"Zein? Jadi kamu ... Hemmm nguping ya?" ucap mama tersenyum simpul sambil menatapku.Aku nyengir kuda seraya menggaruk kepala yang tidak terasa gatal. "Ketahuan, deh.""Dasar kamu itu. Sini duduk." Mama menepuk sofa panjang yang beliau duduki.Aku pun segera melangkah, mendudukkan bokong tepat di samping mama sesuai perintah beliau.Melirik sekilas, mama Rita masih memperhatikan Mas Zein dari balik layar handphone milikku."Dari kecil Zein tidak pernah menghadapi masalah berat seorang diri. Almarhum papanya selalu menjadi garda terdepan ketika Zein mengalami masalah. Termasuk mama pun akan ikut andil menyelesaikan masalahnya." Mama mulai bersuara.Aku hanya diam, menunggu kalimat berikutnya yang akan mama sampaikan."Hal itulah yang sedikit Mama sesali sekarang. Zein tumbuh menjadi laki-laki yang sulit menyelesaikan masalahnya sendiri. Walaupun kami berhasil mendidik dia menjadi pria yang penyayang dan tidak suka kekerasan. Tapi hal itu justru sering dimanfaatkan oleh orang yang tidak
"Makasih, Sayang. Kamu selalu yang terbaik buat Mas." "Sama-sama, Mas. Salsa bahagia bisa melayani Mas Zein."Setelah menuntaskan apa yang seharusnya dituntaskan, aku dan Mas Zein masih setia bersembunyi dibalik selimut dengan posisi tanpa jarak.Sesekali, suamiku ini masih mengecup keningku."Percayalah, hati Mas sepenuhnya hanya untuk kamu, Dek. Tak pernah ada yang lain.""Aku percaya, kok, Mas.""Tentang Misyka ....""Sssssttt." Aku mengunci mulut Mas Zein dengan telunjuk. "Salsa sudah tahu semuanya."Kemudian aku duduk, diikuti Mas Zein yang juga duduk di belakangku"Kamu cari tahu semuanya, Dek?""Iya. Termasuk zat yang sengaja dimasukkan ke minuman Mas. Cuma ... Salsa masih kesulitan menemukan orang yang mengedit foto-foto Mas.""Serius kamu, Dek. Sudah sejauh itu?" Mas Zein nampak kaget mengetahui aku sudah bertindak lebih cepat dari pada Pak Handoko--kuasa hukum Mas Zein."Lebih dari itu, Mas. Siap-siap saja melihat aksi sang ratu di Istana kerajaan kita ini. Salsa tidak akan
Mama terlihat memicingkan mata. "Memangnya itu anak siapa? Kenapa saya harus menyayanginya?" ketus mama."Ini anak Mas Zein juga, Tan. Kami saling mencintai. Tolong restui kami. Ijinkan aku masuk ke kamarnya saja ya, supaya Mas Zein juga tahu kalau aku sedang mengandung buah hatinya." Misyka kembali beranjak. Mungkin ingin mencari letak kamarku dan Mas Zein.Namun, buru-buru mama mencekal tangan wanita berpakaian dres tanpa lengan itu. Didudukkan lagi tubuh tinggi kurusnya pada sofa."Diam dan tunggu menantu saya keluar. Jangan pernah ganggu mereka. Atau saya bisa membuat tubuh kurusmu itu semakin kurus!" seru mama. Telapak tangannya mencengkeram rambut hitam kebanggaan wanita itu.Misyka meringis. Kepalanya mendongak dengan tatapan penuh kebencian pada mertuaku itu.Di hempasnya kepala Misyka sehingga membentur sandaran sofa. Lalu mama melenggang meninggalkan Misyka begitu saja.Sudah aku bilang, mertua tercintaku itu paling anti dengan yang namanya perusak. Jadi, tak heran kalau lam
"Tangkap penghianat itu. Saya sudah tidak mau mengambil resiko lebih jauh lagi. Amankan di tempat biasa, nanti saya akan ke sana."Sambungan telepon terputus, Setelah orang di seberang sana mengiyakan perintahku.Kini aku berada di rumah sakit menemani mama yang sudah ditangani oleh dokter. Sementara Mas Zain sedang menemui dokter untuk menanyakan penyebab mama seperti ini.Filingku mengatakan semua ini pasti ada sangkut pautnya dengan Misyka dan tikus pengkhianat di rumahku. Tadinya aku pikir ingin menangkap basah musuh dalam selimut itu. Akan tetapi, tikus itu sudah lebih dulu melampaui batas. Tidak ada toleransi apapun lagi selain membasmi hama itu, agar tidak ada lagi yang menjadi korban."Sayang, sebaiknya kamu istirahat di rumah saja. Mama biar Mas yang jagain, kasihan Naura," ucap Mas Zein mengagetkanku."Eh, Mas Zein, bikin kaget saja. Kapan masuknya? kok aku nggak denger," sahutku. "Gimana mau dengar ... kalau mata dan telinga kamu fokus pada benda ini." Tunjuknya pada pons
Aku sedikit tercengang melihat perempuan paruh baya yang duduk terikat di sana. Tidak sesuai dugaanku, ternyata penghianat itu adalah Bi Sumi bukan Rini.Aku mendekat pada perempuan beruban itu untuk memastikan kalau itu benar-benar Bi Sumi.Dan ternyata penglihatanku tidak salah. Perempuan yang tidak sadarkan diri ini memang betul Bi Sumi."Apa kamu tidak salah tangkap orang, Santos?" Tanyaku pada Santos memastikan."Tidak, Bos. Sesuai semua bukti dan CCTV yang Anda berikan kepada saya. Saya menduga perempuan inilah yang selama ini membocorkan semua informasi kepada seseorang termasuk yang sudah mencampurkan sesuatu pada minuman ibu mertua Anda," terang Santos."Benarkah? Tapi justru aku curiga pada Rini.""Saya sudah menyelidiki tentang kedua perempuan yang bekerja di rumah Anda, Bos. Dan Rini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang menimpa anda.""Kenapa kamu bisa seyakin itu?""Perempuan yang bernama Rini itu, hanyalah seorang gadis kampung yang diceraikan oleh suaminya di m
"Bu Salsa," gumam Bi Sumi.Kedua tangan yang menyatu dengan pegangan kursi kayu itu digerak-gerakkan. Mungkin mencoba melepaskan diri dari tali tambang yang melilitnya."Saya tidak bersalah, Bu Salsa. Tolong ... Jangan apa-apakan saya." Wanita yang seumuran dengan almarhumah ibuku itu mengiba."Kau tahu, apa alasan Bibi diikat seperti ini?" tanyaku.Bi Sumi menggeleng cepat, "Tidak, Bu. Saya tidak tahu. Sungguh, saya tidak merasa melakukan kesalahan. Tolong bebaskan saya.""Bibi lupa? Di rumah saya setiap sudut ruangan memiliki CCTV, meskipun Bibi sudah berhasil menyabotasi satu CCTV yang berada di dapur, hal itu tidak berpengaruh pada CCTV yang lain."Bi Sumi terlihat salah tingkah, sejurus kemudian wajahnya berubah menyendu, dengan sedikit isakan yang seperti dibuat-buat."Maafkan saya, Bu Salsa. Saya terpaksa melakukan itu, saya butuh uang," ujarnya sesenggukan.Terlihat menyedihkan, sayangnya ... aku tidak akan terpengaruh lagi.Wanita ini memang sangat tahu kelemahanku dan Mas Za
"Daniel, segera adakan rapat dadakan. Kumpulkan semua petinggi perusahaan di ruang meeting, dan pastikan semua karyawan mengikuti rapat di layar monitor secara live!" perintahku pada Daniel.Laki-laki itu hanya mengangguk patuh, kemudian berjalan mundur meninggalkan ruangan ini dengan tergesa.Sementara Daniel menyiapkan rapat, aku menghubungi Santos untuk mengumpulkan semua informasi tentang Misyka beserta orang-orang yang mendukungnya, dan membawa semua bukti itu ke sini dengan segera.Aku tidak bisa menunggu lagi. Serangan balik harus segera diluncurkan supaya mereka tidak terus-menerus meremehkanku.Terutama Misyka, wanita itu harus sadar diri siapa dia sebenarnya.Grup WA kantor terus berbanjiran pesan masuk. Mereka santer membicarakan video beberapa detik yang di kirim nomor tak bernama di ponselku.Beruntung, ponsel Mas Zein masih ada padaku, sehingga suamiku itu tidak tahu bahwa dirinya kini menjadi topik hangat pembicaraan di kantornya.-----"Semua sudah siap, Bu Salsa. Para
"Jadi ... Laki-laki dalam video itu bukan Pak Zein, begitukah, Bu Salsa?" Salah satu petinggi perusahaan kembali bertanya untuk memastikan.Karena masih berdiri, aku berjalan santai menuju kursi, duduk kembali. Menyilangkan kaki. Kedua siku aku tumpukan di pegangan kursi dengan kedua jemari saling bertaut."Terserah kalian mau menilai bagaimana. Tapi, kalau ada yang masih mencurigai suami saya sebagai pemeran dalam adegan menjijikkan itu, maka bersiaplah angkat kaki dari perusahaan ini, bersama ... Dia!" kataku tegas. Dengan telunjuk yang mengarah pada Misyka.Sontak saja, semua yang hadir di ruang meeting ini beralih menatap wanita yang sudah pucat pasi itu.Kedua bola mata Misyka terlihat bergerak ke kanan dan ke kiri. Sedetik kemudian dia berdiri, memberi tatapan mengintimidasi padaku."Saya tidak akan tinggal diam. Lihat saja, saya akan menuntut keadilan. Kamu pasti akan menyesal telah melakukan ini padaku. Awas saja!" katanya dengan napas memburu. Menghentakkan kakinya meninggalk
"Ya sudah kalau Mas Zein keberatan. Aku akan memberikan bayi itu pada panti asuhan saja. Tapi, aku boleh mengunjunginya setiap waktu 'kan Mas?"Melihat wajah datar dan dingin suaminya, Salsa pada akhirnya memutuskan untuk mengaihkan pengasuhan bayi itu pada sebuah panti. Meski begitu ia akan tetap memantau perkembangan bayi itu. Ia tak ingin egois. Berusaha memaklumi jika suaminya berat menerima bayi wanita yang secara terang-terangan menghancurkan impiannya mempunyai banyak anak.Ya, rencana Zein mempunyai 5 atau 6 anak dari Salsa harus kandas karena ulah mereka yang membenci Zein. Dan melalui Misyka semua kebahagiaan yang dirasakan Zein dengan keluarga kecilnya menjadi porak-poranda."Sebaiknya kita istirahat saja dulu, Sayang. Mungkin suami kamu masih capek. Kamu juga sepertinya kelelahan, lihat matamu sudah seperti mata panda saja." Mama Rita mencoba mencairkan suasana. Sebagai orang yang paling tua dia lebih bijak.Mama Rita dapat melihat sebuah keinginan besar di dalam diri Sal
"Tidak ...!!!"Tepat ketika Danu menekan pelatuk senjatanya, Risa berlari kencang memasang badan di depan Zein sehingga mau tidak mau timah panas itu menancap pada perutnya."Risaaa ...." Tangan Danu gemetar, senjatanya jatuh begitu saja saat mendapati kenyataan bahwa pelurunya justru mengenai anak kandungnya sendiri."Tidak. Tidak, tidak mungkin." Danu terus bergumam sembari matanya nanar memandang telapak tangan yang selalu mengasihi dan membelai anaknya, justru kini tangan itulah yang melukai buah hati tercintanya.Darah berceceran pada lantai keramik putih di mana kini Risa terkapar dalam pangkuan Zein dengan nafas tersengal."Zein. Maafkan ayahku," ucap Risa lemah.Satu tangannya memegangi luka dan satunya lagi menggapai-gapai wajah Zein."Bertahanlah, Ris. Bantuan akan segera datang." Zein berusaha menguatkan sembari menggenggam erat tangan Risa."Tidak Zein. Aku tidak kuat. Tapi, aku sudah cukup bahagia jika harus pergi dalam keadaan berada di pangkuanmu. Maafkan Aku yang tidak
Di sisi lain, Zein saat ini tengah beradu kekuatan dengan beberapa anak buah yang berjaga di bangunan penyekapan Mama Rita.Dibantu oleh Bima, Santos dan anak buahnya, Zein berhasil menerobos masuk ruangan itu.Begitu pintu terbuka lebar, Zein dapat melihat dengan jelas mamanya kini tengah terikat pada kursi dengan mulut tersumpal lakban. Di sampingnya berdiri seorang pria yang begitu dia kenal memegang senjata api tengah menyeringai padanya."Selamat datang, Zein Mahardika yang terhormat. Apa kabar? Saya tidak menyangka loh Anda bisa sampai di sini," ucap Danu congkak."Katakan, apa maumu? brengsek!" sergah Zein."Ini yang aku tunggu. Kamu ingin tahu apa mauku? Baiklah akan ku beritahu."Zain hanya memberi tatapan menghunus. Dia ingin segera tahu apa maksud semua rencana ini. Apa tujuan dari rekan bisnisnya ingin menghancurkan dirinya beserta keluarganya."Tanda tangani kertas ini sekarang," perintah Danu sambil menyodorkan map hijau di tangannya."Apa itu?" tanya Zain.Danu melirik
Salsa tak ingin peduli dengan apapun yang terjadi pada Misyka yang kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh pihak hotel setempat. Tetapi bayangan bayi dalam perut perempuan itu terbayang-bayang dalam benak Salsa.Jika terjadi apa-apa dengan Misyka, bagaimana dengan nasib bayi itu. Bunda dari Naura itu berjalan bolak-balik tak tenang dalam kamarnya.Waktu sudah larut, Naura sudah tertidur lelap, tapi Zein belum juga pulang. Bukannya mengkhawatirkan Zain yang belum ada kabar, Salsa justru mengkhawatirkan keadaan Misyka dan bayinya. Hatinya merasa bersalah karena dialah yang menyebabkan semua itu terjadi.Tak bisa tenang, akhirnya Salsa memutuskan untuk menyusul Misyka ke rumah sakit. Dia meminta bantuan pada anak buah Santos untuk menjaga Naura. Beruntung salah satu dari orang kepercayaan Santos itu ada yang seorang wanita, sehingga Salsa mengizinkan penjaga wanita itu untuk masuk ke dalam kamar di mana Naura tengah tidur lelap.Diantar oleh anak buah Santos yang satunya lagi, Salsa menuj
Pov authorMalam harinya Bu Clara memutuskan untuk bersedia bertemu dengan Salsa, setelah beberapa waktu lalu dirinya melihat foto suaminya dengan perempuan bergandeng mesra di sebuah minimarket, yang dikirim oleh Salsa.Derap langkah high heels istri dari pengacara Aldo itu menggema di lobby hotel tempat Salsa menginap, lalu menghubungi Salsa."Saya sudah di lobby Anda di mana?" ucapnya melalui ponsel."Baik, tunggu sebentar. Saya segera turun," sahut Salsa.Bergegas Ibu dari Naura itu memakai hijab instannya. Sebelumnya iya meyakinkan Naura terlebih dahulu untuk tetap di kamarnya selama ia belum kembali. Naura pun mengiyakan. di samping karena memang dia sudah mengantuk.Agar lebih aman Salsa mengunci kamar hotelnya dari luar. Lalu berjalan menemui Clara di bawah, tak lupa masker penutup wajahnya ia kenakan."Halo, Bu Clara." Salsa langsung menyapa saat melihat wanita persis seperti di foto profil nomor yang baru saja menghubunginya.Wanita yang lebih tua dari Salsa itu memicingkan
Usai pelepasan, aku masih menempel pada dada bidang suamiku sebagai sandaran. Dan Mas Zein mengelus kepalaku dengan sayang."Mas," panggilku."Hmmm," sahutnya."Bagaimana keadaan Mama Rita sekarang? Semalam mama menemui beberapa orang yang membuat keributan, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku membawa Naura pergi dan meninggalkan mama begitu saja." Aku mengencangkan pelukan pada Mas Zein sekedar menghilangkan rasa bersalah yang menghinggapi."Mas sedang berusaha mencari tahu, Sayang. Tenanglah, berdoa saja semoga Mama tidak kenapa-kenapa.""Kita lapor polisi saja Mas, supaya mama segera ditemukan.""Tidak semudah itu, Sayang. Kita harus menunggu 24 jam terlebih dahulu baru laporannya akan diterima. Bima dan orang-orangnya sudah mengetahui di mana Mama berada. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Mas akan menjemput mama. Kamu tenang dan jangan banyak pikiran, ya.""Benarkah? Alhamdulillah kalau begitu. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka membawa mama?"Ak
Setelah panggilan terputus, aku mulai sedikit menata barang-barang yang berantakan di kamar. Menumpuk baju-baju yang keluar dari lemari dengan asal di keranjang, dan juga mengumpulkan beberapa barang lainnya yang juga berserakan di lantai. Semua aku jadikan satu dalam sebuah wadah kotak yang aku ambil dari gudang. Biarlah nanti setelah keadaan membaik aku suruh orang untuk merapikan lagi semua ini.Tak berselang lama decitan mobil terdengar di halaman rumah. Pasti itu suara mobil Mas Zein yang terburu-buru."Sayang ... Bunda, Naura, kalian di mana?"Benar saja itu suara Mas Zein yang berteriak memanggil namaku dan Naura."Ayah ..." sahut Naura tak kalah kencang.Sejurus kemudian derap langkah seperti berlari terdengar menuju kamar di mana aku dan Naura berada. Pintu yang sedikit terbuka memudahkan Mas Zain menerobos masuk."Salsa, Naura! Alhamdulillah ya Allah ..." Mas Zain berseru gembira ketika mendapatiku dan Naura dalam keadaan baik-baik saja.Dia berlari merengkuhku dan Naura sec
POV SalsaAku baru saja selesai melaksanakan sholat isya ketika suara keributan terdengar dari luar. Entah kenapa perasaanku mengatakan ini tidak baik-baik saja.Gegas aku keluar kamar untuk mencari Naura dan mama."Ma ...!" panggilku.Mama Rita langsung muncul dari dari kamarnya. Tak berbeda denganku, wajah mama juga terlihat panik."Salsa," sahut Mama. "Suara gaduh Apa itu, ya, Sal?" sambungnya."Salsa nggak tahu, Ma. Tapi perasaan Salsa gak enak. Naura di mana?""Naura di kamarnya sama Rini. Kamu pergilah ke kamar Naura. Biar mama yang lihat suara gaduh itu di luar."Aku pun mengangguk patuh, lalu kita sama-sama berjalan ke arah yang berlawanan.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung menerobos masuk ke kamar Naura."Bu Salsa! Ibu sudah sembuh?" Rini terlihat kaget ketika melihatku.Sementara Naura, Dia terlihat sudah memejamkan matanya."Nanti saya jelaskan. Sekarang kamu keluar bantu Mama Rita. Saya akan menjaga Naura di sini," perintahku memaksa."Memangnya ada apa, B
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka