sekuat tenaga!"Dengan satu

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   228

    Mendengar teriakkan Renata, seketika membuat Devan dan ibunya panik. Sementara dokter segera mengambil tindakan dengan memberikan obat penenang. Terpaksa hal itu harus dilakukan kembali karena keadaan Renata yang belum bisa stabil mengontrol dirinya.Perlahan tapi pasti, teriakan Renata melemah dan akhirnya dia terbaring dengan mata terpejam di tempat tidur."Kira-kira, apa Renata bisa sembuh, Dok?" tanya Sukoco setelah mereka berada di luar ruangan."Semua kemungkinan tetap ada, Bu. Kita hanya bisa berusaha, selebihnya Tuhan yang akan menentukan," sahut dokter."Lakukan yang terbaik untuk Renata, Dok. Saya serahkan pada tim dokter di sini sembari membantu dengan doa," timpal Devan."Tentu, kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien.""Terima kasih. Kalau begitu, kami pamit dulu, Dok. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungi saya.""Baik, Pak Devan. Terima kasih kembali."Kemudian mereka berpisah di lorong yang berbeda tujuan. Devan dan Sukoco berjalan pulang, sementara

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   227

    Suasana mendadak sunyi seakan menunggu jawaban Devan. Entah karena memang ingin mengetahui kabar Renata, atau karena bingung dengan reaksi Devan yang berubah mimik ketika ibunya bertanya, semua yang duduk lesehan di ruang tengah menatapnya.Menghembuskan napas panjang, Devan pun akhirnya menjawab setelah beberapa saat terdiam, "Renata sekarang berada di rumah sakit, Bu. Keadaannya tidak baik-baik saja.""Innalillahi ... Apa dia sakit di penjara?" Dengan keterkejutan yang tak dapat disembunyikan, Sukoco kembali bertanya."Devan juga kurang tahu, Bu. Rencananya besok Devan akan menjenguk untuk melihat keadaannya. Semoga dia baik-baik saja.""Kasihan sekali dia. Lalu, apakah Rosa tahu kalau Renata sakit?""Sepertinya belum, karena Tante Rosa sudah lama pindah dan Devan tidak tahu tempat tinggalnya yang baru."Sukoco mendesah pelan. Rasa iba seketika menghinggapi mengingat Renata pernah tinggal bersamanya. Meskipun akhir-akhir ini sikap gadis itu melewati batas, tetapi Sukoco tahu bahwa s

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   226

    "Maafkan aku, Veen. Aku gak tega menyembunyikan dari mereka, terlebih kamu harus melewatinya hanya bersama Mas Devan. Ya, meskipun aku tahu, kalian pasti bisa melewati semuanya," terang Nita menyela ucapan Syakila.Sahabatnya itu benar-benar tak tega saat menjenguknya beberapa waktu lalu di rumah sakit, sehingga keceplosan bilang pada Bamantara saat bertemu di butik. Nita pikir, dengan adanya do'a dari keluarganya, mungkin bisa mengurangi rasa sakit Syakila."Jangan salahkan Nita, Nak. Kita yang memaksanya untuk bicara," timpal Bamantara, memandang cucu angkatnya dengan sendu. Rasanya tak tega melihat wanita itu diuji terus menerus sejak dulu. Walaupun cuma cucu angkat, tapi Bamantara benar-benar menyayanginya."Lagian, kenapa kamu menyembunyikannya dari kami, hem?" tanya Amber sembari mengusap kepala Syakila.Istri dari Devan itu hanya menunduk. "Kila hanya tidak ingin terus menerus menambah beban pikiran kalian," lirihnya."Apa yang kamu katakan, Sayang. Kamu ini bukan beban, tapi k

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   225

    Devan meletakkan ponselnya di meja dengan tangan bergetar. Napasnya terasa berat, dan pikirannya dipenuhi kekhawatiran yang membingungkan. Wajahnya pucat, membuat Syakila semakin cemas.“Mas, apa yang mereka katakan?” tanyanya dengan nada panik.Devan menghela napas panjang sebelum menjawab. “Polisi bilang... Renata dalam kondisi buruk di penjara. Dia sering membuat keributan, dan itu membuat dia harus ditempatkan di ruang isolasi dan kemungkinan akan dipindahkan ke tahanan rumah sakit kejiwaan. Mereka minta aku datang.”“Astaghfirullah. Kenapa bisa begitu, Mas?" ucap Syakila tak kalah terkejut."Mas juga gak tahu, Sayang. Mas akan telepon Pak Herman saja untuk mengurusnya."Syakila tertegun sejenak. Ia tak tega melihat suaminya dilanda banyak masalah dan tanggung jawab. Andai bisa, ia ingin sekali membantu, tetapi kondisinya yang lemah mungkin hanya akan memperburuk keadaan. Untuk itu Syakila ingin mengurangi beban pikiran suaminya dengan pulang dan istirahat di Jakarta saja supaya l

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   224

    Renata duduk di sudut ruangan. Tubuhnya yang dulu anggun kini hanya menyisakan bayang-bayang kesengsaraan dengan rambutnya yang kusut."Mas Devan... tolong aku," lirihnya, hampir tak terdengar. Namun, suara itu terus diulang-ulang, seolah menjadi satu-satunya pegangan di tengah kegelapan.Para narapidana lain di sel besar itu menatapnya dengan berbagai ekspresi. Ada yang iba, tapi lebih banyak yang mencemooh. Salah satu dari mereka, wanita bertubuh kekar dengan tato di lehernya, mendekat sambil menyeringai."Kau pikir orang yang kau sebut namanya itu akan menyelamatkanmu? Hah! Kau ini cuma boneka yang sudah dibuang. Lihat dirimu sekarang!" Wanita itu meludahi tanah, matanya memandang Renata dengan jijik.Renata memejamkan matanya, mencoba mengabaikan ejekan itu. Tapi pikirannya tak bisa berhenti memutar ulang ingatan tentang Devan. Pria itu—satu-satunya yang dia anggap mampu menyelamatkannya dari tempat ini."Mas Devan pasti akan datang," gumam Renata. Suaranya nyaris tak terdengar, t

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   223

    Meski sudah berbulan-bulan tak sadarkan diri, kakak kandung almarhum Kamil itu masih sangat mengenali pria gagah di hadapannya. Pria yang dulu begitu didambanya, tetapi pada akhirnya dia harus merelakan ia berjodoh dengan yang lain meskipun awalnya penuh ketidakrelaan."Syukurlah akhirnya kamu sadar, Yum. Bagaimana perasaanmu sekarang? Apa yang kamu keluhkan?" Devan memberondong Yumna dengan pertanyaan setelah dokter selesai memeriksanya.Tak menjawab, Yumna menyunggingkan senyum tipis. Dokter kemudian menjelaskan bahwa kondisi Yumna sudah lebih baik, hanya saja ada beberapa hal yang ingin dokter sampaikan pada Devan tetapi tanpa sepengetahuan Yumna. Melalui sebuah kode, dokter itu menyuruh Devan untuk ikut dengannya ke ruangan."Kamu istirahatlah, aku keluar dulu," ucap Devan. Yumna mengangguk lemah.***"Maaf sebelumnya, apakah Anda suami dari pasien?" tanya dokter ketika mereka sudah berada di ruangan konsultasi."Bukan, Dok. Saya temannya. Atas permintaan almarhum adiknya, saya ya

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   222

    Di lorong rumah sakit, Devan duduk termenung di salah satu bangku, menggenggam secangkir kopi yang sudah dingin. Pikirannya berkelana, memikirkan dua wanita yang kini menjadi tanggung jawabnya—Sundari dan Yumna. Pesan terakhir Kamil masih terngiang jelas dalam ingatannya."Tolong jaga mamaku yang sedang struk, juga Kak Yumna yang masih koma."Suara langkah kaki membuat Devan menoleh. Perawat yang tadi menangani Sundari datang menghampirinya."Pak Devan, saya sudah memeriksa keadaan Bu Sundari. Sejauh ini stabil, tapi... sepertinya beliau sangat berharap Pak Kamil datang," ujar perawat itu hati-hati.Devan mengangguk lemah. "Saya mengerti. Saya akan mencari waktu yang tepat untuk bicara dengannya."Perawat itu ragu sejenak sebelum melanjutkan. "Saya yakin Pak Kamil ingin yang terbaik untuk keluarganya. Tapi beban ini tentu tidak mudah bagi Anda. Jika butuh bantuan, kami di sini siap mendukung."Devan tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur oleh perhatian perawat itu. "Terima kasih. Sa

  • Dikira Gadis Kampungan Ternyata Sultan   221

    Beberapa saat kemudian, perawat yang tadi berjanji kembali memasuki ruangan. Wajahnya tampak sedikit tegang, tapi dia mencoba tersenyum agar tidak menambah kecemasan pasiennya."Ibu, saya sudah coba hubungi Pak Kamil," katanya lembut.Sundari, yang terbaring di tempat tidur, berusaha menggerakkan bibirnya untuk bertanya. Namun, hanya gumaman lemah yang keluar. Perawat itu segera mendekat, menggenggam tangan Sundari dengan hati-hati."Pak Kamil sedang sibuk, Bu. Tapi beliau titip pesan bahwa beliau sangat sayang sama Ibu dan akan segera datang jika urusannya selesai," lanjutnya dengan suara penuh kebohongan yang terdengar begitu tulus.Mata Sundari sedikit berkaca-kaca. Meskipun tidak bisa berkata-kata, ia mencoba menunjukkan rasa terima kasih dengan menggenggam lemah tangan perawat tersebut."Tenang saja, Bu. Saya akan pastikan Ibu tetap sehat supaya bisa bertemu beliau nanti," ucap perawat itu sambil menyeka sudut matanya yang mulai basah.Namun di dalam hatinya, perawat itu merasa s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status