P.O.V Misyka
Sialan. Aku dikerjain sama wanita udik itu. Bisa-bisanya dia menyuruhku untuk menjadi babu di rumah ini.Padahal niat awal aku ke sini untuk sekedar mencari perhatian pada atasan sekaligus pemilik perusahaan tempat di mana aku bekerja sekarang.Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Bukan perhatian yang aku dapat, tetapi kesialan yang menimpa.Semua ini gara-gara si Salsa udik itu.Alasan lemasnya itu pasti cuma akal-akalannya saja supaya bisa membalas perlakuan kasar ku sebelumnya pada dia.Aku pikir, Pak Zein pergi bersama istrinya, sehingga mengira bahwa Salsa itu babu di sini. Namun, ternyata dia sendirilah istri dari bosku itu.Bukan salah aku dong mengira dia babu, karena penampilannya yang udik dan kumel itu.Lagian, orang kaya kok pakainya daster murahan. Mana muka kucel, lusuh, jelek begitu. Sungguh tidak pantas bersanding dengan Pak Zein yang tampan, berwibawa, kaya, cool, sempurna 'lah pokoknya.Pantasnya, orang seperti Pak Zein itu, bersanding denganku yang cantik, suple, pintar, berpendidikan tinggi, rapih, rajin, wangi. Dan yang terpenting, aku pasti bisa memuaskan Pak Zein di atas ranjang.Apa saat Pak Zein menikahi wanita itu matanya sedang sakit? Sehingga tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah dan rupa wanita itu. Atau mungkin selera Pak Zein yang rendah sehingga tidak bisa membedakan mana wanita berkelas, dengan wanita kampungan. Atau ... Bisa saja wanita udik itu memakai pelet untuk menjerat Pak Zein.Ya, asumsi terakhirku pastilah yang benar.Tidak mungkin Pak Zein menikahi wanita kampungan model itu dengan cinta dan suka rela jika tidak dibantu hal-hal mistis.Tenanglah Pak, aku akan membebaskan Anda dari jeratan manusia udik itu, dan hidup bahagia bersamaku selamanya.---Setelah kedua manusia itu menghilang dibalik tembok, tak lama aku pun menyusul mereka ke dalam, tetapi bukan untuk ikut istirahat apalagi ke kamar. Melainkan untuk mencari dapur di mana wastafel tempat piring kotor berada.Area dapur yang letaknya bersebelahan dengan ruang tengah ini, membuatku dengan mudah menemukannya.Mataku terbelalak melihat pemandangan dapur yang mencolok mata. Bagaimana tidak, dapur yang mewah dengan meja mahal serta pernak pernik mahalnya, berubah menjadi gudang perabotan kotor. Parahnya, lantai serta meja dapur sangat berantakan, lengket dan berminyak.Ternyata selain udik, wanita itu juga jorok dan pemalas. Sungguh malang nasibmu, Pak Zein.Aku mendengus. Mau tak mau mengerjakan pekerjaan yang sama sekali belum pernah aku kerjakan ini."Kalau bukan karena Pak Zein, tak sudi aku mengerjakan semua ini.""Kalau bukan karena ingin mendekatinya, aku pasti sudah membuat surat pengunduran diri karena telah direndahkan begini." Aku terus saja menggerutu sambil mengusap satu persatu piring kotor dengan spons yang berbusa.Sial, benar-benar sialan si Salsa itu. Awas saja. Aku pastikan dalam waktu dekat posisi ratu yang dia banggakan itu akan berhasil aku lengserkan. Akulah yang akan menggantikan singgasananya di istana ini.Dan jika saat itu tiba, kamu akan kubuat seperti hidup di neraka.Tepat setelah aku selesai mengelap meja dapur, suara khas anak kecil terdengar dari belakangku."Tante lagi ngapain? Bunda sama Ayah mana?"Aku menoleh untuk memastikan kalau itu suara anak Pak Zein. Dan tentu saja benar, anak yang bertanya padaku itu adalah Naura, sebab dialah satu-satunya anak kecil di rumah ini.Aku mengukir senyum setelah benar-benar melihat sosok cantik dan lucu tengah memandangiku. Terbesit sebuah ide untuk langkah awal masuk ke dalam kehidupan Pak Zein.Jika aku berhasil mendekati anak ini, besar kemungkinan aku juga bisa dengan mudah mendapatkan ayahnya.Benar-benar ide yang cemerlang bukan? Kamu memang brilian Misyka."Tante ..." Panggilnya membuatku tersadar dari lamunan.Aku berjongkok mensejajari bocah perempuan yang usianya mungkin sekitar 6 tahun itu."Kenapa, Sayang?""Ayah sama bunda mana, Tante?""Kamu gak tahu di mana ayah dan bunda? Owh, kasihannya Naura cantik, pasti kamu diabaikan sama mereka," kataku dengan nada dibuat nelangsa sambil merangkulnya.Tapi sayang, gadis kecil itu menepis tanganku yang bahkan belum menempel di pundaknya sama sekali."Enggak, kok. Bunda kan lagi hamil adiknya Naura, jadi harus banyak istirahat. Ayah pasti lagi temenin bunda di kamar."'Kalau sudah tahu, ngapain tadi nanya ke aku? Dasar bocil!' batinku menggerutu."Iya, mereka lagi asik bermain di kamar, melupakan anak cantik di depan Tante ini." Aku masih berusaha sabar merayunya."Kalau gitu, Tante temenin Naura main, ya?" pintanya dengan mengerlingkan mata polosnya.'Giliran ada maunya sok manis, tadi aja, tanganku di tepis.' tentu saja itu cuma kuucapkan dalam hati."Siap tuan putri. Tante yang cantik ini akan menemani putri cantik bermain.""Hore ...!" sahutnya girang.Kemudian aku berdiri. "Lestgo ..." ajakku bersemangat.Tapi Naura hanya diam."Kenapa?" tanyaku heran."Tapi lantainya kotor, Tante. Mainnya nanti aja ya kalau Tante udah selesai ngepel."Aku terperangah mendengar penuturan bocah kecil yang bermakna perintah itu.Jadi maunya apa sebenarnya datang ke sini? Mengajak bermain atau menjadi pengawas pekerjaanku?Kuputar bola mata malas. Menghadapi bocil emang ngeselin. Makanya aku gak pernah suka sama anak kecil sejak dulu."Ya sudah, Tante nyapu ngepel dulu, kamu duduk di sofa sambil nonton TV, ya!""Iya, Tante."Setelah berhasil menemukan channel kesukaan Naura, aku bergegas mengambil alat bersih-bersih di belakang.Aku harus segera menyelesaikan pekerjaan ini sebelum Pak Zein keluar dari kamarnya.Akan aku tunjukkan pada Pak Zein, bahwa selain cantik, pintar dengan urusan kantor, aku juga rajin dan pandai dalam mengurus rumah dan anak.Supaya si udik itu juga sadar kalau dia bukanlah tandingan berat bagiku.Aku tahu alasan dia meminta bantuanku hanyalah untuk mengerjaiku. Tetapi sayangnya, aku jauh lebih cerdas darinya. Justru karena ulahnya itulah, Pak Zein akan semakin terpesona dengan Misyka.Kau hanya wanita kampung yang udik Salsa. Kau bukanlah tandingan Misyka sang brilian.----Hampir satu jam aku menyelesaikan pekerjaan rumah yang cukup besar ini. Meskipun hanya menyapu dan mengepel saja, tetapi hal itu sudah sangat menyiksaku. Belum lagi rengekan Naura yang terus menerus meminta ku segera menyelesaikan pekerjaan supaya bisa bermain dengannya.Meskipun aku terlahir di keluarga yang tidak mempunyai pembantu, akan tetapi aku tidak pernah melakukan pekerjaan kasar macam ini. Biasanya selalu mamaku yang menyelesaikan pekerjaan rumah sendirian.Habis ini aku harus melakukan perawatan untuk kulit dan kukuku supaya tidak kasar.Ya Tuhan ... Kenapa berat sekali ujian mendekati suami orang."Tante ...."Sepertinya Naura memanggilku lagi.Aku sedang mengistirahatkan diri di dapur dengan sebotol air mineral yang aku ambil di dalam kulkas."Iyaa, Sayang. Tante di dapur," sahutku setengah berteriak.Tak lama kemudian, gadis cilik itu muncul."Katanya cuma sebentar terus mau main sama Naura? Kok Tante lama, sih?" ungkapnya pelan.Aku mendengus sebal. 'Gak lihat apa, aku habis ngapain!' sungutku dalam hati."Iya, ini bentar lagi, ya.""Sekarang Tante ...." Dia mulai merengek lagi.Dari pada dia menangis mengundang perhatian Pak Zein, tak ayal, aku pun menurutinya meski badanku masih sangat capek."Ya udah, ayo ... Mau main apa?""Main kuda-kudaan ya, Tante. Udah lama Naura gak main itu sama bunda."Apa! Kuda-kudaan?Ya Tuhan ... Apalagi ini!!!Ingin sekali aku menjerit dan berubah menjadi reog sekarang!Salsa ... Awas kamu!..P.O.V SalsaAku terkikik geli melihat sang sekretaris s0ng0ng yang sombong sedang menggerutu sambil mencuci piring kotor bekas makanku.Ditambah kedatangan Naura yang terus merengek minta ditemenin main.Aku yakin, saat ini dia pasti tengah merutuki nasib apesnya, sebab mendapat serangan balasan tak terduga dariku."Kenapa sih, Sayang? Kok ketawanya begitu. Lihat apa, sih?" tanya Mas Zein penasaran. Kepalanya sampai melongok pada benda pipih di tanganku yang terhubung langsung dengan CCTV di rumah ini."Ini loh, sekretaris baru Mas, lucu," sahutku mendekatkan handphone padanya.Terlihat di layar persegi ini, Misyka sedang menenangkan Naura yang terus-menerus memanggilnya untuk segera bermain.Penampilannya sudah sangat kacau. Rambut lurus super mengkilapnya, acak-acakan. Kemeja panjang warna maroon dengan hiasan rempel di bagian kancingnya, sudah berantakan. Makeup-nya juga terlihat luntur."Kok ada Naura, Sayang?" tanya Mas Zein. Matanya masih menatap layar handphone, tapi wajahnya m
Klakson pamit Mas Zein berhasil mengembalikkan tubuhku yang sempat mematung beberapa detik.Kepalaku pun reflek menengok pada mobil yang melaju melewati pagar yang dibiarkan terbuka begitu saja.Dengan gontai, aku harus menutup pagar sebab tak ada lagi orang di rumah ini selain Aku dan Naura.Selesai menutup pagar, handphone di tanganku kembali bergetar. Kali ini bahkan beberapa kali, menandakan pesan beruntun yang masuk.[Kamu kenal tangan yang memakai jam ini bukan?][Mungkin malam ini dia akan menghabiskan malam denganku][Gak apa-apa 'kan? Cuma satu malam, kok]Rasanya aku tahu siapa si pengirim pesan ini.Hammm, baiklah, akan aku ladeni.Belum selesai aku mengetik, pesan susulan sudah datang.[Kenapa? Kamu pasti kaget kan, suamimu bisa bersama denganku sekarang?][Ini belum seberapa. Kamu harus benar-benar menyiapkan mental untuk menghadapi kejutan-kejutan lainnya dari aku, Salsa!]Aku meremas benda berlayar menyala di tanganku.Setenang mungkin aku berjalan ke dalam rumah untuk
"Auw ...!""Ya ampun! Bu Salsa!" Rini memekik ketika melihatku merintih.Entah kenapa tiba-tiba perutku kram setelah melihat video Mas Zein bersama seorang wanita yang asing bagiku."Bu Salsa kenapa?" Asisten rumah tangga yang baru datang siang tadi itu terlihat cemas. Tergopoh dari arah dapur ia kemudian duduk di karpet dekat sofa tempat aku duduk. "Perut saya sedikit sakit, Rin. Sepertinya kram," ucapku meringis sambil memegang perut bagian bawah."Oalah, terus apa yang bisa saya bantu, Bu? Apa saya telpon ambulance saja?" "Tidak usah, nanti juga baikan sendiri. Saya cuma perlu istirahat saja.""Kalau begitu, mari saya antar ke kamar Ibu.""Baiklah, terima kasih."Kemudian aku dipapah oleh Rini masuk ke dalam kamar. Untunglah ada Rini, kalau tidak, aku pasti kewalahan menghadapi kram ini sendirian.Sesampainya di kamar dan berbaring, aku mengelus janin yang masih belum terbentuk sempurna di rahimku.Perasaan bersalah seketika menyinggahi hati."Maafkan Bunda, Sayang. Bunda terlal
"Pokoknya Pak Zein harus bertanggung jawab. Masa depanku sudah hancur sekarang."Dua hari pasca insiden yang menghebohkan jagad raya, di mana mobil yang dikendarai Mas Zein menabrak pohon, dengan kondisi Mas Zein dan seorang wanita ditemukan dalam keadaan setengah telanjang, Misyka datang bersama dua orang yang mengaku pengacaranya meraung meminta pertanggung jawaban pada suamiku.Ya, perempuan yang ditemukan tak sadarkan diri bersama suamiku adalah Misyka.Terkejut? Tentu saja! Tapi seperti permintaan Mas Zein, aku harus lebih percaya pada suamiku itu."Bagaimana, Pak Zein? Demi menjaga nama baik, saran saya sebaiknya Anda bertanggung jawab. Laki-laki baru akan disebut gentle apabila dia mau mengakui dan bertanggung jawab atas apa yang sudah ia perbuat. Apalagi klien saya banyak dirugikan dari insiden memalukan ini." Salah satu dari pengacara Misyka pun ikut mengeluarkan suara, memojokkon Mas Zein.Mata lelaki yang membersamaiku beberapa tahun itu tertuju padaku. Mata itu seolah meng
Sesuai ucapan mereka kemarin, pagi-pagi sekali cecunguk berkepala plontos itu datang kembali. Namun berbeda dari sebelumnya, kini pria tambun yang belum aku ketahui namanya itu datang sendiri.Wah, sepertinya akan sangat menyenangkan kali ini. Ya, walaupun akan jauh lebih seru kalau ada Misyka juga sebenarnya.Tapi tak apalah, satu persatu, perlahan akan aku tumbangkan mereka yang berani mengusik ketentramanku."Selamat pagi, Pak Zein, Bu Salsa. Saya datang membawa berkas perjanjian damai yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Silakan dipelajari lalu tanda tangan di bawahnya." Dia menyodorkan map merah pada Mas Zein.Aku yang kebetulan sedang menyuapi Mas Zein sarapan, langsung menyambar map itu."Pegang, Mas," ucapku pada Mas Zein menyerahkan mangkuk berisi bubur. "Dihabiskan sendiri, ya. Aku mau ke sana sebentar," sambungku setelah mangkuk itu berpindah tangan.Kemudian aku mengajak Pria tambun itu menuju sofa.Setelah pria itu duduk, aku mengotak-atik sebentar handphone milikku
"Salsa, Sayang. Malam ini biar Mama yang jagain Zein di sini. Kamu istirahatlah di rumah. Naura juga sepertinya merindukanmu, Nak," titah Mama Rita--mertuaku.Habis Maghrib, tadi beliau datang bersama supirnya. Semenjak mengetahui Mas Zein kecelakaan, mertuaku itu langsung meluncur dari kota tempat suamiku dilahirkan ke sini dan menginap di rumahku menemani Naura."Emangnya gak pa-pa, Ma?" tanyaku sungkan."Iya, gak pa-pa dong, Sayang. Kasihan calon cucu Mama di sini." Mama mertua yang sudah seperti Mama kandungku itu mengelus perut ku."Gimana, Mas?" tanyaku pada Mas Zein."Iya, Mama benar. Istirahatlah di rumah. Di sini kamu pasti kurang cukup istirahat," sahut suamiku."Ya sudah, mumpung belum terlalu malam, pulanglah bersama Jono. Besok baru ke sini lagi," titah Mama Rita lagi."Ya udah, deh, makasih ya, Ma." Aku memeluk mama mertuaku dengan sayang.Barulah setelah itu aku pamit pada Mas Zein."Aku akan menghubungi Mas nanti. Takut Mas kangen," candaku."Genit." Mas Zein menoel h
Pengacara Misyka itu meberi tatapan tajam, lalu mencondongkan tubuhnya padaku sembari berucap penuh penekanan. "Jangan macam-macam dengan saya, Salsa. Kamu tidak tahu siapa saya sebenarnya. Saya bahkan bisa berbuat hal yang tidak pernah kamu duga!"Mungkin dia pikir aku akan takut dengan ancamannya itu.Dengan berani aku pun ikut membalas tatapan tajamnya serta menimpali ocehannya, "Simpel saja, Pak Aldo. Jangan usik ketenangan saya, maka saya juga tidak akan mengusik Anda. Gampang 'kan?"Pria itu justru terbahak mendengar ucapanku sehingga mengundang perhatian para pengunjung lainnya.Cukup lama dia melakukan itu. Dan aku tidak terpengaruh sama sekali."Come on, Bu Salsa. Suami Anda sudah tertangkap basah dengan seorang wanita. Kenapa Anda masih mau membelanya?" ujar Aldo setelah tawanya mulai mereda.Beberapa detik keheningan melanda.Aku sibuk mencari sesuatu yang akan aku tunjukkan pada si Aldo itu di handphone milikku. "Lihat ini dengan seksama Pak Aldo. Saya yakin Anda cukup ce
Waktu bergulir begitu cepat. Mas Zein sudah diperbolehkan pulang, setelah sebelumnya melakukan serangkaian tes untuk memastikan zat berbahaya di dalam tubuhnya hilang tak tersisa."Jadi bagaimana perkembangan masalah kamu dan sekretarismu itu. Apa sudah beres?" Mama Rita dan Mas Zein tengah mengobrol di kamar Mas Zein sehabis sarapan.Aku yang hendak membantu Mas Zein meminum obatnya berhenti dibalik pintu yang sedikit terbuka.Bukan bermaksud menguping, hanya penasaran saja. Apakah cerita yang akan Mas Zein sampaikan pada mamanya akan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya sudah aku ketahui, atau justru menutupinya.Samar-samar aku mendengar Mas Zein menjawab pertanyaan mama. Tapi jarak tempatku berada membuat suara Mas Zein tak begitu jelas di telingaku.Akhirnya demi bisa memenuhi rasa penasaran, aku memutuskan untuk ke kamar sebelah saja. Kamar kosong yang biasa ditempati tamu bila ada yang berkunjung.Aku berniat mendengar obrolan mereka dari CCTV. Di samping akan lebih jelas, a