"Bu Salsa," gumam Bi Sumi.Kedua tangan yang menyatu dengan pegangan kursi kayu itu digerak-gerakkan. Mungkin mencoba melepaskan diri dari tali tambang yang melilitnya."Saya tidak bersalah, Bu Salsa. Tolong ... Jangan apa-apakan saya." Wanita yang seumuran dengan almarhumah ibuku itu mengiba."Kau tahu, apa alasan Bibi diikat seperti ini?" tanyaku.Bi Sumi menggeleng cepat, "Tidak, Bu. Saya tidak tahu. Sungguh, saya tidak merasa melakukan kesalahan. Tolong bebaskan saya.""Bibi lupa? Di rumah saya setiap sudut ruangan memiliki CCTV, meskipun Bibi sudah berhasil menyabotasi satu CCTV yang berada di dapur, hal itu tidak berpengaruh pada CCTV yang lain."Bi Sumi terlihat salah tingkah, sejurus kemudian wajahnya berubah menyendu, dengan sedikit isakan yang seperti dibuat-buat."Maafkan saya, Bu Salsa. Saya terpaksa melakukan itu, saya butuh uang," ujarnya sesenggukan.Terlihat menyedihkan, sayangnya ... aku tidak akan terpengaruh lagi.Wanita ini memang sangat tahu kelemahanku dan Mas Za
"Daniel, segera adakan rapat dadakan. Kumpulkan semua petinggi perusahaan di ruang meeting, dan pastikan semua karyawan mengikuti rapat di layar monitor secara live!" perintahku pada Daniel.Laki-laki itu hanya mengangguk patuh, kemudian berjalan mundur meninggalkan ruangan ini dengan tergesa.Sementara Daniel menyiapkan rapat, aku menghubungi Santos untuk mengumpulkan semua informasi tentang Misyka beserta orang-orang yang mendukungnya, dan membawa semua bukti itu ke sini dengan segera.Aku tidak bisa menunggu lagi. Serangan balik harus segera diluncurkan supaya mereka tidak terus-menerus meremehkanku.Terutama Misyka, wanita itu harus sadar diri siapa dia sebenarnya.Grup WA kantor terus berbanjiran pesan masuk. Mereka santer membicarakan video beberapa detik yang di kirim nomor tak bernama di ponselku.Beruntung, ponsel Mas Zein masih ada padaku, sehingga suamiku itu tidak tahu bahwa dirinya kini menjadi topik hangat pembicaraan di kantornya.-----"Semua sudah siap, Bu Salsa. Para
"Jadi ... Laki-laki dalam video itu bukan Pak Zein, begitukah, Bu Salsa?" Salah satu petinggi perusahaan kembali bertanya untuk memastikan.Karena masih berdiri, aku berjalan santai menuju kursi, duduk kembali. Menyilangkan kaki. Kedua siku aku tumpukan di pegangan kursi dengan kedua jemari saling bertaut."Terserah kalian mau menilai bagaimana. Tapi, kalau ada yang masih mencurigai suami saya sebagai pemeran dalam adegan menjijikkan itu, maka bersiaplah angkat kaki dari perusahaan ini, bersama ... Dia!" kataku tegas. Dengan telunjuk yang mengarah pada Misyka.Sontak saja, semua yang hadir di ruang meeting ini beralih menatap wanita yang sudah pucat pasi itu.Kedua bola mata Misyka terlihat bergerak ke kanan dan ke kiri. Sedetik kemudian dia berdiri, memberi tatapan mengintimidasi padaku."Saya tidak akan tinggal diam. Lihat saja, saya akan menuntut keadilan. Kamu pasti akan menyesal telah melakukan ini padaku. Awas saja!" katanya dengan napas memburu. Menghentakkan kakinya meninggalk
[Biarkan saja. Kita ikuti saja terus permainan mereka. Yang penting, tetap awasi pergerakan mereka agar kita bisa tahu langkah seperti apa yang harus kita ambil.] Aku membalas pesan itu.Tak butuh waktu lama, Santos membalasnya.[Baik, Bos][Tetap jalankan rencana kita sebelumnya. Saya sudah tidak sabar menonton video streamingnya!][Semua sudah sesuai rencana][Bagus!]Setelah itu aku kembali meletakkan ponsel dan menghabiskan makanan yang masih tersisa untuk kemudian kembali ke ruangan kerja. ******Pukul tiga petang aku sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit tempat mama Rita dirawat.Diarea yang sedikit sepi, entah dari arah mana tiba-tiba sebuah sepeda motor dengan dua orang penumpang menghentikan mobilku.Wajah mereka terlihat sangar dengan rambut sedikit gondrong dan penampilan yang seperti preman. Apakah mereka preman beneran? Segera aku menekan tombol panggilan darurat yang terhubung dengan Santos. Aku bisa pastikan mereka adalah orang suruhan Misyka atau pengacaranya."Ce
"Ini saya, Bos. Santos." Sesosok pemuda berjaket kulit terlihat dari balik kaca. Santos terlihat khawatir.Tak menunggu waktu lagi, aku langsung membuka pintu mobil. "Santos ... Kamu kah itu?""Betul, Bos. Maaf, saya datang terlambat. Anda baik-baik saja?" Dia terlihat khawatir."Alhamdulillah, saya gak papa. Terima kasih, kamu datang tepat waktu. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saya kalau kamu tidak datang tadi." Aku mengedarkan pandangan. mencari dua sosok preman tadi. Namun tak ku temui. Hanya ada sepeda motor yang teronggok di depan mobilku yang sudah pecah bagian belakangnya."Syukurlah kalau begitu." Santos berucap lega."Preman itu kemana? Kok gak ada," tanyaku merasa aneh."Mereka sudah dibawa ke markas oleh teman-teman yang lain. Kalau sudah tenang, terserah Anda mau diapakan dua orang itu.""Baiklah. Amankan dulu mereka. Jangan sampai kabur.""Baik, Bos.""Oiya, bagaimana rencana kita?""Sesuai rencana. Perempuan itu sudah jadi artis dadakan sekarang. Nanti saya k
"Lihat ini. Ini adalah bukti bahwa wanita yang bernama Misyka ini adalah pelakor! Video itu di rekam oleh suamiku. Sialnya, aku menemukannya sehingga kebusukan mereka terbongkar!" Pada semua orang di sana, wanita itu juga memperlihatkan sebuah video yang ada di ponselnya."Iiihhh amit-amit deh punya tetangga begini. Kita usir saja wanita itu." Salah satu dari mereka yang sudah menonton video itu memberi ide."Hei ... ! Jangan salahin aku dong. Salahin wanita gendut ini. Siapa suruh gembrot dan tak cantik. Salahin juga suaminya yang lebih memilih wanita cantik sepertiku. Iri bilang!" Misyka masih membela diri.Aku sampai geleng kepala melihat aksi Misyka yang terlampau percaya diri."Huuuu dasar pelakor tak tahu malu!"Suasana semakin ricuh. Banyak ibu-ibu yang juga ingin menyerang Misyka. Nasib baik menghampiri Misyka. Kalau tidak ada Pak RT yang tetiba datang merelai, si Misyka itu pasti sudah jadi bulan-bulanan ibu-ibu anti pelakor."Kamu dapat dari mana video itu, Sayang?" Mama Ri
Pesan berisi informasi tentang semua kegiatanku dan kejadian kemarin berada di ponsel ini.Itu artinya Mas mengetahui hal buruk yang menimpaku, tapi kenapa dia dia saja seolah tidak merasa khawatir sama sekali?Seperti pagi ini, Mas Zein bersikap biasa saja. Bahkan ia tidak terlihat khawatir tentang aku yang diganggu preman kemarin. Tidak mungkin kan, pesan itu belum ia baca. Hingga ketika mengantar Mama pulang dari rumah sakit dan berangkat ke kantor pun, Mas Zein masih menyimpan semuanya dariku.Tak ingin ambil pusing, aku memilih abai agar tak menambah beban pikiran. Bersama Naura, aku memutuskan untuk menemani Mama saja di kamarnya."Hai cucu Oma yang cantik ... Sini sayang, Oma kangen." Mama Rita menyambut bahagia ketika melihat aku dan Naura memasuki kamar beliau.Naura juga ikut bahagia bertemu Omanya. Anak itu berlari, kemudian memeluk Omanya yang sedang duduk diatas ranjang. Sementara aku memilih untuk duduk di sofa yang tersedia di kamar yang mama tempati di rumahku ini.
"Zein? Ngapain dia di situ?" ucap mama tak kalah kaget dan heran.Aku masih terkesiap. Otakku masih mencari jawaban tentang pertanyaan yang sama mengenai kemunculan mas Zein yang mendadak di konferensi Misyka."Sal ---!" Mama memanggilku untuk sebuah tanya. Dan aku hanya bisa menjawab dengan gelengan."Biar Mama telpon si Zein.""Tunggu dulu, Ma. Kita lihat saja apa yang akan mas Zein lakukan di sana."Meskipun rasa penasaran begitu menggebu di dalam hati, tapi aku lebih memilih percaya dengan kedatangan mas Zein yang pastinya tidak akan merugikan dirinya sendiri.Pada layar televisi, kamera masih menyoroti mas Zein, Daniel, dan seorang pemuda yang belum aku kenal.Suasana cukup hening beberapa saat, seolah menanti ucapan yang akan kembali keluar dari salah satu dari ketiga orang yang berjalan dengan gagah. Semua pandangan tertuju pada ketiga lelaki yang kini sudah berada di depan meja dimana Misyka dan orang-orangnya berada."Tentukan dimana saya harus melakukan tes DNA itu. Semua bi
"Ya sudah kalau Mas Zein keberatan. Aku akan memberikan bayi itu pada panti asuhan saja. Tapi, aku boleh mengunjunginya setiap waktu 'kan Mas?"Melihat wajah datar dan dingin suaminya, Salsa pada akhirnya memutuskan untuk mengaihkan pengasuhan bayi itu pada sebuah panti. Meski begitu ia akan tetap memantau perkembangan bayi itu. Ia tak ingin egois. Berusaha memaklumi jika suaminya berat menerima bayi wanita yang secara terang-terangan menghancurkan impiannya mempunyai banyak anak.Ya, rencana Zein mempunyai 5 atau 6 anak dari Salsa harus kandas karena ulah mereka yang membenci Zein. Dan melalui Misyka semua kebahagiaan yang dirasakan Zein dengan keluarga kecilnya menjadi porak-poranda."Sebaiknya kita istirahat saja dulu, Sayang. Mungkin suami kamu masih capek. Kamu juga sepertinya kelelahan, lihat matamu sudah seperti mata panda saja." Mama Rita mencoba mencairkan suasana. Sebagai orang yang paling tua dia lebih bijak.Mama Rita dapat melihat sebuah keinginan besar di dalam diri Sal
"Tidak ...!!!"Tepat ketika Danu menekan pelatuk senjatanya, Risa berlari kencang memasang badan di depan Zein sehingga mau tidak mau timah panas itu menancap pada perutnya."Risaaa ...." Tangan Danu gemetar, senjatanya jatuh begitu saja saat mendapati kenyataan bahwa pelurunya justru mengenai anak kandungnya sendiri."Tidak. Tidak, tidak mungkin." Danu terus bergumam sembari matanya nanar memandang telapak tangan yang selalu mengasihi dan membelai anaknya, justru kini tangan itulah yang melukai buah hati tercintanya.Darah berceceran pada lantai keramik putih di mana kini Risa terkapar dalam pangkuan Zein dengan nafas tersengal."Zein. Maafkan ayahku," ucap Risa lemah.Satu tangannya memegangi luka dan satunya lagi menggapai-gapai wajah Zein."Bertahanlah, Ris. Bantuan akan segera datang." Zein berusaha menguatkan sembari menggenggam erat tangan Risa."Tidak Zein. Aku tidak kuat. Tapi, aku sudah cukup bahagia jika harus pergi dalam keadaan berada di pangkuanmu. Maafkan Aku yang tidak
Di sisi lain, Zein saat ini tengah beradu kekuatan dengan beberapa anak buah yang berjaga di bangunan penyekapan Mama Rita.Dibantu oleh Bima, Santos dan anak buahnya, Zein berhasil menerobos masuk ruangan itu.Begitu pintu terbuka lebar, Zein dapat melihat dengan jelas mamanya kini tengah terikat pada kursi dengan mulut tersumpal lakban. Di sampingnya berdiri seorang pria yang begitu dia kenal memegang senjata api tengah menyeringai padanya."Selamat datang, Zein Mahardika yang terhormat. Apa kabar? Saya tidak menyangka loh Anda bisa sampai di sini," ucap Danu congkak."Katakan, apa maumu? brengsek!" sergah Zein."Ini yang aku tunggu. Kamu ingin tahu apa mauku? Baiklah akan ku beritahu."Zain hanya memberi tatapan menghunus. Dia ingin segera tahu apa maksud semua rencana ini. Apa tujuan dari rekan bisnisnya ingin menghancurkan dirinya beserta keluarganya."Tanda tangani kertas ini sekarang," perintah Danu sambil menyodorkan map hijau di tangannya."Apa itu?" tanya Zain.Danu melirik
Salsa tak ingin peduli dengan apapun yang terjadi pada Misyka yang kini sudah dibawa ke rumah sakit oleh pihak hotel setempat. Tetapi bayangan bayi dalam perut perempuan itu terbayang-bayang dalam benak Salsa.Jika terjadi apa-apa dengan Misyka, bagaimana dengan nasib bayi itu. Bunda dari Naura itu berjalan bolak-balik tak tenang dalam kamarnya.Waktu sudah larut, Naura sudah tertidur lelap, tapi Zein belum juga pulang. Bukannya mengkhawatirkan Zain yang belum ada kabar, Salsa justru mengkhawatirkan keadaan Misyka dan bayinya. Hatinya merasa bersalah karena dialah yang menyebabkan semua itu terjadi.Tak bisa tenang, akhirnya Salsa memutuskan untuk menyusul Misyka ke rumah sakit. Dia meminta bantuan pada anak buah Santos untuk menjaga Naura. Beruntung salah satu dari orang kepercayaan Santos itu ada yang seorang wanita, sehingga Salsa mengizinkan penjaga wanita itu untuk masuk ke dalam kamar di mana Naura tengah tidur lelap.Diantar oleh anak buah Santos yang satunya lagi, Salsa menuj
Pov authorMalam harinya Bu Clara memutuskan untuk bersedia bertemu dengan Salsa, setelah beberapa waktu lalu dirinya melihat foto suaminya dengan perempuan bergandeng mesra di sebuah minimarket, yang dikirim oleh Salsa.Derap langkah high heels istri dari pengacara Aldo itu menggema di lobby hotel tempat Salsa menginap, lalu menghubungi Salsa."Saya sudah di lobby Anda di mana?" ucapnya melalui ponsel."Baik, tunggu sebentar. Saya segera turun," sahut Salsa.Bergegas Ibu dari Naura itu memakai hijab instannya. Sebelumnya iya meyakinkan Naura terlebih dahulu untuk tetap di kamarnya selama ia belum kembali. Naura pun mengiyakan. di samping karena memang dia sudah mengantuk.Agar lebih aman Salsa mengunci kamar hotelnya dari luar. Lalu berjalan menemui Clara di bawah, tak lupa masker penutup wajahnya ia kenakan."Halo, Bu Clara." Salsa langsung menyapa saat melihat wanita persis seperti di foto profil nomor yang baru saja menghubunginya.Wanita yang lebih tua dari Salsa itu memicingkan
Usai pelepasan, aku masih menempel pada dada bidang suamiku sebagai sandaran. Dan Mas Zein mengelus kepalaku dengan sayang."Mas," panggilku."Hmmm," sahutnya."Bagaimana keadaan Mama Rita sekarang? Semalam mama menemui beberapa orang yang membuat keributan, dan setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku membawa Naura pergi dan meninggalkan mama begitu saja." Aku mengencangkan pelukan pada Mas Zein sekedar menghilangkan rasa bersalah yang menghinggapi."Mas sedang berusaha mencari tahu, Sayang. Tenanglah, berdoa saja semoga Mama tidak kenapa-kenapa.""Kita lapor polisi saja Mas, supaya mama segera ditemukan.""Tidak semudah itu, Sayang. Kita harus menunggu 24 jam terlebih dahulu baru laporannya akan diterima. Bima dan orang-orangnya sudah mengetahui di mana Mama berada. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Mas akan menjemput mama. Kamu tenang dan jangan banyak pikiran, ya.""Benarkah? Alhamdulillah kalau begitu. Memangnya apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mereka membawa mama?"Ak
Setelah panggilan terputus, aku mulai sedikit menata barang-barang yang berantakan di kamar. Menumpuk baju-baju yang keluar dari lemari dengan asal di keranjang, dan juga mengumpulkan beberapa barang lainnya yang juga berserakan di lantai. Semua aku jadikan satu dalam sebuah wadah kotak yang aku ambil dari gudang. Biarlah nanti setelah keadaan membaik aku suruh orang untuk merapikan lagi semua ini.Tak berselang lama decitan mobil terdengar di halaman rumah. Pasti itu suara mobil Mas Zein yang terburu-buru."Sayang ... Bunda, Naura, kalian di mana?"Benar saja itu suara Mas Zein yang berteriak memanggil namaku dan Naura."Ayah ..." sahut Naura tak kalah kencang.Sejurus kemudian derap langkah seperti berlari terdengar menuju kamar di mana aku dan Naura berada. Pintu yang sedikit terbuka memudahkan Mas Zain menerobos masuk."Salsa, Naura! Alhamdulillah ya Allah ..." Mas Zain berseru gembira ketika mendapatiku dan Naura dalam keadaan baik-baik saja.Dia berlari merengkuhku dan Naura sec
POV SalsaAku baru saja selesai melaksanakan sholat isya ketika suara keributan terdengar dari luar. Entah kenapa perasaanku mengatakan ini tidak baik-baik saja.Gegas aku keluar kamar untuk mencari Naura dan mama."Ma ...!" panggilku.Mama Rita langsung muncul dari dari kamarnya. Tak berbeda denganku, wajah mama juga terlihat panik."Salsa," sahut Mama. "Suara gaduh Apa itu, ya, Sal?" sambungnya."Salsa nggak tahu, Ma. Tapi perasaan Salsa gak enak. Naura di mana?""Naura di kamarnya sama Rini. Kamu pergilah ke kamar Naura. Biar mama yang lihat suara gaduh itu di luar."Aku pun mengangguk patuh, lalu kita sama-sama berjalan ke arah yang berlawanan.Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung menerobos masuk ke kamar Naura."Bu Salsa! Ibu sudah sembuh?" Rini terlihat kaget ketika melihatku.Sementara Naura, Dia terlihat sudah memejamkan matanya."Nanti saya jelaskan. Sekarang kamu keluar bantu Mama Rita. Saya akan menjaga Naura di sini," perintahku memaksa."Memangnya ada apa, B
Aku mendekat pada pintu untuk sedikit menghilangkan penasaran.Samar-samar aku seperti mendengar suara Santos berbicara."Silakan masuk kalau kalian ingin berurusan dengan polisi karena membuat gaduh di rumah orang."Polisi? Jadi Santos bawa-bawa nama aparat? Pantas mereka tak berkutik.Baiklah. Aku juga harus bisa melakukan sesuatu.Sejurus kemudian aku memutuskan untuk keluar. Pasti semua ini sudah terencana. Menarik napas panjang, sebelum akhirnya aku membuka pintu perlahan.Saat aku muncul, semua mata beralih tertuju padaku."Nah! Itu dia orangnya. Ayo kita seret saja dia. Bisa-bisa penduduk sini terkena sialnya kalau tetap dibiarkan!" Salah satu dari mereka berseru padaku."Memangnya apa yang sudah saya perbuat?" ucapku santai."Halah! Tidak usah berkelit kamu! Kita semua tahu kalau ternyata kamu itu bukan suami perempuan itu. Hampir setiap hari kamu datang ke sini. Apa lagi kalau bukan untuk berbuat mesum. Pasti wanita itu sedang hamil anak haram kamu 'kan?!" sentaknya lagi.Ka